Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali, Tel.

dokumen-dokumen yang mirip
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali, Tel.

Kata Pengantar. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para. pembaca.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Triwulan III Kata Pengantar

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kajian Ekonomi Regional Banten

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan III 2014

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

Kondisi Perekonomian Indonesia

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JUNI 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

i

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN IV-2013

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan IV-2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

ii Triwulan I 2012

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2012

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan karunianya, sehingga Kajian Ekonomi Keuangan Regional (KEKR)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm 0,01% yoy 0,78% ytd -0,93% avg yoy 1 6,83% Beras.

Kajian Ekonomi Regional Triwulan II-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Ringsek KER Zona Sumbagteng Tw.I-2009 Ekonomi Zona Sumbagteng Melambat Seiring Dengan Melambatnya Permintaan Domestik

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -1,52% yoy 0,35% ytd 0,35% avg yoy 1 7,11% Beras.

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

Perkembangan Perekonomian Terkini. Peluang Pengembangan Perekonomian. Proyeksi Perekonomian Ke depan

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

H E A D L I N E S HEADLINES

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

Inflasi IHK Provinsi Sulawesi Utara. Inflasi Komoditas Utama. Periode. mtm -0,68% yoy 2,28% ytd -0,94% avg yoy 1 6,41% Beras.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

Ringkasan Eksekutif Kajian Ekonomi Regional

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI ACEH

Edisi 55 Desember 2014

Edisi 80 Januari 2017

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN II 2014

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

INFLASI 0,09 PERSEN PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN KABUPATEN BANYUWANGI BULAN OKTOBER 2017

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI BANYUWANGI APRIL 2016 DEFLASI 0,61 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN / INFLASI KOTA PURWODADI APRIL 2016 DEFLASI 0,40 PERSEN

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sumatera Utara Triwulan II-2013 KATA PENGANTAR

Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI BALI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

RELEASE NOTE INFLASI SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SUMATERA UTARA KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH IX

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Edisi 78 November 2016

BERITA RESMI STATISTIK K A B U P A T E N W O N O G I R I

Kajian Ekonomi Regional Triwulan I-2010 Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH TRIWULAN

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

BERITA RESMI STATISTIK

BANK INDONESIA KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI BALI TRIWULAN I 2014

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN AGUSTUS 2015

PERKEMBANGAN IHK/INFLASI KOTA MANADO

INFLASI KOTA TARAKAN BULAN MARET 2007

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Transkripsi:

Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kelompok Kajian Ekonomi Bank Indonesia Denpasar Jl. Letda Tantular No. 4 Denpasar Bali, 80234 Tel. (0361) 248982 88 Fax. (0361) 222988

Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-nya, maka Laporan Kajian Ekonomi Regional Provinsi Bali Triwulan IV 2008 dapat diselesaikan dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan baik intern Bank Indonesia maupun pihak ekstern (external stakeholders) akan informasi perkembangan ekonomi regional, maupun perkembangan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran serta isu-isu seputar pembangunan ekonomi regional. Bank Indonesia menilai bahwa perekonomian regional mempunyai posisi dan peran yang strategis dalam konteks pembangunan ekonomi nasional dan upaya menstabilkan nilai rupiah. Hal ini didasari oleh fakta semakin meningkatnya proporsi inflasi regional dalam menyumbang inflasi nasional. Selain itu, dinamika ekonomi regional semakin meningkat sejak diterapkannya otonomi daerah pada tahun 2001. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memiliki perhatian yang besar dalam rangka ikut mendorong pertumbuhan ekonomi regional karena berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam Kajian Ekonomi Regional masih jauh dari sempurna, sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari Bapak/Ibu sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas analisis kajian. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi Regional ini bermanfaat bagi para pembaca. Denpasar, Februari 2009 BANK INDONESIA DENPASAR Viraguna Bagoes Oka Pemimpin 1

DAFTAR ISI DAFTAR GRAFIK ----- hal 4 DAFTAR TABEL ----- hal 6 DAFTAR BOKS ----- hal 7 Ringkasan Eksekutif ----- hal 8 BAB 1. MAKRO EKONOMI REGIONAL ----- hal10 1.1 SISI PENAWARAN ----- hal 10 1.1.1. Pertanian ----- hal 11 1.1.2. Industri ----- hal 12 1.1.3. Listrik, Gas dan Air ----- hal 13 1.1.4. Bangunan ----- hal 14 1.1.5. Perdagangan, Hotel dan Restoran ----- hal 14 1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi ----- hal 15 1.1.7. Keuangan dan Persewaan ----- hal 16 1.1.8. Jasa Jasa ----- hal 16 1.2. SISI PERMINTAAN ----- hal 17 1.2.1. Konsumsi ----- hal 17 1.2.2. Investasi ----- hal 19 1.2.3. Ekspor Impor ----- hal 20 BAB 2. INFLASI REGIONAL ----- hal 22 2.1 KONDISI UMUM ----- hal 22 2.2 INFLASI BULANAN M-T-M ----- hal 23 2.3 INFLASI TAHUNAN Y-O-Y ----- hal 25 2.3.1 Inflasi Menurut Kelompok Barang ----- hal 25 BAB 3. PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN ----- hal 32 3.1 PERKEMBANGAN ASET BANK UMUM ----- hal 32 3.2 PELAKSANAAN FUNGSI INTERMEDIASI ----- hal 34 3.2.1. Penghimpunan Dana ----- hal 35 3.2.2. Penyaluran Kredit ----- hal 36 3.3 PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT----- hal 38 3.4 PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN----- hal 40 3.4.1. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai ----- hal 40 3.4.2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai ----- hal 41 2

BAB 4. KEUANGAN DAERAH ----- hal 45 4.1REALISASI PENDAPATAN----- hal 45 4.2REALISASI BELANJA ----- hal 45 4.3 REALISASI PEMBIAYAAN ----- hal 46 BAB 5. OUTLOOK ----- hal 48 5.1 PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN III-2008 ----- hal 48 5.1.1. Sisi Penawaran ----- hal 48 5.1.2. Sisi Permintaan ----- hal 49 5.2. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULAN III-2008 ----- hal 50 5.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN TRIWULAN III-2008 ----- hal 51 5.4. REKOMENDASI ----- hal 52 3

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Produksi Padi dan Kedelai ----- hal 11 Grafik 1.2. Luas Panen Padi dan Kedelai ----- hal 11 Grafik 1.3. Konsumsi Listrik Industri dan Jumlah Pelanggan Industri ----- hal 12 Grafik 1.4. Perkembangan Volume Ekspor Manufaktur ----- hal 12 Grafik 1.5. Konsumsi Listrik di Bali ----- hal 13 Grafik 1.6. Jumlah Pelanggan Listrik ----- hal 13 Grafik 1.7. Kredit Sektor Listrik, Gas dan Air ----- hal 13 Grafik 1.8. Konsumsi Semen ----- hal 14 Grafik 1.9. Kredit Sektor Bangunan ----- hal 14 Grafik 1.10. Kunjungan Wisman ----- hal 16 Grafik 1.11. Tingkat Penghunian Kamar ----- hal 16 Grafik 1.12. Penerimaan VoA ----- hal 16 Grafik 1.13. Konsumsi Listrik Bisnis dan Jumlah Pelanggan Bisnis ----- hal 16 Grafik 1.14. Kredit Sektor Perdagangan ----- hal 17 Grafik 1.15. Jumlah Penumpang Pesawat ----- hal 20 Grafik 1.16. Jumlah Kargo ----- hal 20 Grafik 1.17. Jumlah Pos Melalui Udara ----- hal 20 Grafik 1.18. Pembiayaan LPD ----- hal 21 Grafik 1.19. Omset dan Pelunasan Pegadaian ----- hal 21 Grafik 1.20. Kredit Perbankan ----- hal 21 Grafik 1.21. Kredit Sektor Jasa ----- hal 21 Grafik 1.22. Penjualan Mobil ----- hal 22 Grafik 1.23. Konsumsi Listrik Rumah Tangga dan Jumlah Pelanggan Rumah Tangga----- hal 22 Grafik 1.24. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ----- hal 23 Grafik 1.25. Komponen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini ----- hal 23 Grafik 1.26. Kredit Konsumsi ----- hal 23 Grafik 1.27. Penjualan Motor ----- hal 23 Grafik 1.28. Nilai Tukar Petani ----- hal 24 Grafik 1.29. Konsumsi Semen ----- hal 24 Grafik 1.30. Konsumsi Semen ----- hal 24 Grafik 1.31. Impor Barang Modal ----- hal 24 Grafik 1.32. Kredit Investasi ----- hal 25 Grafik 1.33. Perkembangan Nilai Ekspor Bali ----- hal 25 Grafik 1.34. Perkembangan Volume Ekspor Bali ----- hal 25 Grafik 1.35. Pertumbuhan Nilai Ekspor Komoditi Utama Bali ----- hal 25 Grafik 1.36. Komposisi Ekspor Bali ----- hal 25 Grafik 1.37. Perkembangan Nilai Impor Bali ----- hal 26 4

Grafik 1.38. Komposisi Impor Bali ----- hal 26 Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Denpasar ----- hal 27 Grafik 2.2. Harga Komoditas Telur ----- hal 28 Grafik 2.3. Harga Komoditas Bumbu-bumbuan ----- hal 28 Grafik 2.4. Inflasi Tahunan (y-o-y) ----- hal 30 Grafik 3.1. Pertumbuhan Tahunan Aset, DPK, Kredit ----- hal 33 Grafik 3.2. Komposisi Aset, DPK, Kredit Menurut Kelompok Bank ----- hal 33 Grafik 3.3. Komposisi Aset, DPK, Kredit Menurut Kelompok Bank ----- hal 33 Grafik 3.4. Loan to Deposit Ratio ----- hal 34 Grafik 3.5. Pertumbuhan Tahunan Dana ----- hal 36 Grafik 3.6. komposisi Dana Pihak Katiga ----- hal 36 Grafik 3.7. Pertumbuhan Tahunan Kredit Menurut Jenisnya ----- hal 37 Grafik 3.8. Komposisi Kredit Menurut Jenisnya ----- hal 37 Grafik 3.9. Kredit Sektor PHR dan Sektor Lain-Lain ----- hal 38 Grafik 3.10 Komposisi kredit terhadap Aset ----- hal 39 Grafik 3.11 Pertumbuhan Aset, Kredit dan LDR ----- hal 39 Grafik 3.12 Komposisi Penyaluran Kredit Menurut Sektor Ekonomi ----- hal 39 Grafik 3.13 Perkembangan Uang Kartal di Bali ----- hal 41 Grafik 3.14 Perkembangan Kliring ----- hal 42 Grafik 5.1. Ekspektasi Inflasi Tahun 2008 ----- hal 51 5

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Penawaran, 2007 2008 ----- hal 10 Tabel 1.2. Pertumbuhan PDRB dari Sisi Permintaan, 2007 2008 ----- hal 22 Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang ----- hal 29 Tabel 2.2. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang ----- hal 31 Tabel 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum di Bali ----- hal 33 Tabel 3.2. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat di Bali ----- hal 40 Tabel 3.3. Perkembangan Uang Kartal di Bali ----- hal 41 Tabel 3.4. Perkembangan Perputaran Kliring, Cek/BG Kosong di Bali ----- hal 42 Tabel 4.1. Laporan Realisasi APBD 2007 2008 ----- hal 47 Tabel 5.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi ----- hal 48 Tabel 5.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi ----- hal 50 6

DAFTAR BOKS Boks A. Dominasi Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Bali ----- hal 17 Boks B. Tuna Salah Satu Primadona Ekspor Bali----- hal 25 Boks C. Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Kota Denpasar --- hal 32 7

Ringkasan Eksekutif MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 9,9% (y-oy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,3%. Ini menunjukkan bahwa walaupun di triwulan laporan situasi ekonomi dunia mulai tidak menentu, namun tekanan gejolak eksternal tersebut terhadap perekonomian Bali relatif masih minimal. Sementara itu, sisi penawaran menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Kinerja sektor perdagangan, hotel dan restoran didukung oleh kinerja industri pariwisata yang lebih baik dibandingkan tahun lalu. Sisi permintaan menunjukkan bahwa peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 70,6%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,7%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor diperkirakan karena permintaan dari luar negeri terhadap produk ekspor Bali masih cukup baik, terutama untuk produk manufaktur dan produk TPT (tekstil) yang memiliki ciri khas dan karakteristik khusus. PERKEMBANGAN INFLASI Tekanan terhadap harga-harga di Bali pada triwulan IV-2008 cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari inflasi yang lebih rendah dibanding dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2008 inflasi mencapai 1,04% (q-t-q) menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 3,14% (q-t-q). Sementara itu, secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan IV-2008 sedikit meningkat (9,62%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,28%), tetapi masíh lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 11,06% (y-o-y). PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Krisis keuangan global telah mempengaruhi kinerja perbankan di Bali pada triwulan IV 2008, hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan tahunan kinerja perbankan yang mengalami sedikit penurunan. Penurunan kinerja tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator perbankan antara lain dana pihak ketiga (DPK), dan pertumbuhan kredit. Meskipun indikator tersebut mengalami pertumbuhan namun pertumbuhan DPK dan kredit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat Grafik 3.1). Namun 8

demikian asset perbankan mengalami kenaikan pertumbuhan dari 22,02% pada triwulan III meningkat tipis menjadi 22,74%. Penurunan suku bunga acuan pada akhir triwulan IV dari 9.50% menjadi 9.25% belum mampu meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan. Penurunan pertumbuhan kredit seiring dengan penurunan pertumbuhan DPK yang menyebabkan melemahnya rasio LDR. Namun demikian, terdapat peningkatan kualitas kredit yang ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 2,15% gross menjadi 1,54% (lihat Tabel 3.1). Hak ini menunjukkan pada situasi krisis keuangan global bank lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. KEUANGAN DAERAH Pada tahun anggaran 2008, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,39 triliun, dan realisasi sementara hingga triwulan IV-2008 mencapai Rp 1,68 triliun atau 120,965% dari yang ditargetkan. PAD yang melebihi target memberikan kesempatan bagi Bali untuk membangun daerahnya. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,6 triliun dengan realisasi mencapai Rp 1,5 triliun atau sebesar 88,25%. Lebih lanjut, untuk Anggaran Pembiayaan Daerah mencapai sebesar Rp 274,6 miliar, dan realisasi sampai dengan triwulan IV-2008 tercatat Rp 266,7 miliar atau mencapai 97,12%. Realisasi belanja daerah meningkat drastis pada triwulan IV 2008 menunjukkan konsentrasi realisasi anggaran belanja dilakukan menjelang akhir tahun anggaran. KETENAGAKERJAAN Tahun 2008 bisa dikatakan sebagai tahun pariwisata dimana tahun ini dicanangkan sebagai tahun kunjungan wisata (Visit Indonesia Year 2008). Dengan adanya program ini, sedikit banyak perekonomian Bali sangat terbantu dengan pariwisata sebagai leading sector. Kenaikan jumlah kunjungan wisman mengindikasikan membaiknya kondisi perekonomian Bali. Ini tentu saja membawa pengaruh positif terhadap beberapa indikator ketenagakerjaan di Bali terutama pada tingkat pengangguran. 9

