BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. ketinggian tempat 41 m di atas permukaan laut pada titik koordinat LU

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Ciparay Kabupaten Bandung. Ketinggian tempat ±600 m diatas permukaan laut. dengan jenis tanah Inceptisol (Lampiran 1) dan tipe curah hujan D 3 menurut

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Politeknik Negeri Lampung yang berada pada

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Bahan yang digunakan adalah benih padi Varietas Ciherang, Urea, SP-36,

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

1) Dosen Fakultas Pertanian Unswagati Cirebon 2) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Kuningan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Faktor kedua adalah jumlah bibit per lubang yang terdiri atas 3 taraf yaitu : 1. 1 bibit (B 1 ) 2. 2 bibit (B 2 ) 3.

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

II. Materi dan Metode. Pekanbaru. waktu penelitian ini dilaksanakan empat bulan yaitu dari bulan

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan STIPER Dharma Wacana Metro,

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapang Terpadu

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

III. MATERI DAN METODE. Laboratorium Agronomi. Waktu penelitian dilakaukan selama ± 4 bulan dimulai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian,Perlakuan dan Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

III. METODE PENELITIAN

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

Lampiran 1: Deskripsi padi varietas Inpari 3. Nomor persilangan : BP3448E-4-2. Anakan produktif : 17 anakan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. sampai panen okra pada Januari 2017 Mei 2017 di lahan percobaan dan

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

III. MATERI DAN METODE. beralamat di Jl. H.R. Soebrantas No. 155 Km 18 Kelurahan Simpang Baru Panam,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Bahan Alat Rancangan Percobaan Yijk ijk

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan milik petani di Desa Dolat Rakyat-

BAHAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELTIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Agroteknologi Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sumber : Nurman S.P. (

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan 4. Tumpangsari antara Jagung dengan Kacang Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

I. MATERI DAN METODE. OT1 = Tanpa Olah Tanah OT2 =Olah Tanah Maksimum Faktor kedua :Mulsa (M)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

III. BAHAN DAN METODE

I. BAHAN DAN METODE. dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di lokasi : 1) Desa Banjarrejo, Kecamatan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Jawa Barat, dengan ketinggian 725 m di atas permukaan laut.

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan

III. MATERI DAN METODE

MATERI DAN METODE. dilaksanakan di lahan percobaan dan Laboratorium. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pakcoy (deskripsi

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. METODOLOGI PENELITIAN

Transkripsi:

14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan sawah Kecamatan Medan Tuntungan dengan ketinggian tempat 25 m di atas permukaan laut, dimulai dari bulan Maret 2017 sampai dengan selesai. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi dari varietas Ciherang, lahan sawah di Kecamatan Medan Tuntungan, cup air mineral sebagai wadah media semai, pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk urea, SP-36, KCl, dolomit, pestisida dan fungisida untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan sejumlah bahan-bahan di Laboratorium. Alat yang digunakan adalah cangkul digunakan untuk mengolah tanah dan membersihkan lahan penelitian, tali plastik digunakan sebagai pembatas setiap plot percobaan, meteran untuk mengukur luas lahan, timbangan analitik untuk menimbang bahan pendukung penelitian, spidol/pensil sebagai alat tulis, kamera sebagai alat dokumentasi, dan sejumlah alat-alat di Laboratorium. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang diulang sebanyak tiga kali yang diuji seperti berikut : Faktor I B1 B2 B3 : Jumlah Bibit (B) : 1 bibit per rumpun : 2 bibit per rumpun : 3 bibit per rumpun

15 Faktor II : Populasi Tanaman Berdasarkan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi (L) (Lampiran 3). L0 L1 L2 L3 L4 : Sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak : Sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak Sehingga diperoleh 15 kombinasi perlakuan sebagai berikut : B 1 L 0 B 1 L 1 B 1 L 2 B 1 L 3 B 1 L 4 B 2 L 0 B 2 L 1 B 2 L 2 B 2 L 3 B 2 L 4 B 3 L 0 B 3 L 1 B 3 L 2 B 3 L 3 B 3 L 4 Jumlah Ulangan : 3 Total Perlakuan : 15 x 3 = 45 perlakuan Model linier Rancangan Acak Lengkap Faktorial : Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + ijk Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i, faktor modifikasi sistem tanam legowo taraf ke-j pada ulangan ke-k µ : Rataan umum αi βj (αβ) ij : Pengaruh jumlah bibit pada taraf ke-i : Pengaruh populasi tanaman pada taraf ke-j : Interaksi antara jumlah bibit pada taraf ke-i dan populasi tanaman legowo pada taraf ke-j ijk : Galat percobaan untuk faktor jumlah bibit taraf ke-i dan pengaruh populasi tanaman taraf ke-j pada ulangan ke-k

