BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dan Good Corporate Governace Terhadap Luas Pengungkapan sustainability

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Teori agensi menjelaskan tentang pemisahan kepentingan atau

BAB I PENDAHULUAN. media pengungkapan (disclosure) maupun perangkat evaluasi dan monitoring

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam Tendean (2015) mengungkapkan bahwa Agency Theory adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah meningkatkan nilai perusahaan secara berkelanjutan (sustainable) dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Teori keagenan adalah teori yang timbul dari adanya suatu hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Good Corporate Governance. kreditor, pemerintah, karyawan, dan pihak pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara manajer (agent) dengan investor (principal). Terjadinya konflik

BAB I PENDAHULUAN. Financial distress yang terjadi pada perusahaan property and real estate UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada berbagai pihak, diantaranya pihak investor dan kreditor. Investor dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2009 : 67) mencoba memberikan definisi dari kinerja, antara lain sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. Teori keagenan merupakan salah satu teori yang mendasari kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan kali ini mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu. beserta persamaan dan perbedaan, antara lain :

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan adalah sebuah unit kegiatan produksi yang mengolah sumber

BAB I PENDAHULUAN. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan kegiatan sosial yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kepada stakeholders dan bondholders, yang secara langsung memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis dibangun dengan paradigma berbasis ekonomi atau single P (Profit).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Pemangku Kepentingan (Stakeholders Theory)

BAB 1 PENDAHULUAN. pengambilan keputusan pendanaan yang aman dan menguntungkan.

BAB I PENDAHULUAN. menerbitkan sustainability report. Sustainability report mulai diterapkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terakhir. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terjadi peningkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pembahasan yang dilakukan oleh peneliti merujuk penelitian-penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. Teori agensi didasarkan pada pandangan bahwa perusahaan sebagai sekumpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk

BAB II LANDASAN TEORI Luas Pengungkapan dalam Laporan Tahunan. informasi keuangan dan bukan keuangan yang membantu stakeholders dalam

Pedoman Tata Kelola Perusahaan PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan risiko tersebut kepada pihak lain. terdiri dari pengungkapan kuantitatif dan kualitatif. Untuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. return atas investasinya dengan benar. Corporate governance dapat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah good corporate governance pertama kali diperkenalkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. melakukan perluasan usaha agar dapat terus bertahan dan bersaing. Tujuan

PT. MALINDO FEEDMILL, Tbk. No. Dokumen = 067/CS/XI/13 PIAGAM KOMITE AUDIT. Halaman = 1 dari 10. PIAGAM Komite Audit. PT Malindo Feedmill Tbk.

BAB II LANDASAN TEORI

PEDOMAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK (GOOD CORPORATE GOVERNANCE/GCG)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi atau single P (Profit). Pada paradigma single P (Profit), tujuan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Teori keagenan (Agency Theory) menjadi dasar bagi perusahaan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan merupakan tujuan yang dicapai untuk menarik stakeholders untuk

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam dunia bisnis dan usaha saat ini, corporate governance atau yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Umumnya dalam pengelolaan perusahaan, laporan keuangan merupakan

PEDOMAN DAN KODE ETIK DEWAN KOMISARIS A. LANDASAN HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sedangkan laporan keuangan penting bagi para pihak eksternal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan perusahaan dilakukan oleh dua pihak berbeda, dalam hal ini pihak principal

BAB 1 PENDAHULUAN. Lemahnya good corporate governance (GCG) yang ada di negara-negara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk memastikan

BAB I. Pendahuluan. dengan perkembangan perusahaan. Pendirian perusahaan-perusahaan ini tentunya

BAB 1 PENDAHULUAN. penawaran umum kepada publik atau go public diwajibkan untuk menyampaikan

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi iklim yang tidak menentu saat ini yang ditandai dengan global

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Teori agensi mengistilahkan pemilik sebagai principal, sedangkan manajer