OUTLOOK Pada triwulan I-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan akan mendapat tekanan dari sisi eksternal dan terdapat potensi terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi, dan diperkirakan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran -2,5% - 4,5% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama tahun 2009 dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum digerakkan oleh konsumsi. Respon di sisi sektoral terhadap sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai kontribusi besar antara lain sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor angkutan, dan sektor industri. Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 2,3%-3,7%. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh masih ramainya kunjungan wisman ke Bali, walaupun dibayangi tekanan akibat krisis finansial global yang melanda sejumlah negara asal wisman. Jumlah kunjungan wisman ke Bali di awal tahun diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun terjadi kontraksi perekonomian di sejumlah negara, namun pelaku pariwisata Bali dapat melirik negara Cina, India, dan negara-negara di kawasan Timur Tengah yang diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi. Konsumsi (rumah tangga dan pemerintah) diperkirakan masih tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2009 dari sisi permintaan. Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sekitar -1,7%-1,2%. Pertumbuhan konsumsi tersebut utamanya dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi non makanan seperti semen, listrik, mobil, dan sepeda motor. Penrtumbuhan konsumsi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Bali yang meningkat sebesar 11,3% menjadi Rp 760.000,- dari tahun 2008 sebesar Rp 682.650,-. Sedangkan, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 4,6%-6,7%. Sementara laju inflasi regional Bali (q-t-q) pada triwulan I-2009 diperkirakan akan turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan angka inflasi diperkirakan mencapai 1,1% (q-t-q) dan sampai dengan akhir triwulan I-2009 berada pada kisaran 1,1% (y-t-d). Penurunan inflasi di triwulan I-2009 diperkirakan berasal dari menurunnya tekanan dari kelompok bahan makanan, transportasi dan perumahan. 10

Faktor penentu perkiraan inflasi triwulan I-2009 yang relatif lebih terkendali antara lain karena adanya kecenderungan penurunan harga BBM. Kinerja perbankan pada triwulan I 2009, secara nominal diperkirakan akan terus meningkat, baik aset, DPK dan kredit. Walaupun pasar uang mengalami tekanan yang cukup berat dan dibarengi dengan perekonomian yang masih lesu pada triwulan I, kinerja perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun dalam skala yang sangat terbatas. Kredit perbankan diperkirakan akan tetap tumbuh, namun diperkirakan tidak setinggi pertumbuhan pada tahun 2008, sejalan dengan kondisi ekonomi makro regional yang diperkirakan akan mengalami sedikit pelambatan. Ekspansi kredit pada triwulan I diperkirakan tumbuh pada kisaran 19% - 21%. Dari sisi dana, penghimpunan dana masyarakat oleh perbankan diperkirakan masih akan tumbuh walaupun masih dibayangi oleh pertumbuhan yang rendah karena berkurangnya kemampuan menabung masyarakat sehubungan dengan tingginya laju inflasi pada tahun 2008 yang mencapai 9,62% dan pelambatan ekonomi regional. Secara umum, pertumbuhan dana perbankan triwulan I 2009 diperkirakan berada pada kisaran 16% - 18%. 11

Bab 1 Makro Ekonomi Regional Perekonomian Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 9,9% (y-oy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,3%. Ini menunjukkan bahwa walaupun di triwulan laporan situasi ekonomi dunia mulai tidak menentu, namun tekanan gejolak eksternal tersebut terhadap perekonomian Bali relatif masih minimal. Di sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. Di sisi permintaan, peran konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga, diperkirakan masih cukup besar di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 1.1. SISI PENAWARAN Pertumbuhan ekonomi Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 9,9%, meningkat dibandingkan triwulan III-2008 yang tumbuh sebesar 8,3%. Namun angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding triwulan yang sama pada tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi 1,2%. Sementara itu, pertumbuhan selama tahun 2008 diperkirakan sebesar 5,9% atau sama dengan tahun 2007. Tabel 1.1. Pertumbuhan PDRB dari sisi Penawaran, 2007-2008 (% y-o-y) 12

Di sisi penawaran, pertumbuhan didorong oleh sektor-sektor utama seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor pengangkutan, dan sektor jasa-jasa. Sementara itu, sektor pertanian yang mempunyai kontribusi dominan setelah sektor PHR pada triwulan laporan diperkirakan tumbuh positif meskipun cukup rendah. 1.1.1. Pertanian Sektor pertanian pada triwulan IV-2008 diperkirakan mengalami kontraksi sebesar 3,8%, turun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 2,8%. Kontraksi pertumbuhan sektor pertanian disebabkan karena turunnya produksi padi dan palawija (jagung dan kedelai), terutama pada subround III (September-Desember). Tabel 1.2. Perbandingan Produksi Padi dan Palawija per Subround di Bali, 2008-2007 Produksi padi diperkirakan mencapai 256.002 ton, turun 12,9% dari periode yang sama tahun 2007. Turunnya produksi padi pada subround III tahun 2008 dominan disebabkan oleh perkiraan terjadinya penurunan luas panen yang mencapai 9,75%, sedangkan produktivitas diperkirakan turun 3,5%. Sepanjang tahun 2008 produksi padi diperkirakan mengalami penurunan sebesar 0,8% atau sekitar 6.391 ton gabah kering giling (GKG) dibanding produksi padi tahun 2007. Produksi jagung pada subround III diperkirakan juga mengalami penurunan hingga mencapai 11,6%. Begitu pula dengan kedelai, pada subround III produksi kedelai diperkirakan turun hingga 24,8% dibanding periode yang sama tahun 2007. 13

1.1.2. Industri Pada triwulan IV-2008, nilai tambah sektor industri diperkirakan tumbuh sebesar 17,7%, meningkat dibandingkan triwulan III-2008 sebesar 13,1%. Pertumbuhan sektor industri tersebut dikonfirmasi dengan meningkatnya konsumsi listrik dan jumlah pelanggan untuk golongan industri. Selain itu, pertumbuhan sektor ini juga dikonfirmasi dengan tren meningkatnya ekspor barang-barang manufaktur. Ekspor manufaktur tersebut utamanya didominasi oleh produk handicraft dan teksti dan produk tekstil (TPT). Meskipun terdapat tekanan terhadap pasar ekspor produk Bali, namun untuk produk-produk yang spesifik dan memiliki ciri khas diperkirakan masih memiliki pasar yang cukup baik. Pasar utama untuk produk handicraft adalah Belanda, Italia, dan Jerman. Sementara untuk pasar produk TPT yang spesifik sebagian besar di sejumlah negara-negara di Eropa misalnya Rusia. Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia 14

1.1.3. Listrik, Gas, dan Air Pertumbuhan nilai tambah sektor listrik, gas, dan air pada triwulan IV- 2008 diperkirakan tumbuh 9,7%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,3%. Pertumbuhan sektor ini dikonfirmasi dengan meningkatnya konsumsi listrik masyarakat baik untuk golongan sosial, rumah tangga, bisnis, maupun industri. Begitu pula halnya dengan jumlah pelanggan listrik. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor ini adalah pertumbuhan pada pembiayaan di sektor ini. Kredit sektor listrik, gas, dan air pada triwulan IV-2008 tumbuh 7,1% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia 15

1.1.4. Bangunan Sektor bangunan pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 9,9%, meningkat dibanding triwulan III-2008 yang tumbuh 7,7%. Pertumbuhan sektor bangunan ini dikonfirmasi dengan prompt indicators yakni pertumbuhan konsumsi semen dan pertumbuhan kredit sektor bangunan. Konsumsi semen pada triwulan laporan tercatat mencapai 253.434 ton, tumbuh 9,4% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, outstanding kredit sektor bangunan pada triwulan laporan sebesar Rp 416 miliar, tumbuh 7,2% dari periode triwulan IV-2007. Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia 1.1.5. Perdagangan, Hotel, dan Restoran Sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada triwulan IV-2008 diperkirakan sebesar 12,2%, meningkat dibanding triwulan III-2008 yang tumbuh 11,8%. Pertumbuhan sektor ini utamanya dipengaruhi oleh kinerja industri pariwisata yang lebih baik dibanding tahun lalu. Sejumlah prompt indicators yang mengindikasikan pertumbuhan tersebut adalah pertumbuhan jumlah wisman yang berkunjung dan penerimaan visa on arrival (VoA). Data lainnya yang mendukung pertumbuhan sektor ini adalah meningkatnya konsumsi listrik untuk golongan bisnis seperti mal, pasar, pertokoan, dan pusat bisnis lainnya. Jumlah wisman yang berkunjung ke Bali pada triwulan laporan diperkirakan mencapai 456.883 orang, naik 5% dibanding periode yang sama tahun 2007. Sedangkan penerimaan VoA pada triwulan ini mencapai 6,7 juta dolar AS, naik 19,7% dibanding triwulan IV-2007. Prompt indicator lainnya yang mengindikasikan pertumbuhan sektor ini adalah meningkatnya jumlah konsumsi listrik dan jumlah pelanggan untuk golongan bisnis. 16

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Bali Sumber: PT Bank Negara Indonesia Kanwil 08 Sumber: PT PLN Distribusi Bali BOKS A. Dominasi Sektor Pariwisata terhadap Perekonomian Bali Pariwisata merupakan industri yang paling menonjol dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. Pariwisata yang direpresentasikan oleh sektor perdagangan hotel dan restoran (PHR) memberikan konstribusi di atas 28% pada PDRB bali akhir 2008 diikuti oleh Sektor Pertanian dengan konstribusi di atas 18% pada periode yang sama. Kinerja pariwisata Bali pada tahun 2008 juga ditunjukkan oleh kunjungan wisatawan ke Bali sebanyak 1,9 juta melebihi target pemerintah yang ditetapkan sebesar 1,7 juta (Disparda Bali, 2008). Indikator lainnya adalah volume penukaran valas yang rata-rata berada pada kisaran USD 40ribu (Bank Indonesia, 2008). Analisis kinerja pariwisata menggunakan tabel input-ouput dapat digunakan untuk mengestimasi peranan pariwisata bagi perekonomian Bali. Tabel input-ouput menjelaskan bahwa sektor PHR dirinci menjadi sub sektor perdagangan serta sub sektor hotel dan restoran. Berdasarkan tabel input-ouput Provinsi Bali tahun 2005, sub sektor dengan pengganda output paling tinggi adalah sub sektor perdagangan dengan pengganda ouput 3,27 yang berarti setiap penambahan output sebesar 1 satuan pada sub sektor perdagangan akan meningkatkan ouput Provinsi Bali sebesar 3,27 satuan. Pengganda output menunjukkan peranan sektor tersebut terhadap pertumbuhan output nasional. Meskipun sektor pertanian memberikan konstribusi kedua bagi PDRB Bali, pengganda outputnya masih berada di luar lima sub sektor tertinggi. Tabel A1 menunjukkan 5 sub sektor dengan angka pengganda output tertinggi. 17