16 Selanjutnya data di analisis dengan Analisis Varian pada setiap parameter yang di ukur dan di uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan Uji Jarak Duncan (Duncan s Multiple Range Test) pada taraf 5 % dan 1 %. Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan Pengolahan tanah dilakukan secara sempurna kemudian dibuat petakan ukuran 2 m x 1,5 m sebanyak 45 petakan. Saluran air masuk dan air keluar diatur sedemikian rupa sehingga sistem pengairan berjalan baik dan lancar dengan sumber pengairan berasal dari irigasi dan hujan. Pemupukan dilakukan sebanyak satu kali dan diberikan sesuai dengan target produksi yang akan dicapai yaitu 10 ton/ha. Pupuk diaplikasikan pada saat pengolahan lahan dengan dosis 10,333 Kg urea/lahan, 4,969 Kg SP-36/lahan, 11,949 Kg KCl/lahan, dan 11,663 Kg dolomit/lahan (Lampiran 4). Kemudian keempat pupuk tersebut diaplikasikan ke tanah, dan tanah diolah kembali sehinga pupuk dapat tercampur merata di dalam tanah. Persemaian Sebelum melakukan persemaian, benih direndam terlebih dahulu. Benih yang mengapung dibuang dan benih yang tenggelam direndam selama 48 jam. Setelah itu, benih ditiriskan selama satu malam hingga berkecambah. Benih padi lalu disemai di dalam cup air mineral yang telah berisi media tanam yang sesuai selama 2 minggu. Setelah 2 minggu benih siap di pindahkan ke lubang tanam menurut perlakuan yang telah ditentukan.

17 Penanaman Penanaman di lahan dilakukan ketika umur bibit 2 minggu setelah semai. Jumlah bibit yang ditanam per lubang dilakukan sesuai perlakuan, yaitu 1 bibit per lubang tanam, 2 bibit per lubang tanam, dan 3 bibit per lubang tanam. Pemeliharaan Pengendalian hama penyakit dilakukan terhadap tanaman yang terserang hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dan fungisida sesuai gejala serangan yang ditemukan di lapangan. Penyiangan dilakukan secara manual dengan membersihkan gulma pada setiap petakan. Pemanenan Pemanenan dilakukan ketika tanaman telah menunjukkan kriteria matang panen dengan ciri-ciri daun bagian atas mengering, gabah matang penuh, keras dan berwarna kuning dan dilakukan dengan cara memotong batang dibawah malai dengan menggunakan sabit. Parameter Penelitian A. Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Pengamatan pertumbuhan tanaman padi sawah dilakukan saat tanaman memasuki masa vegetatif awal hingga masa vegetatif akhir dengan interval waktu satu kali dalam dua minggu. Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Tinggi tanaman per sampel (cm) 2. Jumlah anakan per rumpun per sampel (batang)

18 B. Produksi Tanaman Padi Sawah Pengamatan produksi tanaman padi sawah dilakukan pada saat panen. Pengamatan yang dilakukan meliputi : 1. Jumlah malai per sampel (malai) 2. Bobot gabah bruto per plot (gram) 3. Bobot gabah netto per plot (gram) 4. Bobot gabah hampa per plot (gram) 5. Bobot gabah 1000 butir per plot (gram) 6. Bobot jerami kering per plot (gram)

19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Pertumbuhan Hasil analisis sidik ragam yang terdapat pada Lampiran 12 sampai Lampiran 17 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, namun berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan. Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman hanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur pengamatan 6 MST. Tinggi Tanaman per Sampel (cm) Hasil uji beda rataan pengaruh interaksi jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman (cm) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh Interaksi Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman Terhadap Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST Perlakuan Pengamatan 2 MST 4 MST 6 MST B1L0 43,55 61,79 86,15 bc B1L1 44,69 64,99 86,13 bc B1L2 43,75 65,26 86,47 bc B1L3 43,20 64,17 85,88 bc B1L4 46,24 63,81 84,79 bc B2L0 42,97 64,58 87,83 bc B2L1 44,41 62,57 84,61 bc B2L2 43,65 69,81 87,49 bc B2L3 45,86 77,91 95,90 a B2L4 44,50 58,69 82,55 c B3L0 44,50 67,63 89,69 ab B3L1 43,64 67,59 87,21 bc B3L2 46,33 69,11 88,83 bc B3L3 43,97 62,01 82,44 c B3L4 45,99 61,17 82,94 c Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

20 Hasil uji beda rataan pada taraf 5% yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Namun, interaksi antara kedua perlakuan tersebut berpengaruh nyata pada akhir masa pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit, populasi tanaman, maupun interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada 6 MST rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan B2L3 (2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak) yaitu sebesar 95,90 cm yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan B3L0, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 82,33 cm yang hanya berbeda nyata dengan perlakuan B2L3, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan B2L3 merupakan kombinasi terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman karena dapat memanfaatkan unsur hara paling optimal, sehingga menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah Anakan per Rumpun Sampel (batang) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap jumlah anakan pada umur pengamatan 2 MST, 4 MST, 6 MST disajikan pada Tabel 2.