BAB I PENDAHULUAN. efektivitas pencapaian tujuan perusahaan. Seiring dengan berkembangnya. mendorong kesinambungan dan kelangsungan hidup perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat krisis tahun , perusahaan perusahaan Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang tidak sepadan (mismatched), tidak hati-hati (prudent), tidak

PIAGAM KOMITE AUDIT 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. tanggal 19 Oktober Pada saat itu pengaruh financial perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Untuk melihat kinerja suatu perusahaan, para stakeholder akan menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan suatu perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. informasi yang memadai diberikan oleh perusahaan karena mempunyai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kondisi yang semakin berubah. Perusahaan menyampaikan informasi melalui

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Teori agensi berkaitan dengan hubungan antara manajemen perusahaan (agent)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Komite Cadbury mendefinisikan Corporate Governance sebagai sistem yang

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas perusahaan menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada pada

BAB I PENDAHULUAN. independen mengalami peningkatan. Laporan keuangan merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (profit), tetapi juga bertanggung jawab kepada masyarakat (people) dan bumi

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS

BAB 1 PENDAHULUAN. Teori kontrakting atau bisa disebut juga teori keagenan (agency

BAB I PENDAHULUAN. keuangan harus menyajikan informasi yang berintegritas tinggi (PSAK no. 1,

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan yang terjadi menjadikan masyarakat sebagai stakeholder semakin. kegiatan bisnisnya terhadap lingkungan dan sekitarnya.

PT. BUANA FINANCE, TBK PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan atau dalam bahasa Inggris adalah enterprise terdiri dari satu

BAB I PENDAHULUAN. obligasi. Investasi dalam bentuk saham sebenarnya memiliki risiko yang tinggi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah

Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Principal (pemegang saham) dengan Agent (manajerial) dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PIAGAM KOMITE AUDIT DAN RISIKO USAHA (BUSINESS RISK AND AUDIT COMMITTEES CHARTER) PT WIJAYA KARYA BETON Tbk. BAGIAN I

BAB I PENDAHULUAN. transparan. Oleh karena itu, baik perusahaan publik maupun tertutup harus memandang good

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari komponen corporate

BAB 1 PENDAHULUAN. Didirikannya sebuah perusahaan memiliki tujuan yang jelas yang terdiri dari:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINAJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian dunia telah berkembang dengan pesat dan persaingan bisnis

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)

Audit Committee Charter- SSI. PT SURYA SEMESTA INTERNUSA Tbk. PIAGAM KOMITE AUDIT (AUDIT COMMITTEE CHARTER)

PT MULTI INDOCITRA Tbk PIAGAM KOMITE AUDIT

DAFTAR ISI CHARTER KOMITE AUDIT PT INDOFARMA (Persero) Tbk

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Bagi perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh masyarakat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada teori

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Astuti (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Karakteristik Perusahaan Dan Good Corporate Governace Terhadap Luas Pengungkapan sustainability report dalam menganalisis menggunakan regresi berganda menunjukkan ukuran perusahaan, dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan sustainability report, sedangkan profitabilitas, tingkat kepemilikan saham publik tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Rosyid (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Good Corporate Governance Terhadap Sustainability Report Pada Perusahaan BUMN Yang Listed Di BEI dalam menganalisis menggunakan regresi linier menunjukkan bahwa ROA, dewan direksi dan komite audit berpengaruh terhadap sustainability report, sedangkan kepemilikan saham manajerial dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Aniktia dan Khafid (2015) dengan judul penelitian pengaruh mekanisme Good Corporate Governance dan kinerja keuangan terhadap Sustainability Report dalam menganalisis menggunakan regresi logistik menunjukkan komite audit, governance commitee, leverage berpengaruh terhadap sustainability report, sedangkan komisaris independen, kepemilikan manajerial, dan profitabilitas tidak berpengaruh terhadap sustainability report. Zakiyah (2016) dengan judul penelitian Pengaruh Good Corporate Governance, size, dan kinerja keuangan terhadap pengungkapan sustainability 6

