BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada sosok yang memiliki religiusitas tinggi. Radikalisme agama menurut Munip

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fase perkembangannya memiliki keunikan tersendiri. Papalia (2008) menyebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak terlepas dari hadirnya tekanan

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umat islam di Indonesia. Kepercayaan, sikap-sikap dan nilai-nilai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ayat di atas bermakna bahwa setiap manusia yang tunduk kepada Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai umur dan lapisan masyarakat. Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

juga kelebihan yang dimiliki

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DAN KECERDASAN RUHANIAH DENGAN KECENDERUNGAN POST POWER SYNDROME PADA ANGGOTA TNI AU DI LANUD ISWAHJUDI MADIUN.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang bahagia. Kebahagiaan menjadi harapan dan cita-cita terbesar bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai macam permasalahan remaja dalam hal ini salah satunya adalah

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I LATAR BELAKANG. trading diartikan sistem perdagangan secara online yaitu lewat perangkat teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Dunia saat ini sedang memasuki era baru yaitu era globalisasi dimana hampir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk selalu menghasilkan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. emosional. Salah satu tahap yang akan dihadapi individu jika sudah melewati. masa anak-anak akhir yaitu masa remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB I PENDAHULUAN. santri yang dengan awalan pe didepan dan akhiran an berarti tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

manusia, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Identitas manusia jejak langkah hidup manusia selalu membutuhkan komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perguruan tinggi merupakan satuan penyelenggara pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ekstrakurikuler seperti yang ada di sekolah-sekolah umum, tapi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah ini merupakan masalah sensitif yang menyangkut masalah-masalah

BAB I PENDAHULUAN. terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Centre (WTC) di New York,

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Muslim dunia (Top ten largest with muslim population, 2012). Muslim

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena pengaruh hormonal. Perubahan fisik yang terjadi ini tentu saja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diselenggarakan. Kaum muda diharapkan memiliki bekal

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah kesehatan jiwa. Masalah psikososial membutuhkan kemampuan penyesuaian dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Rosulullah Shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: Menuntut ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebahagiaan. Kebahagian di dalam hidup seseorang akan berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. perbuatan curang dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menelan banyak korban sipil tersebut. Media massa dan negara barat cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi menjadi fenomena yang sangat penting dalam dunia kerja.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kualitas sumber daya manusia sangat diperlukan untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kehidupan manusia, begitu pula dengan proses perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menggunakan waktu dengan efektif sehingga efisiensi waktu menjadi sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Umbara, Bandung, 2003, hlm Ahmad Juntika Nurihsan dan Akur Sudiarto, Manajemen Bimbingan dan Konseling di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. nyata terbentang antara negara Thailand dengan negara Indonesia tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Berkenaan dengan tahap-tahap perkembangan, Papalia (Pinasti,2011,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan dasar dalam pengaruhnya kemajuan dan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. hanya membekali siswa dengan kemampuan akademik atau hard skill,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia pendidikan diperlukan untuk mempersiapkan generasi muda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga mempengaruhi kualitas hidupnya. Individu yang merasakan kesejahteraan

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tinggi. Secara umum pendidikan perguruan tinggi bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya para pencari kerja di Indonesia tidak di imbangi dengan

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang sangat menyenangkan dan indah untuk dikenang. Santrock

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Ketakutan akan kesuksesan terjadi pada laki-laki dan perempuan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. positif pula. Menurut Ginnis (1995) orang yang optimis adalah orang yang merasa