Tabel A1. 5 Sub Sektor dengan Pengganda Output Tertinggi di Provinsi Bali No Sub Sektor Pengganda Output 1 Perdagangan 3,27 2 Jasa-jasa lainnya 2,90 3 Hotel dan Restoran 2,31 4 Angkutan Udara 2,02 5 Industri makanan minuman 1,76 Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Bali 2005 diolah Gambar A1. Kinerja Pariwisata di Provinsi Bali Keterkaitan ke Belakang 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Industri Makanan dan Minuman Angkutan Udara Hotel dan Restoran Jasa Lainnya 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 Keterkaitan ke Depan Perdagangan Sumber : Tabel Input-Output Provinsi Bali 2005 diolah Sub sektor berhubungan dengan pariwisata juga merupakan sub sektor yang memiliki keterkaitan tinggi dengan sub sektor lainnya baik ke depan maupun ke belakang. Lima sub sektor yang mempunyai total output tertinggi berhubungan dengan pariwisata yaitu adalah sub sektor hotel dan restoran, sub sektor angkutan udara, sub sektor jasa-jasa lainnya, sub sektor industri makanan dan minuman serta sub sektor perdagangan. Sub sektor tersebut termasuk dalam sub sektor kunci di Provinsi Bali karena memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang tinggi (lihat Gambar A1). Selain itu Gambar A1 juga memperlihatkan bahwa sub sektor yang relatif memiliki keterkaitan ke belakang rendah adalah sub sektor jasa lainnya dan sub sektor perdagangan. Kedua sub sektor tersebut relatif tidak membutuhkan input yang besar dari sektor-sektor lainnya. Sebagian besar input sektor perdagangan adalah berasal dari sub sektor hotel dan restoran serta sub sektor jasa keuangan. Artinya, kegiatan transaksi perdagangan di Bali sangat tergantung kepada kegiatan usaha hotel dan restoran serta jasa keuangan. Namun demikian, sub sektor perdagangan dan sub sektor jasa lainnya memiliki keterkaitan ke depan tinggi sehingga dapat diharapkan menjadi pendukung terhadap berkembangnya sub sektor lainnya. 1.1.6. Pengangkutan dan Komunikasi Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi pada triwulan IV-2008 diperkirakan sebesar 26,5%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,7%. Pertumbuhan di sektor ini dikonfirmasi dengan pertumbuhan pada jumlah penumpang pesawat di Bandara Ngurah Rai dan meningkatnya jumlah pos melalui udara. Data prompt indicator tersebut mendukung pertumbuhan nilai tambah pada sektor ini. 18

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah 1.1.7. Keuangan dan Persewaan Pada triwulan IV-2008, sektor keuangan dan persewaan diperkirakan mengalami pertumbuhan sebesar 14,2%, meningkat dibandingkan dengan triwulan III-2008 yang tumbuh sebesar 6,3%. Pertumbuhan nilai tambah sektor ini pada triwulan laporan dikonfirmasi dengan pertumbuhan pembiayaan oleh lembaga keuangan non bank dan bank. Pembiayaan yang disalurkan oleh Lembaga Perkreditan Desa (LPD) pada triwulan laporan mencapai Rp 2,2 triliun, meningkat 23,9% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, outstanding kredit perbankan di Bali pada triwulan laporan tercatat mencapai sebesar Rp 15,6 triliun atau naik 23,6% dibanding triwulan IV-2007. Sumber: PT BPD Bali Sumber: Bank Indonesia 19

1.1.8. Jasa-Jasa Pada triwulan IV-2008, sektor jasa-jasa diperkirakan tumbuh sebesar 4,2%, naik dibanding triwulan III-2008 yang tumbuh sebesar 3,6%. Pertumbuhan di ini dikonfirmasi dengan pertumbuhan pada kredit perbankan untuk sektor jasa-jasa. Outstanding kredit perbankan untuk sektor jasa pada triwulan IV-2008 tercatat mencapai sebesar Rp 1,3 triliun, atau meningkat 15,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sumber: Bank Indonesia 1.2. SISI PERMINTAAN Di sisi permintaan, pertumbuhan Bali pada triwulan IV-2008 yang diperkirakan tumbuh sebesar 9,9% utamanya masih didorong oleh konsumsi. Selama ini konsumsi memiliki pangsa mencapai lebih dari 60% dalam pembentukan pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan. Tabel 1.2. Pertumbuhan PDRB dari sisi Permintaan, 2007-2008 (% y-o-y) 1.2.1. Konsumsi Nilai tambah konsumsi pada triwulan IV-2008 tercatat sebesar 21,3%, naik dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%. Pertumbuhan 20

konsumsi tersebut dipengaruhi oleh adanya faktor musiman hari raya keagamaan dan juga sebagai respon dari meningkatnya kinerja pariwisata. Sejumlah data prompt indicators mengindikasikan pertumbuhan tersebut. Penjualan mobil dan motor mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun lalu. Begitu pula halnya dengan konsumsi dan jumlah pelanggan listrik rumah tangga. Konsumsi semen pada triwulan laporan juga mengalami kenaikan sebesar 9,4% menjadi 253.434 ton dari triwulan IV-2007 yang tercatat 231.570 ton. Sumber: PT Toyota Astra Motor Sumber: PT PLN Distribusi Bali Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Selain itu, pertumbuhan konsumsi juga dapat dikonfirmasi data persepsi masyarakat terhadap perekonomian Bali pada triwulan laporan. Dari hasil survei konsumen tampak bahwa masyarakat berada di level optimis bahwa perekonomian saat ini lebih baik dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Prompt indicator lainnya adalah daya beli petani di pedesaan yang relatif masih kuat, yang tercermin dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang masih berada di atas level 100. 21

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Dari sisi pembiayaan, kredit konsumsi menunjukkan peningkatan. Outstanding kredit konsumsi pada triwulan IV-2008 tercatat mencapai sekitar Rp 6,5 triliun, naik 25,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sumber: BPS, diolah Sumber: PT Asaparis 1.2.2. Investasi Investasi yang merupakan representasi dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 29,4%. Pertumbuhan investasi tersebut dikonfrimasi dengan sejumlah data prompt indicators seperti konsumsi semen dan pertumbuhan pada impor barang modal. Peningkatan konsumsi semen memberikan gambaran bahwa investasi khususnya sektor bangunan masih tumbuh. 22

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia Sementara itu, kenaikan impor barang modal, terutama mesin dan peralatannya memberikan gambaran bahwa investasi non bangunan mengalami pertumbuhan. Dari sisi pembiayaan, peningkatan investasi antara lain tercermin dari peningkatan pada kredit investasi. Outstanding kredit investasi pada triwulan laporan mencapai sebesar Rp 2,5triliun, naik 39,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sumber: Bank Indonesia 1.2.3. Ekspor Impor Nilai tambah ekspor dari Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 70,6%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,7%. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekspor diperkirakan karena permintaan dari luar negeri terhadap produk ekspor Bali masih cukup baik, terutama untuk produk manufaktur dan produk TPT (tekstil) yang memiliki ciri khas dan karakteristik khusus 23

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia Sementara itu, nilai tambah impor Bali pada triwulan IV-2008 diperkirakan tumbuh sebesar 71,7%. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan impor diperkirakan adalah adanya kebutuhan terhadap produk bahan baku impor bagi hotelhotel yang ada di Bali untuk memenuhi kebutuhan foods & beverages seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisman. Hal itu ditunjukkan dengan besarnya porsi produk pertanian (dalam arti luas) dalam komposisi impor Bali. 24

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia BOKS B. Tuna Salah Satu Primadona Ekspor Bali Ikan tuna merupakan salah satu komoditas ekspor utama Bali, setelah produk perhiasan dan permata. Tingginya nilai gizi (kandungan omega-3) membuat ikan tuna sangat diminati, baik di pasar lokal maupun internasional. Ekspor perikanan Bali tahun 2008 yang terdiri dari tuna, lobster, dan kerapu adalah sebesar 69 juta dollar AS atau naik 28 % dari periode yang sama (Januari-September) tahun sebelumnya 53,7 juta dolas AS. Dari prosentase share ekspor ikan tuna, cakalang, dan beberapa jenis ikan lainnya terhadap total komoditas ekspor bahan makanan, makanan, dan beberapa produk hasil bumi lainnya (Food and Live Animals SITC), terlihat bahwa ikan tuna, cakalang, dan beberapa jenis ikan lain tersebut menempati proporsi ekspor sebesar 38,27 % pada tahun 2008 (Jan-Nov 08). Sementara, proporsi total komoditas bahan makanan, makanan, dan beberapa produk hasil bumi lainnya (Food and Live Animals SITC) terhadap total ekspor Bali (data SITC) tahun 2007 maupun 2008 adalah 18 %. Dalam beberapa tahun terakhir, ekspor tuna mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekspor tuna asal Bali ke beberapa negara tujuan ekspor seperti Jepang, Amerika, Kanada, dan beberapa negara Asia lainnya dapat dilihat sebagai berikut : Grafik B1. Perbandingan Ekspor Ikan Tuna, Cakalang, dan Tabel B1. Negara Tujuan Ekspor Tuna & Nilai Ekspornya Beberapa Jenis Ikan Lain Tahun 2007/2008 Perbandingan Ekspor Ikan Tuna, Ikan Cakalang, dan Beberapa Jenis Ikan Lain Tahun 2007/2008 Negara Jan-Nov '07 Jan-Nov '08 (%) 35.000.000 30.000.000 25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 - Kanada Hongkong Korea Selatan Negara Tujuan Ekspor Australia Export Jan - Nov '07 Export Jan - Nov '08 Kanada 390.644 731.352 87,22 Amerika 943.260 1.394.592 47,85 ASEAN 49.324 598.717 1113,85 Hongkong 87.690 52.409-40,23 Jepang 34.205.212 33.928.728-0,81 Grafik B2. Perbandingan Ekspor Ikan Tuna, Cakalang, dan Beberapa Jenis Ikan Lain (Tidak Termasuk Jepang) Perbandingan Ekspor Ikan Tuna, Ikan Cakalang, dan Beberapa Jenis Ikan Lain Tahun 2007/2008 (Exc. Jepang) RRC 4.552 0-100,00 KorSel 122.789 76.268-37,89 Taiwan 410 48251 11668,54 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 - Kanada Hongkong Taiw an Oceania Export Jan - Nov '07 Export Jan - Nov '08 Asia Lain 27.403 7.149-73,91 Australia 249.245 15941-93,60 Oceania 3.000 0-100,00 Uni Eropa 354.271 201.963-42,99 Negara Tujuan Ekspor Sumber : Data Cognos Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (diolah) TOTAL --> 36.437.800 37.055.370 1,69 25

Jepang merupakan negara tujuan ekspor utama ikan tuna. Share ekspor tuna ke Jepang terhadap keseluruhan nilai ekspor (tidak termasuk kawasan Afrika) adalah sebesar 93,87 % untuk tahun 2007 dan 91,56 % pada tahun 2008 (lihat tabel 1). Berikut nilai ekspor ikan tuna ke Jepang per periode pada tahun 2007 dan 2008 : Grafik 3. Ekspor Ikan Tuna, Cakalang, dan Beberapa Jenis Ikan Tabel 2. Nilai Ekspor Tuna, Cakalang, dll ke Jepang Lain ke Jepang Tahun 2007/2008 4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 Export of Tunas, Skipjack or Bellied Bonito (Fresh) to Japan 2007/2008 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jan - Nov Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2007 Export of Tunas, Skipjack or Stripe Bellied Bonito (Fresh) Tahun 2008 (%) Jan Jan 2.766.438 3.213.774 '07 '08 16,17 Feb Feb 2.783.616 1.755.411 '07 '08-36,94 Mar Mar 2.709.992 4.354.464 '07 '08 60,68 April April 4.451.469 4.465.882 '07 '08 0,32 Mei Mei 3.748.646 3.578.351 '07 '08-4,54 Jun Jun 2.374.073 2.291.023 '07 '08-3,50 Jul '07 2.092.877 1.606.971 Jul '08-23,22 Agst Agst 3.863.763 2.067.256 '07 '08-46,50 Sept Sept 2.161.562 2.831.224 '07 '08 30,98 Okt Okt 3.440.512 3.522.443 '07 '08 2,38 Nov '07 3.812.264 4.241.929 Nov '08 11,27 Sumber : Data Cognos Direktorat Statistik Ekonomi dan Moneter (diolah) Ekspor tuna Bali menempati posisi 4 besar dalam transaksi perdagangan ikan dunia. Ekspor ikan tuna, khususnya ke Jepang, masih diharapkan menjadi tumpuan ekspor Bali, meskipun negara Jepang juga turut terkena dampak resesi global. Penurunan ekspor pada bulan Mei hingga Agustus 2008 (lihat tabel 2) tidak semata-mata dipicu oleh permintaan yang menurun, tetapi juga terkait dengan menurunnya hasil tangkapan. Penurunan ini disebabkan oleh pengaruh suhu dan musim yang mempengaruhi siklus hidup ikan tuna. Di samping itu, penurunan hasil tangkapan juga sebagai dampak dari kenaikan harga BBM pada bulan Mei 2008 yang mengurangi aktivitas melaut akibat meningkatnya biaya operasional. Namun demikian, pada akhir tahun 2008 (Desember 2008), permintaan terhadap ikan tuna melonjak dan harga yang diperdagangkan juga cukup stabil. Hal ini terkait dengan perayaan menjelang penutupan tahun yang sesuai dengan karakteristik masyarakat Jepang yang menyukai ikan tuna untuk tujuan konsumsi, sehingga jumlah ikan tuna yang terserap untuk diekspor cukup besar dan dapat dipenuhi. Suhu dan musim yang mendukung siklus hidup tuna serta harga BBM yang mengalami penurunan per bulan Desember 2008 mendukung jumlah ekspor tuna. 26

Lambannya pengembangan subsektor perikanan salah satunya disebabkan oleh belum berhasilnya investasi di sektor perikanan. Dari target yang diharapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tahun 2008 sebesar Rp 7 triliyun, hanya Rp 2,56 triliyun yang tercapai (36,57%). Rendahnya investasi di sektor perikanan, antara lain terkait dengan sulitnya mendapatkan izin usaha dan kepastian hukum untuk berinvestasi. Di samping itu, masalah birokrasi yang berbelit, juga masih menjadi penghambat pengembangan usaha di daerah. Pengusaha perikanan maupun nelayan juga kesulitan untuk memperkirakan waktu untuk melaut, karena pasokan bahan bakar minyak (BBM) tidak pernah stabil. Pasokan BBM dari Pertamina yang kurang lancar berimbas pada pendapatan dan pencapaian target ekspor. Dalam usaha pengembangan investasi ini, perlu campur tangan pemerintah. Meskipun pasar ekspor tuna mayoritas adalah pasar Jepang, namun pasar perlu diperluas ke negara di luar Jepang. Pemerintah berupaya meningkatkan pasar baru di luar negara-negara Eropa untuk produk-produk ikan maupun udang, termasuk ikan tuna, sebagai langkah antisipasi terhadap kemungkinan penurunan ekspor akibat dampak krisis keuangan yang meluas. Jika tuna akan tetap dijadikan salah satu komoditas primadona ekspor Bali, maka pengembangan untuk usaha budidaya tuna seperti di Jepang dan pemberdayaan nelayan lokal perlu ditingkatkan, didukung oleh kebijakan supply dan harga BBM yang stabil. 27

