BAB I PENDAHULUAN. manusia dapat memahami dan menghayati makna pendidikan sehingga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses yang dialami oleh setiap individu dan

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengembangkan semua aspek dan potensi peserta didik sebaikbaiknya

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sesuai dengan yang termuat dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai hak untuk memenuhi kebutuhannya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia atau lazim

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. membangun peradaban manusia di era modern seperti saat ini. Pada hakikatnya. mengalami perubahan (Wayan Somayasa, 2013: 2).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS dan PKn

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan salah satu bidang studi yang ada

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal semacam itulah yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN METODE INKUIRI JURNAL. Oleh. NURLITASARI NINGSIH Supriyadi Siti Rachmah Sofiani

I. PENDAHULUAN. diperoleh pengetahuan, keterampilan serta terwujudnya sikap dan tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan warga negara Indonesia menjadi manusia yang berkualitas

I. PENDAHULUAN. selalu dilakukan dari waktu ke waktu. Hal ini dimasudkan agar dapat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dalam Lapono (2009: 122)

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah

BAB I PENDAHULUAN. mandiri dan membentuk siswa dalam menuju kedewasaan. Pendidikan yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. taraf hidup manusia. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan seorang akan menjadi manusia yang berkualitas. UU No 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa untuk menghadapi tantangan hidup dimasa mendatang.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Bab I ketentuan umum pada pasal 1 dalam UU ini dinyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha untuk merubah suatu bangsa ke arah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan bukan sekedar memberikan pengetahuan, nilai-nilai atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia guna

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah , 2015

BAB I PENDAHULUAN. bidang kehidupan diantaranya adalah di bidang pendidikan. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai aspek. Hal tersebut sejalan dengan Undang-undang No. 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan kehidupan masyarakat dalam suatu negara sangat dipengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No 20 tahun 2003 pasal 1 menegaskan bahwa pendidikan. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. beradaptasi dengan lingkungan dan mengantisipasi berbagai kemungkinan

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN. memberi dukungan dan perubahan untuk perkembangan masyarakat, bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya penguasaan kumpulan pengetahu yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 7915/D/Kp/2014 memutuskan tentang petunjuk teknis pemberlakuan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu upaya untuk menciptakan manusia- manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan berpikir tentang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN. ketrampilan, penanaman nilai-nilai yang baik, serta sikap yang layak dan. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor yang penting dalam kehidupan. Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia abad ke-21 mempunyai karakteristik sebagai berikut,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kemajuan perkembangan zaman yang begitu cepat dan pesat terutama

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kurikulum

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang utama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia yang dapat mempengaruhi berbagai bidang di dalam pengembangan dan pembangunan bangsa. Proses pendidikan dilakukan agar manusia dapat memahami dan menghayati makna pendidikan sehingga mampu menata perilaku pribadi, bersikap bijaksana, berpikir secara logis, rasional, dan ilmiah. Suatu bangsa dapat dikatakan maju apabila pendidikan warga negaranya sudah tinggi, sehingga dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Kesejahteraan bangsa bukan lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, modal sosial, dan kredibilitas sehingga tuntutan untuk terus memutakhirkan pengetahuan menjadi suatu keharusan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta didik secara aktif

2 mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Oleh karena itu, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran. Pernyataan lebih jelas tertulis dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 32 Tahun 2013 perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi siswa sebagai generasi penerus bangsa yang diyakini akan menjadi determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia. Pendidikan dasar memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada masa yang akan datang, karena pendidikan dasar merupakan pondasi awal bagi siswa untuk membuka wawasannya. Jenjang pendidikan dasar memiliki beberapa komponen bidang-bidang pelajaran yang harus dikuasai siswa salah satunya adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Pembelajaran IPA di sekolah berperan penting dalam proses pendidikan dan perkembangan teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan

3 minat dan kemampuan dalam mengembangkan Iptek serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia, sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran IPA yang tergolong dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri (lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006: 3). Bentuk perwujudan hal tersebut, maka dalam pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah, serta mengomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu, pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah (BSNP, 2006: 161). Trianto (2010: 152) menyatakan bahwa pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses mencari tahu dan berbuat, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Hakikat IPA yang merujuk pada empat unsur yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi diharapkan dapat muncul dalam pembelajaran sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuan bekerja dalam menenemukan fakta baru (Trianto, 2010: 153-154). Hakikatnya belajar IPA bukan hanya sekedar menghafal konsep tetapi siswa berusaha untuk

4 menemukan konsep, sehingga dalam pembelajarannya hendaknya guru tidak hanya mentransfer pengetahuannya secara informatif saja tetapi mengajak siswa agar terlibat secara langsung. Pembelajaran IPA untuk siswa SD seharusnya banyak menyediakan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi, berpikir, berdiskusi, berkomunikasi, berinteraksi, serta bekerjasama secara kelompok. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA hendaknya siswa dibawa ke dalam situasi yang nyata agar siswa melihat, membuktikan, memperoleh pengalaman secara konkret, serta mengonstruksi pengetahuannya sendiri berdasarkan fakta yang ada. Berdasarkan hasil observasi selama pembelajaran IPA yang dilakukan pada tanggal 2-3 Desember 2014 di kelas IV SD Negeri 3 Metro Barat, peneliti menemukan bahwa guru belum optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran yang dapat melatih siswa belajar secara mandiri untuk menemukan suatu konsep ataupun prinsip. Ketika pembelajaran, guru menjelaskan hanya sebatas materi dan sedikit proses karena cara pengajaran yang dilakukan masih terpaku pada buku pelajaran. Media pembelajara IPA di SD Negeri 3 Metro Barat tersedia lengkap sesuai standar pelayanan minimal di tingkat SD/MI, sepeti yang tercantum dalam Permendiknas No. 15 tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal pendidikan dasar di kabupaten/kota yaitu setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA. Meskipun media pembelajaran IPA tersedia lengkap, namun frekuensi penggunaannya dalam pembelajaran IPA belum optimal, tidak

5 jarang pula guru tidak menggunakan media pembelajaran IPA yang ada untuk mendukung kegiatan pembelajaran dan memberikan pengalaman yang nyata pada siswa. Guru lebih mengutamakan pemberian pengetahuan secara informatif saja dan kurang memberikan ruang yang bebas bagi siswa untuk melakukan penyelidikan, serta mengembangkan cara berpikir objektif dan kritis analitis. Beberapa temuan tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru sehingga belum menunjukkan adanya proses konstruktivis yang optimal dan bermakna bagi siswa. Kegiatan siswa selama pembelajaran didominasi dengan pemberian tugas baik secara individu maupun kelompok untuk mengerjakan soal yang terdapat dalam buku pelajaran sesuai dengan perintah yang diberikan. Jumlah siswa yang terlalu banyak sering membuat kondisi kelas menjadi kurang kondusif, tak jarang siswa tidak memperhatikan penjelasan guru dan membuat kegaduhan karena bosan. Saat kegiatan pembelajaran, siswa kurang diberikan ruang untuk mengemukakan gagasannya secara bebas yang mengakibatkan siswa menjadi kurang percaya diri dalam menyampaikan gagasannya tanpa melihat tulisan. Saat tanya jawab ada beberapa siswa yang terlihat diam saja, ada juga yang terlihat ragu dan takut untuk mengemukakan pendapatnya. Hal ini tampak pada saat tanya jawab, siswa yang telah mengangkat tangannya, beberapa saat kemudian menurunkannya kembali sebelum guru memintanya untuk mengemukakan pendapatnya. Beberapa pertanyaan yang diberikan pada siswa umumnya pertanyaan tertutup yang tidak merangsang siswa untuk memberikan jawaban yang beragam. Meskipun demikian, masih terdapat siswa yang aktif, namun hanya siswa itu saja yang aktif untuk merespon