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

KEBAHAGIAAN DAN KETIDAKBAHAGIAAN PADA WANITA MENIKAH MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan sehari hari, tanpa disadari individu sering kali bertemu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengalami situasi konflik emosi dimana ketika antara apa yang diharapkan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unsur lapisan masyarakat merupakan potensi yang besar artinya bagi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah masa pemerintahan rezim Orde Baru marak terjadi berbagai kasus menyimpang yang mengatasnamakan agama dengan cara merugikan eksistensi orang lain di Indonesia. Perilaku-perilaku menyimpang tersebut berupa perilaku teror, radikal, dan anarkis. Perilaku tersebut akhirnya menjadi salah satu penyebab memunculnya istilah seperti radikalisme agama yang memberikan corak negatif pada sosok yang memiliki religiusitas tinggi. Radikalisme agama menurut Munip (2012) merupakan aktivitas yang memaksakan pendapat, pandangan, dan cita-cita keagamaan dengan jalan kekerasan. Istilah radikalisme agama sebenarnya berlaku bagi seluruh kegiatan ekstrim yang dilakukan oleh seluruh agama. Namun istilah ini menjadi lebih lekat pada umat Muslim karena media yang mengekspose berbagai kasus teror, radikal, dan anarkis yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin akhir-akhir ini. Seperti pengeboman yang terjadi di Bali, bom hotel J.W Marriot, bom di Jalan Thamrin Jakarta, aksi penembakan polisi di kota Solo, maupun kekerasan oleh ormasormas umat Islam. Aksi-aksi tersebut juga memunculkan kecurigaan terhadap latarbelakang dari pelaku yang tidak sedikit merupakan alumni dari pondok pesantren (Ummah, 2012). Berbagai kasus menyimpang tersebut yang berkaitan dengan alumni maupun pondok pesantren itu sendiri mengakibatkan Badan Nasional 1

2 Penanggulangan Terorisme (BNPT) menetapkan beberapa pesantren yang dimasukan kedalam pesantren yang mengajarkan ajaran radikal. Seperti yang di lansir media massa online CNN Indonesia (2016) bahwa BNPT menetapkan 19 pesantren yang terindikasi mengajarkan ajaran radikalisme terhadap santrinya. Penetapan ini menambah daftar buruk suatu pondok pesantren serta menguatkan persepsi negatif masyarakat umum terhadap pondok pesantren yang merupakan wadah keilmuan agama. Masyarakat santri merupakan sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan Agama Islam di pesantren tidak akan luput dari dampak negatif isu tersebut. Keseharian santri untuk menimba ilmu dipimpin oleh kyai atau ustadz dalam menerapkan sikap-sikap dan nilai-nilai keislaman sebagai bekal dalam bermasyarakat secara umum. Nilai-nilai islam yang kuat pada santri diharapkan dapat diamalkan sebagai juru dakwah bagi masyarakat umum. Santri tidak hanya diajarkan mengenai ilmu-ilmu agama saja, namun juga diberikan ilmu-ilmu modern guna memperdalam wawasan keilmuan. Untuk itu cita-cita pesantren jauh dari mewujudkan generasi yang radikal namun memunculkan para pendakwah yang juga berpeluang untuk menjadi ahli dibidang ilmu modern (Muhakamurrohman, 2014). Salah satu visi dan misi dari sebuah pesantren menjadikan santrinya sebagai juru dakwah bagi masyarakat kelak dimasa depan. Akan tetapi akhir-akhir ini kecurigaan-kecurigaan tidak hanya disematkan terhadap instansi pendidikannya namun juga pada para pendakwah-pendakwahnya. Terdapat beberapa pendakwah yang dibubarkan atau ditolak saat akan melakukan kajian

3 dakwahnya disuatu tempat. Seperti yang dilansir dalam Panjimas.com (2017) kasus pembubaran kajian ustadz Felix Siaw di Jawa Timur yang dianggap menyebar ajaran radikal dan intoleran dengan alasan beliau adalah alumni dari organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Selain itu juga terdapat pembubaran kajian ustadz Khalid Basalamah di Jawa Timur oleh suatu ormas yang dianggap ustadz tersebut menyebarkan ajaran intoleran wahabi. Usia para santri yang tinggal dipondok pesantren identik dengan usia yang sedang memasuki masa remaja. Masa remaja menurut Santrock (2002) adalah masa pergolakan yang penuh dengan konflik dan buaian suasana hati. Pada masa ini akan ditemukan berbagai permasalahan yang seringkali disebabkan remaja tidak mampu untuk menghadapi dan menyeleseikan masalah sehingga memunculkan berbagai dampak negatif seperti gangguan kesehatan mental yang sering dialami oleh kaum remaja diantaranya adalah depresi, biasanya disertai dengan berbagai tuntutan rasa cemas, rasa takut, hiperaktif, dan lain sebagainya. Kaitan antara masa remaja dengan isu radikalisme agama dapat ditinjau dari riset yang dilakukan oleh Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP) (dalam Fanani, 2013) riset dilakukan melalui metode survey yang dilakukan di 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri di 10 wilayah se-jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Hasil yang didapatkan dari riset tersebut menunjukan bahwa kaum muda atau remaja rentan dan mudah tepapar pahampaham radikal keagamaan. Riset ini menunjukan isu-isu radikalisme agama lebih sering disematkan oleh kaum muda atau remaja yang sedang proses menimba ilmu.