Bab 2 Perkembangan Inflasi Tekanan terhadap harga-harga di Bali pada triwulan IV-2008 cenderung menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari inflasi yang lebih rendah dibanding dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2008 inflasi mencapai 1,04% (q-t-q) menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 3,14% (q-t-q). Sementara itu, secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan IV-2008 sedikit meningkat (9,62%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,28%), tetapi masíh lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 11,06% (y-o-y). 2.1. KONDISI UMUM Tingkat harga-harga di Kota Denpasar pada triwulan IV-2008 berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) menunjukkan kecenderungan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara triwulanan (q-t-q) inflasi pada triwulan IV- 2008 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan IV-2008 inflasi mencapai 1,04% (q-t-q) menurun dibanding triwulan sebelumnya sebesar 3,14% (q-t-q). Pada akhir triwulan IV-2008 inflasi tahunan (y-o-y) kota Denpasar tercatat sebesar 9,61% atau meningkat diatas inflasi pada triwulan III-2008 yang sebesar 9,28%. Laju inflasi yang relatif tinggi terutama terjadi pada kelompok bahan makanan karena pengaruh cuaca dan adanya peningkatan permintaan menjelang perayaan hari besar agama yaitu Idul Adha, Natal dan perayaan tahun baru. Selain itu laju inflasi diperkirakan juga disebabkan oleh meningkatnya kunjungan wisatawan menyambut libur akhir tahun. Komoditi yang cukup memberikan pengaruh pada inflasi kelompok bahan makanan adalah beras dan cabe merah. Grafik 2. 1. Perkembangan Inflasi Denpasar (%) 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 m-t-m y-o-y 0.00-2.00 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des 2006 2007 2008 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 28

Laju inflasi bulanan (m-t-m) tertinggi pada triwulan IV-2008 terjadi di bulan Nopember sebesar 0,44%, kemudian di bulan Desember inflasi mengalami penurunan dibanding periode sebelumnya yaitu sebesar 0,28% (lihat Grafik 2.1). Penurunan ini diperkirakan dampak dari kebijakan pemerintah untuk menurunkan harga BBM pada awal dan pertengahan Desember 2008. Selain itu pada bulan Desember, terjadi penurunan produksi pertanian yang cukup besar yang mengakibatkan kenaikan inflasi pada kelompok bahan makanan antara lain beras, cabe merah, cabe rawit, sawi hijau dan wortel. Berdasarkan kelompok barang, selama triwulan IV-2008 perkembangan harga pada kelompok bahan makanan mengalami kecenderungan peningkatan. Kondisi ini menjadikan kelompok bahan makanan sebagai kelompok barang yang mengalami inflasi terbesar pada triwulan IV-2008 sebesar 3,70%. Sementara itu kecenderungan penurunan harga (deflasi) paling besar dialami oleh kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yaitu sebesar 2,61%. Secara umum kelompok bahan makanan masih merupakan kelompok barang yang mengalami inflasi paling besar selama tahun 2008 (dari bulan Januari sampai dengan Desember) baik secara tahunan (y-o-y) maupun secara kumulatif (y-t-d). 2.2. INFLASI BULANAN M-T-M Inflasi bulanan selama triwulan IV-2008 mempunyai kecenderungan lebih rendah di banding dengan triwulan sebelumnya. Pada bulan Oktober 2008 inflasi tercatat lebih rendah dibanding bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,32%. Kelompok makanan jadi, rokok dan tembakau merupakan kelompok barang yang mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,76% (m-t-m) akibat kenaikan beberapa komoditi antara lain soto, capcai dan mie. Sedangkan pada kelompok bahan makanan terjadi deflasi sebesar 0,03% karena menignkatnya produksi pangan sehingga pasokan bahan makanan dapat dipenuhi dengan baik sehubungan musim panen yang masih berlangsung pada bulan ini. Sebagaimana terlihat di grafik 2.2 dibawah, harga minyak goreng kemasan cenderung stabil pada bulan Oktober hingga Desember. Adapun perkembangan harga minyak goreng curah (non kemasan) menunjukkan adanya penurunan sampai akhir bulan Oktober kemudian cenderung stabil hingga akhir Triwulan IV-2008. Perkembangan pada harga minyak goreng curah diperkirakan mengikuti pergerakan harga CPO dunia. Untuk komoditi cabe rawit, cabe merah dan bawang merah perkembangan harga pada 29

akhir kuartal IV-2008 menunjukkan kecenderungan kenaikkan harga seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang perayaan akhir tahun. Rp 16,000 14,000 12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 - Grafik 2.2. Harga Komoditas Minyak Goreng BIMOLI TROPICAL FILMA CURAH SAWIT I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IV I II III IV V Jul-08 Agt-08 Sep-08 Okt-08 Nov-08 Des-08 Grafik 2.3. Harga Komoditas Bumbu-Bumbuan Rp 40,000 35,000 30,000 BAWANG MERAH 25,000 CABE MERAH 20,000 CABE RAWIT 15,000 10,000 5,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IV I II III IV V Jul-08 Agt-08 Sep-08 Okt-08 Nov-08 Des-08 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Selanjutnya pada bulan Nopember 2008 inflasi secara umum tercatat paling tinggi dibanding bulan lainnya di triwulan IV-2008 yaitu sebesar 0,44%. Adapun kelompok bahan makanan merupakan kelompok barang yang mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,79% (m-t-m). Beberapa komoditi yang memberi sumbangan inflasi terbesar antara lain tongkol pindang, sawi hijau, susu untuk balita, bawang merah dan daging babi. Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Tabel 2.1 Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang No. Kelompok Barang IV-2008 Okt Nop Des 1 Bahan Makanan -0.03 1.79 1.91 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 0.76 0.13 1.60 3 Perumahan, Air, Lisrik, Gas, dan Bahan Bakar 0.29-0.01 1.19 4 Sandang -0.65 0.38 1.73 5 Kesehatan 0.32 0.16 0.06 6 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga -0.05-0.16 0.13 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.70 0.23-3.51 Umum 0,32 0,44 0,28 Inflasi bulan Desember merupakan inflasi bulanan terendah di triwulan IV-2008 yaitu sebesar 0,28%. Sumbangan inflasi terbesar terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 1,91% (m-t-m). Laju inflasi ini terutama disumbangkan oleh peningkatan harga beberapa komoditas seperti beras, sawi hijau, cabe rawit, cabe merah dan wortel akibat dari menurunnya produksi pertanian dan tingginya permintaan menjelang perayaaan hari besar keagamaan dan perayaan tahun baru. Sedangkan pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan terjadi penurunan harga (deflasi) sebesar 3,51% pada komoditas bensin, telepon seluler dan 30

solar yang diduga menahan laju inflasi. Menurunnya laju inflasi di bulan Desember dibanding bulan sebelumnya terjadi karena adanya kebijakan yang diambil pemerintah dalam menurunkan harga BBM pada awal dan pertengahan bulan seiring dengan menurunnya harga minyak dunia. 2.3. INFLASI TAHUNAN Y-O-Y Secara tahunan (y-o-y) inflasi Kota Denpasar pada triwulan IV-2008 sedikit meningkat (9,62%) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (9,28%), tetapi masíh lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Nasional yang mencapai 11,06%(y-o-y). Tekanan harga yang tinggi terjadi pada kelompok-kelompok seperti: bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau; dan perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Dari grafik berikut dapat terlihat bahwa sepanjang tahun 2008 inflasi tahunan kota Denpasar selalu lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Nasional tetapi memiliki arah pergerakan yang sama. Grafik 2.4. Inflasi Tahunan (y-o-y) (%) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Nasional Denpasar Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah 2006 2007 2008 2.3.1. Inflasi Menurut Kelompok Barang Pada triwulan laporan, secara tahunan seluruh kelompok barang mengalami inflasi dan kelompok barang yang paling kecil inflasinya adalah kesehatan yaitu sebesar 1,63%. Adapun tekanan inflasi paling dominan masih berasal dari kelompok bahan makanan dengan sumbangan terhadap inflasi sebesar 16,40% (y-o-y). Komoditas yang mengalami kenaikan terutama terjadi pada komoditas beras dan cabe merah akibat meningkatnya permintaan menjelang beberapa perayaan menjelang tahun baru (Idul Adha, Natal), kondisi cuaca yang kurang baik juga ikut menggangu produksi dan distribusi pasokan bahan makanan. 31

Selain itu kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau juga memberikan tekanan pada inflasi sebesar 11,84% (y-o-y). Kenaikan terutama terjadi pada beberapa komoditas yaitu rokok kretek filter, rokok kretek, rokok putih dan soto. Sementara itu kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar juga memberikan sumbangan terhadap inflasi sebesar 8,07% (y-o-y) akibat kenaikan harga komoditas minyak tanah dan tarif air minum PAM. Kenaikan harga ini didorong oleh adanya program pemerintah pusat yaitu konversi minyak tanah ke gas yang menyebabkan kelangkaan minyak tanah pada sejumlah tempat dan adanya perubahan kenaikan tarif air minum PAM di Bali. No. Tabel 2.2 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang (%) Kelompok Barang III-2008 Inflasi IV-2008 Inflasi 1 Bahan Makanan 17,33 16,40 2 Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 8,74 11,84 3 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 6,99 8,07 4 Sandang 5,92 6,41 5 Kesehatan -0,72 1,63 6 Pendidikan, Rekreasi, & Olahraga 6,39 6,80 7 Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan Keuangan 9,41 7,15 UMUM 9,28 9,62 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah BOKS C. Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Kota Denpasar Berdasarkan pengamatan tiga tahun terakhir ini peningkatan inflasi di Bali pada triwulan IV disumbang oleh meningkatnya harga-harga kelompok bahan makanan. Dilihat secara tahunan, perkembangan harga barang di Kota Denpasar pada triwulan-iv 2008 sebesar 9,62% meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2006 dan 2007. Pada Desember dari tahun 2006 hingga 2008 kelompok bahan makanan menjadi penyumbang inflasi tertinggi di setiap periodenya dibanding kelompok barang lainnya yang tercatat berturut-turut sebesar 6,13% (y-o-y), 13,07% (y-o-y) dan 16,40% (y-o-y). Tabel C.1 Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang Kelompok Barang Inflasi (yoy) Dec-06 Dec-07 Dec-08 Umum 4.30% 5.91% 9.62% Bahan Makanan 6.13% 13.07% 16.40% Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau 5.75% 6.21% 11.84% Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 5.34% 4.31% 8.07% Sandang 1.75% 0.59% 6.41% Kesehatan 0.32% 0.69% 1.63% Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 3.89% 4.29% 6.80% Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0.83% 2.60% 7.15% Sumber BPS Bali (Tahun dasar 2007=100) 32

Penelitian Bank Indonesia Denpasar menunjukkan, bahwa meningkatnya harga-harga kelompok bahan makanan terkait dengan kelancaran dan ketersediaan pasokan barang di Bali yang masih harus dipenuhi dari luar Bali. Komoditas minyak goreng, tepung terigu, dan gula pasir merupakan komoditas yang dipasok dari luar Bali. Sementara itu, sebagai akibat adanya larangan masuknya komoditas telor, daging ayam dan daging babi dari luar Bali, maka pemenuhan pasokan komoditas tersebut pun dipasok sendiri oleh Bali. Adapun pada komoditas beras pasokan dipenuhi dari luar dan dalam Bali. Tabel C.2 Tabel Daerah Asal Komoditas No Komoditas Daerah Asal Komoditas Dalam Provinsi Bali Luar Provinsi Bali 1 Beras Kabupaten Tabanan, Badung, Kabupaten Banyuwangi, Jember, Pasuruan, Gianyar, Klungkung, Singaraja Lumajang, Situbondo, Provinsi NBT, NTT dll 2 Gula Pasir Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, - Sumatera 3 Minyak Goreng - Jawa Timur, Sumatera 4 Tepung Terigu - Jawa Timur, dan Jawa Tengah 5 Telor Kabupaten Badung, Tabanan, Bangli, Karangasem - 6 Daging Ayam Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Karangasem. - 7 Daging Babi Badung, Tabanan, Bangli - Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2008) Pasokan dari luar Bali didatangkan dari jalur laut melalui pelabuhan Gilimanuk dan Benoa. Jalur distribusi komoditas tersebut melibatkan produsen Bali, pengepul, distributor, pengecer besar, pengecer kecil dan konsumen akhir (rumah tangga). Pembentukan Harga Proses pembentukan harga untuk tujuh komoditas tersebut mengikuti metode penetapan harga umum (going-rate pricing), dan markup pricing, artinya harga yang ditawarkan distributor tergantung harga dari supplier, dan harga pada pengecer sangat tergantung harga distributor setelah di-markup sesuai dengan tambahan biaya pemasaran yang dikeluarkan dan persentase keuntungan yang diinginkan. Tabel C.3 Marketing Margin Distribusi Keterangan Komoditas Dari Distributor Ke Pengecer Harga Rata-Rata Pada Pengecer (Rp) Harga Rata-Rata ke Konsumen (Rp) Marketing Margin (%) 1. Beras 4.450 4.640 4,26 2. Gula Pasir 5.150 5.600 8,73 3. Minyak Goreng 10.200 10.300 0,98 4. Tepung Terigu 6.350 6.450 1,57 5. Telor 640 700 8,57 6. Daging Ayam 16.500 17.000 3,03 7. Daging Babi 18.500 23.000 24,32 Dari Pengecer Ke Konsumen Harga Rata-Rata Pada Pengecer (Rp) Harga Rata-Rata ke Konsumen (Rp) Marketing Margin (%) 1. Beras 4.640 5.100 9,91 2. Gula Pasir 5.600 6.100 8,92 3. Minyak Goreng 10.300 11.000 6,80 4. Tepung Terigu 6.450 6.800 5,43 5. Telor 700 800 14,29 6. Daging Ayam 17.000 19.250 13,24 7. Daging Babi 23.000 25.000 8,70 Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2008) 33

