BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK. satu orang lain atau lebih. Persetujuan yang dimaksud ialah berjanji untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

Common Law Contract Agreement Agree Pact Covenant Treaty. Civil Law (Indonesia) Kontrak Sewa Perjanjian Persetujuan Perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. Kata perjanjian berasal dari terjemahan overeenkomst dan

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

KLASIFIKASI PERJANJIAN KELOMPOK I DWI AYU RACHMAWATI (01) ( )

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

URGENSI PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KEPERDATAAN. Rosdalina Bukido 1. Abstrak

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. tentang Pembuktian dan Kadaluwarsa/Bewijs en Verjaring.

BAB III TINJAUAN TEORITIS. dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. 2

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB III TINJAUAN TEORITIS. menjadi sebab lahirnya suatu perikatan, selain sumber lainya yaitu undangundang.jika

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni contract yang

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari

BAB I PENDAHULUAN. pihak untuk saling mengikatkan diri. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, PERJANJIAN BAKU DAN KREDIT BANK Pengertian Perjanjian dan Dasar Hukumnya

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGIKATAN PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DAN BANGUNAN DAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN (KONTRAK) masyarakat. Istilah perjanjian berasal dari bahasa Inggris, yaitu contracts.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB II ASPEK HUKUM TENTANG MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DAN PERJANJIAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK

BAB II PEMBERIAN KUASA DIREKTUR PADA PROYEK PEMBANGUNAN JALAN

HUBUNGAN HUKUM YANG MENIMBULKAN HAK DAN KEWAJIBAN DALAM KONTRAK BISNIS. TOTOK DWINUR HARYANTO, SH MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Surakarta

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan, bahwa Tiap-tiap perikatan dilahirkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

HUKUM PERJANJIAN. Aspek Hukum dalam Ekonomi Hal. 1

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK MILIK ATAS TANAH, HAK PAKAI ATAS TANAH, PERJANJIAN DAN NOMINEE

Undang-Undang Merek, dan Undang-Undang Paten. Namun, pada tahun waralaba diatur dengan perangkat hukum tersendiri yaitu Peraturan

BAB III KERANGKA TEORI. Undang Hukum Perdata tentang Perikatan. Mempunyai sifat sistem terbuka,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. 11

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

TEKNIK PENYUSUNAN KONTRAK

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERJANJIAN NOMINEE. Perjanjian sebagaimana didefinisikan oleh ketentuan pasal 1313

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II PERJANJIAN KERJASAMA PENJUALAN VOUCHER HOTEL ANTARA PT. EKA SUKMA TOUR DENGAN HOTEL JW MARRIOT MEDAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BEBERAPA BATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM HUKUM PERJANJIAN MENURUT KUH PERDATA

Kontrak. Defenisi: 1313 KUHPerd suatu perbuatan yagn terjadi dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih

BAB III TINJAUAN TEORITIS. bantuan dari orang lain. Untuk itu diperlukan suatu perangkat hukum demi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para

Asas asas perjanjian

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERJANJIAN

BAB II KAJIAN TEORI TENTANG PERJANJIAN PADA UMUMNYA DAN PERJANJIAN UTANG PIUTANG

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. lebih. Perjanjian telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

KONTRAK KERJA. Makalah. Igit Nurhidayat Oleh :

BAB IV KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM OF UNDERSTANDING DALAM PERJANJIAN BERDASARKAN BUKU III BURGERLIJKE WETBOEK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN. A. Pengertian dan Syarat Sahnya Suatu Perjanjian Menurut KUHPerdata

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

KEDUDUKAN HUKUM DARI M.O.U DITINJAU DARI HUKUM KONTRAK

BAB II PERJANJIAN SECARA UMUM

Dokumen Perjanjian Asuransi

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

PERBEDAAN ANTARA MEMORANDUM OF UNDERSTANDING (MoU) DENGAN KONTRAK NO MEMORANDUM OF UNDERSTANDING KONTRAK

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB 2 PEMBAHASAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, , halaman 17. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari digerakan dengan tenaga manusia ataupun alam. mengeluarkan Peraturan Perundang-undangan No. 15 Tahun 1985 tentang

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

Hukum Kontrak Elektronik

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat dapat menghasilkan suatu peristiwa-peristiwa tersebut dapat

KEKUATAN HUKUM MEMORANDUM

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract, dalam bahasa Belanda

Transkripsi:

14 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONTRAK A. Definisi Perjanjian Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata dinyatakan bahwa : persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Persetujuan yang dimaksud ialah berjanji untuk mengikatkan diri kepada pihak lain. Perjanjian memiliki defenisi yang berbeda-beda menurut pendapat pakar hukum. Perjanjian menurut Subekti adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 7 Sehingga dengan demikian, dari perjanjian tersebutlah timbul suatu perikatan. Sedangkan perikatan itu sendiri menurut Subekti ialah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. 8 Perjanjian menurut M Yahya Harahap ialah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi 7 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 2001) hlm.1. 8 Ibid. 14