4 Hasil dari wawancara awal dengan subjek berinisial AI yang merupakan seorang santri yang sedang memasuki masa remaja menyatakan bahwa ia pernah mendapat perilaku tidak mengenakan berupa olokan dengan sebutan jihadis yang identik melakukan penggropyokan kepada warga sekitar dan bermain hakim sendiri hanya karena subjek menggunakan pakaian gamis dan peci. Olokan tersebut membuat subjek tidak merasa nyaman saat menggunakan pakaian tersebut didepan masyarakat umum. Padahal tujuan subjek menggunakan pakaian tersebut merupakan bagian dari dakwah untuk menunjukan bahwa ini merupakan pakaian kebanggaan umat muslim. Hal ini menunjukan bahwa AI memiliki ketidakmampuan mencari penyeleseian atas permasalahannya yang menunjukan subjek terindikasi perasaan tidak optimis terhadap visi hidup yang dimilikinya. Seperti yang dijelaskan oleh Seligman (2008) bahwa salah satu faktor seseorang memiliki optimisme adalah rasa kepercayaan diri. Seorang santri yang sedang memasuki masa remaja dalam menghadapi isu radikalisme agama dituntut memiliki optimisme yang tinggi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Chong dan Baharudin (2017) bahwa optimisme dan pesimisme juga memprediksi kepuasan hidup remaja. Hal ini mungkin karena harapan positif yang dimiliki remaja optimis membantu untuk memiliki pandangan yang lebih baik menuju kehidupan mereka sekarang. Oleh karena itu, remaja yang optimis akan lebih puas dengan kehidupan dibanding remaja pesimis. Optimisme yang rendah juga akan berakibat buruk bagi perkembangan psikis maupun fisik dari seorang santri. Malik (2013) mengungkapkan bahwa

5 pesimisme mengarah pada kepasifan, kegagalan, keterasingan sosial, dan dalam ekstremnya mengarah pada depresi dan kematian. Schulz, dkk. (dalam Kivimaki dkk. 2005) menyatakan bahwa seseorang yang pesimis cenderung memiliki kelangsungan hidup yang lebih tidak terarah daripada seseorang yang optimis. Brissette, Scheier, dan Carver (dalam Shaheen dkk. 2014) menemukakan bahwa seseorang yang memiliki optimisme rendah lebih tidak tertarik dengan suatu tantangan karena pada dasarnya seseorang yang memiliki optimisme rendah kurang mampu dalam menghadapi kesulitan. Psikologi memandang optimisme sebagai suatu karakteristik positif dalam diri individu yang berperan guna mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Individu yang memiliki optimisme yang tinggi akan memiliki harapan positif terhadap setiap masalah, sehingga cenderung tidak mengembangkan ketegangan dan kecemasan serta tidak rentan terhadap gangguan mental dan fisik tertentu (Shaheen, Andleeb, Ahmad, dan Bano, 2014). Seperti yang dikatakan oleh subjek santri pondok pesantren berinisial MM yang menyatakan bahwa stigma dan pelabelan radikalisme agama merupakan skenario dari Allah, sehingga apapun yang terjadi saat ini pasti akan membuahkan hikmah yang penting bagi mereka dikemudian hari. Hal ini menunjukan bahwa subjek MM memiliki harapan positif dimasa depan atas isu radikalisme agama. Harapan-harapan positif itulah yang akan memunculkan dampak positif bagi kehidupan MM saat ini atau yang akan datang ditengah isu radikalisme agama. Dampak positif optimisme akan berpengaruh terhadap masa depan dari seorang santri. Seligman (2006) menyatakan bahwa optimisme merupakan suatu

