RESTRUKTURISASI SEBAGAI PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH PADA BANK Biner Sihotang 1), Elsi Kartika Sari 2) Mahasiswa Program Studi Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Trisakti E-mail: sihotang.biner@yahoo.com; elsi.ks@trisakti.ac.id Abstrak Risiko yang sering terjadi dalam usaha perbankan pada umumnya adalah risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Faktor penyebab risiko kredit bermasalah antara lain kesalahan penggunaan kredit, manajemen pengggunaan kredit yang buruk, serta kondisi perekonomian yang mempengaruhi iklim usaha sehingga terjadi wanpretasi pada debitur. Akibat krisis terhadap sektor perkreditan besarnya Non Performing Loan (NPL) pada bank menimbulkan alternatif baru dalam menurunkan NPL dengan melakukan Restrukturisasi Kredit.Metode penelitian ini yang digunakan adalah Normatif, dengan penelitian deskriptif analitis.restrukturisasi Kredit upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 dan PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Keuntungan restrukturisasi kredit bagi bank adalah dengan selamatnya usaha debitur yang direstrukturisasi maka nilai NPL Bank dapat berkurang serta CKPN yang seharusnya dianggarkan untuk potensi kredit bermasalah dapat terselamatkan dan dapat digunakan untuk pembiayaan lainnya. Kata Kunci: Restrukturisasi Kredit, Penyelematan Kredit Bermasalah A. Pendahuluan Salah satu instrument yang dapat ditempuh para pelaku usaha untuk mendapatkan bantuan dana guna mendukung berjalannya pembangunan adalah menggunakan fasilitas kredit yang biasanya disediakan oleh bank, baik bank pemerintah maupun bank swasta. Kegiatan lainnya, bank juga menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito dan tabungan. Kegiatan menghimpun dana dilakukan oleh bank untuk mendapatkan modal yang kemudian disalurkan kepada masyakakat yang membutuhkannya. Selain menyalurkan kredit dan menghimpun dana, bank juga melakukan kegiatan berupa memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan suratsurat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), pengihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kot atau luar negeri (inkaso), Letter of Credit (L/C), Safe Deposit Box (SDB), Bank Garansi (BG), Bank Notes, Travellers Cheque dan jasa lainnya. Untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional sebagai bentuk perwujudan fungsi lembaga perbankan, maka salah satu usaha pokok perbankan adalah menyalurkan dana kepada nasabah dalam bentuk pemberian pinjaman atau kredit. Menurut ketentuan pasal 1 ayat (11) UU Perbankan : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ; 1 1 Republik Indonesia, Undang-undang No. 10 tahun 1998 TentangPerubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 2.23.1
Dalam pemberian kredit tersebut, bank senantiasa berpedoman pada prinsip kehati-hatian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU Perbankan yang berbunyi: Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Berdasarkan prinsip kehati-hatian bank dalam memberikan kredit, maka bank juga harus memperhatikan prinsip 5C dalam pemberian kredit antara lain Prinsip 5C (The Five C s Principles), yaitu Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition of Economy 2 Risiko yang sering terjadi dalam usaha perbankan pada umumnya adalah risiko kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL). Kredit bermasalah adalah suatu keadaan dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau seluruh kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan. 3 Faktor penyebab risiko kredit bermasalah antara lain karena kesalahan penggunaan kredit, manajemen pengggunaan kredit yang buruk, serta kondisi perekonomian yang mempengaruhi iklim usaha sehingga terjadi wanpretasi atas perjanjian kredit oleh debitur. Akibat krisis terhadap sektor perkreditan yang terjadi pada tahun 1998 dengan besarnya Non Performing Loan (NPL) pada bank-bank menimbulkan alternatif baru dalam menurunkan Non Performing Loan (NPL) yakni dengan melakukan restrukturisasi kredit atas kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank. Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 dan PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Program restrukturisasi kredit akan memberikan pembayaran hutang dengan syarat yang lebih lunak atau lebih ringan dibandingkan dengan syarat pembayaran hutang sebelum dilakukannya proses restrukturisasi hutang sehingga dapat memperbaiki posisi keuangan debitur. 4 Disamping itu Debitur dapat menjalankan usahanya kembali dan tidak akan kehilangan agunan yang diserahkan kepada Bank, sedangkan keuntungan bagi bank adalahpenyelesaian kredit bermasalah akan membutuhkan waktu yang singkat sehingga akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank karena NPL akan cenderung turun dan tidak membutuhkan biaya yang besar sebagaimana layaknya dalam proses penyelesaian kredit bermasalah yang dihadapi oleh bank. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas bagaimana Peranan Restrukturisasidalam Kredit Bermasalah dapat meberikan keuntungan bagi Bank dan Debitur berdasarkan peraturan yang berlaku. B. Pembahasan. Penghasilan terbesar bagi sebuah bank adalah penyaluran kredit, baik itu kepada mayarakat secara perorangan maupun secara badan hukum. Namun kredit juga merupakan sumber resiko bisnis terbesar jika debitur melakukan wanprestasi baik disengaja maupun tidak disengaja seperti faktor bencana alam atau lainnya. Pihak bank selaku pemberi kredit harus memiliki prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kreditnya.bank yang sudah menerapkan asas kehati-hatian ternyata masih juga menghadapi kredit bermasalah. Kredit bermasalah ini mengharuskan bank untuk segera mengambil keputusan untuk menyelesasikannya. Restrukturisasi kredit didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No.14/15/PBI/2012 Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum dan Peraturan 1992 tentang Perbankan, Pasal 1 ayat (2). 2 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Depok: Rajawali Pers, 2014), h. 136-138 3 Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi), Edisi Pertama, (Yogyakarta: Penerbit BPFE, 2002), h. 462. 4 Darmadji T. dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 69 2.23.2
Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan Kehati-hatian Dalam Rangka Stimulus Perekenomian Nasional Bagi Bank Umum.Menurut Pasal 1 ayat (4) POJK No.11/POJK.03/2015, 5 Restrukturisasi Kredit adalah upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, yang dilakukan antara lain melalui: 6 1. Penurunan suku bunga, yakni memberikan keringanan dengan cara menurunkan suku bunga kredit. 2. Perpanjangan jangka waktu kredit yakni pemberian perpanjangan jangka waktu kredit. 3. Pengurangan tunggakan bunga kredit, yakni pengurangan tunggakan bungaatau menghapus seluruh tunggakan bunga kredit.. 4. Pengurangan tunggakan pokok kredit merupakan restrukturisasi kredit yang paling maksimal diberikan oleh kreditur kepada debitur, karena pengurangan pokok kredit biasanya diikuti dengan penghapusan bunga dan denda seluruhnya. 5. Penambahan kredit, dilakukan dengan harapan agar usaha debitur akan berjalan kembali dan berkembang sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang dapat digunakan untuk mengembalikan utang lama dan dan tambahan kredit baru. Pemberian tambahan fasilitas kredit harus dilakukan analisa yang cermat, akurat dan dengan perhitungan yang tepat mengenai prospek usaha debitur karena debitur menanggung utang lama dan utang baru. 6. Konversi kredit menjadi penyertaan modal, yaitu sejumlah nilai kredit dikonversikan menjadi saham pada perusahaan debitur (dept equity swap). Dengan demikian, bank memiliki sejumlah saham pada perusahaan debitur dan utang debitur menjadi lunas. Pasal 52 Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, menyebutkan bahwa bank hanya dapat melakukan restrukturisasi kredit terhadap debitur yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 7 1. Debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit; 2. Debitur memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi. Beberapa