15 kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak yang lain untuk menunaikan prestasi. 9 Unsur dari wujud perjanjian tersebut adalah hubungan hukum yang menyangkut harta kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Salim H.S. dalam bukunya yang berjudul Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, berpendapat bahwa dalam Pasal 1313 perjanjian itu bersifat tidak jelas, karena setiap perbuatan dapat disebut dengan perjanjian, ia juga mengatakan bahwa dalam pasal tersebut tidak tampak asas konsensualisme dan bersifat dualisme. Hal yang mendasarinya dikarenakan dalam rumusan tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, sehingga yang bukan perbuatan hukum pun dapat disebut perjanjian. Untuk itu, demi memperjelas pengertian mengenai perjanjian itu sendiri harus dicari dalam doktrin. Menurut doktrin (teori lama) yang disebut dengan perjanjian adalah : "perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum" Berdasar banyak defenisi tentang kontrak, Salim H.S menyimpulkan bahwa kontrak merupakan hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain, dalam bidang harta 10 9 M Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian (Bandung: Penerbit Alumni, 1986) hlm. 6. 10 Salim H.S., (1). Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2003) hlm. 15

16 kekayaan. 11 Perlu diketahui bahwa subjek hukum yang satu berhak atas prestasi, dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya. Hasanudin Rahman menyimpulkan bahwa kontrak adalah perjanjian yang dibuat secara tertulis. 12 Kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain undang-undang yang dapat menimbulkan perikatan. 13 Perikatan terdapat di dalam perjanjian karena perikatan dapat ditimbulkan oleh perjanjian di samping undang-undang. Hal tersebut diatur dalam pasal 1233 KUH Perdata yang berbunyi : perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Kontrak merupakan bentuk konsekuen oleh para pihak untuk saling menepati janji sesuai dengan apa telah disepakati. Di mana dalam pelaksanaannya terdapat pihak yang mendapatkan pemenuhan atas haknya, dan pihak lain memenuhi kewajibannya. Namun jika dilihat dari segi pelaksanaannya, perjanjian dapat dibagi menjadi tiga macam, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1324 KUH Perdata, yakni : 1 Perjanjian untuk memberikan/menyerahkan suatu barang. 2 Perjanjian untuk berbuat sesuatu. 11 Ibid, hlm. 17 12 Hasanudin Rahman, Legal Drafting. Seri Keterampilan Mahasiswa Fakultas Hukum Dalam MerancangKontrak Perorangnan/Bisnis (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 4 13 Budiman N.P.D, Sinaga, Hukum Kontrak & Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 12

17 3 Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu. B. Asas Hukum Kontrak Kontrak dalam pembuatan atau proses terjadinya terdapat berbagai macam asas, hal ini dikarenakan dalam pembuatan kontrak itu sendiri dimaksudkan agar tercapai maksud yang dituju oleh para pihak. Sehingga tercapailah prestasi sesuai dengan apa yang diperjanjikan sebelumnya. Dalam KUH Perdata sendiri terdapat beberapa asas hukum kontrak, antara lain : 1. Hukum Kontrak bersifat mengatur. Sebagaimana diketahui bahwa hukum dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu : a Hukum memaksa, dalam hal ini para pihak diharuskan untuk mengikuti segala ketentuan, tidak diperbolehkan adanya pelanggaran atas apa yang telah tertuang di dalam kontrak itu sendiri. b Hukum mengatur, dalam hal ini jika para pihak mengaturnya secara lain dari apa yang diatur dalam hukum kontrak, maka yang berlaku adalah apa yang diatur sendiri oleh para pihak tersebut. kecuali undang undang menentukan lain.

18 2. Asas Kebebasan Berkontrak. Dalam asas ini artinya para pihak bebas membuat kontrak dan mengatur sendiri isi kontraknya. Menurut Pasal 1338 KUH Perdata, ketentuan yang harus dipenuhi dalam asas kebebasan berkontrak ialah sebagai berikut : a Memenuhi syarat sebagai suatu kontrak b Tidak dilarang oleh undang-undang c Sesuai dengan kebiasaan yang berlaku, dan d Sepanjang kontrak tersebut dilaksanakan dengan itikad baik. Menurut Salim H.S, asas kebebasan berkontrak ialah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk : 1) Membuat atau tidak membuat perjanjian. 2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun. 3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya. 4) menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan. 3. Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini mengajarkan bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah mempunyai ikatan hukum yang penuh. Artinya kontrak tersebut berlaku mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Sehingga dengan demikian

19 kontrak tersebut menjadi peraturan yang berlaku seperti undang-undang bagi para pihak tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Pasal 1338 ayat (1) yang berbunyi : "setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya." Adapun Huala Adolf menyatakan dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perdagangan Internasional" bahwa pacta sunt servanda adalah prinsip yang mensyaratkan bahwa kesepakatan atau kontrak yang telah ditandatangani dan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (dengan itikad baik). Prinsip ini pun sifatnya universal. Setiap sistem hukum di dunia menghormati prinsip ini. 14 4. Asas Konsensual dari suatu Kontrak Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan kata lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas. 15 Artinya ketika tercapainya kata sepakat, maka kontrak tersebut sudah mengikat para pihak. Hal ini tentunya setelah semua syarat sah kontrak tersebut sudah dipenuhi, sesuai dengan yang tertuang dalam pasal 1320 KUH Perdata. Sehingga, dengan hal tersebut, 14 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 16 15 Budiman N.P.D, Sinaga, op.cit., hlm. 15

