4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
KONSENTRASI TEMBAGA (Cu) DAN SENG (Zn) PADA FRAKSI TOTAL DAN FRAKSI LABIL DALAM SEDIMEN PERAIRAN TELUK JAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

3. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2. TINJAUAN PUSTAKA. Perairan Teluk Jakarta secara geografis terletak pada 5º56 15 LS-6º55 30

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lampiran 2. Prosedur Analisis Logam Dalam Sedimen dengan metode USEPA 3050B (APHA, 1992)

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. laut, walaupun jumlahnya sangat terbatas. Dalam kondisi normal, beberapa macam

ANALISIS KUALITAS SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU. oleh: Hardi Sandro Situmeang 1) dan Rifardi 2) Abstrak

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Air

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Tulabolo adalah bagian dari wilayah Kecamatan Suwawa Timur,

Bab V Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Pesisir pantai kota Bandar Lampung merupakan salah satu lokasi yang telah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

KOMPOSISI BUTIRAN PASIR SEDIMEN PERMUKAAN SELAT BENGKALIS PROPINSI RIAU

Standart Kompetensi Kompetensi Dasar

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kondisi lingkungan perairan Kota Bandar Lampung yang merupakan ibukota

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

3,15 Very Fine Sand 1,24 Poorlysorted -0,21 Coarse-Skewed. 4,97 Coarse Silt 1,66 Poorlysorted -1,89 Very Coarse-Skewed

Pengaruh Aktivitas Masyarakat di pinggir Sungai (Rumah Terapung) terhadap Pencemaran Lingkungan Sungai Kahayan Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I. Logam berat adalah unsur kimia yang termasuk dalam kelompok logam yang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Logam Berat Timbal pada Sedimen Dasar Perairan Muara Sungai Sayung, Kabupaten Demak

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

BAB 3 TINJAUAN LINGKUNGAN

BIOAKUMULASI LOGAM BERAT DALAM MANGROVE Rhizophora mucronata dan Avicennia marina DI MUARA ANGKE JAKARTA

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Kandungan Logam Berat Pb dalam Muatan Padatan Tersuspensi dan Terlarut di Perairan Pelabuhan Belawan dan sekitarnya, Provinsi Sumater Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. air. Demikian juga dengan manusia tidak dapat hidup tanpa air. Tubuh kita

BAB I PENDAHULUAN. 51' 30 BT perairan tersebut penting di Sumatera Utara. Selain terletak di bibir Selat

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. masalah yang sangat krusial bagi negara maju dan sedang berkembang. Terjadinya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk transportasi, baik di sungai maupun di laut (Wardhana, 2004).

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bio.unsoed.ac.id II. TELAAH PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. maupun gas dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kualitas Perairan Teluk Jakarta Kedalaman Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 0.93-3.2 meter, dimana terdangkal pada Stasiun 3 dan terdalam pada Stasiun 2 (Gambar 3). Kedalaman rata-rata stasiun pengamatan yaitu yaitu 2.13 meter. Kedalaman perairan mempengaruhi waktu pengendapan partikel-partikel yang ada di kolom air menuju sedimen. Semakin dalam perairan maka semakin lambat pengendapan (solidifikasi), semakin dangkal perairan maka waktu pengendapan relatif lebih cepat. Gambar 3. Kedalaman perairan (m) pada stasiun pengamatan Suhu Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 27.6-31.2 0 C dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 4). Temperatur memiliki pengaruh yang besar terhadap spesiasi logam karena perubahan temperatur dapat mempengaruhi tingkat sensitifitas reaksi

kimia. Semakin tinggi suhu dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba dalam mengurai bahan organik. Peningkatan aktivitas mikroba juga dapat menyebabkan peningkatan pemanfaatan oksigen terlarut di perairan yang akan mempengaruhi reaksi reduksi dan oksidasi. Temperatur dapat mempengaruhi kuantitas logam berat yang dapat diserap oleh organisme karena proses biologi akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan suhu sebesar 10 0 C (Luoma,1983 in John dan Leventhal, 1995). Gambar 4. Suhu perairan ( 0 C) pada stasiun pengamatan Salinitas Perairan Teluk Jakarta pada stasiun pengamatan berkisar antara 2-25, dengan nilai terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 6 (Gambar 5). Salinitas rata-rata stasiun pengamatan yaitu sebesar 9.22. Tinggi dan rendahnya nilai salinitas pada daerah estuari dipengaruhi oleh pencampuran air laut dan air sungai. Semakin tinggi nilai salinitas maka semakin besar pengaruh air laut, sedangkan semakin rendah nilai salinitas maka pengaruh air laut semakin kecil.

