INFO TEKNIS EBONI BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

dokumen-dokumen yang mirip
MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH

PROGRAM KEGIATAN TEKNIS 2017 BP2LHK MAKASSAR. Makassar, 2017

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

TIPOLOGI USAHA SUTERA ALAM DI KECAMATAN DONRI- DONRI KABUPATEN SOPPENG

MENGENAL MORFOLOGI, TIPE BUAH DAN BIJI PADA POHON KAYU KUKU (Pericopsis mooniana THW)

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

BENIH DAN PERKECAMBAHAN KAYU KUKU (Pericopsis mooniana THW)

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

TANAMAN PORANG Karakter, Manfaat dan Budidaya

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. transportasi, Wisata air, olah raga dan perdagangan. Karena kondisi lahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. disekitarnya. Telah menjadi realita bila alam yang memporak-porandakan hutan,

Oleh: Merryana Kiding Allo

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

TEKNIK PEMBIBITAN MERBAU (Intsia bijuga) Oleh : Budi Budiman, S.Hut, M.Sc Penyuluh Kehutanan Pusat

Ekologi Padang Alang-alang

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum mill) merupakan tanaman yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

Struktur organisasi Badan Litbang Kehutanan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN J A K A R T A

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

Oleh : Sri Wilarso Budi R

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak semua kerusakan alam akibat dari ulah manusia. yang berbentuk menyerupai cekungan karena dikelilingi oleh lima gunung

Nurhaedah M. ABSTRAK. Kata Kunci : Optimalisasi, lahan, usahatani, terpadu

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P. 34/Menhut-II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam dan luar negeri terhadap tanaman selada, komoditas ini mempunyai

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

BIOPOT SEBAGAI POT MEDIA SEMAI PENGGANTI POLYBAG YANG RAMAH LINGKUNGAN. Nursyamsi

JURNAL. Perbenihan Tanaman Hutan ISSN Vol. 1 No. 1, Agustus Tahun 2013

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

BAB II DESA PULOSARI. Desa Pulosari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

MANFAAT SAGU (Metroxylon spp.) BAGI PETANI HUTAN RAKYAT DI KABUPATEN KONAWE SELATAN. Nurhaedah M.*

AREN (Arenga pinnata MERR)

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI MELALUI PENGEMBANGAN AGROFORESTRY

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN LITBANG KEHUTANAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HHBK

MIKORIZA & POHON JATI

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

Edi Kurniawan RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. banyak ditanam di Amerika yang beriklim tropis, misalnya Mexico, Amerika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pohon merbau darat telah diklasifikasikan secara taksonomi sebagai berikut

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

Asrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH ( DPA SKPD )

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL Nomor : P. 07 /V-PTH/2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

ANALISIS USAHATANI TALAS KIMPUL DI NAGARI DURIAN GADANG KECAMATAN AKABULURU KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

TINJAUAN PUSTAKA Botani

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

BAB I PENDAHULUAN. industri. Menurut Napiah (2009) ketersediaan BBM indonesia hanya akan mencapai

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

WALIKOTA BITUNG PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN DAERAH KOTA BITUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU KOTA BITUNG

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 24/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEBUN BIBIT RAKYAT

Transkripsi:

ISSN : 0853-9200 INFO TEKNIS EBONI Vol. 12 No.2, Desember 2015 BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2 Hal. 87-148 Makassar Desember 2015 ISSN 0853-9200