20 maka timbul lah akibat hukum bagi para pihak untuk memenuhi hak dan kewajiban bagi para pihak. 5. Asas Obligator dari suatu Kontrak Maksudnya adalah setelah sahnya suatu kontrak, maka kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak, tetapi pada taraf tersebut hak milik belum berpindah kepada pihak lain. Untuk dapat memindahkan hak milik ke pihak yang lain diperlukan adanya kontrak kebendaan (zakelijke overeenkomst). Perjanjian kebendaan inilah yang disebut dengan penyerahan (levering). 16 C. Syarat Sahnya Suatu Kontrak Suatu kontrak oleh hukum dianggap sah sehingga dapat mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syaratsyarat tertentu. Syarat-syarat sahnya kontrak tersebut tertuang dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan "supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat ; 1 Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya, 2 Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3 Suatu pokok persoalan tertentu, 4 Suatu sebab yang tidak terlarang." 16 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 31

21 Selain dari Pasal 1320 KUH Perdata tersebut, ada pula syarat sah yang lainnya, seperti yang tertuang dalam Pasal 1338 dan 1339 KUH Perdata. Syarat sah kontrak tersebut yakni sebagai berikut : a Syarat itikad baik, b Syarat sesuai dengan kebiasaan, c Syarat sesuai dengan kepatutan, d Syarat sesuai dengan kepentingan umum. Munir Fuady dalam bukunya menyebutkan bahwa selain syaratsyarat yang telah disebutkan di atas, ada syarat lainnya agar suatu kontrak itu dinyatakan sah, yakni syarat sah khusus. Menurut Munir Fuady syarat sah khusus tersebut ialah : 1) Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu, 2) Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu, 3) Syarat akta pejabat tertentu (yang bukan notaris) untuk akta kontrak-kontrak tertentu, dan 4) Syarat izin dari yang berwenang. 17 Berikut ini penjelasan mengenai syarat-syarat sah suatu kontrak berdasarkan syarat syah yang umum dan syarat sah yang khusus : ad.1 Kesepakatan Kehendak 17 Ibid, hlm. 34

22 Kesepakatan kehendak artinya ialah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. 18 Hal ini lah yang menjadi dasar terjadinya suatu kontrak. Suatu kesepakatan itu lazimnya terjadi saat adanya penawaran. Rai Widjaya dalam bukunya menyebutkan bahwa tidak mungkin ada suatu kesepakatan apabila tidak ada pihak-pihak yang saling berkomunkasi, menawarkan sesuatu yang kemudian diterima oleh pihak lainnya. 19 Namun dalam pencapaian kata sepakat ini tidak boleh ditemukan adanya unsur-unsur yang dapat menjadi syarat batalnya suatu kontrak. Unsur-unsur tersebut seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yakni : a) Unsur paksaan b) Unsur kesilapan c) Unsur penipuan Berikut ini penjelasan mengenai unsur syarat yang dapat membatalkan suatu kontrak menurut Pasal 1321 KUH Perdata : a) Unsur paksaan Yang dimaksudkan dengan paksaan (dwang, duress) ialah suatu perbuatan yang menakutkan seseorang yang berpikiran sehat, dimana terhadap orang yang terancam karena paksaan tersebut timbul ketakutan 18 Salim H.S., op.cit., hlm 23 19 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contrak Drafting, Teori Dan Praktik), (Jakarta: Kesaint Blanc, 2008), hlm. 46

23 baik terhadap dirinya maupun terhadap kekayaannya dengan suatu kerugian yang terang dan nyata. Menurut Sudargo, paksaan (duress) adalah setiap tindakan intimidasi mental. 20 Menurut KUH Perdata, yakni Pasal 1323 sampai dengan Pasal 1327, suatu paksaan dapat mengakibatkan pembatalan atas suatu kontrak, jika telah terpenuhi syarat-syarat paksaan sebagai berikut : (1) Paksaan tersebut dilakukan terhadap : (a) Orang yang membuat kontrak, (b) Suami atau istri dari orang yang membuat kontrak. (c) Keluarga orang yang membuat kontrak dalam garis ke atas atau ke bawah (2) Paksaan tersebut dilakukan oleh : (a) Salah satu pihak dalam kontrak, (b) Dari pihak ketiga yang merasa mempunyai kepentingan atas kontrak tersebut. (3) Paksaan tersebut menakutkan seseorang. (4) Orang yang takut karena mendapatkan paksaan tersebut haruslah dalam keadaan sehat serta berpikiran sehat. (5) Ketakutan karena paksaan tersebut berupa : (a) Ketakutan terhadap diri orang tersebut. 20 Sudargo Gautama, Indonesian Business Law, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 76.