21 Tabel 2. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Rata - Rata Jumlah Anakan (batang) per Rumpun Sampel Tanaman Padi Sawah Umur Pengamatan Jumlah Bibit Populasi Tanaman L0 L1 L2 L3 L4 ---------------------------------------batang-------------------------------- Rataan B1 1.824,48 2.355,60 3.762,00 4.024,02 5.916,60 3.576,54cC 2 MST B2 2.322,72 3.607,80 5.387,64 6.565,02 7.554,40 5.087,52bB B3 4.062,24 4.327,80 7.012,14 8.431,50 9.264,40 6.619,62aA Rataan 2.736,48eE 3.430,40dD 5.387,26cC 6.340,18bB 7.578,47aA 5.094,56 B1 7.360,8 7.740,6 12.141 14.650 13.564,1 11.091,3cC 4 MST B2 9.342,24 10.132,8 11.357,8 12.263 17.339,4 12.087,1bB B3 9.391,68 11.422,8 14.165,6 17.710 22.824,7 15.103aA Rataan 8.698,24dD 9.765,4dD 12.554,8cC 14.874,3bB 17.909,4aA 12.760,44 B1 9.360,00 10.908,00 15.960,00 17.340,40 20.113,40 14.736,36 6 MST B2 10.905,60 11.316,00 13.155,60 12.196,80 19.750,50 13.464,90 B3 11.913,60 10.668,00 13.566,00 17.833,20 17.290,00 14.254,16 Rataan 10.726,40dD 10.964,00dD 14.227,20cC 15.790,13bB 19.051,30aA 14.151,81 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar)

22 Dari uji beda rataan pada taraf 5% dan 1% yang tersaji pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan jumlah bibit memberikan pengaruh nyata pada umur pengamatan 2-4 MST, namun tidak berpengaruh nyata pada umur pengamatan 6 MST. Pada minggu pengamatan ke 2 dan 4, perlakuan 3 bibit per rumpun menghasilkan rata-rata anakan tertinggi masing-masing sebesar 6.619,62 dan 15.103 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan 1 bibit dan 2 bibit. Sedangkan, rata-rata anakan terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun yaitu masing-masing sebesar 3.576,54 dan 11.091,3 batang pada umur pengamatan 2-4 MST. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Hasil pengamatan terhadap jumlah anakan padi per rumpun setelah dianalisis dengan uji F pada taraf 5% dan 1% memperlihatkan bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh nyata pada semua umur pengamatan. Pada minggu ke 2, rataan anakan tertinggi dihasilkan pada perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak), yaitu sebanyak 7.578,47 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan L0, L1, L2, dan L4. Sedangkan rataan jumlah anakan terendah dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu sebanyak 2.736,48 batang yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Pada minggu ke 4 dan ke 6, rataan jumlah anakan tertinggi dihasilkan pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak), yaitu masing-masing sebesar 17.909,4 dan 19.051,30 batang yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak), namun berbeda nyata dengan perlakuan L0, L1, dan L2.

23 Sedangkan, rataan jumlah anakan padi paling sedikit terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), yaitu masing-masing sebesar 8.698,24 dan 10.726,40 batang yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi tanaman maka akan semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, Gambar 2 memperlihatkan grafik hubungan jumlah bibit terhadap jumlah anakan tanaman (batang) pada umur pengamatan 4 MST dan hubungan antara populasi tanaman terhadap jumlah anakan tanaman (batang) pada umur pengamatan 6 MST. (a) (b) Jumlah Anakan (batang) 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 y = 2005.8x + 8748.8 R² = 0.9221 0 2 4 Jumlah Bibit Jumlah Anakan (batang) 25000 20000 15000 10000 5000 0 y = 0,1351x 2 + 25,649x + 9121,6 R² = 0,99 0 100 200 Populasi Tanaman Gambar 2. Grafik Hubungan Jumlah Anakan Tanaman (batang) per Rumpun Sampel dengan Jumlah Bibit Pada Umur Pengamatan 4 MST (a) dan Populasi Tanaman Pada Umur Pengamatan 6 MST (b) Gambar 2 (a) menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear positif antara jumlah bibit dan jumlah anakan tanaman, dimana jumlah anakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 2 (b) menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuadratik postif antara populasi tanaman dengan jumlah anakan yang dihasilkan, dimana jumlah anakan akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi yang optimum dan

24 akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum terdapat pada populasi tanaman sebesar 94.925 rumpun per petak dengan jumlah anakan yang dihasilkan sebesar 2.443.887,1 batang. Parameter Produksi Hasil analisis sidik ragam parameter produksi tanaman padi, dapat dilihat pada Lampiran 18 sampai dengan Lampiran 29 menunjukkan bahwa jumlah bibit dan populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah malai per sampel (malai), bobot gabah bruto per plot (plot), bobot gabah netto per plot (g), dan bobot jerami kering per plot (g), tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 butir gabah (g). Interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman tidak berpengaruh nyata pada semua parameter. Jumlah Malai per Sampel (malai) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap jumlah malai per sampel (malai) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Jumlah Malai per Sampel (malai) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L4 ----------------------------malai---------------------------- B1 2.625 2.688 5.189 3.573 5.916 3.836 B2 2.381 2.616 2.614 4.596 7.554 3.173 B3 2.400 3.048 2.553 2.956 9.261 2.904 Rataan 2.469dD 2.784cC 3.452bB 3.709bB 4109aA 3.304 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% Hasil uji rataan pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 3 memperlihatkan bahwa jumlah bibit tidak memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah malai, sedangkan populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah

25 malai, dimana rataan jumlah malai tertinggi terdapat pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 4.109 malai yang berbeda nyata terhadap perlakuan L0, L1, L2, dan L3. Sedangkan, hasil terendah terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) sebesar 2.469 malai yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan L1, L2, L3 dan L4. Hasil ini mengindikasikan bahwa semakin banyak populasi tanaman maka akan semakin banyak jumlah malai yang dihasilkan. Untuk lebih jelasnya, Gambar 3. memperlihatkan grafik hubungan terhadap jumlah malai per sampel (malai) dengan populasi tanaman. Jumlah Malai (malai) 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 y = -0.0313x 2 + 18.242x + 1732.1 R² = 0.9881 0 50 100 150 200 Populasi Tanaman Gambar 4. Grafik Hubungan Jumlah Malai per Sampel (malai) dengan Populasi Tanaman Gambar 4 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara jumlah malai yang dihasilkan dengan populasi tanaman, dimana jumlah malai akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut adalah 291,50 rumpun per petak dengan jumlah malai yang dihasilkan sebanyak 925,81 malai.