Gambar 5. Salinitas perairan pada stasiun pengamatan 4.2. Ukuran Butiran Sedimen (Grain Size) Sedimen perairan terdiri dari berbagai tipe substrat dengan ukuran butiran yang berbeda karena perbedaan proses pembentukannya. Tipe sedimen secara umum didominasi oleh lanau dengan kisaran antara 6.7%-72.4%, terendah berada pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 5 (Gambar 6). Gambar 6. Komposisi ukuran butiran sedimen (%) pada sampel menurut stasiun pengamatan

Tabel 1. Komposisi Ukuran Butiran Sedimen (%) pada Sampel Menurut Stasiun Pengamatan Stasiun Lokasi Tekstur 3 Fraksi (%) Pasir Lanau Lempung Tipe Sedimen 1 Muara Angke 0.6 39.5 59.9 Lempung berlanau 2 Laut 1.8 65.6 32.6 Lanau berlempung 3 Sungai Dadap 0.5 52.9 46.6 Lanau berlempung 4 Sungai Kamal 0.2 71.3 28.5 Lanau berlempung 5 Sungai Ancol 1.2 72.4 26.4 Lanau berlempung 6 S. Blencong 18.1 36.4 45.5 Lempung berlanau 7 Trs. Sunter 0.1 51.9 48 Lanau berlempung 8 Kali Koja 13.1 57.6 29.3 Lanau berlempung 9 Kali Baru 90.4 6.7 2.9 Pasir Berdasarkan tabel di atas, lanau (2-50 µm) mendominasi komposisi sedimen pada Stasiun 2,3,4,5,7, dan 8. Stasiun yang didominasi oleh lempung (<2 µm) yaitu Stasiun 1 dan 6, sedangkan Stasiun 9 didominasi oleh tekstur pasir (50 µm-2 mm) dengan persentasi sebesar 90.4%. Perbedaan dominasi tekstur sedimen mencirikan proses pengendapan atau pembentukan sedimen yang disebabkan oleh perbedaan arus. Perairan dengan kecepatan arus relatif kuat kurang mampu mengendapkan partikel relatif kecil dan sebaliknya, partikel dengan ukuran relatif besar seperti pasir akan dapat dengan mudah diendapkan daripada ukuran relatif kecil seperti lempung dan lanau. Kondisi variabilitas dan pola adveksi air laut memberikan peran penting dan diduga sebagai faktor penyebab terjadinya perbedaan komposisi tekstur yang ada di wilayah penelitian. 4.3. Kandungan Bahan Organik Total Dalam Sedimen Persentase Loss on Ignition (%LOI) mewakili persentase banyaknya bahan organik yang berada dalam sedimen. Sedimen pada stasiun penelitian mempunyai

nilai LOI kisaran 3.85%-8.95%, dimana nilai terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 7). Gambar 7. Persentase kandungan bahan organik (LOI) pada sampel menurut stasiun pengamatan Perbedaan kandungan LOI dapat mencerminkan hubungan kondisi lingkungan saat pembentukan sedimen selain faktor fisika seperti arus dan gelombang seperti penjelasan sebelumnya. Deposisi bahan organik dipengaruhi oleh input atau masukan sumber bahan organik. Stasiun 1, 4, 7, dan 8 meliputi daerah Muara Sungai Dadap, Muara Angke, Muara Terusan Sunter dan Muara Kali Koja, yang merupakan muara dari aliran sungai/kali yang melalui daerah dengan aktivitas manusia yang cukup tinggi. Aliran Sungai Dadap melewati kawasan perumahan, persawahan, dan pergudangan. Aliran Kali Angke melewati derah pendaratan dan pengolahan ikan, peternakan, perumahan, dan hutan lindung. Aliran Kali Sunter melewati daerah perumahan dan industri. Aliran Kali koja melewati kawasan Pelabuhan Tanjung Priok. Kawasan perumahan, industri, persawahan, peternakan, dan pelabuhan merupakan kawasan yang menghasilkan limbah domestik berupa