24 (b) Ketakutan terhadap kerugian yang nyata terhadap harta kekayaan orang tersebut. (6) Timbulnya ketakutan karena paksaan haruslah dengan mempertimbangkan keadaan dari yang dipaksakan, berupa: (a) Usia (b) Kelamin (c) Kedudukan (7) Ketakutan bukan karena hormat dan patuh kepada orang tua atau sanak keluarga tanpa paksaan. (8) Setelah terjadi paksaan, kontrak tersebut tidak telah dikuatkan (dengan tegas atau diam-diam). (9) Tidak telah lewat waktu kadaluwarsa setelah dilakukan paksaan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesepakatan yang dipilih oleh pihak yang membuat kontrak tersebut bukan merupakan kehendak murni dari dalam hatinya. Sehingga dalam pengambilan keputusan untuk membuat kontrak tersebut pihak yang dipaksa mendapatkan tekanan untuk menyetujui/menyepakati kontrak, sehingga lahir lah sebuah kontrak yang bukan merupakan berasal dari kehendaknya sendiri, melainkan karena adanya paksaan dari luar yang membuatya harus menyepakati perjanjian.

25 b) Unsur Kesilapan Seseorang yang dikatakan telah membuat kontrak secara silap ialah manakala ia ketika membuat kontrak tersebut dipengaruhi oleh pandangan atau kesan yang tidak benar. 21 Kesilapan yang dimaksud ini mempunyai jenis-jenis yang berbeda, tergantung dari segi mana dilihat bentuk kesilapan tersebut. bentuk kesilapan tersebut yakni : (1) Kesilapan terhadap hakikat barang Dalam hal ini yang menjadi objek dari kesilapan ialah barang yang diperjanjikan dalam kontrak. Maksudnya ialah barang yang diperjanjikan ternyata berbeda dengan barang yang dimaksud dalam perjanjian. (2) Kesilapan terhadap diri orang Kesilapan mengenai orang tersebut tidaklah dapat membatalkan kontrak, kecuali jika kontrak tersebut dibuat mengingat tentang diri orang yang diperjanjikan. (3) Salah pengertian Yang dimaksud dengan salah pengertian di sini ialah jika terhadap suatu istilah dalam kontrak dimana istilah tersebut memiliki penafsiran atas artian yang berbeda. Sehingga dapat menimbulkan kebingungan bagi pihak yang membuat konrak. 21 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 42

26 (4) Mistranskripsi. Mistranskripsi ialah kontrak tertulis yang sewaktu ditulisnya kontrak tersebut ternyata tidak sesuai dengan apa yang sudah secara lisan disepakati oleh para pihak. Dalam hal ini pihak yang dirugikan berhak untuk mengajukan perubahan isi kontrak sesuai dengan apa yang telah disepakati secara lisan oleh para pihak tersebut. c) Unsur Penipuan Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan persetujuan, bila penipuan yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga nyata bahwa pihak yang lain tidak akan mengadakan perjanjian itu tanpa adanya tipu muslihat, hal ini seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1328 KUH Perdata, namun penipuan tersebut harus dapat dibuktikan dan tidak dapat dikira-kira. Maksudnya ialah dikarenakan suatu tindakan penipuan, sehingga salah satu pihak setuju untuk mengadakan suatu perbuatan yang mengikat dirinya. Tindakan penipuan tersebut haruslah berjalan secara alami bahwa pihak yang ditipu tidak akan membuat perjanjian melainkan karena adanya unsur penipuan. 22 Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) menyebutkan penipuan harus dilihat dari segi 22 Sudargo Gautama, Op.cit., hlm. 77.

27 pandang keterlibatan pihak dan syarat yang harus dipenuhi agar suatu penipuan dalam kontrak dapat menyebabkan pembatalan kontrak, 23 yakni sebagai berikut : (1) Dilihat dari segi keterlibatan pihak yang melakukan penipuan : (a) Penipuan yang disengaja (Intentional misrepresentation). (b) Penipuan karena kelalaian (Negligent misrepresentation). (c) Penipuan tanpa kesalahan (Innocent misrepresentation). (d) Penipuan dengan jalan merahasiakan (Concealment). (e) Penipuan dengan jalan tidak terbuka informasi (Nondisclosure). (2) Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu kontrak dapat dibatalkan : (a) Penipuan harus mengenai fakta. (b) Penipuan harus terhadap fakta substansial. (c) Pihak yang dirugikan berpegang pada fakta yang ditipu tersebut. (d) Penipuan termasuk juga nondisclosure. 23 Munir Fuady, Op.cit., hlm.38

28 (e) Penipuan termasuk juga kebenaran sebahagian. (f) Penipuan termasuk juga dalam bentuk tindakan. Berdasarkan ketiga unsur tersebut, bila salah satunya tidak dipenuhi, maka suatu kontrak yang dibuat tersebut dapat dibatalkan, karena dalam kehendaknya, salah satu pihak yang telah mengalami salah satu unsur dari yang telah disebutkan tersebut sebenarnya tidaklah benarbenar menginginkan adanya kesepakatan itu. ad. 2) Kecakapan Para Pihak Kontrak baru dapat dikatakan sah apabila telah terpenuhi semua syarat-syaratnya, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUH Perdata, salah satu syarat sahnya yakni cakap bertindak. Cakap bertindak ini artinya orang-orang yang bisa melakukan dan mempertanggungjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya. Berdasar Pasal 1330 KUH Perdata, orang-orang yang dianggap tidak cakap dalam bertindak digolongkan menjadi : a) Orang yang belum dewasa b) Orang yang berada dibawah pengampuan c) Perempuan yang telah kawin d) Orang-orang yang oleh Undang-undang dilarang untuk melakukan perbuatan hukum.

