BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyebab kematian terbesar anak usia di bawah lima tahun. Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain, mencakup hampir satu dari lima kematian anak-balita, membunuh lebih dari dua juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak no satu. Di negara berkembang pneumonia merupakan penyakit yang terabaikan atau penyakit yang terlupakan karena begitu banyak anak yang meninggal karena pneumonia namun sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia (Said, 2010). Menurut laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke enam dengan jumlah kasus sebanyak enam juta. Sedangkan pada penelitian kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia menduduki tempat ke enam sebagai penyebab kematian bayi dan balita setelah diare dan menduduki tempat ke enam sebagai penyebab kematian pada neonatus. Penelitian yang dilakukan di Pulau Lombok tahun 1998 sampai 2002 mendapatkan hasil sebagai berikut : kejadian pneumonia pada anak usia kurang dari dua tahun adalah sebesar 30.433 per 100.000 anak/tahun, kejadian pneumonia adalah 894 per 100.000 anak/tahun, dan kematian anak karena pneumonia adalah 92 per 100 anak/tahun (KemenKes, 2010). Di Amerika dan Eropa yang merupakan Negara maju angka kejadian pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada umur kurang dari lima tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya, jumlah kasus pneumonia meningkat dari tahun-ketahun. Pada tahun 2003 dirawat 190 pasien. Tahun 2004 dirawat sebanyak 231 pasien, dengan 1
2 jumlah terbanyak pada anak usia kurang dari satu tahun (69%). Pada tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur 1-12 bulan sebanyak 337 orang. WHO memperkirakan kejadian pneumonia anak-balita di negara berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia per tahun, 13,1 juta di antaranya merupakan pneumonia berat dan perlu rawat inap. Di negara maju terdapat 4 juta kasus setiap tahun hingga total di seluruh dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak balita setiap tahun (Said, 2010). Dari studi mikrobiologik ditemukan penyebab utama bakteriologik pneumonia anak-balita adalah S. pneumoniae/pneumococcus (30-50 % kasus) dan Hemophilus influenzae type b/hib (10-30% kasus), diikuti S. aureus dan Klebsiela pneumoniae pada kasus berat. Bakteri lain seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydia spp, Pseudomonas spp, E. coli juga menyebabkan pneumonia. Pneumonia pada neonatus banyak disebabkan oleh bakteri Gram negatif seperti Klebsiella spp, E. coli di samping bakteri Gram positif seperti S. pneumoniae, streptococus grup b dan S aureus. Penyebab utama virus adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang mencakup 15-40% kasus (Said, 2010). Sebelum memulai terapi dengan antibiotika sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar-benar terjadi. Selain itu pemakaian antibiotika tanpa didasari diagnosis infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi yang dialami pasien. Diagnosis infeksi dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur. Kultur perlu dilaksanakan pada infeksi berat, infeksi kronik yang tidak memberikan respon terhadap terapi sebelumnya, pasien immunocompromised, infeksi yang menghasilkan komplikasi yang mengancam nyawa (DepKes RI, 2005). Terapi untuk pneumonia yang umum dipakai adalah golongan β-laktam (penisilin, sefalosporin, karbapenem dan monobaktam) merupakan jenis-jenis antibiotika yang digunakan untuk terapi yang disebabkan oleh bakteri seperti S. pneumonia, Haemophillus influenza dan S. aureus. Pada kasus pneumonia ringansedang dipilih antibiotika golongan penisilin sedangkan pada kasus pneumonia berat dipilih antibiotika golongan sefalosporin. Streptococcus dan pneumococcus