limbah cair dan limbah padat yang menghasilkan senyawa organik. Limbah cair domestik biasanya mengandung senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Fakhrizal, 2000 in Mukhtasor, 2007). Kawasan perumahan menghasilkan limbah cair berupa cucian air sabun, deterjen, dan buangan kakus. Limbah padat yang dihasilkan berupa sampah organik seperti sisa makanan, sayuran, dan kulit buah. Kawasan pelabuhan membuang minyak dari balas kapal, sedangkan kawasan persawahan, peternakan, dan pengolahan ikan menyumbang limbah organik berupa pestisida, kotoran hewan, dan buangan perikanan. 4.4. Konsentrasi Total Cu dan Zn Dalam Sedimen Konsentrasi logam Cu total berkisar antara 21.04 μg/g-373.97 μg/g dengan konsentrasi terendah pada Stasiun 9 yaitu di titik muara Kali Baru dan tertinggi pada Stasiun 4 yaitu titik muara Sungai Dadap. Konsentrasi logam Zn total berkisar pada rentang 141.59 μg/g-2483.78 μg/g dengan konsentrasi terendah terdapat pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 8). Jika ditinjau dari komposisi tekstur sedimennya, rendahnya konsentrasi pada Stasiun 9 karena stasiun ini didominasi oleh tekstur pasir. Semakin kecil/halus tekstur maka semakin mudah mengikat logam berat, sedangkan semakin besar tekstur maka akan semakin sulit mengikat logam berat. Konsentrasi Cu dan Zn pada sedimen stasiun pengamatan telah melewati batas konsentrasi alami. Konsentrasi alami logam berat Cu dan Zn pada sedimen menurut Canadian Environmental Quality Guidelines (2002) adalah sebesar 18.7 μg/g dan 124 μg/g.

Gambar 8. Konsentrasi total Cu dan Zn (µg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan Tingginya konsentrasi Cu dan Zn diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan sekitar daerah penelitian yang banyak terdapat berbagai aktivitas/daerah aktif. Konsentrasi pada bagian barat yaitu Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara Sungai Dadap) dan pada bagian tengah yaitu Stasiun 5 (muara Sungai Ciliwung) dan 8 (muara Kali Koja) mempunyai konsentrasi Cu dan Zn yang tinggi. Umumnya muara-muara tersebut berasal dari aliran sungai yang merupakan daerah aktif seperti kawasan industri, pergudangan, perumahan dan perkampungan yang padat, serta persawahan. Di samping itu, terdapat Pelabuhan Tanjung Priok, kawasan industri Ancol Barat, dan tempat rekreasi. Semakin banyak limbah yang dibuang ke lingkungan maka akan dapat meningkatkan kadar/konsentrasi logam berat.

Tabel 2. Konsentrasi Logam Berat Total (μg/g) dalam Sedimen Teluk Jakarta Tahun 2003-2008 No Lokasi/waktu Cu (µg/g) Zn (µg/g) Sumber 1 Bagian Barat/ 13.81-193.75 82.18-533.59 Razak, 2004 2003 2 Bagian Barat/ 7.41-72.27 115.71-256.85 Razak, 2004 Mei-Oktober 2004 3 Bagian Tengah/ 3.36-50.65 71.13-230.54 Razak, 2004 2003 4 Bagian Tengah/ 1.19-40.60 53.87-233.32 Razak, 2004 Mei-Oktober 2004 5 Barat dan Tengah 7.64-118.33 261.31-1826.98 Fadhlina,2008 (Muara)/ 2008 Data konsentrasi Cu dan Zn tiga tahun terakhir pada daerah muara yaitu Fadhlina (2008) menunjukkan bahwa konsentrasi logam total Zn lebih tinggi daripada logam Cu. Logam Zn memiliki konsentrasi total berkisar antara 261.31 μg/g-1826.98 μg/g, sedangkan logam Cu memiliki konsentrasi total berkisar antara 7. 64 μg/g-118.33 μg/g. Apabila dibandingkan dengan data penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi logam Cu dan Zn terdapat indikasi peningkatan selama 3 tahun terakhir pada Perairan Teluk Jakarta. Peningkatan konsentrasi ini kemungkinan disebabkan oleh kontinuitas masukan limbah seperti limbah industri, pemukiman, dan transportasi laut dari tahun ke tahun. Konsentrasi logam berat pada perairan Teluk Jakarta dapat terus meningkat apabila masukan limbah logam berat tidak diatasi dengan baik. 4.5. Konsentrasi labil Cu dan Zn dalam sedimen Konsentrasi total logam berat terdiri dari fase resisten (residu) dan non resisten yang pada penelitian ini dijelaskan dari kandungan fraksi non labil dan labil. Pengukuran berdasarkan fraksi dapat membantu menjelaskan efektivitas