29 Berikut ini penjelasan lebih lanjut tentang orang-orang yang tidak cakap dalam melakukan suatu perbuatan hukum menurut Pasal 1330 KUH Perdata: a) Orang yang Belum Dewasa Untuk menentukan kedewasaan seseorang dapat dilihat dari syaratsyarat yang dimaksud dalam pasal 330 KUH Perdata, dimana orang-orang yang dikategorikan sudah dewasa ialah : (1) Sudah genap berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan dewasa jika usianya telah genap 21 tahun, sementara orang yang berusia 20 tahun 11 bulan dianggap belum dewasa karena usianya belum mencapai 21 tahun. (2) Sudah kawin. Seseorang dapat dikatakan dewasa meskipun ia belum berumur genap 21 tahun, namun ia telah menikah, (3) Sudah kawin dan akhirnya bercerai. Seseorang dikatakan sudah dewasa, dikarenakan ia telah menikah, namun dalam pernikahannya ia bercerai. Ia tetap dianggap sebagai orang yang telah dewasa walaupun ia belum berumur 21 tahun. b) Orang yang Berada di Bawah Pengampuan

30 Seseorang dikatakan tidak cakap dalam bertindak hukum apa bila ia berada dibawah pengampuan. Dengan kata lain alasan orang-orang tersebut berada dibawah pengampuan dikarenakan ia tidak bisa mengambil keputusan yang baik bagi dirinya sendiri. Dalam Pasal 433 KUH Perdata menyebutkan, ada beberapa golongan orang yang berada dibawah pengampuan, sehingga dianggap tidak sah dalam pengambilan atau pembuatan keputusan hukum. Orang-orang tersebut ialah : (1) Orang yang dungu (2) Orang yang gila (3) Orang yang mata gelap (4) Orang yang boros c) Perempuan yang Telah Kawin Dalam hal ini seorang wanita yang telah menikah dan bersuami maka dalam pengambilan keputusannya harus didasarkan kepada suami. Menurut Munir Fuady dalam bukunya yang berjudul Hukum Kontrak mengatakan hal ini dikarenakan agar jangan sampai ada dua nahkoda dalam satu kapal, sebab dalam suatu perkawinan, pihak suami lah yang dianggap sebagai nahkodanya (kepala rumah tangga). Namun pada saat sekarang ini, ketentuan istri dianggap tidak cakap dalam bertindak hukum sudah dapat dikatakan tidak berlaku lagi. Pasal 31 Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa

31 sungguhpun dikatakan bahwa suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga, tetapi masing-masing pihak mempunyai hak dan kedudukan yang seimbang, dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Artinya istri pada saat ini telah dikatakan sebagai orang yang cakap dalam bertindak hukum, termasuk dalam hal pembuatan kontrak. d) Orang-orang yang oleh Undang-undang tidak diperbolehkan melakukan perbuatan hukum Dalam hal ini undang-undang juga menyatakan secara jelas bagi sebagian orang yang tidak diperbolehkan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Hal ini tertuang dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Orang-orang tertentu tersebut dianggap tidak berwenang utuk melakukan suatu perbuatan tertentu, dengan cara tertentu pula. Sebagai contoh, dalam bidang kontrak jual-beli, ada pihak-pihak yang disebutkan oleh undangundang untuk dianggap tidak sah melakukan sebuah kontrak. Menurut Munir Fuady, orang-orang tersebut ialah : (1) Suami istri yang hendak melakukan kontrak jual beli di antara mereka. Hal ini terdapat dalam Pasal 1467 KUH Perdat. (2) Hakim, jaksa, panitera, jurusita, advokat, dan notaries tidak boleh menerima penyerahan untuk menjadi pemilik untuk

32 dirinya sendiri atau orang lain atas hak dan tuntutan yang menjadi pokok perkara. (3) Pegawai dalam suatu jabatan umum dilarang membeli untuk dirinya sendiri atau untuk perantara atas barangbarang yang dijual oleh atau di hadapan mereka. 24 ad. 3) Suatu Pokok Persoalan Tertentu Suatu hal tertentu dalam hal ini dimaksudkan terhadap benda atau obyek dari suatu kontrak itu sendiri. Menurut Pasal 1333 KUH Perdata, barang yang menjadi obyek suatu perjanjian haruslah tertentu, maksudnya harus jelas bentuk dan wujudnya. Sedangkan untuk jumlahnya sendiri tidak perlu ditentukan, asalkan kemudian bisa dihitung jumlahnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang menjadi obyek suatu perjanjian itu bisa saja barang tersebut tidak harus sudah ada saat dibuatnya kontrak, melainkan benda-benda atau barang yang hendak diciptakan sehingga pada nantinya bisa menjadi obyek perjanjian. Namun yang tidak diperbolehkan untuk menjadi obyek suatu perjanjian barang yang masih ada dalam warisan yang belum terbuka, hal ini sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 1334 KUH Perdata, dimana diatur di dalamnya mengenai barang-barang yang boleh dan tidak boleh untuk dijadikan sebagai obyek perjanjian. 24 Ibid, hlm. 71