6 emosi positif yang berpengaruh bagi masa depan. Hal ini sependapat dengan Hasnain, Wazid, dan Hasan (2014) yang menyatakan bahwa sikap optimis dan berpikiran positif adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan. Optimisme juga berkontribusi terhadap kebahagiaan seseorang. Penelitian yang dilakukan Nandini (2016) menemukan bahwa seseorang yang memiliki optimisme akan lebih merasa bahagia dan bersyukur akan kepuasan hidup yang di dapatkannya dibandingkan orang yang tidak memiliki optimisme. Oleh karena itu optimisme yang dimiliki santri dapat menunjang masa depan santri dalam menerapkan nilai keislaman kepada masyarakat. Optimisme juga akan mendukung kinerja santri pondok pesantren dibidang akademik. Penelitian Malik (2013) menemukan bahwa optimisme mempengaruhi kinerja dari seseorang. Seseorang yang optimis akan sangat termotivasi, tugas berorientasi, interaktif secara sosial, tangguh, mampu Tekun, kurang rentan terhadap stres dan depresi, mampu membuat keputusan yang efektif, dan fokus terhadap solusi. Selain itu, Gurol dan Kerimgil (2010) meneliti mengenai optimisme dibidang akademik menemukan hubungan positif antara optimisme dengan prestasi di bidang akademik. Dampak positif optimisme juga akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan psikologis seorang santri. Peterson (dalam Mishra, 2013) menyatakan bahwa hasil penelitian melaporkan adanya korelasi positif antara optimisme dan kesehatan yang baik. Dalam hal manfaat fisik, optimisme sebagai atribut kepribadian telah ditemukan sebagai mediator atau moderator tingkat stres yang signifikan. Selain itu optimisme dapat membantu meningkatkan kesehatan secara

7 psikologis yang juga diharapkan bisa mempengaruhi perilaku individu ke arah yang positif. Bekal optimisme pada santri pondok pesantren yang memiliki latar belakang agama yang kuat berperan sangat penting dalam menghadapi isu radikalisme agama. Santri akan mampu memandang suatu masalah dari sisi positifnya serta akan memiliki kesejahteraan, kesehatan fisik maupun psikologis, kebahagiaan, dan kefokusan dalam belajar. Hasil-hasil positif dengan pembuktian menggunakan prestasi dapat menjawab stigma-stigma maupun isu-isu negatif terhadapnya dengan peran optimisme. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini akan berfokus mengenai optimisme pada santri pondok pesantren. Untuk itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan judul optimisme santri pondok pesantren dalam menghadapi isu radikalisme agama. B. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan optimisme santri pondok pesantren dalam menghadapi isu radikalisme agama. C. Manfaat Penelitian Berdasarkan berbagai hal yang telah di ungkapkan, manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan penelitian ini meliputi:

8 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi dalam mengembangkan penelitian selanjutnya serta menjadi wawasan yang baru dalam penerapan kajian ilmu psikologi terkait dengan tingkat optimisme dalam menghadapi isu radikalisme pada santri pondok pesantren. 2. Manfaat praktis a. Santri Diharapkan dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi para santri untuk bisa lebih memperhatikan dan mempertimbangkan akan pentingnya optimisme yang harus dimiliki oleh tiap santri dalam menghadapi segala permasalahan guna mencapai harapan yang di cita-citakan. b. Pondok pesantren Diharapkan dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pondok pesantren untuk lebih membantu dalam memberikan informasi pada santrinya, sehingga dapat menggiatkan para santri untuk menumbuhkan optimisme dalam dirinya. c. Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi referensi dan pertimbangan bagi pembaca untuk lebih memahami pentingnya optimisme dalam menghadapi suatu masalah terutama tentang isu radikalisme agama.