26 Bobot Gabah Bruto per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah bruto per plot (g) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Bruto per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) ----------------------------------(g)-------------------------- B1 2.642 2.626 3.038 2.424 2.100 2.566a B2 2.600 2.930 1.752 1.334 1.284 1.980b B3 2.666 2.258 1.790 1.756 1.258 1.945c Rataan 2.636aA 2.604aA 2.193bB 1.838cC 1.547dD 2.163 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5% pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada keseluruhan perlakuan. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit yaitu sebesar 2.566 gram dan jika dikonversikan ke hektar mencapai 8,5 ton/ha. Sedangkan bobot gabah bruto terendah diperoleh pada perlakuan 3 bibit yaitu sebesar 1.945 gram dengan hasil per hektarnya mencapai 6,4 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah bobot bruto yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit, tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto. Hasil pengamatan dengan menggunakan uji statistik pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 4 menunjukkan bahwa faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah bruto pada keseluruhan perlakuan. Rata-rata bobot bruto tertinggi juga terdapat pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak)

27 yaitu sebesar 2.636 gram atau setara dengan 8,7 ton/ha. Sedangkan bobot gabah bruto yang terendah terdapat pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) sebesar 1.547gram per plot atau setara dengan 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot bruto yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah bruto per plot dengan jumlah bibit dan populasi tanaman disajikan pada Gambar 4. (a) (b) Bobot Gsbah Bruto (g) 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 y = -310,2x + 2784,3 R² = 0,7915 0 1 2 3 4 Jumlah Bibit Bobot Gabah Bruto (g) 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 y = -0,0096x 2-5,6071x + 2949,8 R² = 0,9981 0 100 200 Populasi Tanaman Gambar 4. Grafik Hubungan Bobot Gabah Bruto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b) Gambar 4 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah bruto memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah bruto akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 4 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot bruto akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 292,03 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan sebanyak 2.131,06 gram.

28 Bobot Gabah Netto per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah netto per plot (g) disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Netto per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L4 ------------------------------------(g)------------------------------ B1 2. 203 2.081 2.427 1.966 1.799 2.095 a B2 1.863 2.413 1.486 1.073 949 1.557 b B3 2.034 1.900 1.439 1.465 942 1.556 c Rataan 2034 aa 2.131 aa 1.784 bb 1.501 cc 1.230 dd 1.736 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Berdasarkan rataan hasil analisis ragam pada taraf 5% yang terdapat pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor jumlah bibit memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot gabah netto pada semua perlakuan. Rata-rata gabah netto tertinggi diperoleh pada perlakuan 1 bibit per rumpun sebesar 2.095 gram dan jika dikonversikan ke hektar mencapai 6,9 ton/ha. Sementara itu, bobot terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun sebesar 1.556 gram per plot dengan hasil per hektarnya mencapai 5,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah bibit yang digunakan maka akan semakin rendah bobot netto yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah netto. Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 5 memperlihatkan bahwa faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap gabah netto pada semua perlakuan. Hasil tertinggi

29 diperoleh pada perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) sebesar 2.131,71 gram per plot atau setara dengan 7,10 ton/ha. Sedangkan rata-rata gabah netto terendah dihasilkan pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun/petak) yaitu sebesar 1.230,25 gram per plot atau setara dengan 4,1 ton/ha. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot netto yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah netto dengan jumlah bibit dan populasi tanaman disajikan pada Gambar 5. (a) (b) Bobot Gabah Netto (g) 2500 2000 1500 1000 500 0 y = -269.56x + 2275.6 R² = 0.7511 0 1 2 3 4 Bobot Gabah Netto (g) 2500 2000 1500 1000 500 0 y = -0,0212x 2-1,1336x + 2198,4 R² = 0,9814 0 50 100 150 200 Jumlah Bibit Populasi Tanaman Gambar 5. Grafik Hubungan Bobot Gabah Netto per Plot dengan Jumlah Bibit (a) dan Populasi Tanaman (b) Gambar 5 (a) menunjukkan bahwa jumlah bibit dan bobot gabah netto memiliki hubungan linear positif, dimana bobot gabah netto akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah bibit yang digunakan. Gambar 5 (b) memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah netto yang dihasilkan, dimana bobot netto akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi

30 tanaman tersebut sebanyak 26,73 rumpun per petak dengan bobot gabah netto yang dihasilkan sebanyak 2.183,77 gram. Bobot Gabah Hampa per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah hampa per plot (g) disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah Hampa per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) --------------------------------(g)------------------------------ B1 438,45 544,42 610,91 457,32 300,92 470,40 B2 736,25 516,71 265,91 260,11 334,64 422,72 B3 631,15 357,73 350,16 290,9 315,68 389,12 Rataan 601,95aA 472,95bB 408,99cC 336,11dD 317,08eE 427,42 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% (huruf kecil) dan 1% (huruf besar) Rerata hasil analisis ragam pada taraf 5% dan 1% yang terdapat pada Tabel 6 menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa sedangkan faktor populasi tanaman menghasilkan pengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar 601,95 gram yang berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 315,68 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot gabah hampa yang dihasilkan. Grafik hubungan bobot gabah hampa dengan populasi tanaman disajikan pada Gambar 6.