33 ad. 4) Suatu Sebab Yang Halal Syarat ini merupakan syarat yang terakhir dalam membuat suatu kontrak itu bisa dianggap sah secara hukum. Namun hal ini berbeda dengan syarat subyektif dalam keabsahan suatu kontrak, dimana jika pada syarat subyektifnya belum terpenuhi, maka bagi para pihak diberikan keleluasaan untuk meminta apakah perjanjian itu dibatalkan ataukah dilanjutkan dengan syarat memenuhi persyaratan yang ada. Sedangkan pada syarat obyektif, jika syaratnya tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. 25 Dalam syarat yang terakhir ini, yang dimaksud dengan syarat halal itu sendiri adalah tidak lain daripada isi perjanjian itu sendiri. Syarat kausa (oorzaak) yang legal untuk suatu kontrak adalah sebab mengapa kontrak tersebut dibuat. 26 Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atau perjanjian yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. ad. a Syarat Itikad Baik Syarat itikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, dimana berisi bahwa suatu kontrak haruslah dilaksanakan dengan itikad baik. Namun, dalam pengertiannya, syarat itikad baik ini bukan 25 Salim H.S., (2). Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010) hlm. 35 26 Munir Fuady, Op.cit., hlm. 72

34 merupakan syarat agar sahnya suatu kontrak, melainkan hanya sebagai sarana yang mengatur mengenai pelaksanaan tentang isi dari suatu kontrak. Artinya, bagi para pihak yang melaksanakan kontrak itu haruslah sesuai dengan apa yang tertera di dalam kontrak, tidak boleh melenceng keluar dari apa yang sudah diperjanjikan, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak yang lainnya. ad. b Kepatutan Bahwa dalam pelaksanaannya kontrak itu haruslah berdasarkan atas asas kepatutan, artinya, kontrak itu tidak boleh dibuat untuk memaksa pihak yang lain sehingga timbul kerugian atas diri pihak yang lain tersebut. Oleh karenanya, dalam hal ini, syarat kepatutan mempunyai fungsi sebagai pengisi kekosongan suatu aturan dalam sebuah kontrak. Sehngga dalam pelaksanaannya bilamana terjadi suatu hal yang tidak diinginkan, maka bagi kedua pihak merupakan suatu kewajiban untuk saling memikul kerugian secara bersama-sama. ad. c Kepentingan Umum Suatu pembuatan dan pelaksanaan kontrak juga tidak boleh melanggar prinsip kepentingan umum, karena sesuai dengan prinsip hukum yang sangat universal dan mendasar, bahwa kepentingan umum tidak boleh dikalahkan dengan kepentingan pribadi. Karena itu, jika ada suatu kontrak yang dalam tujuan pembuatan dan pelaksanaannya

35 bertentangan dengan kepentingan umum, maka kontrak tersebut akan menjadi bertentangan juga dengan undang-undang yang berlaku di wilayah di mana kontrak tersebut dibuat. ad. d Kebiasaan Dalam hal ini, kontrak tersebut tidak hanya berdasar atas apa yang diatur di dalamnya, tetapi juga harus berdasarkan atas suatu kebiasaan dalam pembuatan kontrak tersebut. Maksudnya ialah bahwa dalam suatu pelaksanaannya, suatu kontrak itu harus berdasar atas kebiasaan yang sering dilakukan oleh para pihak pembuat kontrak. Contoh dalam suatu kontrak dagang, terhadap suatu perbuatannya biasanya didasari dengan hal yang serupa seperti yang sebelumnya dilakukan, namun bila hal ini dilakukan dengan cara yang berbeda dan dianggap merugikan bagi pihak lainnnya, maka hal ini sudah bertentangan dengan Pasal 1339 KUH Perdata. ad. 1) Syarat Sah Khusus, terdiri dari Syarat tertulis, dan Izin yang Berwenang Dalam hal ini suatu kontrak itu diharuskan dibuat dalam berbentuk tertulis, tidak cukup hanya berbentuk lisan saja. Hal ini dikarenakan ada suatu bentuk keharusan yang mengharuskan bagi para pihak yang bersepakat tersebut untuk menuangkan bentuk perjanjiannya ke dalam bentuk yang tertulis. Sehingga dapat dikatakan kontrak tersebut dianggap

36 sah jika telah dituangkan kedalam suatu bentuk tulisan, dimana isinya tersebut merupakan aturan-aturan yang mengatur, dan menjadi peraturan selain undang-undang bagi para pihak yang berkontrak tersebut. Pembuatan suatu kontrak itu biasanya tidaklah diharuskan adanya campur tangan oleh pihak ketiga, atau dengan kata lain, para pihak yang membuat kontrak tersebut diberi kebebasan untuk mengatur isi kontraknya sesuai dengan apa yang mereka inginkan, selama tidak bertentangan dengan asas-asas dan undang-undang yang berlaku. Namun dalam suatu hal ada kalanya dimana kontrak tersebut diharuskan untuk intervensi dari pihak ketiga, dalam hal ini untuk pemberian izin atas pembuatan kontrak tersebut. misalnya kontrak peralihan hak guna usaha, kontrak peralihan Hak Penguasaan Hutan, dimana dalam hal ini izin dari pihak yang berwenang sangat diperlukan dalam pembuatan kontrak tersebut. D. Bentuk-Bentuk Kontrak Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila ditelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu kontrak lisan dan tertulis. 27 Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). 27 Salim H.S., (1). op.cit. hlm. 32