INFO TEKNIS EBONI ISSN : 0853-9200 Info Teknis Eboni adalah publikasi ilmiah semi populer dari Balai Penelitian Kehutanan Makassar yang menerima dan mempublikasikan tulisan hasil penelitian dan tinjauan atau pemikiran ilmiah dari berbagai aspek kehutanan seperti silvikultur, konservasi, sosial ekonomi, pemanfaatan hasil hutan atau makalah kehutanan lainnya yang relevan dengan frekuensi terbit 2 kali setahun Penanggungjawab : Kepala Balai Penelitian Kehutanan Makassar Dewan Redaksi (Editorial Board) Ketua Merangkap Anggota Nurhaedah, SP, M.Si Anggota : Ir. Suhartati, MP. Ir. Mody Lempang, M.Si. Achmad Rizal HB, MT Ir. Merryana Kiding Allo Sekretariat Redaksi : Ketua : Kepala Seksi Data, Informasi dan Kerjasama Anggota : Ir. Sahara Nompo Masrum Kasmawati, S.Kom Diterbitkan oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alamat : Jalan Perintis kemerdekaan Km. 16 Makassar 90243, Sulawesi Selatan, Indonesia Telepon: 62-411-554049Fax: 62-411-554058 Email:info@balithutmakassar.org; datinfo.bpkmks@gmail.com Website: http://www.balithutmakassar.org

ISSN : 0853-9200 INFO TEKNIS EBONI Vol. 12 No. 2, Desember 2015 DAFTAR ISI MENGENAL MORFOLOGI, TIPE BUAH, DAN BIJI PADA POHON KAYU KUKU (Pericopsis Mooniana Thw) Suhartati, Nursyamsi dan Didin Alfaizin... 87-96 TUMBUHAN PORANG: PROSPEK BUDIDAYA SEBAGAI SALAH SATU SISTEM AGROFORESTRY Ramdana Sari dan Suhartati... 97-110 TANAMAN MURBEI SUMBER DAYA HUTAN MULTI- MANFAAT Wahyudi Isnan dan Nurhaedah Muin... 111-119 BIOPOT SEBAGAI POT MEDIA SEMAI PENGGANTI POLYBAG YANG RAMAH LINGKUNGAN Nursyamsi... 121-129 MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH Hasnawir, Heru Setiawan dan Wahyudi Isnan... 131-139 KAWASAN WALLACEA DAN IMPLIKASINYA BAGI PENELITIAN INTEGRATIF LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Achmad Rizal H. Bisjoe... 141-148

INFO TEKNIS EBONI Vol. 12 No.2, Desember 2015 ISSN 0853-9200 Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa ijin dan biaya Suhartati (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Nursyamsi (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Didin Alfaizin (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Mengenal Morfologi, Tipe Buah, dan Biji pada Pohon Kayu Kuku (Pericopsis Mooniana THW) Info Teknis Eboni, Vol. 12 No. 2, hal. 87-96 Kelestarian populasi dan produksi kayu kuku (Pericopsis mooniana) dapat ditunjang dengan tersedianya pengetahuan tentang morfologi, tipe buah dan biji sebagai pedoman untuk regenerasi. Selanjutnya, sebagai pedoman untuk upaya konservasi, reforestasi dan pembangunan hutan tanaman. Jenis ini termasuk Famili Leguminoceae, Spesies Pericopsis mooniana THW, dapat mencapai tinggi 24-40 m dan diameter 35-100 cm. Salah satu habitat jenis kayu kuku adalah Cagar Alam Lamedai, Sulawesi Tenggara. Habitat berupa dataran rendah, curah hujan ±1.000 mm, tanah podsolik dan alluvial. Kayu kuku memiliki berat jenis 0,87, kelas awet II, warna kayu cokelat muda, permukaan kayu licin. Kayu kuku digunakan untuk perabot, vinir, geladak kapal, jembatan, bantalan kereta api, dan kusen. Pohon kayu kuku berbuah setiap tahun, buah masak bulan April - September. Buahnya bentuk polong, biji mirip kancing, berukuran sedang. Buah satu kilogram menghasilkan 320 gram biji, atau ±704 butir biji, total biji yang dapat dijadikan benih ±2.857 butir biji/kg buah. Biji kayu kuku bersifat ortodoks menyebabkan biji sulit berkecambah, sehingga memerlukan skarifikasi untuk mempercepat perkecambahannya. Diharapkan tulisan ini dapat menjadi informasi bagi pihak pemerintah, swasta dan masyarakat yang akan meregenerasi jenis kayu kuku, agar produktivitasnya meningkat, selanjutnya dapat menjadi komoditas ekspor. Kata Kunci : Pericopsis mooniana THW, sebaran, potensi, kegunaan Ramdana Sari (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Suhartati (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Tumbuhan Porang: Prospek Budidaya Sebagai Salah Satu Sistem Agroforestry Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2, hal. 97-110 Porang (Amorphophallus oncophyllus Prain) merupakan salah satu jenis tumbuhan umbi-umbian yang termasuk dalam famili Araceae (talas-