7 report dalam menganalisis menggunakan statistik deskriptif dan analisis regresi berganda menunjukkan komite audit, rapat dewan komisaris, ukuran perusahaan, leverage, dan likuiditas tidak berpengaruh terhadap pengungkapann sustainability report. Berdasarkan review dari penelitian terdahulu maka peneliti tertarik meneliti Pengaruh Struktur Corporate Governance Terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015. B. Teori dan Kajian Pustaka 1. Teori Agensi Teori agensi dalam perusahaan mengidentifikasi adanya pihak-pihak dalam perusahaan yang memiliki berbagai kepentingan untuk mencapai tujuan dalam kegiatan perusahaan. Teori ini muncul karena adanya hubungan antara prinsipal dan agen. Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Pemegang saham sebagai prinsipal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut. Teori ini berusaha untuk menggambarkan faktor-faktor utama yang sebaiknya dipertimbangkan dalam merancang kontrak insentif (Jensen dan Meckling, 1976). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Terjadinya konflik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agen bertindak tidak sesuai dengan kepentingan

8 prinsipal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Teori Agensi mampu menjelaskan potensi konflik kepentingan diantara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan tersebut. Konflik kepentingan ini terjadi dikarenakan perbedaan tujuan dari masing-masing pihak berdasarkan posisi dan kepentingannya terhadap perusahaan. Sebagai agen, manajer bertanggung jawab secara moral untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal), namun demikian manajer juga menginginkan untuk selalu memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda di dalam perusahaan dimana masing -masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki (Aziz, 2014). Sehingga konflik terjadi ketika adanya perbedaan manajer dengan pemangku kepentingan, apabila salah satu pihak memberikan informasi yang kurang jelas maka akan sulit untuk mengungkapkan Sustainability report dengan baik. 2. Corporate Governance Corporate governance merupakan tata kelola perusahaan yang memiliki agenda yang lebih luas lagi dimasa yang akan datang. Fokus dari akuntabilitas perusahaan yang semula masih terkonsentrasi atau berorientasi pada para pemegang saham (stakeholder), sekarang menjadi lebih luas dan untuk tata kelola perusahaan juga harus memperhatikan kepentingan stakeholder. Akibat yang muncul dari pergeseran paradigma ini, tata kelola perusahaan harus mempertimbangkan masalah seperti sustainability report. Pengungkapan terhadap aspek ekonomi (economic), lingkungan (environmental), dan sosial (sosial) sekarang ini menjadi cara bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan bentuk

9 akuntabilitasnya kepada stakeholder. Hal ini dikenal dengan nama sustainability reporting atau triple bottom line reporting yang direkomendasikan oleh Global Reporting Initiative (GRI) (Aziz, 2014). Untuk meningkatkan keberhasilan usaha, perusahaan perlu menerapkan prinsip-prinsip corporate governance, Menurut pedoman umum Corporate governance Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) tahun 2006, prinsip-prinsip tersebut meliputi 5 aspek, yaitu a. Tranparansi (Tranparency) Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan suatu bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang bersifat material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang di isyaratkan oleh perundang undangan saja akan tetapi juga beberapa hal terkait dengan pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentinganya lainya. b. Akuntabilitas (Accountability) Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara tranparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikeola dengan benar oleh pihak yang terkait seperti manajemen, akan tetapi hal itu harus mempertimbangkan akan kebutuhan pemagang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan syarat dasar agar mencapai kinerja yang berkesinambungan. c. Responsibilitas (Responsibility)

10 Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan agar terpelihara kesinambungan usaha jangka panjang. d. Independensi (Independency) Demi terlaksananya asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing masing dari organ perusahaan tidak saling mendominasi atau tidak ada intervensi dengan pihak yang lain. e. Kewajaran dan Keseteraan (Fairness) Dalam melaksanakan kegiatanya, perusahaan harus memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaran. Dalam penelitian ini stuktur Corporate governance dapat diproksikan dengan jumlah rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen serta jumlah rapat komite audit. Penjelasan tentang proksi corporate governance yaitu : 2.1. Dewan Direksi Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan perusahaan yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu kepengurusan, manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa dewan direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi merupakan salah satu dari organ corporate governance, sehingga dewan direksi perlu untuk