31 Bobot Gabah Hampa (g) 700 600 500 400 300 200 100 0 y = 0.0116x 2-4.4735x + 751.4 R² = 0.9164 0 50 100 150 200 Populasi Tanaman Gambar 6. Grafik Hubungan Bobot Gabah Hampa per Plot dengan Populasi Tanaman Gambar 6 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah hampa yang dihasilkan, dimana bobot gabah hampa akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 192,82 rumpun per petak dengan bobot gabah hampa yang dihasilkan sebanyak 320,10 gram. Bobot Gabah 1000 Butir per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot gabah 1000 butir (g) disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Gabah 1000 Butir per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan L0 L1 L2 L3 L4 (B) --------------------------------(g)------------------------------ B1 44,71 46,85 42,62 46,08 49,8 46,01 B2 43,86 53,98 48,57 47,76 35,76 45,99 B3 47,16 45,1 42,82 43,64 37,54 43,25 Rataan 45,24 48,64 44,67 45,83 41,03 45,08 Berdasarkan hasil analisis data secara statistik pada taraf 5 % dan 1 % pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir gabah tidak dipengaruhi oleh

32 jumlah bibit, populasi tanaman maupun interaksi keduanya. Akan tetapi secara tabulasi tampak penggunaan 3 bibit per rumpun memberikan hasil yang lebih tinggi, yaitu sebesar 46,01 butir lalu diikuti dengan penggunaan 2 bibit sebesar 45,59 gram dan 3 bibit per rumpun 43,25 gram. Bobot 1000 butir gabah tertinggi juga diperoleh pada faktor populasi tanaman perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak) yaitu sebesar 48,64 gram dan yang terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 41,03 gram. Bobot Jerami Kering per Plot (g) Hasil uji beda rataan pengaruh jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap bobot jerami kering (g) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh Jumlah Bibit dan Populasi Tanaman terhadap Bobot Jerami Kering per Plot (g) Jumlah Populasi Tanaman (L) Bibit Rataan (B) L0 L1 L2 L3 L4 ------------------------------------(g)---------------------------- B1 6.944 6.188 9.590 6.452 5.320 6.898 B2 9.740 8.076 6.428 4.326 5.082 6.730,40 B3 7.680 6.910 5.568 6.116 4.268 6108,40 Rataan 8.121,33a 7.058,00b 7.195,33b 5.631,33c 4.890d 6.579,20 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5% Dari hasil uji beda rataan pada taraf 5 % yang terdapat pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jerami kering sedangkan populasi tanaman menghasilkan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Rataan bobot jerami kering tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 48 rumpun per petak) yaitu sebesar 8.121,33 gram per plot yang berbeda nyata terhadap keseluruhan perlakuan dan rataan bobot jerami terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar

33 legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 4.890 gram per plot yang juga berbeda nyata dengan keseluruhan perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi tanaman maka akan semakin rendah bobot jerami kering yang dihasilkan. Sedangkan, hasil uji beda rataan pada taraf 1% menunjukkan bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot jerami kering tanaman. Untuk lebih jelasnya grafik hubungan bobot jerami kering per plot (g) dengan populasi tanaman dapat dilihat pada Gambar 8. Bobot Jerami Kering (g) 9000 8000 7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 y = -0.0873x 2 + 0.2556x + 7925.1 R² = 0.8982 0 50 100 150 200 Populasi Tanaman Gambar 8. Grafik Hubungan Bobot Jerami Kering per Plot dengan Populasi Tanaman Gambar 8 memperlihatkan hubungan kuadratik positif antara populasi tanaman dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan, dimana bobot jerami akan meningkat terus sampai pada jumlah populasi tanaman yang optimum dan akan menurun setelah melebihi batas optimum. Nilai optimum dari jumlah populasi tanaman tersebut sebanyak 1,46 rumpun per petak dengan bobot gabah bruto yang dihasilkan sebanyak 2.183,77 gram.