Pada tingkat distributor ke pengecer pembentukan marketing margin terbesar terjadi pada komoditas daging babi sebesar 24,23%, lebih besar dibanding tingkat pengecer ke konsumen, dimana margin yang terbentuk sebesar 8,70%. Hal ini terjadi karena distributor daging babi merangkap sebagai pengepul yang dapat menekan harga dari peternak. Sementara itu pada tingkat pengecer ke konsumen pembentukan marketing margin terbesar terjadi pada komoditas telor sebesar 14,29%, sedangkan pada tingkat distributor ke pengecer pembentukan margin terjadi sebesar 8,57%. Hal ini terjadi karena penentu utama terhadap pembentukan harga merupakan hasil tawar-menawar. Pembentukan marketing margin pada komoditas lainnya pada tingkat pengecer ke konsumen lebih besar dibandingkan dari distributor ke pengecer, hal ini dikarenakan biaya transportasi, upah buruh, biaya gudang, dan biaya lainnya yang ditanggung pengecer meningkat seiring dengan naiknya harga BBM. Berikut merupakan bagan jalur distribusi komoditas beras. Gambar C.1 Bagan Jalur Distribusi Beras SUPPLIER (Luar Bali) PETANI BULOG Marketing Margin 4,26% PENGECER BESAR KONSUMEN INDUSTRI PENGEPUL DISTRIBUTOR Marketing Margin 9,91% PENGECER KECIL Daerah asal komoditas, Bali dan Jawa Timur Posisi pembelian tahap pertama Persediaan cukup untuk 7 hari dan disimpan di gudang sendiri. Asal pembeli terbanyak Denpasar sekitarnya Pesaing rata-rata 3 sampai 10 pedagang dan penentu Daerah asal komoditas, Denpasar, Tabanan, dan Gianyar Posisi pembelian tahap kedua Persediaan cukup untuk 1 sampai 2 minggu dan disimpan di gudang sendiri. Asal pembeli terbanyak Denpasar sekitarnya Pesaing rata-rata 3 sampai 10 pedagang dan penentu utama harga hasil tawar menawar Barang substitusi ada tetapi sedikit PASAR TRADISONAL, DAN MODERN KONSUMEN AKHIR (RT) Tempat membeli warung atau toko atau pengecer. Struktur Pasar Komoditas beras, gula pasir, minyak goreng, telor, daging ayam, dan daging babi mempunyai jumlah supplier, distributor, pengecer dan konsumen yang realatif banyak, dan komoditas tersebut memiliki produk substitusi, sehingga struktur pasarnya mengikuti struktur pasar oligopoli. Jika dilihat dari homogenitas jenis komoditas, maka struktur pasar komoditas beras, minyak goreng, dan gula pasir adalah pure oligopoly, sedangkan untuk komoditas telor, daging ayam, dan daging babi strukturnya differentiated oligopoly. Khusus untuk komoditas tepung terigu, struktur pasarnya cenderung monopoli, karena pasokan tepung terigu baik bermerek maupun tidak berasal hanya dari satu produsen. Sumber: Kajian Jalur Distribusi Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Kota Denpasar. Kerja sama Kantor Bank Indonesia Denpasar dengan Universitas Warmadewa 34

Bab 3 PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Krisis keuangan global telah mempengaruhi kinerja perbankan di Bali pada triwulan IV 2008, hal ini ditunjukkan oleh pertumbuhan tahunan kinerja perbankan yang mengalami sedikit penurunan. Penurunan kinerja tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator perbankan antara lain dana pihak ketiga (DPK), dan pertumbuhan kredit. Meskipun indikator tersebut mengalami pertumbuhan namun pertumbuhan DPK dan kredit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya (lihat Grafik 3.1). Namun demikian asset perbankan mengalami kenaikan pertumbuhan dari 22,02% pada triwulan III meningkat tipis menjadi 22,74%. Penurunan suku bunga acuan pada akhir triwulan IV dari 9.50% menjadi 9.25% belum mampu meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan. Penurunan pertumbuhan kredit seiring dengan penurunan pertumbuhan DPK yang menyebabkan melemahnya rasio LDR. Namun demikian, terdapat peningkatan kualitas kredit yang ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 2,15% gross menjadi 1,54% (lihat Tabel 3.1). Hak ini menunjukkan pada situasi krisis keuangan global bank lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. 3.1. Perkembangan Aset Bank Umum Sampai dengan triwulan IV 2008, aset bank umum di Bali masih menunjukkan tren yang meningkat selama kurun waktu 2005 2008 (lihat Tabel 3.1). Jumlah asset bank umum di Bali pada Desember 2008 mencapai Rp33,018 milyar jauh lebih tinggi daripada bulan yang sama tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp26,902 milyar atau meningkat 22,73%. Pertumbuhan aset terutama di dorong oleh peningkatan penghimpunan dana masyarakat yang juga memiliki tren yang meningkat. Besaran DPK pada Desember 2008 mencapai Rp28,006 milyar meningkat 19,06% dibandingkan bulan yang sama pada tahun lalu. DPK yang terhimpun yang kemudian disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit juga menunjukkan adanya peningkatan. Pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada triwulan IV 2008 (y-o-y) sebesar 23,64%, sedangkan kredit UMKM tumbuh 20,54% (y-o-y). Namun demikian, pertumbuhan kredit secara tahunan tidak diikuti pertumbuhan kredit triwulanannya. Besar kredit umum dan UMKM pada triwulan IV 2008 lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yaitu dari Rp15,661 milyar dan Rp13,270 milyar turun menjadi Rp15,568 milyar dan Rp13,087 milyar. Peningkatan penyerapan DPK yang tidak diikuti oleh ekspansi kredit 35

menyebabkan LDR perbankan Bali pada triwulan IV turun dibandingkan triwulan sebelumnya dari 58,93% menjadi 55,59%. Rendahnya LDR pada triwulan IV ini lebih dipengaruhi oleh krisis finansial global yang menyebabkan keketatan likuiditas pada triwulan terakhir tahun 2009. Dari komposisinya, pembentukan aset perbankan sangat dipengaruhi oleh pembentukan aset pada bank-bank pemerintah yang mencapai Rp.19.347 miliar atau 58,6% dari total aset seluruh bank. Besarnya pembentukan aset bank pemerintah di Bali, terutama di karenakan jumlah kantor dan jaringan kantor yang relatif lebih besar dibandingkan dengan kolompok bank yang lain. Sementara pembentukan aset pada kelompok bank swasta pada triwulan IV 2008 mencapai Rp12.259 miliar atau 37,1% dari total aset. Kelompok bank asing campuran yang memiliki jaringan kantor terkecil memiliki share pembentukan aset sebesar 4.3%, dengan total aset sebesar Rp1.413 miliar (lihat Grafik 3.2 dan Grafik 3.3). TABEL 3.1. Perkembangan Usaha Bank Umum Di Bali (Rp milyar) 2006 2007 2008 INDIKATOR Des Jun Dec Mar Jun Sep Dec Asset 21,971 24,075 26,902 27,754 29,727 30,963 33,018 Dana Pihak Ketiga 18,975 20,675 23,522 24,267 25,675 26,576 28,006 Deposito 7,234 7,434 7,589 7,723 7,975 8,361 8,872 Giro 4,146 4,942 5,331 5,794 6,011 6,062 6,332 Tabungan 7,595 8,299 10,602 10,750 11,688 12,152 12,802 Kredit Umum 10,567 11,537 12,592 12,891 14,537 15,661 15,568 Modal Kerja 4,585 4,995 5,619 5,657 6,282 6,769 6,551 Investasi 1,492 1,649 1,794 1,838 2,241 2,391 2,504 Konsumsi 4,490 4,893 5,179 5,397 6,013 6,501 6,513 Kredit UMKM 9,251 9,743 10,857 11,233 12,410 13,270 13,087 Pangsa kredit UMKM 87.55% 84.45% 86.22% 87.14% 85.37% 84.74% 84.06% NPL (Gross)% 4.26% 5.07% 3.02% 3.31% 2.40% 2.15% 1.54% LDR 55.69% 55.80% 53.54% 53.12% 56.62% 58.93% 55.59% Sumber : Bank Indonesia 36

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 3.2. Pelaksanaan Fungsi Intermediasi Pelaksanaan fungsi intermediasi, sebagai salah satu peran utama perbankan, sangat dipengaruhi oleh kemampuan bank dalam menyerap dana masyarakat dan kemampuan bank dalam menyalurkannya dalam bentuk kredit. Kemampuan menjalankan fungsi intermediasi dapat dilihat dari Loan to Deposit Ratio (LDR). Kondisi LDR perbankan Bali pada triwulan IV 2008 menurun dibandingkan posisi triwulan III 2008 yaitu pada posisi 55,59%. Sementara LDR pada triwulan II dan III besarnya mencapai 56,6% dan 58,93% (lihat Grafik 3.4). Turunnya LDR ini mengindikasikan dua hal yaitu kemampuan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi melemah yang lebih disebabkan oleh kondisi pasar keuangan baik secara regional maupun nasional yang sedang mengalami distorsi, atau pada sisi lainnya kemampuan sektor usaha dalam menyerap dana perbankan yang tengah menghadapi permasalahan, yang disebkan oleh 37

lesunya kinerja sektor riil, hal ini dapat ditunjukkan oleh tingginya undisbursement loan yang tercatat dalam pembukuan bank. Grafik 3.4. Loan To Deposit Ratio 60 57 54 % 51 51.9 51.7 52.8 52.9 54.3 54.8 55.4 55.8 56.1 56.6 55.7 55.9 53.9 54.2 53.5 52.5 53.1 51.8 50.1 50.5 51.0 58.93 55.59 48 48.2 45 Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Tr III TR IV Trw I Trw II Tr III TR IV 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Sumber : Bank Indonesia Selain dipengaruhi oleh makro ekonomi seperti di atas, rendahnya LDR juga disebabkan oleh faktor-faktor seperti Pertama, keterbatasan wewenang memutus pemberi kredit pada kantor cabang terutama bagi bank umum yang berkantor pusat di luar pulau sehingga untuk kredit yang nilainya cukup material kewenangan memutusnya ada di kantor pusatnya. Hal ini biasanya dialami bank-bank yang menganut branch banking system. Kedua, kebutuhan pembiayaan bagi perusahaan khususnya perusahaan multinasional seperti jaringan hotel internasional, travel dan kargo diperoleh dari bank atau lembaga keuangan lainnya di luar Pulau Bali atau berasal dari holdning companynya. Ketiga, bagi kredit khususnya UMKM, terdapat banyak alternatif untuk memenuhinya selain dari industri perbankan seperti koperasi, lembaga pinjaman daerah (LPD) dan pegadaian dengan prosedur yang lebih mudah. Selain hal tersebut di atas, rendahnya LDR perbankan kemungkinan juga disebabkan oleh kurangnya kemauan dan kemampuan perbankan dalam mencari celah bisnis atau usaha yang dapat dibiayai, hal ini diperkirakan karena banyaknya fasilitas untuk mengelola dana bank selain penyaluran kredit seperti pada pasar uang ataupun penempatan pada Bank Indonesia. Besarnya penempatan bank pada Bank Indonesia dan surat berharga pada triwulan IV 2008 mencapai 6,7% dari total penempatan uang masyarakat di bank. 3.2.1 Penghimpunan Dana Dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan IV 2008, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 19,1%. Sebagian besar 38

DPK berupa penempatan simpanan dalam bentuk tabungan. Pertumbuhan tahunan tabungan pada triwulan IV 2008 menurun tajam dari 31,1% pada triwulan sebelumnya menjadi 18,8% dengan total sebesar Rp12,802 milyar (lihat Grafik 3.5). DPK cenderung didominasi oleh dana-dana jangka pendek, jumlah dana jangka pendek pada triwulan IV 2008 tercatat sebesar 68,32% sedangkan DPK dalam jangka panjang sebesar 31,7% (lihat Grafik 3.6). Dana jangka pendek, dalam bentuk tabungan dan giro pada bulan Desember 2008 tumbuh sebesar 35,68% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih memiliki risiko yang cukup tinggi. Lain halnya dengan dana jangka panjang, deposito memiliki pertumbuhan tahunan yang cenderung lebih rendah daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut berpotensi menciptakan maturity mismatch, karena kredit yang disalurkan perbankan jangka waktunya relatif lebih panjang. Pertumbuhan penyerapan dana dari masyarakat pada triwulan IV 2008 menunjukkan kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan tren peningkatan pertumbuhan deposito sudah terjadi pada akhir tahun 2007. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya konversi bentuk simpanan masyarakat dari tabungan ke deposito. Dilihat dari pangsa dana pihak ketiga dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang ralatif sama, share terbesar pada simpanan dalam bentuk tabungan, diikuti deposito dan giro, pada Desember 2008 share masing-masing simpanan berturut-turut adalah 45,7%, 31,7%, dan 22,6%. Indikasi konversi bentuk simpanan dari tabungan ke deposito didukung oleh pertumbuhan secara tahunan simpanan dalam bentuk deposito yang memiliki pola yang berlawanan dengan pola pertumbuhan simpanan giro dan tabungan (lihat Grafik 3.6). Pola ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggantian atau pemindahan dana dari simpanan dalam bentuk giro dan tabungan ke dalam bentuk deposito dan sebaliknya. Lebih jauh dilihat dari data empiris komposisi DPK, tabungan dan deposito memiliki pola yang berbanding terbalik, hal ini menunjukkan bahwa perpindahan dana DPK yang sering dilakukan oleh masyarakat dari simpanan dalam bentuk tabungan menjadi simpanan dalam bentuk deposito dan sebaliknya. 39