11 mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sesuai dengan prinsip GCG. 1.2. Dewan Komisaris Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Menurut Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007 pada pasal 108 ayat (5) perusahaan perseroan terbatas wajib memiliki paling sedikitnya dua anggota dewan komisaris. 1.3. Komisaris Independen Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG, 2006). Komisaris Independen diatur dalam peraturan

12 BAPEPAM No: KEP-315/BEJ/06-2000 yang disempurnakan dengan keputusan No:KEP-339/BEJ/07-2001 yang menyatakan bahwa setiap perusahaan publik wajib memiliki komisaris independen untuk menciptakan tata kelola perusahaan yang baik. 1.4. Komite Audit Dalam Pedoman GCG Indonesia (KNKG, 2006) dijelaskan bahwa, Komite Audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. 3. Sustainability report Sustainability report atau laporan berkelanjutan adalah suatu praktek pengukuran, pengungkapan, serta akuntabilitas suatu perusahaan bertanggung jawab atas kinerja perusahaannya untuk pembangunan berkelanjutan kepada para pemangku kepentingan atau stakeholder baik internal maupun eksternal, selain itu laporan ini juga bisa dikatakan laporan pertanggungjawaban perusahaan dalam bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan (Aziz, 2014). Pengungkapan sustainability report merupakan cara untuk mendapatkan perhatian dalam bisnis global saat ini dan salah satu kriteria dalam menilai tanggung jawab sosial suatu perusahaan sehingga kebanyakan pemimpin-pemimpin perusahaan dunia sudah menyadari bahwa tidak hanya laporan keuangan yang dibutuhkan oleh para

13 stakeholder, namun laporan pertanggungjawaban terhadap sosial dan lingkungan juga dibutuhkan agar stakeholder dapat menerima kinerja yang dilakukan oleh perusahaan tersebut (Nasir et al., 2014). Tujuan dari pengungkapan sustainability report adalah perusahaan akan lebih peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar tidak hanya pada keuntungan saja, meningkatkan nama baik perusahaan, mengurangi dampak resiko kerugian, meningkatkan daya saing perusahaan, meningkatkan kepercayaan terhadap para pemangku kepentingan, dan sebagai bahan analisis bagi investor. Kualitas pengungkapan sustainability report yang baik terdiri atas dua ikhtisar pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Pengungkapan standar umum dibagi menjadi tujuh bagian: strategi dan analisis, profil organisasi, aspek material dan boundary teridentifikasi, hubungan dengan pemangku kepentingan, profil laporan, tata kelola, serta Etika dan Integritas dengan keseluruhan indikator berjumlah 58 item. Standar khusus mengatur mengenai pengungkapan yang dapat dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3 kategori. Kategori tersebut meliputi kategori ekonomi, kategori lingkungan dan kategori sosial dengan keseluhan indikator 91 item (GRI, 2013). 4. Global Reporting Initiative (GRI) Global Reporting Initiative (GRI) merupakan suatu kerangka untuk terbentuknya suatu laporan berkelanjutan suatu perusahaan (sustainability report). Sustainability report memberikan informasi tentang dampak suatu perusahaan terhadap aspek lingkungan dan sosial selain dari aspek ekonominya. Dengan adanya pedoman ini, akan menghasilkan informasi yang handal, relevan, serta