talasan). Tumbuhan ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Pertumbuhannya membutuhkan naungan sehingga dapat dibudidayakan sebagai tanaman sela pada hutan rakyat atau hutan tanaman. Oleh karena itu, pengembangan tumbuhan porang dapat dikelola sebagai salah satu bentuk sistem agroforestry. Umbi porang dapat diolah menjadi bahan pangan, sehingga memanfaatkan umbi porang merupakan salah satu diversifikasi pangan. Selain itu, umbi porang dapat digunakan sebagai bahan baku kosmetik, obat-obatan dan bahan baku industri. Namun keterbatasan informasi dan pengetahuan tentang budidaya porang dan pengolahannya, sehingga belum banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Umbi porang mengandung kalsium oksalat yang menyebabkan rasa gatal dan zat konisin penyebab rasa pahit, sehingga perlu keterampilan mengenai cara pengolahannya. Umbi porang yang sudah diolah dapat menjadi komoditas ekspor, sehingga diharapkan masyarakat dapat mengenal umbi porang dan produk olahannya. Kata kunci : Amorphophallus oncophyllus Prain, budidaya, pengolahan Wahyudi Isnan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Nurhaedah Muin (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Tanaman Murbei Sumber Daya Hutan Multi-Manfaat Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2, hal. 111-119 Tanaman murbei (Morus spp.) merupakan salah satu jenis tanaman berkayu yang secara alami awalnya tumbuh dalam hutan. Tanaman murbei yang tidak dipangkas, akan tumbuh membesar seperti tanaman berkayu umumnya. Pemanfaatan tanaman murbei yang umum dikenal masyarakat masih terbatas pada penggunaan sebagai pakan ulat sutera. Komposisi kandungan dan struktur tanaman murbei baik pada akar, batang/ranting, daun dan buah memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak, panganan, obat-obatan, minuman kesehatan dan sebagai tanaman konservasi. Namun, hal ini belum banyak diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan petani murbei baik secara langsung maupun tidak langsung. Kata Kunci : Tanaman murbei, multi-manfaat, peluang, pendapatan. Nursyamsi (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Biopot sebagai Pot Media Semai Pengganti Polybag yang Ramah Lingkungan Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2, hal. 121-129 Polybag sebagai wadah untuk media tumbuh bibit di persemaian sudah lama dikenal. Penggunaan polybag ini tidak ramah lingkungan karena pada waktu penanaman bibit di lapangan, polybag tersebut akan dibuang