37 Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dilihat dan dilaksanakan secara nyata. Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta autentik. Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. Akta yang dibuat oleh Notaris itu merupakan akta pejabat. Di samping itu, dikenal juga pembagian menurut bentuknya yang lain, yaitu perjanjian standar. Perjanjian standar merupakan perjanjian yang telah dituangkan dalam bentuk formulir. Menurut Salim H.S ada tiga fungsi akta autentik, yakni : 1 Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu. 2 Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para

38 pihak. 3 Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian. Hal itu juga menentukan bahwa perjanjian sesuai dengan kehendak para pihak. 28 E. Jenis-Jenis Kontrak Dalam KUH Perdata dikenal beberapa jenis perikatan, namun yang dimaksud jenis-jenis perikatan dalam KUH Perdata tersebut pada dasarnya adalah sama dengan jenis-jenis perjanjian atau jenis-jenis kontrak, karena perikatan-perikatan yang dimaksud adalah juga perikatan yang lahir dari kontrak. 29 Berikut ini pembagian kontrak secara umum menurut jenisjenisnya : 1 Kontrak bersyarat. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang digantungkan pada suatu peristiwa yang akan terjadi. Kontrak bersyarat ini dapat dibagi atas dua, yaitu kontrak dengan syarat tangguh dan kontrak dengan syarat batal. 30 Kontrak dengan syarat tangguh adalah kontrak dimana suatu perjanjian baru akan terjadi jika pada suatu peristiwa yang akan datang tersebut 28 Ibid, hlm. 33 29 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012) hlm. 69 30 Ibid. hlm.70

39 telah tercapai. Sedangkan kontrak dengan syarat batal ialah kontrak dimana suatu perjanjian baru akan batal jika peristiwa yang akan datang tersebut terjadi. 2 Kontrak dengan ketetapan waktu. Kontrak dengan ketetapan waktu yaitu suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, suatu hal yang akan datang, meskipun belum dapat ditentukan kapan datangnya, (tentang matinya seseorang, misal perjanjian asuransi jiwa). 31 3 Kontrak menurut namanya. Salim H.S. dalam bukunya menyatakan pembagian kontrak menurut namanya menjadi kontrak bernama dan kontrak tidak bernama. Kontrak bernama tersebut meliputi jenis perjanjian yang diatur dalam Pasal 1319 KUH Perdata, yakni jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, dan lain sebagainya. Sedangka kontrak tidak bernama itu sendiri menurut Salim H.S. ialah kontrak yang belum dikenal dalam KUH Perdata, seperti leasing, beli-sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, 31 Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak (Yogyakarta: Cakrawala, 2012), hlm. 16

40 kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain sebagainya. 32 4 Kontrak Alternatif. Kontrak alternatif ini maksudnya ialah suatu perikatan ketika terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan bagi pihak yang dibebani hutang diberikan pilihan mana yang akan ia lakukan untuk memenuhi prestasinya. 5 Perjanjian tanggung-menanggung. Perjanjian tanggung-menanggung ialah suatu perikatan ketika beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu pihak yang menghutangkan, atau sebaliknya. 6 Kontrak yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Hal ini tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi dan juga kehendak kedua pihak yang membuat perjanjian. Persoalan ini baru tampil ke muka, bila salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Biasanya, ini terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak- 32 Salim H.S., (1) Op.cit., hlm. 18

41 haknya oleh sekalian ahli warisnya. 33 7 Kontrak dengan ancaman hukum. Ancaman hukuman merupakan suatu klausula kontrak yang memberikan jaminan kepada kreditor bahwa debitur akan memenuhi prestasi, dan manakala debitur tidak memenuhi prestasi tersebut, maka debitur diwajibkan melakukan sesuatu atau menyerahkan sesuatu. Ancaman hukuman ini dapat batal jika kontrak tersebut batal, sehingga dengan demikian ancaman hukuman tersebut hanya bersifat sebagai tambahan. F. Momentum Terjadinya Kontrak Menurut KUH Perdata tidak ditentukan mengenai momentum terjadinya suatu kontrak. Pada Pasal 1320 KUH Perdata hanya disebutkan mengenai syarat sah terbentuknya suatu kontrak. Namun, dalam berbagai literatur hukum, khususnya yang berkenaan dengan kontrak, banyak disebutkan mengenai momentum terjadinya suatu kontrak. Hal tersebut dikategorikan menjadi beberapa teori. Berikut ini penjabaran dan penjelasan teori-teori mengenai momentum terjadinya suatu kontrak : 1 Teori Pernyataan (Uitingstheorie) Teori ini merupakan teori pernyataan kesepakatan oleh 33 Lukman Santoso, Op.cit., hlm. 17