14 terstandarisasi dalam upaya pengambilan keputusan pemangku kepentingan. Pedoman GRI G4 merupakan generasi keempat bagi pedoman pembuatannya laporan berkelanjutan yang di terbitkan pada Mei 2013. Terbitnya GRI G4 merupakan hasil tertinggi dari pertukaran pemikiran dari para stakeholder serta beberapa pakar dunia baik itu dari perusahaan, masyarakat sipil, organisasi buruh, akademisi, dan lembaga keuangan. Tujuan GRI G4 adalah untuk memabantu dalam penyusunan laporan keberlanjutan yang bermakna, lengkap, serta terarah menjadi suatu praktik standar (GRI, 2013). Standar GRI dipilih karena lebih memfokuskan pada standar pengungkapan berbagai kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, dan pemanfaatan sustainability reporting. Sama seperti pedoman yang sebelumnya, pedoman ini terdiri atas dua ikhtisar pengungkapan yaitu standar umum dan standar khusus. Standar khusus mengatur mengenai pengungkapan yang dapat dilaporan perusahaan yang dibagi ke dalam 3 kategori. Kategori tersebut meliputi kategori ekonomi, kategori lingkungan dan kategori sosial. Pada pedoma GRI G4 kategori sosial dibagi menjadi beberapa sub-kategori yang meliputi praktik ketenagakerjaan dan kenyamanan bekerja, hak asasi manusia, masyarakat serta tanggung jawab atas produk (GRI, 2013). 5. Pengungkapan Pengungkapan (disclosure) secara harfiah berarti tidak menutupi atau tidak menyembunyikan Pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan merupakan sumber informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi yang menjadi sarana pencapaian efisiensi dan sebagai sarana akuntabilitas publik yang signifikan

15 (Andriyanto dan Metalia,2011). Yang dimaksud dengan pengungkapan (disclosure) menurut Kamus Besar Akuntansi adalah informasi yang diberikan sebagai lampiran/pelengkap bagi laporan keuangan dalam bentuk catatan kaki atau tambahan (suplemen). Informasi ini memberikan suatu elaborasi atau penjelasan tentang posisi keuangan dan hasil operasi suatu perusahaan. Pada dasarnya pengungkapan informasi akuntansi yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan keuangan bertujuan untuk menyampaikan informasi yang penting bagi pengguna laporan keuangan dalam rangka pengambilan keputusan. Hal ini menjelaskan bahwa melalui pengungkapan, pengguna laporan keuangan akan memperoleh informasi dan gambaran yang jelas mengenai transaksi atau kejadian-kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi perusahaan atau entitas pada suatu periode pelaporan. Pengungkapan dalam laporan keuangan perusahaan dibagi menjadi 2, yaitu: a. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure) Merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh peraturan yang berlaku dan telah ditetapkan oleh badan regulator atau lembaga yang berwenang (Andriyanto dan Metalia,2011). Peraturan yang dikeluarkan oleh ketua Bapepam No 38/PM/1996 tanggal 17 Januari 1996 mengenai laporan tahunan bahwa yang dimaksud dengan pengungkapan wajib adalah meliputi semua pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. b. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) Merupakan pengungkapan informasi yang melebihi dari yang telah diwajibkan oleh lembaga yang berwenang. Dalam hal ini, perusahaan akan

16 mengungkapkan informasinya secara sukarela. Pada umumnya pengungkapan sukarela merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh manajer perusahaan untuk menarik perhatian para investor sehubungan dengan keputusan investasi pada perusahaan, dimana manajer akan mengungkapkan informasi yang menurut pertimbangannya adalah good news dan sangat diminati oleh investor. C. Kerangka Pikiran Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, peneliti mengindikasikan struktur corporate governance yang diproksikan dengan jumlah rapat dewan direksi, jumlah rapat dewan komisaris, proporsi komisaris independen, dan jumlah rapat komite audit diduga mempengaruhi pengungkapan sustainability report. Untuk membantu dalam memahami struktur Corporate governance yang diduga mempengaruhi pengungkapan sustainability report diperlukan suatu kerangka pemikiran. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, disusun hipotesis yang merupakan alur pemikiran dari peneliti kemudian digambarkan dalam kerangka teoritis yang disusun sebagai berikut : Dewan Direksi Dewan Komisaris Komisaris Independen Kualitas Pengungkapan Sustainability report Komite Audit

