BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan nutrisi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses pertumbuhan dan perkembangan pada balita, mengingat manfaat nutrisi dalam tubuh dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak balita, serta mencegah terjadinya berbagai penyakit akibat kurangnya nutrisi dalam tubuh, seperti : kekurangan energi dan protein, anemia, defisiensi yodium, defisiensi seng, defisiensi vitamin A, defisiensi thiamin, defisiensi kalium, dan lain-lain yang dapat menghambat proses perkembangan anak balita. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi pada anak balita diharapkan dapat tumbuh dengan cepat sesuai dengan usia tumbuh kembang dan dapat meningkatkan kualitas hidup serta mencegah morbilitas dan mortalitas (Hidayat,2005). Selain itu kebutuhan nutrisi juga dapat membantu dalam aktifitas seharihari karena nutrisi juga sebagai sumber tenaga yang dibutuhkan berbagai organ dalam tubuh, dan juga sebagai sumber zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Sebagai sumber tenaga, nutrisi dapat diperoleh dari karbohidrat sebanyak 50-55%, lemak sebanyak 30-35%, dan protein sebanyak 15%. Pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak haruslah seimbang diantara zat gizi lain, mengingat banyak sekali yang kita temukan berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak seimbang seperti tidak suka makan, tidak mau makan atau tidak
mampu untuk makan, padahal yang tidak disukai tersebut mengandung zat yang seimbang, sehingga harapan dalam pemenuhan gizi harus selaras, serasi dan seimbang tidak terlaksana (Hidayat,2005). Menurut hasil penelitian oleh Soedibyo (2009) di Jakarta, kelompok usia terbanyak mengalami kesulitan makan adalah usia 1 sampai 5 tahun (58%), dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki (54%). Kesulitan makan didapatkan pada 50 orang dari 109 orang subjek (45,9%). Gejala klinis esofagitis refluks ditemukan dalam jumlah yang sama (45,9%). Keluhan berupa menghabiskan makanan kurang dari sepertiga porsi (27,5%), menolak makan (24,8%) dan anak rewel, merasa tidak senang atau marah (22,9%), hanya menyukai satu jenis makanan (7,3%), hanya mau minum susu (18,3%), memerlukan waktu > 1 jam untuk makan (19,3%) dan mengemut (15,6%). Keluhan 72% telah dialami lebih dari 6 bulan, 50% memiliki gangguan kenaikan berat badan, 22% rewel, 12% nyeri epigastrium, dan 6% nyeri menelan dan sering muntah. Menurut hasil penelitian Judawanto (2007), faktor kesulitan makan pada anak inilah yang sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-70% pada bayi prematur atau dengan penyakit kronik. Hal ini pulalah yang sering membuat masalah tersendiri bagi orang tua, bahkan dokter yang merawatnya. Penelitian Judawanto (2007) yang dilakukan di jakarta menyebutkan pada anak prasekolah usia 4-6 tahun, didapatkan prevalensi kesulitan makan sebesar 33,6%. Sebagian besar 79,2% telah berlangsung lebih dari 3 bulan. Kesulitan makan yang terjadi setiap hari dan berlangsung dalam waktu yang lama sering dianggap sebagai suatu hal yang biasa, sehingga akhirnya
timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya pada anak. Salah satu penyebab keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tetapi tingkat kesulitan makan anak tidak membaik. Dengan penanganan kesulitan makan pada anak yang optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang timbul, sehingga dapat meningkatkan kualitas anak Indonesia dalam menghadapi persaingan dimasa yang akan datang. Tumbuh kembang dalam usia anak sangat menentukan kualitas seseorang bila sudah dewasa nanti. Perkembangan mental anak dapat dilihat dari kemampuannya mengatakan tidak terhadap makanan yang ditawarkan. Penolakan itu tentu saja tidak boleh dijadikan alasan oleh para orang tua untuk memulai perang di meja makan, karena ketegangan justru akan memicu dan memacu sikap yang lebih defensif. Ada baiknya diadakan kompromi, anak diberikan pilihan satu atau dua macam makanan. Pada banyak penelitian dilaporkan bahwa pada usia ini kebanyakan anak hanya mau makan satu jenis makanan selama berminggu-minggu. Orang tua tidak perlu merasa takut, asalkan makanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak. Sementara itu, orang tua (pengasuh anak) tidak boleh menyerah menawarkan kembali jenis makanan lain setiap kali makan (Arisman, 2002). Masa balita merupakan masa peralihan dari menyusui ke masa penyapihan yaitu pada saat balita mulai tumbuh dan memiliki kebutuhan yang penting juga mulai lebih memiliki kendali atas makan, dan semakin banyak hal yang anak