3 merupakan bakteri gram positif yang dapat dicakup oleh ampisilin, sedangkan hemofilus sebagai bakteri gram negatif dapat di cakup oleh ampisilin dan kloramfenikol. Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini pertama untuk kasus pneumonia pada anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia komunitas, umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih sensitif. Maka pilihan selanjutnya adalah antibiotika golongan sefalosporin (Asih, dkk, 2006). Antibiotika golongan sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antibiotika lain sesuai dengan spektrum antibakterinya. Diperkirakan, apabila antibiotika diberikan secara adequate pada semua kasus pneumonia, angka kematian dapat diturunkan sebesar 600.000 anak dengan biaya 600 juta. Bila pemberian antibiotika dilakukan dengan baik, maka kematian dapat dicegah pada 1,3 juta anak yang menderita pneumonia (Kartasasmita, 2010). Dari hasil penelitian yang dilakukan Izzah (2011) pada bulan Mei sampai dengan Juli 2011 di RSU Dr. Saiful Anwar, menunjukkan 72,92% berumur kurang dari sama dengan 60 tahun dan 27,08% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien pneumonia yang menerima antibiotika golongan sefalosporin sebanyak 96 pasien (52,75%), sedangkan pasien pneumonia tidak menerima antibiotika golongan sefalosporin sebanyak 86 pasien (47,25%) dengan didapatkan pemakaian terbanyak antibiotika golongan sefalosporin pada generasi tiga yaitu (35,34%) dan generasi satu yaitu (1,72%). Namun belum diketahui secara jelas seberapa banyak pasien infeksi pneumonia pediatri yang menggunakan obat antibiotika golongan sefalosporin di RSU Dr. Saiful Anwar Malang. Jumlah antibiotika yang beredar di pasaran terus bertambah seiring dengan maraknya temuan antibiotika baru. Hal ini menambah opsi bagi pemilihan antibiotika juga menambah kebingungan dalam pemilihan, karena banyak antibiotika baru yang memiliki spektrum bergeser dari antibiotika induknya. Sebagai contoh adalah munculnya generasi fluorokuinolon baru yang spektrumnya mencakup bakteri gram positif yang tidak dicakup oleh siprofloksasin. Panduan dalam memilih antibiotika di samping mempertimbangkan spektrum, penetrasi ke tempat infeksi, juga penting untuk
4 melihat ada atau tidaknya gagal organ eliminasi. Sefalosporin merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktivitas bervariasi tergantung generasinya (DepKes RI, 2005). Pada anak dengan infeksi pneumonia, penentuan rawat inap diputuskan apabila penderita tampak toksik, umur kurang dari 6 tahun, terjadi pernapasan berat, hipoksemia (saturasi oksigen kurang dari 93-94 % pada kondisi ruangan), dehidrasi atau muntah, terdapat efusi pleura atau abses paru, kondisi immunocompromised, ketidakmampuan orangtua untuk merawat, didapatkan penyakit penyerta lain, misal penyakit jantung bawaan, pasien membutuhkan antibiotika secara parenteral (Asih, dkk, 2006). Atas dasar permasalahan di atas, maka perlu diadakan penelitian tentang pola penggunaan antibiotika golongan sefalosporin pada pasien pneumonia pediatri. Penelitian dilakukan di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit umum daerah terbesar di Kota Malang dengan berbagai kelas sosial ekonomi dari pasien. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatan pelayanan kefarmasian di RSU Dr. Saiful Anwar Malang. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pola penggunaan antibiotika golongan sefalosporin pada pasien pneumonia pediatri rawat inap di RSU Dr. Saiful Anwar Malang? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pola penggunaan antibiotika golongan sefalosporin pada pasien pneumonia pediatri rawat inap di RSU Dr. Saiful Anwar Malang 2. Untuk mengetahui kesesuaian dosis, rute pemberian, interval pemberian, serta lama pemberian baik antibiotika golongan sefalosporin, terapi antibiotika lain yang diberikan dalam bentuk tunggal, kombinasi maupun antibiotika pengganti berdasarkan pedoman standart pengobatan pneumonia
5 1.4 Manfaat 1. Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang infeksi pneumonia pediatri dengan pemilihan antibiotika yang tepat 2. Mengetahui pemilihan antibiotika golongan sefalosporin yang tepat pada pasien pneumonia pediatri 3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya pneumonia pada pasien pediatri, sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan sebelumnya 4. Sebagai bahan masukan bagi penyusunan pedoman penggunaan antibiotika dan formularium rumah sakit 5. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi penelitian selanjutnya