toksisitas logam berat di sedimen terhadap organisme dibandingkan dengan konsentrasi logam total. Logam berat fraksi labil umumnya lebih mudah diserap oleh biota. Konsentrasi Cu fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar antara 9.90 µg/g-220.97 µg/g, dengan konsentrasi dan terendah pada Stasiun 9 (muara Kali Baru) dan tertinggi berada pada Stasiun 4 (muara Sungai Dadap). Konsentrasi Zn fraksi labil mempunyai nilai yang berkisar pada 116.80-597.25 µg/g, dengan konsentrasi terendah juga pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 9). Konsentrasi fraksi labil yang tinggi tersebar pada Stasiun 3 (muara Sungai Kamal), 4 (muara Sungai Dadap), 5 (muara Sungai Ciliwung), dan 8 (muara Kali Koja). Gambar 9. Konsentrasi labil Cu dan Zn (μg/g) pada sampel menurut stasiun pengamatan Fadhlina (2008) menjelaskan bahwa pada stasiun daerah muara di Perairan Teluk Jakarta memiliki konsentrasi Cu dan Zn labil yang tinggi. Konsentrasi Cu labil berkisar antara 5.258 µg/g-74.664 µg/g sedangkan konsentrasi Zn labil berkisar antara 492.363 µg/g-1544.345 µg/g. Berdasarkan data tersebut dapat

dilihat bahwa konsentrasi Cu labil pada penelitian ini lebih tinggi dari pada penelitian pada tahun 2008, namun konsentrasi Zn labil lebih rendah dari pada pada tahun 2008. Perbedaan dan variabilitas konsentrasi dapat diakibatkan oleh perbedaan titik stasiun yang diambil dan perbedaan kondisi laut yang dinamis seperti keadaan arus, dan pasang surut. Fraksi labil logam Cu berkisar antara 47.07%-68.23%, dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan tertinggi pada Stasiun 1, sedangkan fraksi non labil Cu berkisar antara 31.77%-52.93% dengan persentase terendah pada Stasiun 1 dan tertinggi pada Stasiun 9 (Gambar 10). Fraksi labil mendominasi semua stasiun penelitian kecuali Stasiun 9 dengan persentase rata-rata sebesar 61.56%, sedangkan rata-rata fraksi non labil yaitu sebesar 38.44%. Gambar 10. Persentase labil dan non labil logam Cu pada sampel menurut stasiun pengamatan Fraksi labil logam Zn berkisar antara 24.05%-82.49%, dengan persentase terendah pada Stasiun 4 dan tertinggi pada Stasiun 9, sedangkan fraksi non-labil Zn berkisar antara 17.51%-75.95% dengan persentase terendah pada Stasiun 9 dan

tertinggi pada Stasiun 4 (Gambar 11). Fraksi labil mendominasi hampir semua stasiun penelitian yaitu Stasiun 1, 2, 3, 5, 6, 7, dan 9 dengan persentase rata-rata sebesar 55.17%, sedangkan fraksi non-labil mendominasi stasiun 4 dan 8 dengan persentase rata-rata fraksi non-labil sebesar 44.83%. Gambar 11. Persentase labil dan non labil logam Zn pada sampel menurut stasiun Pengamatan Tabel 3. Persentase Labil dan Non-Labil Cu dan Zn Pada Stasiun Penelitian Stasiun Cu (%) Zn (%) Labil Non-labil Labil Non-labil 1 68.23 31.77 57.60 42.40 2 57.47 42.53 69.67 30.33 3 64.69 35.31 50.39 49.61 4 59.09 40.91 24.05 75.95 5 66.79 33.21 50.08 49.92 6 57.25 42.75 67.38 32.62 7 67.88 32.12 62.63 37.37 8 65.57 34.43 32.20 67.80 9 47.07 52.93 82.49 17.51 Rata-rata 61.56 38.44 55.17 44.83

