BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada pada zona tektonik aktif yang diakibatkan oleh pertemuan tiga lempeng tektonik utama, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Samudra Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Aktivitas pergerakan tiga lempeng ini membuat Indonesia dikenal sebagai daerah Mega Triple Junction dan mengakibatkan Indonesia sebagai daerah yang mempunyai aktivitas tektonik aktif. Pergerakan antara lempeng India-Australia relatif menuju ke arah utara dengan kecepatan 6-7 cm/tahun, kedua lempeng tersebut bertemu di wilayah Indonesia mulai dari ujung Pulau Sumatera bagian selatan sampai Kepulauan Maluku. Pergerakan tiga lempeng yang terjadi di Indonesia, menghasilkan proses tektonik yang sangat kompleks. Pada zona tumbukan sepanjang 7000 m terdapat kurang lebih 129 gunungapi aktif. Batas Indonesia paling selatan, yaitu Palung Sumatera-Jawa. Palung Sumatera-Jawa merupakan zona pertemuan antara lempeng India-Australia dan lempeng Eurasia, bagian terdalam terdapat di selatan Pulau Jawa dengan kedalaman 6000 m dan semakin dangkal menuju ke arah Pulau Sumatera (Hamilton, 1979). Pulau Sumatera merupakan pulau di Indonesia yang terbentuk akibat adanya interaksi subduksi lempeng Samudra Hindia (Indian-Australian Oceanic) dengan lempeng Benua Asia (Asia Continental Crust) (Trapsila, 2008). Akibat tatanan tektonik Pulau Sumatera yang kompleks mengakibatkan terbentuknya sesar Sumatera dan sesar Mentawai yang ditunjukan Gambar 1.1, sehingga Pulau Sumatera berpontensi terjadinya bencana alam seperti gempabumi dan. Zona tumbukan merupakan daerah yang memiliki resiko gempabumi sangat tinggi (Tanesia, 2006). Gempabumi didefinisikan sebagai getaran tanah karena pembebasan energi secara tiba-tiba yang terjadi pada kerak bumi (Elnashai dan Sarno, 2008). Kota Bukittinggi merupakan salah satu daerah yang terletak di Provinsi Sumatera Barat yang rentan terhadap ancaman gempabumi karena 1
2 terletak dekat dengan patahan sumatera dan Gunung Marapi dan Gunung Singgalang dan Tandikat. Kota Bukittinggi terdiri atas tiga kecamatan dan 22 kelurahan dengan luas daerah ± 25.239 km 2 (BPS Bukittinggi, 2014). Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh merupakan kawasan yang cukup padat penduduk karena menurut Bukittinggi dalam angka tahun 2014 laju pertumbuhan dan perkembangan terpusat di kecamatan tersebut. Gambar 1.1 Fisiografi Pulau Sumatera (McCaffrey, 2009) Berdasarkan katalog gempabumi per wilayah (BMKG, 2011) di Pulau Sumatera tercatat terjadi lima belas gempabumi dari tahun 2004 sampai tahun 2010 rincian gempabumi dapat dilihat pada Tabel 1.1. Sifat gempabumi yang dapat berulang untuk periode tertentu, maka dapat diprediksikan bahwa akan terjadi kembali gempabumi di Provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya. Bencana gempabumi dapat menyebabkan bencana lain, yaitu, tanah longsor, kebakaran, banjir dan robohnya gedung. Kerusakan yang ditimbulkan oleh
3 gempabumi dapat disebabkan oleh intensitas getaran di permukaan tanah. Kekuatan dan durasi dari getaran gempabumi tergantung pada magnitudo dan jarak lokasi serta karakteristik di daerah (Kramer, 1996). Berdasarkan Bukittinggi dalam angka tahun 2014 Kota Bukittinggi mempunyai jumlah penduduk pada tahun 2013 adalah 118.260 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,88 % per tahun sehingga diperlukan analisis daerah bahaya gempabumi untuk mengurangi resiko dan korban yang diakibatkan oleh gempabumi. Tabel 1.1 Gempabumi yang merusak di Provinsi Sumatera Barat (BMKG, 2011) No Waktu kejadian Lokasi Mag Keterangan (Mw) 1. 16 Februari 2004 14:44:37 UTC Padangpanjang 5,6 Tidak berpotensi 2. 22 Februari 2004 6:46:27 UTC Padang 6,0 Tidak berpotensi 3. 10 April 2005 Kep. Mentawai 6,7 Tsunami 10:29:11 UTC 4. 10 April 205 11:14:20 UTC Kep. Mentawai 6,5 Tidak berpotensi 5. 6 Maret 2007 3:49:38 UTC Sumatera Barat 6,4 Tidak berpotensi 6. 6 Maret 2007 5:49:29 UTC Padang 6,3 Tidak berpotensi 7. 12 September 2007 23:49:04 UTC Kep. Mentawai 7,7 Tidak berpotensi 8. 25 Februari 2008 8:36:38 UTC Kep. Mentawai 7,4 Tidak berpotensi 9. 25 Februari 2008 18:06:03 UTC Kep. Mentawai 6,5 Tidak berpotensi 10. 25 Februari 2008 21:02:18 UTC Kep. Mentawai 7,0 Tidak berpotensi 11. 16 Agustus 2009 Kep. Mentawai 6,9 Tsunami 7:38:22 UTC 12. 30 September 2009 Padang 7,6 Tsunami 10:16:09 UTC 13. 1 Oktober 2009 1:52:31 UTC Jambi 6,8 Tidak berpotensi 14. 5 Maret 2010 16:07:03 UTC Kep. Mentawai 6,3 Tidak berpotensi 15. 25 Oktober 2010 14:42:20 UTC Sumatera Barat 7,2 Tsunami