42 pihak yang menerima tawaran yang diberikan oleh si pemberi tawaran. Menurut teori ini, kesepakatan itu terjadi saat yang menerima tawaran tersebut menerima tawaran yang diberikan oleh si pemberi tawaran. Jadi, dilihat dari pihak yang menerima, yaitu pada saat baru menjatuhkan ballpoint untuk menyatakan menerima, kesepakatan sudah terjadi. Namun teori ini memiliki kelemahan, karena bersifat sangat teoritis. Teori ini menganggap terjadinya kesepakatan secara otomatis. 2 Teori Pengiriman (verzendtehorie) Menurut teori ini, kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram. Namun, teori ini mendapat kritik, karena bisa saja pihak yang menawarkan penawaran tersebut tidak mengetahui bahwa pihak penerima tawaran telah menerima tawaran dengan mengirimkan telegram balasan. Teori ini juga sangat teoritis, dianggap terjadinya kesepakatan secara otomatis. 3 Teori Pengetahuan (vernemingstheorie) Menurut teori pengetahuan bahwa kesepakatan terjadi apabila pihakyang menawarkan itu mengetahui adanya penerimaan. Akan tetapi, penerimaan itu belum

43 diterimanya (tidak diketahui secara langsung). Kritik terhadap teori ini, bagaimana ia mengetahuinya isi penerimaan itu apabila ia belum menerimanya. 4 Teori Penerimaan (ontvangstheorie) Teori ini berpendapat bahwa kesepakatan terjadi pada saat pihak yang melakukan penawaran mengetahui bahwa penawarannya telah diketahui oleh pihak yang menerima penawaran tersebut. Kelemahan teori ini antara lain memungkinkan terlambat lahirnya perjanjian karena menunda-nunda untuk membuka surat penawaran dan sukar untuk mengetahui secara pasti kapan penerima tawaran mengetahui isi surat penawaran. G. Berakhirnya Suatu Kontrak Di dalam KUH Perdata dapat ditemukan ketentuan tentang pengakhiran kontrak atau perjanjian. Secara khusus dalam Pasal 1381 disebutkan sepuluh cara untuk mengakhiri perjanjian, yakni : 1 Pembayaran, 2 Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan, 3 Pembaharuan utang (novatie), 4 Perjumpaan utang (kompensasi),

44 5 Percampuran utang, 6 Pembebasan utang, 7 Musnahnya barang yang terutang, 8 Batal/pembatalan, 9 Berlakunya suatu syarat batal, 10 Lewatnya waktu. Namun cara tersebut dianggap belum lengkap, sebab masih ada cara-cara lain yang tidak disebutkan, seperti berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam perjanjian atau menginggalnya salah satu pihak dalam beberapa macam perjanjian, seperti meninggalnya seorang persero dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian di mana prestasi hanya dapat dilakukan oleh si debitur sendiri dan tidak oleh orang lain. 34 Hapusnya persetujuan harus benar-benar dibedakan daripada hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan sumbernya masih tetap ada. 35 R. Setiawan menambahkan bahwa persetujuan dapat hapus karena hal-hal berikut : 34 Budiman N.P.D, Sinaga, Op.cit., hlm. 21 35 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung: Putra A Bardin, 1999), hlm.68

45 a Hapusnya persetujuan ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya, persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu. b Undang-undang menentukan batas berlakunya suatu persetujuan. Misalnya, menurut Pasal 1066 ayat (3) KUH Perdata, bahwa para ahli waris dapat mengadakan persetujuan untuk selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi, waktu persetujuan tersebut oleh ayat (4) Pasal 1066 KUH Perdata dibatasi berlakunya hanya untuk lima tahun. Hapusnya suatu persetujuan tersebut menurut R. Setiawan merupakan suatu jenis persetujuan yang berdasarkan undang-undang berlaku atau batal berdasarkan dengan ketetapan waktu. Artinya, persetujuan tersebut berlaku atau batal dikarenakan adanya persetujuan atau karena undangundang itu sendiri yang menyatakan suatu persetujuan tersebut dianggap batal. Adapun ketentuan para pihak yang saling bersepakat tersebut yang dapat menjadi penentu atas berlaku atau batalnya suatu perikatan tersebut sesuai dengan yang diperjanjikan sebelumnya. H. Fungsi Suatu Kontrak Kontrak secara umum seperti apa yang telah disinggung pada pembahasan sebelumnya merupakan suatu bentuk perjanjian yang dibuat

46 secara tertulis. Pembuatan kontrak secara tertulis tersebut juga memiliki fungsi tersendiri. Menurut Salim H.S. fungsi kontrak tersebut dibedakan menjadi dua macam, yakni fungsi yuridis dan fungsi ekonomis. 36 Fungsi yuridis suatu kontrak itu ialah sebagai suatu jaminan atau kepastian hukum bagi para pihak yang saling bersepakat, atau para pihak yang memiliki kepentingan masing-masing dalam suatu kontrak. Sedangkan fungsi ekonomis suatu kontrak itu menurut Salim H.S. ialah menggerakkan sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih renda menjadi nilai yang lebih tinggi. 36 Salim H.S., (2) Op.cit., hlm. 45