Pada Tabel di atas persentase rata-rata logam Cu fraksi labil lebih tinggi dibandingkan logam Zn, hal ini menggambarkan bahwa logam Cu lebih bioavailabel dibandingkan dengan logam Zn. Logam Cu sangat mudah terakumulasi dalam tubuh hewan laut seperti kerang. Fraksi labil merupakan fraksi yang berikatan lemah dengan komponen besi oksida, mangan oksida, dan komplek organik di dalam sedimen sehingga dapat diabsorpsi oleh biota (bioavailable) (Bendell-Young dan Thomas, 1998), sedangkan fraksi non labil tidak biovailable karena berikatan kuat dengan molekul-molekul sedimen. Pada perairan yang tercemar logam berat, Cu adalah logam yang paling efisien diadsorpsi oleh mineral karbonat dan mineral Fe-Mn oksida. Dominasi fraksi labil pada perairan Teluk Jakarta menunjukkan bahwa sumber logam berat Cu dan Zn dominan berasal dari limbah antropogenik dan berbahaya bagi biota perairan. Persentase Zn lebih fluktuatif dibandingkan dengan persentase Cu yang lebih stabil pada perairan Teluk Jakarta, hal ini disebabkan oleh ikatan kompleks Cu lebih stabil dibandingkan ikatan kompleks Zn. Cu juga mempuyai mobilitas yang lebih rendah dari pada Zn (Prusty et al., 1994 in John dan Leventhal, 1995). Fadhlina (2008) juga menjelaskan bahwa pada daerah muara fraksi labil Cu dan Zn lebih dominan daripada fraksi non labil (Gambar 12). Persentase fraksi labil Cu dan Zn mendominasi semua stasiun pelitian, dengan persentase yang lebih besar dari penelitian ini dengan persentase labil Cu berkisar antara 62.33%- 96.99% dan persentase labil Zn berkisar 56.09%-93.84%. Pada gambar 12 dapat dilihat bahwa persentase Cu lebih stabil dibandingkan Zn yang lebih fluktuatif.

Gambar 12. Persentase labil dan non labil logam Cu dan Zn (Fadhlina, 2008) Selain melalui analisis fraksi labil, analisis pengaruh aktivitas antropogenik yang mendominasi Perairan Teluk Jakarta dapat dikuatkan dari tingkat sedimentasi di perairan tersebut. Aktivitas antropogenik dapat meningkatkan konsentrasi logam berat. Arman et al. (2009) menjelaskan mengenai estimasi laju sedimentasi dan geokronologi polutan Cu dan Zn dengan menggunakan alat sampling gravity core (Gambar 13). Pada usia sedimen sekitar tahun 1865-1930, konsentrasi Cu dan Zn relatif konstan yaitu berkisar 40 ppm dan 70 ppm. Konsentrasi yang konstan tersebut dapat diduga bahwa sekitar tahun 1825-1905 logam Cu dan Zn masih bersumber secara alami. Setelah tahun 1930 sampai 2005 terjadi peningkatan konsentrasi Cu dan Zn secara signifikan yang dapat diduga bahwa logam Cu dan Zn tidak hanya bersumber secara alami, tetapi juga telah bersumber dari aktivitas antropogenik.

Gambar 13. Konsentrasi Cu dan Zn (ppm) dalam sedimen berdasarkan usia sedimen (Arman et al., 2009) Peningkatan aktivitas antropogenik diantaranya yaitu peningkatan buangan limbah logam berat akibat peningkatan populasi jumlah penduduk dan peningkatan industri di daerah Jakarta dan sekitarnya. 4.6. Hubungan Parameter Fisika dan Kimia Sedimen Analisis hubungan parameter fisika dan kimia sedimen menggunakan analisis biplot. Hasil analisis biplot menunjukkan bahwa sebagian besar parameter yang diukur memberikan korelasi yang positif seperti logam berat total, logam berat fraksi labil, persentase LOI, dan lanau (Gambar 14). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13 bahwa parameter tersebut berada pada sudut yang cukup dekat antara satu parameter dengan parameter lain.