34 Pembahasan Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Pertumbuhan Padi Sawah (Oryza sativa L.) Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dapat diketahui bahwa interaksi antara jumlah bibit dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman hanya terjadi pada masa akhir pertumbuhan vegetatif tanaman, yaitu 6 MST. Hal ini dapat terjadi karena pada masa awal pertumbuhan belum terjadi persaingan antar tanaman karena masih cukupnya ruang untuk pertumbuhan. Sedangkan pada fase pertumbuhan vegetatif 6 MST, sudah mulai timbul adanya persaingan antar tanaman per lubang dan juga antar barisan tanaman. Tajuk dari masing-masing tanaman saling bersentuhan dan saling tumpang tindih sehingga terjadi kompetisi dalam memperebutkan sinar matahari. Kerapatan daun berhubungan erat dengan populasi tanaman atau jarak tanam. Christanto dkk. (2014) menyatakan semakin rapat jarak tanam antar tanaman, semakin tinggi kerapatan diantara daun dan semakin sedikit radiasi cahaya yang sampai ke lapisan daun bagian bawah dan ke tanah. Akan tetapi interaksi tersebut tidak cukup mengakibatkan perbedaan di antara perlakuan karena pertumbuhan masing-masing komponen tersebut sangat sedikit. Bahkan pengaruh perlakuan jumlah bibit per rumpun dan populasi tanaman juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata diantara masing-masing level perlakuan. Hal ini disebabkan karena masih terpenuhinya kebutuhan tanaman akan unsur hara melalui pemberian pupuk yang berimbang, sehingga pertumbuhan tanaman tidak cukup mengakibatkan perbedaan di antara perlakuan. Satria (2016) menyatakan bahwa pemberian pupuk secara berimbang akan menghasilkan pertumbuhan yang seragam dengan perlakuan yang berbeda.

35 Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kombinasi perlakuan terbaik untuk tinggi tanaman akibat interaksi kedua faktor tersebut terdapat pada perlakuan B2L3 (2 bibit dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun per petak) yaitu sebesar 95,90 cm sedangkan rataan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan B3L4 (3 bibit dengan populasi 190 rumpun per petak) yaitu sebesar 82,33 cm. Hal ini menunjukkan bahwa B2L3 merupakan perlakuan dengan jumlah bibit dan tingkat populasi puncak untuk mencapai tinggi tanaman maksimum, karena dapat memanfaatkan unsur hara secara optimal sehingga menghasilkan pertumbuhan paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Sedangkan, pada perlakuan B3L4 tingkat kerapatan populasi tanaman sudah sangat tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga tingkat persaingan dalam memperebutkan unsur hara dan ruang gerak antar tanaman per lubang dan juga antar barisan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk. (2013) yang menyatakan bahwa semakin rapat jarak tanam atau semakin banyak populasi tanaman per satuan luas maka semakin besar persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah. Hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah bibit memberikan pengaruh nyata pada jumlah anakan pada minggu pengamatan ke 2 dan 4. Hasil tertinggi terdapat pada perlakuan 3 bibit per rumpun, sedangkan hasil terendah terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun. Banyaknya batang padi pada suatu hamparan tanam akan mempengaruhi jumlah anakan yang tumbuh. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak jumlah bibit per lubang tanam maka semakin banyak jumlah anakan yang dihasilkan. Susilo dkk. (2015), menyatakan

36 bahwa jumlah bibit per lubang tanam akan mempengaruhi populasi yang ada dan nantinya akan mempengaruhi pertumbuhan anakan produktif serta hasil produksi padi. Pada umur 6 MST jumlah anakan secara statistik sudah tidak menunjukan pengaruh yang nyata lagi. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya, penggunaan 1 bibit per rumpun menghasilkan anakan yang sama banyak, bahkan melampaui jumlah anakan yang dihasilkan 2 atau 3 bibit per rumpun. Hal ini dikarenakan, pada penggunaan 2 atau 3 bibit per rumpun sudah mulai terjadi persaingan antar tanaman, sedangkan dengan 1 bibit per rumpun persaingan ini dapat dikurangi, sehingga perkembangan anakan tetap berjalan dengan baik. Hal ini sesuai dengan literatur Sauki dkk. (2014) yang menyatakan bahwa tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua bibit atau lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa populasi tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anakan dimana hasil tertinggi didominasi pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak), sedangkan perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak) menghasilkan jumlah anakan yang paling sedikit. Populasi tanaman secara tidak langsung dipengaruhi oleh jarak tanam. Perlakuan L4 memiliki jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 10 cm x 10 cm sehingga memiliki jumlah populasi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki jarak tanam yang lebih renggang. Semakin banyak populasi tanaman per satuan luas maka jumlah anakan yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Hal ini dibuktikan dengan

37 dihasilkannya jumlah anakan yang lebih banyak pada perlakuan L4 dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Azwir (2008) menyimpulkan bahwa peningkatan populasi tanaman melalui penerapan sistem tanam jajar legowo berpengaruh positif terhadap peningkatan komponen pertumbuhan tanaman. Pengaruh Jumlah Bibit dan Sistem Tanam Jajar Legowo yang Dimodifikasi terhadap Produksi Padi Sawah (Oryza sativa L.) Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa faktor populasi tanaman berpengaruh nyata terhadap jumlah malai. Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak) secara konsisten menghasilkan jumlah malai yang paling banyak diikuti dengan sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 rumpun, 114 rumpun, 60 rumpun, dan 48 rumpun per petak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah populasi maka jumlah malai yang terbentuk semakin banyak pula. Namun, peningkatan jumlah malai belum tentu meningkatkan produktivitas (kg/ha), jika tidak disertai dengan pengisian bulir yang optimal. Hal ini sesuai dengan literatur Susilo et. al (2015) yang menyatakan bahwa pengaturan populasi tanaman yang tepat dengan dosis pupuk yang tepat dapat dimanfaatkan oleh tanaman dengan baik dalam membentuk dan menghasilkan malai. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit per rumpun berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto per plot. Hasil tertinggi cenderung terdapat pada perlakuan 1 bibit per rumpun yaitu sebesar 2.566 gram per plot dan yang terendah dihasilkan pada perlakuan 3 bibit per rumpun. Penggunaan 2 atau 3 bibit per rumpun memang tidak memerlukan penyulaman bila terjadi kematian satu tanaman sehingga jumlah anakan dan malai yang dihasilkannya tinggi. Namun, seiring dengan perkembangannya produktivitas individu akan menjadi