dan menjadi sampah sehingga lingkungan akan tercemar. Salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan adalah menggunakan pot media semai yang terbuat dari bahan organik. Pada waktu penanaman, bibit dapat langsung ditanam dengan potnya. Bahan dasar yang digunakan untuk biopot adalah bahan organik misalnya kompos, tanah liat dan mikroba tanah yang bermanfaat. Bibit yang ditanam di pot media semai mempunyai pertumbuhan yang lebih baik di lapangan dibandingkan bibit yang ditanam di polybag, sehingga biopot dapat dipertimbangkan menjadi alternatif pengganti polybag yang ramah lingkungan. Kata Kunci: Biopot, kompos, mikroba tanah Hasnawir (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Heru Setiawan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Wahyudi Isnan (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Monitoring dan Evaluasi Sub Daerah Aliran Sungai Kawatuna di Sulawesi Tengah Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2, hal. 131-139 Monitoring dan evaluasi terhadap daerah aliran sungai (DAS) merupakan paramater yang penting untuk menilai kinerja sebuah DAS. Tulisan ini memuat informasi monitoring dan evaluasi DAS pada aspek lahan dan tata air di sub DAS Kawatuna, DAS Palu Provinsi Sulawesi Tengah. Sub DAS Kawatuna adalah salah satu sub DAS di wilayah iklim kering dengan curah hujan tahunan rata-rata 729 mm/tahun. Monitoring dan evaluasi DAS pada aspek lahan menunjukkan bahwa tutupan lahan berupa hutan sekunder, pemukiman, pertanian lahan kering dengan topografi lahan dari datar, berombak, bergelombang, berbukit sampai bergunung. Berdasarkan kondisi iklim dan karakteristik biofisik sub DAS Kawatuna, daerah ini sangat sesuai untuk pengembangan budidaya bawang merah. Tingkat kekritisan lahan di sub DAS Kawatuna banyak dijumpai pada lahan berombak dan berbukit. Tingkat erosi bervariasi, untuk kategori ringan sekitar 57%, sedang 18%, berat sekitar 10% dan sangat berat sekitar 15%. Monitoring dan evaluasi pada aspek tata air sub DAS Kawatuna menunjukkan untuk Koefisien Regim Sungai (KRS) 4,54-16,50, Indeks Peggunaan Air (IPA) 0,46 dan Koefisien Variansi (CV) 0,08. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor: P.04/V-Set/2009 sub DAS Kawatuna termasuk dalam kategori baik. Kualitas air Sungai Kawatuna sebagian tercemar dan tingkat kekeruhan air cukup tinggi. Debit air harian rata-rata 2,86 m 3 /detik. Rendahnya curah hujan di sub DAS Kawatuna menyebabkan masalah ketersediaan air bersih dan kekeringan. Kata kunci: DAS Kawatuna, monitoring dan evaluasi, lahan, tata air.

Achmad Rizal H. Bisjoe (Balai Penelitian Kehutanan Makassar) Kawasan Wallacea dan Implikasinya bagi Penelitian Integratif Lingkungan Hidup dan Kehutanan Info Teknis Eboni Vol. 12 No. 2, hal. 141-148 Para pakar mendefinisikan kawasan Wallacea sebagai wilayah nusantara yang dipisahkan oleh dua daratan luas, yaitu Paparan Sunda di bagian barat dan Paparan Sahul di bagian timur. Kondisi tersebut memberikan kekhasan pada kawasan Wallacea yang secara imajiner dibatasi oleh garis-garis Wallace dan Lydekker. Kekhasan wilayah dapat dijadikan salah satu pertimbangan dasar tentang perlunya penelitian khusus berbasis wilayah, termasuk bidang kehutanan. Kebutuhan penelitian kehutanan di kawasan Wallacea saat ini dilayani oleh empat institusi penelitian kehutanan, yaitu Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Balai Penelitian Kehutanan Manado, dan Balai Penelitian Kupang yang bersifat balai umum dan Balai Penelitian HHBK Mataram yang bersifat balai khusus. Namun, institusi tersebut memiliki keterbatasan sesuai dengan tupoksi dalam melayani kebutuhan data dan informasi tentang kawasan Wallacea. Kebutuhan tersebut pada umumnya dijawab melalui kegiatan ekspedisi tim gabungan, seperti ekspedisi Wallacea tahun 2004 yang berfokus pada kehidupan laut. Tulisan ringan ini sekedar menggagas peluang penelitian integratif kehutanan yang dapat melengkapi informasi tentang Wallacea. Kata Kunci: Wallacea, kekhasan wilayah, penelitian integratif, kehutanan