17 D. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Direksi Terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Berdasarkan KNKG (2006) menyatakan fungsi pengelolaan perusahaan yang dilakukan dewan direksi mencangkup lima fungsi yaitu kepengurusan, manajemen resiko, pengendalian internal, komunikasi dan tanggung jawab sosial. Tugas tanggung jawab sosial menjabarkan bahwa dewan direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Dewan direksi merupakan salah satu dari komponen mewujudkan GCG sehingga dewan direksi perlu untuk mengungkapkan informasi mengenai tanggung jawab sesuai dengan prinsip GCG. Salah satu hal yang mendukung dari adanya GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability report. Sustainability report merupakan media untuk memberikan informasi kepada para stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi lingkungan dan sosial. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan direksi wajib mengadakan rapat direksi secara berkala paling kurang 1 kali dalam setiap bulan. Jika semakin sering rapat yang diadakan oleh dewan direksi maka dapat meningkatkan koordinasi dan pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan menjadi lebih baik. Penelitian Raharjo (2014) menunjukkan

18 variabel dewan direksi berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan: H1 : Jumlah rapat dewan direksi berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan Sustainability report. 2. Pengaruh Jumlah Rapat Dewan Komisaris Terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Dewan komisaris adalah dewan yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada direksi. Di Indonesia, dewan komisaris ditunjuk oleh RUPS dan di dalam UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dijabarkan mengenai fungsi wewenang dan tanggung jawab dari dewan komisaris. Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2014 menjelaskan bahwa dewan komisaris wajib mengadakan rapat paling kurang 1 kali dalam 2 bulan. Jika semakin seringnya rapat dewan komisaris dilakukan, maka dapat meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi kualitas pengungkapan sustainability report. Penelitian Astuti (2016) membuktikan bahwa dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan: H2 : Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan Sustainability report.

19 3. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability Report Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 tahun 2007, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa bagi perusahaan berbentuk perseroan Terbatas, maka wajib memiliki paling sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan Komisaris. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Dewan Komisaris terdiri dari komisaris independen dan komisaris nonindependen. Komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi, sedangkan komisaris non-independen merupakan komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi (KNKG, 2006). Maka dari itu dengan adanya komisaris independen di suatu perusahaan akan memiliki peran pengawasan dalam melaksanakan GCG, sehingga perusahaan akan lebih baik karena komisaris independen tidak memiliki hubungan yang spesial terhadap beberapa pihak. Dengan komisaris independen yang baik maka adanya pengungkapan laporan berkelanjutan atau Sustainability report

20 perusahaan agar informasi yang ada didalamnya dapat digunakan oleh stakeholder tidak hanya informasi keuangan namun juga informasi lingkungan dan sosial. Penelitian yang dilakukan Sari dan Marsono (2013) menunjukkan proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan: H3 : Proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan Sustainability report. 4. Pengaruh Jumlah Rapat Komite Audit Terhadap Kualitas Pengungkapan Sustainability report Dalam Pedoman GCG Indonesia KNKG (2006) dijelaskan bahwa, Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i) laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik, (iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan standar audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen. Salah satu hal yang mendukung dari adanya GCG yaitu dengan pengungkapan sustainability report. Sustainability report merupakan media untuk memberikan informasi kepada para stakeholder baik itu informasi keuangan maupun informasi lingkungan dan sosial. Berdasarkan keputusan Ketua Bapepam Nomor Kep- 24/PM/2004 dalam peraturan Nomor IX.1.5 menjelaskan bahwa komite audit mengadakan pertemuan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal

21 rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar perusahaan. Sedangkan, menurut pernyataan Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI) menyatakan bahwa frekuensi rapat komite audit dilakukan minimal 2 kali dalam 1 bulan sehingga minimal diperlukan 24 kali pertemuan dalam setahun. Jika semakin seringnya rapat komite audit dilakukan, maka dapat meningkatkan koordinasi dan meningkatkan pelaksanaan pengawasan serta memberikan saran tentang informasi yang harus diungkapkan dalam sustainability report menjadi lebih baik dan efektif sehingga dapat mempengaruhi pengungkapan sustainability report. Penelitian Raharjo (2014) menunjukkan variabel komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan sustainability report. Dengan demikian hipotesis yang diajukan: H4 : Jumlah rapat komite audit berpengaruh terhadap kualitas pengungkapan Sustainability report.