38 rendah. Banyaknya jumlah bibit per rumpun akan menimbulkan kompetisi antara tanaman yang sangat kuat dalam memperoleh cahaya, ruang gerak, air, dan unsur hara. Sedangkan, persaingan dalam menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun berasal dari satu bibit. Penggunaan 1 bibit per rumpun sangat membantu pertumbuhan akar untuk berkembang dan mampu mendapatkan hara dari dalam tanah dan juga air secara optimal. Sauki dkk. (2014) menambahkan bahwa tanaman padi dalam satu per rumpun padi yang tumbuh berasal dari dua bibit atau lebih akan mengalami persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah. Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah bruto. Bobot tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), sedangkan bobot bruto terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan memberi peluang terhadap tanaman mengekspresikan potensi pertumbuhannya dan perkembangan. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwan dkk. (2013) yang menyatakan bahwa pada sistem pertanaman rapat, termasuk sistem tanam jajar legowo, persaingan perakaran tanaman dalam penyerapan air dan hara berlangsung intensif sehingga produksi yang dihasilkan akan rendah. Faktor jumlah bibit berpengaruh pada bobot gabah netto per plot. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi cenderung dihasilkan pada perlakuan 1 bibit per rumpun lalu diikuti oleh perlakuan 2 bibit dan 3 bibit per rumpun. Tingginya bobot gabah netto pada penggunaan 1 bibit per rumpun disebabkan rendahnya kompetisi antar tanaman padi dalam mendapatkan unsur hara dan cahaya, sehingga tanaman dapat tumbuh lebih baik dan memberikan keragaan

39 komponen hasil yang baik. Sebaliknya kompetisi antar tanaman padi pada perlakuan 2 dan 3 bibit per rumpun sudah lebih tinggi, sehingga berpengaruh pada penurunan produksi. Sauki dkk. (2014) menyimpulkan bahwa persaingan dalam menyerap hara tidak terjadi kalau satu rumpun padi berasal dari satu bibit. Sedangkan, bila satu rumpun tanaman padi berasal dari dua bibit atau lebih maka akan terjadi persaingan dalam menyerap hara dari dalam tanah antar tanaman. Faktor populasi tanaman juga berpengaruh nyata terhadap bobot gabah netto per plot. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L1 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 60 rumpun per petak) tidak berbeda nyata dengan perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak). Sedangkan, hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan sistem tanam sangat menentukan kuantitas dan kualitas rumpun padi. Sistem tanam jajar legowo dengan jarak tanam yang tepat, akan dapat meningkatkan produksi padi dengan menjadikan lebih banyak atau semua tanaman menjadi tanaman pinggir. Tanaman padi yang berada di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak, sehingga menghasilkan gabah lebih tinggi dengan kualitas yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan literatur Azwir (2008) yang menyatakan bahwa keunggulan sistem tanam legowo adalah meskipun populasi tanaman per satuan luas banyak tetapi karena adanya ruang kosong antara setiap 2 atau 4 baris tanaman sehingga dapat memberi sirkulasi udara, pemasukan cahaya dan juga aliran air dan penyebaran unsur hara yang lebih merata sehingga tampilan pertumbuhan dan komponen hasil yang

40 dihasilkan juga akan semakin lebih baik sesuai dengan urutan kerapatan legowo yang dilakukan. Produksi padi per hektar yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebesar 6,9 7,10 ton/ha. Hasil ini memang belum dapat mencapai target produksi yang telah ditentukan yakni 10 ton/ha, karena adanya penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris oryzae pv. oryzae yang menyerang tanaman padi pada saat tanaman berbunga. Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak kuning hingga putih pada pelepah daun lalu menjalar hingga menginfeksi bagian batang dan akar sehingga mengakibatkan daun tanaman mengering. Hal ini menyebabkan proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Serangan yang paling parah terjadi pada perlakuan dengan jumlah populasi dan kerapatan tanaman yang paling tinggi, yaitu pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 tanaman per petak), lalu disusul dengan perlakuan L3 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 154 tanaman per petak), dan L2 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 114 tanaman per petak). Tingginya kerapatan tanaman pada perlakuan L4 menyebabkan kelembaban mikro disekitar tanaman meningkat, sehingga perkembangbiakan dan penularan penyakit dari satu tanaman ke tanaman yang lain akan terjadi dengan semakin cepat. Kondisi ini pula yang menjadi salah satu penyebab mengapa pada perlakuan L4 menghasilkan jumlah anakan dan jumlah malai yang paling banyak tetapi sebaliknya, menghasilkan produksi bruto dan netto yang paling sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang menyatakan bahwa gejala penyakit hawar daun bakteri umum dijumpai pada