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia 3.2.2 Penyaluran Kredit Pertumbuhan tahunan kredit pada triwulan IV 2008 tercatat cukup besar, yaitu 23,6% meskipun pertumbuhan ini turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 32,01% (y-o-y). Walaupun kondisi keuangan baik global maupun nasional sedang mengalami gangguan, namun perbankan tetap malakukan ekspansi kredit. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari pertumbuhan DPK (lihat Gambar 3.1). kondisi ini juga menunjukkan bahwa perbankan secara berkesinambungan mampu menyalurkan kredit sejalan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga, walaupun apabila dibandingkan dengan triwulan III pada triwulan IV terdapat pengurangan volume dan nilai kredit yang direalisasikan. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit modal kerja dan kredit konsumsi (lihat Gambar 3.8). Namun demikian apabila dilihat pertumbuhan kreditnya, kredit investasi adalah kredit dengan pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2008 mencapai 39,6% dibandingkan dengan kredit konsumsi dan modal kerja masing-masing hanya sebesar 25,8% dan 16,6% (lihat Gambar 3.7). Pola pertumbuhan ini menunjukkan peranan investasi di perekonomian mulai tampak meskipun masih dalam level yang relatif kecil. Penyaluran kredit bank umum pada triwulan IV 2008 sebesar Rp15.568 miliar menurun sebesar 0,59% dibanding posisi triwulan sebelumnya. Jenis kredit yang menjadi konsentrasi oleh perbankan saat ini adalah untuk jenis kredit yang potensial dengan risiko kredit yang rendah, selain itu perbankan juga lebih cenderung memberikan kredit untuk kredit jangka pendek. Segmen pasar yang menjadi primadona bagi kredit perbankan adalah segmen pasar konsumer dan segmen untuk modal kerja usaha. Komposisi kredit modal kerja sedikit lebih besar daripada kredit konsumsi pada 40

penyaluran kredit bank umum di Bali periode Desember 2008. Penyaluran kredit modal kerja sebesar 42,1% atau sebesar Rp6,551 milyar diikuti dengan kredit konsumsi sebesar 41,9% atau sebesar Rp6.513 milyar, dan kredit investasi 16,08% atau sebesar Rp2.504 milyar. Pada triwulan laporan kredit investasi tercatat memiliki pertumbuhan tahunan terbesar atau sebesar 39,6% (y-o-y), diikuti dengan kredit modal konsumsi sebesar 25,8% (y-o-y) baru kemudian kredit modal kerja sebesar 16,6% (y-o-y). Tingginya ekspansi kredit investasi pada beberapa triwulan terakhir mengindikasikan bahwa makro perekonomian cukup mendukung iklim usaha di Bali, sehingga perbankan cukup berani ekspansi di sektor investasi. Penyaluran kredit di Bali cenderung di dominasi oleh kredit modal kerja dan konsumsi dengan total share kedua jenis kredit tersebut sebesar 83,9%. Kondisi ini dapat mengindikasikan bahwa kredit di Bali umumnya memiliki jangka pendek dan menengah. Penyaluran kredit berjangka pendek dan menengah ini disesuaikan dengan penyerapan dana yang umumnya jangka pendek. Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Sementara itu, kredit secara sektoral masih didominasi oleh sektor lain-lain dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR). Pada posisi Desember 2008 kredit sektor lain-lain dan sektor PHR masing-masing tercatat sebesar Rp 6.569 miliar atau 42,20% dari total kredit dan Rp6.283 miliar atau 40,36% dari total kredit. Pola penyebaran kredit tersebut relatif tidak berubah dibandingkan pada periode-periode sebelumnya, mengingat karakteristik perekonomian Bali yang digerakkan oleh industri pariwisata. Komposisi untuk kredit sektor lain-lain dan PHR cenderung konstan walaupun cukup fluktuatif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa keduanya tetap menjadi sektor primadona bagi perbankan. 41

Sumber : Bank Indonesia Pertumbuhan kredit sampai dengan pada Desember 2008 yang mencapai 23,6% (y-o-y), yang juga diikuti dengan meningkatnya kualitas kredit, rasio non performing loan (NPL) pada Desember 2008 sebesar 1,54% lebih rendah dari NPL pada tahun 2007 yang sebesar 3,02%. Sektor ekonomi yang paling besar menyumbang NPL adalah kredit sektor PRH sebesar Rp 137 milyar dengan atau 57% dari total NPL, rasio NPL sektor PRH sebesar 2,18%. Sementara share NPL kredit sektor lain-lain sebesar 22% dengan rasio NPL sebesar 0,79%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit sektor lain-lain relatif lebih aman dibandingkan sektor lainnya terutama PRH, yang dikarenakan kredit sektor lain-lain sebagian besar adalah kredit jenis konsumsi yang sebagian besar krediturnya adalah pegawai (baik negeri maupun swasta) sehingga tingkat kolektibilitas sangat baik karena pembayaran atau pelunasan dilakukan dengan pemotongan gaji secara langsung. Sementara itu untuk kredit sektor lainnya relatif lebih berisiko karena kredit tersebut untuk membiayai sektor produktif yang pengembalian atau pelunasannya sangat tergantung pada kemampuan usaha dari kreditur. 3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Pertumbuhan usaha BPR pada triwulan III tahun 2008 menunjukan peningkatan yang cenderung tetap dari tahun ke tahun. Dalam lima tahun terakhir rata-rata pertumbuhan aset BPR tercatat sebesar 28%(y-o-y), demikian pula kredit tumbuh ratarata sebesar 35 % (y-o-y). Kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat juga menunjukkan pertumbuhan yang konstan, rata-rata pertumbuhan dalam lima tahun terakhir tercatat sebesar 25%, sementara LDR berkisar pada 124%. 42

Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia Fungsi intermediasi yang dilaksanakan oleh BPR sampai triwulan IV 2008 masih berjalan dengan cukup baik, terbukti dari peningkatan jumlah kredit yang disalurkan menjadi sebesar Rp 1.777 miliar atau naik 31,9% dibanding triwulan IV 2007. Dilihat dari komposisi kredit terhadap aset BPR, dalam lima tahun terakhir rata-rata komposisi kredit terhadap aset mencapai 77,28%. Penyaluran kredit pada triwulan IV 2008 apabila dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga yang dilakukan oleh BPR pada periode yang sama maka rasionya (LDR) adalah sebesar 122,1 %. Tingginya rasio LDR BPR tersebut menunjukkan bahwa penyaluran kredit dilakukan tidak hanya dari penghimpunan dana tetapi juga dari modal bank, kondisi tersebut akan meningkatkan risiko likuiditas bagi bank. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain didorong oleh linkage program antara bank umum dan BPR serta sudah beroperasinya Lembaga Dana Apex (LDA Apex) yang berperan di dalam membantu BPR anggotanya yang mengalami liquidity mismatch. Penyaluran kredit pada triwulan IV 2008 dapat dikatakan sangat ekspansif karena selain peningkatannya mencapai Rp36,77 milyar dibandingkan triwulan sebelumnya, LDR pada triwulan IV 2008 juga tercatat sebagai LDR yang relatif tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa BPR masih dapat berperan dalam pembiayaan walaupun persaingan dalam pembiayaan mikro semakin ketat. Sejalan dengan peningkatan kinerja pada asset, dana dan kredit, kualitas kredit sedikit mengalami peningkatan dengan rasio NPL sebesar 6,94% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2007 yang tercatat sebesar 5,82%. 43

TABEL 3.2. KINERJA BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) DI BALI (milyar Rp) 2006 2007 2008 INDIKATOR DES SEP DES Mar Jun Sep Dec 1. Total Aset 1,479 1,729 1,875 1,926 2,076 2,235 2,352 2. Dana Pihak Ketiga 949 1,107 1,179 1,241 1,324 1,388 1,455 a. Tabungan 320 396 426 454 491 497 532 b. Deposito 629 711 753 787 833 891 924 3. Kredit 1,091 1,270 1,348 1,427 1,567 1,740 1,777 4. LDR (%) 114,96 114,69 114.30 114.94 118.32 125.40 122.09 5. NPLs gross (%) 7,19 6,88 5.82 6,17 5.20 6.94 9.88 Sumber : Bank Indonesia 3.4. Perkembangan Sistem Pembayaran 3.4.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai Perkembangan inflow atau aliran uang masuk ke kas Bank Indonesia yang berasal dari setoran bank-bank umum pada triwulan IV 2008 tercatat sebesar Rp 687 miliar meningkat 8% dari triwulan IV tahun 2007 yang hanya sebesar Rp 638 miliar. Sementara itu, outflow atau aliran uang keluar dari kas Bank Indonesia karena adanya penarikan oleh bank-bank umum, tercatat sebesar Rp1.207 miliar atau menurun 34% dibanding triwulan IV-2007 yang tercatat sebesar Rp 1.817 miliar. Net outflow yang terjadi pada triwulan IV 2008 sebesar Rp502 miliar. Kondisi outflow tinggi yang dibarengi dengan rendahnya inflow pada triwulan laporan, mengindikasikan bahwa peredaran dana dimasyarakat cukup tinggi dan kebutuhan masyarakat akan uang tunai sangat tinggi. Fenomena ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan perekonomian di Bali pada triwulan IV-2008. Terlebih lagi pada periode ini terdapat beberapa hari besar keagamaan yang jatuh dalam waktu yang berdekatan yaitu Idul Adha dan Natal. Fenomena musiman yang terjadi pada penghujung triwulan IV 2008 tersebut telah meningkatkan kebutuhan uang kas di masyarakat, sehubungan dengan peningkatan konsumsi yang terjadi. Selain dari arus inflow-outflow, kebutuhan uang kartal di Bali juga tercermin dari besarnya penukaran pada triwulan IV 2008 yang mencapai Rp56 miliar. Besarnya penukaran ini relatif rendah dibandingkan triwulan IV 2007. Rendahnya penukaran menujukkan bahwa kebutuhan uang pecahan tertentu (khususnya pecahan kecil) 44

menurun di Bali. Hal ini mengindikasikan kegiatan perekonomian masyarakat bawah mengalami perlambatan. TABEL 3.3. PERKEMBANGAN UANG KARTAL DI BALI (Juta Rp) 2006 2007 2008 INDIKATOR Tr. IV Tr. I Tr. II Tr. III Tr. IV Tr. I Tr. II Tr. III Tr. IV Inflow 1,624 760 501 547 638 959 466 325 687 Outflow 2,242 500 1,227 710 1,817 576 1,264 1,559 1,207 Net flow (618) 261 (726) (163) (1,179) 382 (798) (1,235) (520) Penukaran 70 74 78 83 83 84 84 95 56 Uang Palsu (dalam lembar) 902 927 611 623 966 853 539 632 487 Sumber: Bank Indonesia Denpasar Sumber: Bank Indonesia Denpasar 3.4.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai Kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia pada pembayaran transaksi non tunai diarahkan pada terciptanya sistem pembayaran yang efektif, efisien, aman, dan handal. Tujuan tersebut dapat dicapai antara lain melalui kebijakan untuk mengurangi risiko pembayaran dan peningkatan kualitas serta kapasitas pelayanan sistem pembayaran. Jumlah lembar warkat kliring yang digunakan pada triwulan laporan tercatat sebanyak 387 ribu lembar, turun 11% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, namun nilai transaksi sebesar Rp 6,271 miliar tercatat meningkat 12%. Rata-rata perputaran kliring per hari tercatat sebanyak 6.554 lembar dengan rata-rata nominal per hari sebesar Rp 106,28 miliar. Penolakan cek/bilyet giro kosong tercatat sebanyak 6.455 lembar dengan nominal Rp 212 miliar. Nominal penolakan kliring tersebut berkisar 3% dibandingkan dengan total kliring yang dilakukan, jumlah lembar yang ditolak adalah sebesar 1,7%. Rendahnya tingkat tolakan ini mengindikasikan bahwa sistem pembayaran yang diselenggarakan selama ini dapat dikatakan handal. 45