hal penting yang memerlukan perhatian khusus dalam mengimplementasikan peraturan ini, yaitu: 8 Restrukturisasi kredit ini hanya dapat dilakukan terhadap debitur yang masih memiliki prospek usaha yang baik dan telah atau diperkirakan akan mengalami kesulitan pembayaran pokok dan/atau bunga kredit. Pasal 53 Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari: 9 1. Memperbaiki kualitas kredit; dan 2. Menghindari peningkatan pembentukan penyisihan penghapusan aset (PPA). Bentuk pelaksanaan restrukturisasi pada dasarnya bergantung pada kesepakatan antara debitur dengan kreditor dalam menyusun kembali perjanjian pembayaran utangnya. Metode restrukturisasi utang yang paling sederhana untuk dilaksanakan yakni 5 Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2015, Op. Cit., Pasal 1 ayat (4) 6 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, Op. Cit., Pasal 1 ayat (26). 7 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, Op. Cit. Pasal 57. 8 Masyhud Ali, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 1999), h. 207. 9 Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, Op. Cit., Pasal 53. 2.23.3
dengan penjadwalan kembali atau rescheduling, yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut perubahan jangka waktu pembayarannya. Dengan penjadwalan kembali pembayaran utangnya maka bank memberikan kelonggaran kepada debitur untuk membayar utangnya yang telah jatuh tempo dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut dan menyusun jadwal pembayaran angsuran sesuai dengan kondisi keuangan debitur. Contohnya debitur A dengan jangka waktu kredit 12 (dua belas) bulan, diperpanjang menjadi 24 (dua puluh empat) bulan. Persyaratan Kembali atau reconditioning, yaitu mengubah sebagian atau seluruh syarat perjanjian kredit. Pengubahan syarat ini tidak terbatas hanya menyangkut jangka waktu pembayarannya saja, termasuk penurunan suku bunga, penghapusan atau pengurangan sebagaian bunga, pengurangan sebagaian pokok, artinya menyangkut syarat apapun sepanjang tidak melakukan penambahan kredit atau melakukan konversi atas seluruh atau sebagian kredit menjadi equity perusahaan.contohnya debitur A dengan bunga kredit sebesar 14 %, diberikan penurunan suku bunga menjadi 12 %. Penataan Kembali atau restructuring yaitu perubahan syarat-syarat kredit, yang meliputi: 10 Penambahan dana; Konversi seluruh atau sebagian tunggakan utang menjadi pokok utang baru; Contohnya Debitur A awal kredit mendapatkan fasilitas sebesar Rp. 50 jt, kemudian diberikan penambahan menjadi Rp. 70 jt. Peraturan OJK Nomor 11/POJK.03/2015 tentang Ketentuan kehati-hatian dalam rangka Stimulus Perekonomian Nasional Bagi Bank Umum diatur dalam Pasal 7 dinyatakan: 1. Penetapan Kualitas Kredit yang Direstrukturisasi adalah Kualitas Kredit setelah dilakukan restrukturisasi ditetapkan sebagai berikut: 2. Paling Tinggi Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet; 3. Tetap atau Tidak Berubah untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Lancar, Dalam Perhatian Khusus atau Kurang Lancar. 4. Kualitas Kredit setelah dilakukan restrukturisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan selama 3 (tiga) kali periode pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga secara berturut-turut sesuai dengan perjanjian Restrukturisasi Kredit. 5. Dalam hal debitur tidak memenuhi kriteria dan/atau persyaratan dalam perjanjian Restrukturisasi Kredit, penilaian kualitas Kredit ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku yang didasarkan atas: a. Ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk Kredit yang direstrukturisasisampai dengan jumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau b. Prospek Usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar untuk Kredit yang direstrukturisasi dengan jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 6. Dalam hal periode pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga kurang dari 1 (satu) bulan, peningkatan kualitas menjadi Lancar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan paling singkat 3 (tiga) bulan sejak dilakukan Restrukturisasi Kredit. Sesuai Pasal 9 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2015 kredit yang direstrukturisasi dengan pemberian tenggang waktu pembayaran pokok, ditetapkan memiliki kualitas yakni paling tinggi Kurang Lancar untuk Kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Diragukan atau Macet; tetap atau tidak berubah 10 Muhamad Djumhana, Op.Cit., h. 252. 2.23.4