sukai dan tidak disukai. Pada usia ini anak juga merupakan golongan konsumen pasif yaitu belum dapat mengambil dan memilih makanan sendiri, mereka juga masih sukar diberikan pengertian tentang makanan di samping kemampuan menerima berbagai jenis makanan juga masih terbatas (Maryunani, 2010). Pada umumnya masalah makan pada anak adalah masalah kesulitan makan. Kesulitan makan adalah ketidakmampuan anak untuk makan dan menolak makanan tertentu (Santoso, 2004). Menurut (Sulistijani,2001) masalah sulit makan pada anak Balita antara lain adalah anak suka bermain dengan makanannnya, porsi makan berlebih, susah makan, dan anak suka jajan. Masalah sulit makan pada anak merupakan masalah yang sering dikeluhkan oleh banyak ibu-ibu. Banyak ibu-ibu mengeluh anaknya sulit sekali untuk diajak makan, padahal mereka sudah berusaha secara maksimal untuk mengupayakan agar anaknya mau makan (Irianto, 2006). Perilaku makan telah terbina sejak awal kehidupan, dan ini cukup memberikan pengaruh terhadap pembentukan serta perkembangan kepribadian secara menyeluruh. Kondisi dan peran psikologi anak merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting bagi terlaksananya perilaku makan yang negatif, sehingga anak menjadi sulit makan. Perkembangan perilaku makan merupakan panduan dari sikap seorang ibu, kondisi psikologi anak serta pemberian makan (Irianto, 2006). Perilaku sulit makan pada anak juga dapat terbentuk oleh emosi dan perlakuan yang diberikan ibunya saat memberikan Air Susu Ibu (ASI), sikap ibu (overproteksi, kecemasan yang berlebihan, menolak kehadiran anak), dan juga
keadaan psikologis anak di mana anak yang tidak diharapkan tidak menerima belai kasih saat menerima ASI dan tekhnik pemberian makanan yang salah (Irianto,2006). Dikaitkan dengan kesehatan maka pada usia ini anak amat rentan terhadap berbagai penyakit infeksi terutama apabila kondisinya kurang gizi. Masalah sulit makan pada anak dapat mengakibatkan anak tumbuh dengan berat badan yang tidak ssesuai dengan usianya (Suhardjo,1992) Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui tentang pentingnya mengatasi kesulitan makan pada anak terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak. Atas dasar inilah, kemudian penulis tertarik untuk mengkaji tentang masalah perilaku ibu untuk mengatasi kesulitan makan pada anak usia balita. 1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Mengidentifikasi perilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak balita di Kelurahan Huta Tonga-tonga Sibolga. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi pengetahuan ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak balita. 2. Mengidentifikasi sikap ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak balita. 3. Mengidentifikasi tindakan ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak balita.
1.3 Pertanyaan Penelitian Bagaimana perilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak balita di Kelurahan Huta Tonga-tonga Sibolga? 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Perawat Komunitas Dapat memberikan masukan informasi bagi perawat komunitas tentang bagaimana perilaku ibu untuk mengatasi kesulitan makan pada anak. Sehingga dapat ditemukan bagaimana tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak atau pasien yang menjadi prioritas sasaran pendidikan kesehatan. 1.4.2 Pendidikan Keperawatan Dapat memberikan informasi kepada tenaga pendidik tentang fenomena yang ada di masyarakat, sehingga dapat membantu dalam menentukan penekanan materi yang akan diberikan pada mahasiswa keperawatan terkait dengan masalah tentang perilaku untuk mengatasi kesulitan makan pada anak. 1.4.3 Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk penelitian selanjutnya dan sekaligus untuk menambah pengetahuan agar dapat mengetahui perilaku ibu dalam mengatasi kesulitan makan pada anak usia balita.