TABEL 3.4. PERKEMBANGAN PERPUTARAN KLIRING, CEK/BG KOSONG, DAN RTGS (Dalam Juta Rupiah) 2007 2008 KETERANGAN I II III IV I II III IV PERPUTARAN KLIRING - Lembar (Ribuan Lembar) 422 401 452 435 300 255 249 387 - Nominal Kliring 4,900 4,772 5,712 5,621 4,049 3,605 3,987 6,271 - Rata-rata lembar per hari (Satuan) 6,918 6,679 7,283 7,238 5,002 4,045 4,077 6,554 - Rata-rata nominal per hari 80.33 79.53 92.13 93.75 67.48 57.22 65.36 106.28 TOLAKAN CEK/BG KOSONG - Lembar (Satuan) 1,660 1,623 1,850 2,562 1,806 1,540 2,174 6,455 - Nominal Cek/ BG kosong 29 58 151 80 38 28 53 212 - Rata-rata lembar per hari (Satuan) 27 27 30 43 30 24.44 35.64 109.41 - Rata-rata nominal per hari 0.48 0.97 2.43 0.85 0.63 0.44 0.87 3.59 RTGS From - Volume 9,217 9,040 9,772 10,112 10,809 12,462 13,743 13,125 - Nominal RTGS (From) 6,909 7,032 7,086 6,700 12,388 12,770 13,893 11,408 To - Nominal RTGS (To) 6,698 7,032 7,459 8,046 9,250 9,075 9,979 8,154 - Volume 9,047 9,287 10,303 11,592 11,121 12,384 13,248 13,507 Sumber: Bank Indonesia Denpasar Sumber: Bank Indonesia Denpasar 46

Bab 4 Keuangan Daerah Pada tahun anggaran 2008, Anggaran Pendapatan Daerah Pemerintah Provinsi Bali mencapai sebesar Rp 1,39 triliun, dan realisasi sementara hingga triwulan IV-2008 mencapai Rp 1,68 triliun atau 120,965% dari yang ditargetkan. PAD yang melebihi target memberikan kesempatan bagi Bali untuk membangun daerahnya. Sementara itu, Anggaran Belanja Daerah pada tahun ini tercatat sebesar Rp 1,6 triliun dengan realisasi mencapai Rp 1,5 triliun atau sebesar 88,25%. Lebih lanjut, untuk Anggaran Pembiayaan Daerah mencapai sebesar Rp 274,6 miliar, dan realisasi sampai dengan triwulan IV-2008 tercatat Rp 266,7 miliar atau mencapai 97,12%. 4.1 REALISASI PENDAPATAN Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Bali pada triwulan IV-2008 mencapai sebesar Rp 1,68 triliun, bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 65,7% dan 32,1%. Tingginya porsi PAD menunjukkan bahwa dalam membangun daerahnya Bali tidak terlalu tergantung bantuan keuangan pusat. Pos yang memberikan kontribusi terbesar terhadap PAD adalah pos pajak daerah yang mencapai 85,7% terhadap total PAD. Sementara itu retribusi daerah hanya menyumbang 1,7% pada total PAD Bali. Hal ini menunjukkan pemerintah daerah Bali tidak terlalu banyak membebani masyarakatnya dengan retribusi daerah. Sedangkan sumber penerimaan terbesar dari Dana Perimbangan adalah pos Dana Alokasi Umum (DAU), yang mencapai 86,4%. Realisasi penerimaan pajak daerah tercatat sebesar Rp 945,97 miliar atau mencapai sebesar 135,36% dari yang ditargetkan sebesar Rp 698,88 miliar. Sedangkan realisasi penerimaan dari retribusi adalah sebesar Rp 18,95 miliar atau 134,69% dari yang dianggarkan sebesar Rp 15,1 miliar. Indikator ini menunjukkan kinerja petugas pajak Bali mampu menunjukkan kinerjanya guna memberikan pemasukan bagi pemerintah daerah Bali. Apabila melihat realisasi retribusi daerah sampai dengan Agustus 2008 yang masih sebesar 60,3% maka realisasi 134,69% pada akhir triwulan IV 2008 menunjukkan upaya keras pemerintah daerah Bali dalam menggenjot PAD melalui retribusi daerah. 47

Di sisi lain, realisasi pos Dana Perimbangan sampai dengan triwulan IV 2008 telah mencapai sebesar Rp 540,3 miliar atau 97% dari total rencana penerimaan tahun 2008 sebesar Rp 556,9 miliar. Pos tersebut memperoleh sumbangan terbesar yang bersumber dari realisasi DAU yang mencapai Rp 448,2 miliar atau mencapai 100% dari yang direncanakan pada tahun 2008. 4.2 REALISASI BELANJA Sementara itu, realisasi belanja daerah sampai dengan triwulan III-2008 tercatat mencapai sebesar Rp 1,5 triliun atau mencapai 88,25% dari yang dianggarkan. Apabila dilihat realisasi belanja sampai dengan Agustus 2008 yang baru mencapai 42% maka terlihat bahwa upaya meningkatkan realisasi anggaran terkonsentrasi pada triwulan IV 2008 sehingga dapat meningkat lebih dari dua kalinya. Pola penggunaan anggaran tersebut relatif tidak berubah dibandingkan dengan periodeperiode sebelumnya. Selain itu, realisasi pos belanja modal juga tidak maksimal, yaitu hanya mencapai realisasi Rp 121,96 miliar atau hanya mencapai 85,69% dari yang dianggarkan sebesar Rp 142,3 miliar. Realisasi belanja modal pada akhir 2008 meningkat drastis dibandingkan agustus 2008 sebelumnya yang hanya sebesar 9,2%. Realisasi belanja modal searah dengan pola realisasi belanja daerah yang terkonsentrasi pada triwulan IV 2008. Realisasi belanja yang sesuai dengan anggaran adalah realisasi pada pos belanja subsidi yang mencapai 100% yaitu sebesar Rp 3,3 miliar. Sedangkan, pos belanja yang paling besar dianggarkan adalah pos pada belanja pegawai, yang mencapai Rp 477,8 miliar dan realisasi sampai dengan Desember 2008 sebesar Rp 413,6 miliar atau mencapai 87,8%. Realisasi belanja modal hanya sebesar 11% dari total PAD yang didapatkan sedangkan realisasi belanja pegawai mencapai 37% dari total PAD. Kedua presentase tersebut dapat diinterpretasikan bahwa penggunaan hasil dari PAD Bali untuk belanja modal tidak besar. 4.3 REALISASI PEMBIAYAAN Untuk komponen pembiayaan yang meliputi penerimaan pembiayaan daerah dan pengeluaran pembiayaan daerah, realisasi sampai dengan triwulan IV-2008 masingmasing sebesar Rp 282,5 milyar dan Rp 15,8 milyar. Realisasi penerimaan pembiayaan 48

daerah tersebut seluruhnya merupakan jumlah dari sisa perhitungan anggaran tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan dan penerimaan piutang daerah. Sedangkan realisasi pengeluaran pembiayaan daerah seluruhnya merupakan penyertaan modal Pemda. Tabel 4.1 menunjukkan perkembangan APBD Provinsi Bali 2007 dan 2008. 49

NO. URAIAN Tabel 4.1. Laporan Realisasi APBD 2007 2008 (dalam ribu) APBD TAHUN 2007 REALISASI APBD TAHUN REALISASI 2007 2008 2008* %Realisasi 2008 A PENDAPATAN DAERAH 1.282.579.145 1.368.004.403 1.388.534.528 1.679.568.266 120,96 1 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 756.144.462 834.475.058 810.040.570 1.103.973.704 136,29 - Pajak Daerah 659.411.000 735.938.193 698.875.446 945.973.962 135,36 - Retribusi Daerah 13.508.022 15.321.961 14.068.948 18.948.946 134,69 - Hsl PMD dan Hsl Pengel. Kek. Daerah yg dipisahkan 46.442.423 46.934.734 48.792.476 45.593.308 93,44 - Lain-Lain PAD yg Sah 36.783.016 36.280.170 48.303.699 93.457.488 193,48 2 DANA PERIMBANGAN 505.074.000 525.304.234 556.948.660 540.254.253 97,00 - Bagi hasil pajak dan bukan pajak 68.541.000 88.771.234 87.127.240 79.086.434 90,77 - Dana Alokasi Umum (DAU) 436.533.000 436.533.000 448.187.420 448.187.419 100,00 - Dana Alokasi Khusus (DAK) 21.634.000 12.980.400 60,00 3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YG SAH 21.360.684 8.225.112 21.545.298 35.340.308 164,03 - Pendapatan Hibah 20.000.000 20.000.000 100,00 - Sumbangan Pihak Ketiga 1.545.298 15.340.308 992,71 B BELANJA DAERAH 1.364.822.319 1.236.343.652 1.663.141.617 1.467.734.815 88,25 4 BELANJA TIDAK LANGSUNG 854.981.199 828.894.563 1.148.609.948 1.029.039.656 89,59 - Belanja Pegawai 331.203.891 317.882.474 424.656.133 372.934.564 87,82 - Belanja Subsidi 3.451.800 3.451.800 3.300.000 3.300.000 100,00 - Belanja Hibah 100.861.632 100.660.752 149.557.057 128.609.090 85,99 - Belanja Bantuan Sosial 15.574.642 15.101.002 155.716.648 151.166.265 97,08 - Belanja Bagi Hasil kpd Prov/Kab/Kota/Desa 271.477.153 266.865.089 289.164.741 287.261.845 99,34 - Belanja Bantuan Keuangan kpd Provinsi/Kab/Kota/Desa 126.284.540 124.250.190 120.215.369 85.736.787 71,32 - Belanja Tidak Terduga 6.127.541 683.255 6.000.000 31.104 0,52 5 BELANJA LANGSUNG 509.841.120 434.449.089 514.531.668 438.695.159 85,26 - Belanja Pegawai 48.270.850 44.006.787 53.149.898 40.693.335 76,56 - Belanja Barang & Jasa 282.095.244 246.162.310 319.052.761 276.045.285 86,52 - Belanja Modal 179.475.025 144.279.992 142.329.008 121.956.538 85,69 C PEMBIAYAAN DAERAH 150.005.123 169.235.549 274.607.089 266.704.470 97,12 6 PENERIMAAN PEMBIAYAAN DAERAH 178.437.033 178.282.654 293.112.801 282.504.469 96,38 - Sisa Perhit. Anggaran Tahun Sebelumnya 178.377.195 178.249.654 273.896.301 273.897.677 100,00 - Pencairan Dana Cadangan - - 19.216.500 6.906.792 35,94 7 - Penerimaan Piutang Daerah 59.837 33.000-1.700.000 0,00 PENGELUARAN PEMBIAYAAN DAERAH 28.431.910 9.047.104 18.505.712 15.800.000 85,38 - Pembentukan Dana Cadangan 12.500.000 2.944-0 98,71 - Penyertaan Modal (Investasi) Pemda 15.931.910 9.044.160 16.005.712 15.800.000 0,00 - Pemberian Pinjaman Daerah 2.500.000 0 SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) 67.761.950 273.896.301 0,00 478.537.921 *Angka sementara Sumber : Pemda Provinsi Bali 50

Bab 5 Ketenagakerjaan Tahun 2008 bisa dikatakan sebagai tahun pariwisata dimana tahun ini dicanangkan sebagai tahun kunjungan wisata (Visit Indonesia Year 2008). Dengan adanya program ini, sedikit banyak perekonomian Bali sangat terbantu dengan pariwisata sebagai leading sector. Kenaikan jumlah kunjungan wisman mengindikasikan membaiknya kondisi perekonomian Bali. Ini tentu saja membawa pengaruh positif terhadap beberapa indikator ketenagakerjaan di Bali terutama pada tingkat pengangguran. 5.1. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Angka Pengangguran Pada bulan Agustus 2008, dari 2.099.278 orang yang tergolong ke dalam angkatan kerja, jumlah penduduk yang tidak bekerja (pengangguran terbuka) mencapai 69.548 orang. Dibandingkan dengan keadaan pada bulan Agustus 2007, kondisi ini lebih baik dengan jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2007 mengalami peningkatan sebanyak 39.567 orang, dan angka pengangguran mengalami penurunan pada sebanyak 8.029 orang. Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, Agustus 2006 Agustus 2008 (dalam ribuan) Kegiatan Utama Agustus 2006 Agtustus 2007 Agustus 2008 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 2.607,8 2.661,9 2.696,1 Angkatan Kerja 1.990,5 2.059,7 2.099,3 a. Bekerja 1.870,3 1.982,1 2.029,7 b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 120,2 77,6 69,5 Bukan Angkatan Kerja 617,3 602,2 596,9 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) 76,3 77,4 77,9 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) 6,0 3,8 3,3 Sumber: BPS Jika dibandingkan dengan Agustus 2006, struktur angkatan kerja mengalami perubahan cukup berarti. Jumlah penduduk yang bekerja meningkat dari 1,8 juta orang pada Agustus 2006 menjadi lebih dari 1,9 juta orang pada Agustus 2007 dan kembali meningkat menjadi lebih dari 2 juta orang pada Agustus 2008. Dari periode Agustus 2007 ke Agustus 2008 terjadi peningkatan 47.596 orang penduduk bekerja yang 51

berakibat pada penurunan angka pengangguran yang dari 77.577 orang menjadi 69.548 orang. Menurut wilayah perkotaan dan pedesaan, meskipun jumlah penduduk yang berusia diatas 15 tahun untuk daerah perkotaan lebih banyak, namun penduduk yang tergolong sebagai angkatan kerja untuk daerah pedesaan lebih banyak dibandingkan daerah perkotaan. Jumlah angkatan kerja untuk wilayah pedesaan mencapai 1.072,9 ribu orang, sementara untuk wilayah perkotaan tercatat sebanyak 1.026,4 ribu orang. Dari penduduk yang masuk sebagai angkatan kerja di pedesaan tersebut sebanyak 1.043,6 ribu orang tergolong bekerja dan sebanyak 29,3 ribu sebagai pengangguran. Angka pengangguran ini jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan pengangguran di wilayah perkotaan yang sebanyak 40,2 ribu orang. Akan tetapi jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya tingkat pengangguran di wilayah pedesaan meningkat sebanyak 18,1% dari sebanyak 24,8 ribu orang menjadi 29,3 ribu orang. Selanjutnya untuk wilayah perkotaan pengangguran turun sebesar 23,9%. Tabel 5.2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, di Daerah Perkotaan dan Pedesaan, Agustus 2007 Agustus 2008 (dalam ribuan) Pedesaan Perkotaan Desa + Kota Kegiatan Utama Agt- 07 Agt-08 Agt-07 Agt-08 Agt-07 Agt-08 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 1.309,9 1.327,0 1.352,0 1.369,1 2.661,9 2.696,1 Angkatan Kerja 1.046,3 1.072,9 1.013,4 1.026,4 2.059,7 2.099,3 a. Bekerja 1.021,6 1.043,6 960,6 986,2 1.982,1 2.029,7 b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 24,8 29,3 52,8 40,2 77,6 69,5 Bukan Angkatan Kerja 263,6 254,1 338,6 342,7 602,2 596,9 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) Sumber: BPS 79,9 80,9 75,0 74,9 77,4 77,9 2,4 2,7 5,2 3,9 3,8 3,3 5.2. Lapangan Pekerjaan Utama Meskipun secara umum perkembangan perekonomian Bali membaik, digambarkan oleh tingkat kunjungan wisman yang semakin meningkat, namun kenaikan harga minyak dunia yang diikuti dengan kenaikan harga BBM dalam negeri, berimbas langsung terhadap beberapa sektor perekonomian. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan masing-masing sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja. 52