untuk kredit yang sebelum dilakukan restrukturisasi tergolong Lancar, Dalam Perhatian Khusus, atau Kurang Lancar. Kualitas kredit selama masa pemberian tenggang waktu pembayaran pokok sebagaimana dimaksud dapat menjadi Lancar, apabila tidak terdapat tunggakan pembayaran bunga selama 3 (tiga) kali periode pembayaran berturut-turut sesuai perjanjian restrukturisasi kredit; atau sesuai kualitas kredit yang lebih buruk antara kualitas kredit sebagaimana dimaksud atau kualitas kredit yang sebenarnya, apabila terdapat tunggakan pembayaran bunga atau tidak memenuhi kriteria dan/atau persyaratan dalam perjanjian restrukturisasi kredit. Kualitas kredit setelah masa pemberian tenggang waktu pembayaran pokok didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit yang direstrukturisasi sampai dengan jumlah Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); atau prospek usaha, kinerja (performance) debitur, dan kemampuan membayar untuk kredit yang direstrukturisasi dengan jumlah lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). C. KESIMPULAN Dalam pelaksanaannya, penyelesaian kredit tersebut cenderung membawa kerugian baik bagi Debitur maupun bagi Bank. Kerugian bagi debitur adalah akan kehilangan kesempatan untuk berusaha kembali dan kehilangan atas asset yang diagunkan kepada Bank,sedangkan kerugian bagi bank adalah penyelesaiannya membutuhkan biaya dan waktu yang relative lama sehingga akan mempengaruhi kesehatan suatu bank. Disamping itu, bank tidak akan mendapat pembayaran atas kredit yang dikeluarkannya. Sehubungan dengan banyaknya kerugian yang timbulkan atas penyelesaian kredit bermasalah tersebut, maka Pemerintah mengeluarkan dan mengharuskan bank melakukan restrukturisasi kredit atas kredit bermasalah yang dihadapai.restrukturisasi Kredit upaya perbaikan yang dilakukan Bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.11/POJK.03/2015 dan PBI Nomor 14/15/PBI/2012. Dalam pelaksanaan restrukturisasi, bank harus memberikan keringanan-keringanan pembayaran misalnya dengan pengurangan bunga dan memperpanjang jangka waktu kredit. Dengan keringanan bunga dan perpanjangan waktu kredit, debitur dapat melakukan pembayaran sesuai dengan kemampuannya pada saat kreditnya direstruktur. Dengan adanya kemampuan tersebut, debitur juga dapat menjalankan usahanya dengan baik yang hasilnya dipergunakan untuk melakukan pembayaran angsuran kepada bank. Dengan berjalannya restrukturisasi tersebut, Bank akan mendapatkan keuntungan berupa : Penurunan NPL sehingga membawa dampak positif akan kesehatan bank itu sendiri. Disamping itu dari segi ekonomi, Bank mendapatkan pembayaran angsuran dari debitur sesuai dengan perjanjian restrukturisasi yang dibuat oleh bank dan debitur. D.DAFTAR PUSTAKA Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Depok: Rajawali Pers, 2014), h.136-138 Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan (Teori dan Aplikasi), Edisi Pertama, (Yogyakarta: Penerbit BPFE, 2002), h. 462. Darmadji T. dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 69 Budi Untung, Kredit Perbankan Di Indonesia, (Yogyakarta: Andi, 2005), h. 201. Darmadji T. dan Hendy M. Fakhruddin, Pasar Modal Di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2001), h. 69 2.23.5
Masyhud Ali, Cermin Retak Perbankan Refleksi Permasalahan dan Alternatif Solusi, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 1999), h. 207. Otoritas Jasa Keuangan, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 11/POJK.03/2015, Op. Cit., Pasal 1 ayat (4) Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/15/PBI/2012, Op. Cit., Pasal 1 ayat (26). 2.23.6