4 Analisis kerusakan atau daerah bahaya gempabumi dapat dilakukan dengan menganalisis karakteristik dinamik tanah dikarenakan kerusakan akibat gempabumi bergantung pada efek tapak lokal (local site effect). Parameter yang termasuk karakteristik dinamik tanah, yaitu faktor amplifikasi (A), frekuensi dominan (f 0 ), periode dominan (Tg), indeks kerentanan seismik (Kg), ground shear strain (γ), dan nilai percepatan gerak maksimum tanah atau Peak Ground Acceleration (PGA). Nilai dari parameter-parameter karakteristik dinamik tanah dapat diketahui dari pengukuran mikrotremor di suatu daerah dan dapat dianalisis dengan metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) yang diperkenalkan oleh Nakamura (1959). Gambar 1.2 Kerusakan akibat gempabumi Padang 30 September 2009 (BPBD Sumatera Barat, 2009) Pengolahan data mikrotremor di Kota Bukittinggi didukung dengan penghitungan nilai Peak Ground Acceleration (PGA) menggunakan rekaman sinyal gempabumi. Kejadian gempabumi yang digunakan dalam perhitungan PGA berdasarkan rekaman data waveform adalah gempabumi Padang yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 10:16:09 UTC. Pemilihan kejadian gempabumi
5 tersebut karena gempabumi Padang 30 September 2009 mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang sangat besar yang dapat dirasakan di Kota Bukittinggi. Pada tanggal 30 September 2009 Kota Padang diguncang gempabumi dengan kekuatan 7,6 Mw dan kedalaman 90,2 km terjadi pada 10:16:09 UTC menyebabkan kerusakan dan korban yang sangat banyak (Gambar 1.2). Menurut katalog gempabumi BMKG tahun 2011 tercatat ± 1000 orang meninggal dunia, ± 2181 orang dan ribuan orang yang belum terdaftar di sekitar Padang luka-luka, serta ± 2650 bangunan rusak. Berdasarkan uraian di atas maka diperlukan penelitian tentang pemetaan daerah bahaya gempabumi berdasarkan karakteristik dinamika tanah yang didukung dengan perhitungan PGA berdasarkan rekaman kejadian gempabumi 30 September 2009 di daerah Bukittinggi. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini, yaitu bagaimana tingkat bahaya gempabumi berdasarkan karakteristik dinamika tanah di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini, yaitu memetakan daerah bahaya gempabumi berdasarkan karakteristik dinamika tanah di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. 1.4. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini, yaitu: 1. Lokasi penelitian meliputi Kota Bukittinggi Provinsi Sumatera Barat pada koordinat 0 o 16 LS 0 o 20 LS dan 100 o 20 BT - 100 o 25 BT. 2. Perhitungan nilai Peak Ground Acceleration (PGA) menggunakan data rekaman sinyal gempabumi 30 September 2009 dan menggunakan metode Kanai. 3. Stasiun seismometer yang digunakan untuk perhitungan PGA dengan rekaman waveform gempabumi, yaitu BKNI (Bangkinang, Riau, Indonesia), MNSI
6 (Mandailing Natal Sumatera Utara, Indonesia), PDSI (UNAND Padang, Sumatera Barat, Indonesia), PPI (Padang Panjang, Sumatera Barat, Indonesia). 1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dari pengolahan data mikrotremor dapat memberikan informasi daerah dengan tingkat bahaya tertentu di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Untuk jangka panjang hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi penunjang bagi kegiatan mitigasi bencana, mengingat daerah Kota Bukittinggi yang terletak di Pulau Sumatera merupakan daerah dengan tingkat kepadatan penduduk cukup padat dan Pulau Sumatera terletak pada jalur tektonik sekaligus jalur vulkanik sehingga potensi bencana yang berkaitan dengan keduanya juga cukup tinggi.