Jumlah penduduk yang bekerja pada industri pengolahan pada bulan Agustus 2008 mengalami penurunan sebanyak 25,8 ribu orang dibandingkan dengan bulan Agustus 2007. Sedangkan untuk sektor Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan, penduduk yang bekerja di sektor ini turun sebanyak 7,5 ribu orang. Meskipun demikian secara keseluruhan, penambahan penyerapan tenaga kerja di semua sektor pada bulan Agustus 2008 mencapai 47,6 ribu orang. Tabel 5.3 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Agustus 2007 Agustus 2008 (dalam ribuan) Kegiatan Utama Agustus 2006 Agustus 2007 Agustus 2008 Pertanian 663,0 714,1 726,3 Pertambangan 2,3 8,5 12,1 Industri 250,6 289,1 263,3 Listrik, Gas, dan Air 8,7 3,9 7,8 Konstruksi 127,6 128,7 140,1 Perdagangan, Restoran, & Hotel 403,6 462,5 481,8 Pengangkutan & Telekomunikasi 74,1 77,4 92,7 Keuangan & Jasa Perusahaan 69,4 52,9 45,4 Jasa-Jasa 271,0 245,0 260,0 Total 1.870,3 1.982,1 2.029,7 Sumber: BPS 5.3. Pergeseran Status Pekerjaan Berdasarkan status pekerjaan dalam pekerjaan utamanya, penduduk yang bekerja dibedakan ke dalam tujuh kategori yang selanjutnya dapat digunakan untuk menggolongkan penduduk ke dalam 2 jenis kelompok pekerja, yakni pekerja formal dan informal. Pekerja formal adalah mereka yang dikategorikan berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Dan untuk mereka yang memiliki status pekerjaan di luar kategori tersebut digolongkan sebagai pekerja informal. Dari kedua kategori tersebut maka pada bulan Agustus 2008 jumlah pekerja informal di Bali mencapai 68%, sedikit meningkat dibandingkan bulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 64,9%. Penurunan jumlah pekerja pada sektor formal telah terjadi, yang mencapai 47,8 ribu orang. Hal ini bisa berarti terjadi pergeseran pekerja formal dari sektor formal ke sektor informal. Berdasarkan status pekerjaan, sebagian besar (29,4%) penduduk yang bekerja merupakan buruh/karyawan. Jumlah pekerja yang 53

berstatus buruh/karyawan menurun cukup besar selama kurun waktu setahun terakhir yaitu sebesar 42,7 ribu orang. Penurunan terjadi juga pada kelompok pekerja yang berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tetap, dan pekerja bebas di pertanian. Tabel 5.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Agustus 2006 Agustus 2008 (dalam ribuan) Kegiatan Utama Agustus 2006 Agustus 2007 Agustus 2008 Berusaha sendiri 336.528 354.175 327.445 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 388.829 412.294 488.184 Berusaha dibantu buruh tetap 40.426 55.857 50.839 Buruh/karyawan 631.440 639.778 597.034 Pekerja bebas di pertanian 54.606 62.670 56.774 Pekerja bebas di non pertanian 100.966 92.114 119.913 Pekerja tidak dibayar 317.493 365.246 389.541 Total 1.870.288 1.982.134 2.029.730 Sumber: BPS 5.4. Penduduk Setengah Penganggur Dalam Sakernas, penduduk yang dianggap bekerja adalah penduduk yang melakukan kegiatan ekonomi paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam waktu seminggu. Namun, penduduk yang benar-benar dianggap bekerja adalah penduduk yang bekerja minimal 35 jam seminggu. Sedangkan mereka yang memiliki jam kerja kurang dari itu digolongkan sebagai setengah penganggur. Dari penggolongan ini, maka penduduk yang dianggap bekerja penuh pada bulan Agustus 2008 mencapai lebih dari 68% dari penduduk yang bekerja, menurun dibandingkan setahun yang lalu sebanyak 109,0 ribu orang. Sementara itu penduduk yang berstatus sebagai setengah penganggur dengan jam kerja kurang dari 35 jam seminggu sebanyak 621,3 ribu orang atau sebesar 30,6% dari total pekerja. Dari penduduk yang berstatus setengah penganggur, lebih dari sepertiganya merupakan penganggur terpaksa dengan jumlah mencapai 241,6 ribu, meningkat sebesar 75,4 ribu orang dibandingkan bulan Agustus 2007. Mereka pada umumnya menganggur karena belum memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Sebagian besar atau 61,1% dari penduduk setengah penganggur merupakan setengah penganggur sukarela mencapai 379,7 ribu orang. Mereka sudah merasa puas dengan pekerjaan yang dimiliki saat ini, meskipun dari sisi jumlah jam kerja 54

kurang optimal. Jumlah penduduk yang menganggur dan setengah mengangur terpaksa terkait dengan kebutuhan kesempatan kerja. Tabel 5.5 Angkatan Kerja Menurut Kegiatan Utama, Agustus 2006 Agustus 2008 (dalam ribuan) Kegiatan Utama Agustus 2006 Agustus 2007 Agustus 2008 Angkatan Kerja 1.990,5 2.059,7 2.099,3 a. Bekerja 1.870,3 1.982,1 2.029,7 - Bekerja penuh (>=35 jam seminggu) 1.355,2 1.517,5 1.408,5 - Setengah Penganggur (< 35 jam seminggu) 515,1 464,6 621,3 - Terpaksa 260,7 166,1 241,6 - Sukarela 254,4 298,5 379,7 b. Tidak Bekerja (Pengangguran Terbuka) 120,2 77,6 69,5 Setengah Penganggur Terpaksa + Penganggur Terbuka 380,9 243,7 311,1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) 6,0 3,8 3,3 Persentase (setengah pengangguran terpaksa + penganggur terbuka) terhadap angkatan kerja 19,1 11,8 14,8 Sumber: BPS 5.5. Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran Menurut Kabupaten/Kota Dilihat menurut kabupaten/kota, Kota Denpasar memiliki tingkat pengangguran yang paling tinggi yakni sebesar 4,4% disusul oleh Kabupaten Jembrana, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Badung. Kabupaten lainnya memiliki tingkat pengganguran relatif rendah (kurang dari 3%). Kota Denpasar dan Kabupaten Badung merupakan dua wilayah yang mempunyai tingkat pengangguran lebih dari 3%. Jika dilihat dari jumlah pengangguran, lebih dari 55% penduduk yang menganggur terkonsentrasi pada wilayah perkotaan. Lebih dari 21% di antaranya tersebar di Kota Denpasar dengan jumlah sebesar 14.931 orang. Tingkat pengangguran terendah terdapat di Kabupaten Bangli dengan tingkat pengangguran hanya sebesar 2,6% disusul oleh Kabupaten Tabanan dengan tingkat pengangguran sebesar 2,8%. Kedua daerah ini merupakan daerah yang subur yang terkenal dengan komoditas pertaniannya. Hal ini memperlihatkan bagaimana sektor pertanian mampu menyerap tenaga lebih besar dibandingkan dengan sektor lainnya yang berakibat pada lebih rendahnya tingkat pengangguran di wilayah pedesaan dibandingkan dengan wilayah perkotaan. 55

Tabel 5.6 Penduduk yang Bekerja, Persentase Pengangguran dan Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2007 (dalam ribuan) Kabupaten/Kota Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%) Jembrana 191.196 135.360 130.106 5.254 70,8 3,9 Tabanan 334.769 263.832 258.262 5.570 78,8 2,1 Badung 304.381 233.807 223.108 10.699 76,8 4,5 Gianyar 336.500 263.575 256.205 7.370 78,3 2,8 Klungkung 131.229 104.814 97.649 7.165 79,9 6,8 Bangli 165.491 140.997 139.067 1.930 85,2 1,4 Karangasem 280.869 227.881 220.330 7.551 81,1 3,3 Buleleng 463.230 360.857 346.575 14.282 77,9 4,0 Denpasar 454.248 328.588 310.832 17.756 72,3 5,4 Bali 2.661.913 2.059.711 1.982.134 77.577 77,4 3,8 Sumber: BPS Tabel 5.7 Penduduk yang Bekerja, Persentase Pengangguran dan Partisipasi Angkatan Kerja Menurut Kabupaten/Kota, Agustus 2008 (dalam ribuan) Kabupaten/Kota Penduduk 15+ Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran TPAK (%) TPT (%) Jembrana 194.750 145.548 139.560 5.988 74,7 4,1 Tabanan 340.775 261.611 254.276 7.335 76,8 2,8 Badung 310.215 234.599 227.091 7.508 75,6 3,2 Gianyar 340.647 264.517 256.992 7.525 77,7 2,8 Klungkung 133.349 107.862 103.567 4.295 80,9 4,0 Bangli 167.534 141.438 137.805 3.633 84,4 2,6 Karangasem 282.407 242.347 234.540 7.807 85,8 3,2 Buleleng 469.469 362.954 352.428 10.526 77,3 2,9 Denpasar 456.990 338.402 323.471 14.931 74,1 4,4 Bali 2.696.136 2.099.278 2.029.730 69.548 77,9 3,3 Sumber: BPS 56

Bab 6 Outlook 6.1. PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN I-2009 Pada triwulan I-2009 pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan akan mendapat tekanan dari sisi eksternal dan terdapat potensi terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi, dan diperkirakan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran -2,5% - 4,5% (y-o-y). Pertumbuhan ekonomi di triwulan pertama tahun 2009 dari sisi penawaran didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, dan sektor industri. Sementara dari sisi permintaan pertumbuhan ekonomi secara umum digerakkan oleh konsumsi. 6.1. 1. Sisi Penawaran Respon di sisi sektoral terhadap sisi permintaan tercermin pada pertumbuhan beberapa sektor ekonomi utama. Sektor-sektor ekonomi yang mempunyai kontribusi besar antara lain sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR), sektor angkutan, dan sektor industri. Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (% y-o-y) Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh dengan perkiraan laju pertumbuhan sebesar 2,3%-3,7%. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh masih ramainya kunjungan wisman ke Bali, walaupun dibayangi tekanan akibat krisis finansial global yang melanda sejumlah negara asal wisman. Jumlah kunjungan wisman ke Bali di awal tahun diperkirakan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun terjadi kontraksi perekonomian di sejumlah negara, namun pelaku pariwisata 57

Bali dapat melirik negara Cina, India, dan negara-negara di kawasan Timur Tengah yang diperkirakan masih tumbuh cukup tinggi. Sektor angkutan diperkirakan tumbuh pada kisaran 1,3%-3,2%. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penumpang pesawat dan pengiriman pos melalui udara. Sementara itu, sektor industri diperkirakan tumbuh pada kisaran 1,1%-2,3%. Pertumbuhan sektor industri dipengaruhi oleh masih terjaganya permintaan produk ekspor khususnya untuk produk-produk handicraft dan furniture. Selain itu, pertumbuhan juga dipengaruhi oleh sub sektor makanan minuman yang diperkirakan masih tetap tumbuh seiring dengan pertumbuhan jumlah kunjungan wisman ke Bali. 6.1.2. Sisi Permintaan Konsumsi (rumah tangga dan pemerintah) diperkirakan masih tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2009 dari sisi permintaan. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan didorong oleh konsumsi non makanan, yang tercermin dari meningkatnya konsumsi semen, penjualan kendaraan bermotor. Selain itu, konsumsi listrik baik untuk rumah tangga maupun industri diperkirakan juga akan tumbuh positif, meskipun pemerintah menggalakkan program hemat listrik, mengingat jumlah kunjungan wisman yang meningkat dan memasuki musim ramai, konsumsi listrik diperkirakan masih tinggi. Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi (% y-o-y) Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sekitar -1,7%-1,2%. Pertumbuhan konsumsi tersebut utamanya dipengaruhi oleh pertumbuhan konsumsi non makanan seperti semen, listrik, mobil, dan sepeda motor. Penrtumbuhan konsumsi tersebut dipengaruhi oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di Bali yang meningkat sebesar 11,3% menjadi Rp 760.000,- dari tahun 2008 sebesar Rp 682.650,-. Sedangkan, konsumsi pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 4,6%-6,7%. Sementara itu, investasi yang dalam hal ini merupakan penanaman modal tetap bruto (PMTB) pada triwulan I-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 0,8%-1,3%. Tekanan 58