41 stadium anakan, berbunga, dan pemasakan, yang ditandai dengan terbentuknya garis basah pada helaian daun yang akan berubah menjadi kuning kemudian putih. Jika infeksi terjadi pada stadia berbunga dapat menyebabkan proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, sehingga gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa faktor jumlah bibit tidak berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa, sedangkan faktor populasi tanam berpengaruh nyata terhadap bobot gabah hampa per plot. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya perlakuan L0 berpotensi untuk mencapai produksi yang tinggi, hanya saja akibat pengisian bulir yang tidak maksimal akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada tanaman padi yang dibudidayakan, produksi yang dihasilkan tidak dapat mencapai target yang ditentukan. Hal ini sesuai dengan literatur Wahyudi dkk. (2011) yang menyatakan serangan hawar daun bakteri pada saat tanaman berbunga, dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar dengan mengurangi hasil sampai 50-70% akibat pengisian gabah terhambat sehingga persentase gabah hampa meningkat. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh faktor jumlah bibit dan populasi tanaman. Hal ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering yang diakumulasikan ke gabah. Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat

42 digunakan untuk pengisian biji. Hal ini sesuai dengan literatur Lestari (2012) yang menyatakan bahwa bobot 1000 butir gabah lebih mencerminkan ukuran gabah padi yang sangat tergantung kepada ukuran kulitnya (lemma dan pallea). Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah bibit per rumpun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Namun faktor populasi tanaman memberikan pengaruh nyata terhadap bobot jerami kering. Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan L0 (sistem tanam konvensional dengan populasi 48 rumpun per petak), sedangkan hasil terendah diperoleh pada perlakuan L4 (sistem tanam jajar legowo dengan populasi 190 rumpun per petak). Hal ini menunjukkan bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), akan menghasilkan keragaan rumpun padi yang besar. Hasil ini sejalan dengan produksi netto dan bobot gabah hampa yang dihasilkan, dimana hasil tertinggi juga diperoleh pada perlakuan L0. Hal ini menunjukkan bahwa jarak tanam yang lebar akan menghasilkan rumpun tanaman padi dengan keragaan yang besar. Selain itu, tingginya bobot jerami kering yang dihasilkan pada perlakuan L0 disebabkan karena sangat kecilnya serangan penyakit pada perlakuan tersebut. Hal ini disebabkan lebih renggangnya jarak tanam pada perlakuan L0 dibandingkan dengan jarak tanam pada perlakuan L4. Hal ini sesuai dengan literatur Ikhwani dkk. (2013) yang menyatakan bahwa pada populasi rendah (jarak tanam lebar), keragaan rumpun padi besar, sedangkan pada populasi tanaman yang tinggi (jarak tanam rapat) maka semakin besar persaingan antar rumpun padi dalam penangkapan radiasi surya, penyerapan hara dan air, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat, semakin optimalnya lingkungan bawah kanopi bagi perkembangbiakan penyakit dan hasil tanaman rendah.

43 Meskipun umur berbunga tidak dijadikan sebagai parameter penelitian, namun berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, tanaman memasuki masa generatif lebih cepat dua minggu dari perkiraan. Umumnya tanaman padi akan memasuki masa generatif pada akhir minggu ke 8 atau pada awal minggu ke 9 pengamatan. Namun, pada penelitian ini masa vegetatif tanaman berakhir lebih cepat 2 minggu dari umumnya, dimana pada minggu awal ke 7 tanaman sudah mulai berbunga. Hal ini disebabkan karena penggunaan media persemaian bibit dilakukan di dalam aqua cup yang yang menyebabkan tidak terganggunya perakaran bibit saat pemindahan tanaman ke lapangan sehingga bibit tidak mengalami stagnansi pertumbuhan dan tingkat adaptasi bibit lebih cepat dibandingkan dengan persemaian bibit secara konvensional. Kondisi ini dapat membantu mempercepat umur berbunga dan masa panen tanaman padi. Hal ini sesuai dengan literatur Harahap (2013) yang menyatakan bahwa bibit yang sudah mempunyai perakaran yang kuat, memiliki daya adaptasi yang baik dan tidak mudah stres pada lingkungan barunya.

44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan - Penggunaan 1 bibit per rumpun nyata meningkatkan produksi bobot gabah bruto, gabah netto, bobot gabah hampa dan bobot jerami kering tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). - Produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.) paling tinggi dihasilkan pada sistem tanam konvensional dengan populasi tanaman 48 rumpun per petak, akibat serangan penyakit hawar daun bakteri pada saat stadia berbunga. - Interaksi antara jumlah bibit per rumpun dan populasi tanaman terhadap tinggi tanaman nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman tetapi tidak nyata meningkatkan produksi tanaman padi sawah (Oryza sativa L.). Saran - Untuk mendapatkan produksi yang optimal, dianjurkan kepada masyarakat tani untuk membudidayakan padi sawah dengan menggunakan 1 bibit per rumpun yang dipadukan dengan sistem tanam konvensional dengan populasi 48 per petak. - Diperlukan penelitian lanjutan untuk menentukan jarak tanam yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi sawah.