1 6 2 7 3 5 8 4 9 Gambar 14. Biplot hubungan parameter fisik dan kimia sedimen pada sampel menurut stasiun pengamatan Korelasi yang positif parameter logam berat fraksi total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau menunjukkan bahwa keempat parameter saling berkaitan, penambahan nilai satu parameter diikuti dengan penambahan parameter lainnya, sebagai contoh yaitu peningkatan nilai LOI dan juga lanau akan dikuti dengan peningkatan konsentrasi logam berat total, peningkatan nilai lanau diikuti dengan peningkatan LOI. Gaw (1997) in Perera (2004) menemukan hubungan yang positif antara kandungan materi organik dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen walaupun bahan organik bukan merupakan faktor utama yang mengatur konsentrasi logam berat dalam sedimen khususnya di daerah estuari. Keberadaan bahan organik mampu mengikat 5-20 % atau lebih dari kandungan logam dalam sedimen (Campbell et al., 1988). Tekstur sedimen dan kadar bahan organik merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat logam berat dalam sedimen (Villares et al., 2003). Menurut Situmorang (2008), sedimen yang mengandung fraksi sedimen yang halus akan mengakumulasi bahan organik yang

jauh lebih besar daripada sedimen yang mengandung fraksi yang lebih kasar. Keempat parameter yaitu logam berat total, fraksi labil, persentase LOI dan lanau memiliki sudut yang berbeda dengan dengan fraksi lempung, hal ini menunjukkan bahwa parameter lempung berkorelasi negatif terhadap keempat parameter tersebut. Korelasi yang negatif diduga disebabkan oleh keberadaan parameter lempung tidak mempengaruhi keempat parameter tadi, tingginya nilai lempung tidak diikuti oleh tingginya niai keempat parameter. Parameter pasir memiliki sudut yang sangat jauh dan cenderung berlawanan arah. Hal ini menunjukkan bahwa parameter pasir cenderung tidak memiliki korelasi terhadap parameter logam total, logam fraksi labil, persentase LOI dan lanau. Posisi parameter pasir yang tersendiri pada kuadran III menunjukkan bahwa parameter pasir tidak mempunyai pengaruh terhadap parameter lainnya. Pada Gambar 12, semakin ke arah kanan garis maka dapat diketahui bahwa semakin tinggi nilai parameter logam fraksi total, fraksi labil, persentase LOI pada stasiun. Semakin ke arah atas garis semakin tinggi nilai parameter lempung pada stasiun. Analisis biplot juga menunjukkan bahwa terdapat empat kelompok stasiun yang terbentuk pada Gambar 13, yaitu kelompok pertama diwakili oleh Stasiun 4,5, dan 8. Kelompok kedua meliputi Stasiun 1,3 dan 7. Kelompok ketiga meliputi Stasiun 2 dan 6 dan kelompok terakhir yaitu Stasiun 9. Kelompok pertama yaitu Muara Sungai Dadap, Sungai Ciliwung, dan Muara Kali Koja memiliki karakteristik yang sama yaitu stasiun-stasiun dengan konsentrasi logam berat Cu dan Zn pada fraksi total dan labil yang lebih tinggi daripada stasiun lainnya. Stasiun-stasiun tersebut juga merupakan muara sungai dengan daerah aliran sungai yang padat dengan aktivitas manusia. Kelompok kedua yaitu stasiun

Muara Angke, Muara Sungai Kamal, dan Muara Sunter memiliki karakteristik yang sama karena memiliki sedimen yang didominasi oleh ukuran sedimen lempung. Dominasi ukuran sedimen lempung dapat diduga bahwa perairan pada titik stasiun tersebut mempunyai arus yang tenang. Kelompok ketiga yaitu stasiun laut dan Muara Sungai Blencong merupakan stasiun yang paling lemah untuk berbagai objek peubah, karena tidak ada vektor peubah yang mengarah ke kedua stasiun tersebut. Kelompok terakhir yaitu stasiun Muara Kali Baru yang merupakan satu-satunya stasiun dengan dominasi pasir pada sedimen.