6 setiap pertanyaan guru. Hal ini diduga kerena pemberian kesempatan untuk menyatakan pendapat yang diberikan guru tidak merata hanya terfokus pada siswa itu saja, tak heran jika pada pertanyaan selanjutnya siswa yang semula antusias untuk mengemukakan pendapatnya menjadi berkurang. Beberapa indikasi tersebut menunjukkan bahwa siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal untuk mengajak siswa agar terlibat langsung, sehingga pembelajaran menjadi kurang komunikatif. Masalah-masalah yang timbul selama pembelajaran tersebut berdampak pada hasil belajar siswa yang belum optimal. Hasil penelusuran telaah dokumen hasil belajar IPA tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa hanya 13 orang siswa (38,24%) dari 34 orang siswa yang telah mencapai KKM yaitu 66. Mulyasa (2013: 131) menyatakan dari segi hasil, proses pembentukan kompetensi dan karakter dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar 75%. Indikator tersebut menunjukkan bahwa persentase ketuntasan hasil belajar IPA di kelas IV masih rendah karena persentase yang ditunjukkan masih jauh dari indikator keberhasilan. Menindaklanjuti fakta-fakta yang telah dipaparkan, maka perlu diadakan perbaikan pembelajaran agar hasil belajar siswa meningkat. Upaya perbaikan pembelajaran dapat diwujudkan melalui pembelajaran yang mampu mengajak siswa terlibat langsung, sehingga dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna. Perbaikan dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dengan mengubah model dan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan

7 pembelajaran. Model discovery learning dan metode inkuiri merupakan salah satu alternatif perbaikan yang dapat digunakan untuk memperbaiki pembelajaran sekaligus meningkatkan hasil belajar siswa. Hosnan (2014: 282) mengemukakan bahwa discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa dilatih belajar secara mandiri dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Siswa akan terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran karena siswa berpikir dan menggunakan kemampuannya untuk menemukan hasil akhir, sehingga siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik karena dilibatkan langsung dalam kegiatan penyelidikan. Hasil penelitian Istiqomah (2014) memberikan kesimpulan bahwa penerapan model discovery learning dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik yang meliputi tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Penggunaan discovery learning sebagai model pembelajaran tidak terlepas dari suatu metode yang selalu mengiringinya yaitu metode inkuiri. Discovery dan inkuiri merupakan dua kegiatan yang saling berkaitan satu sama lain. Discovery berarti penemuan sedangkan inkuiri berarti penyelidikan, untuk memperoleh suatu penemuan diawali dengan kegiatan penyelidikan begitupula ketika sesorang melakukan penyelidikan maka ia akan mendapatkan suatu penemuan. Gulo (2004: 84-85) mengemukakan metode inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki

8 secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri menekankan pada pengembangan tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara seimbang, sehingga pembelajaran inkuiri dianggap lebih bermakna. Melalui metode inkuiri siswa dibina agar dapat mengembangkan sikap rasa ingin tahu, cara berpikir objektif, dan kritis analitis baik secara individu maupun kelompok. Hasil penelitian Wahyuni (2013) memberikan kesimpulan bahwa penerapan metode inkuiri pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek pengetahuan. Berdasarkan paparan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan perbaikan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model discovery learning dan metode inkuiri untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Barat. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa belum optimal yaitu sebagai berikut. 1. Guru belum optimal dalam penggunaan variasi model pembelajaran yang dapat melatih siswa belajar secara mandiri untuk menemukan suatu konsep ataupun prinsip. 2. Penyampaian materi ajar masih terpaku pada buku yang digunakan dan sedikit melakukan proses. 3. Guru lebih mengutamakan pemberian pengetahuan secara informatif saja dan kurang memberikan ruang yang bebas bagi siswa untuk melakukan

9 penyelidikan serta mengembangkan cara berpikir objektif dan kritis analitis. 4. Penggunaan media pembelajaran IPA belum optimal. 5. Kegiatan siswa selama pembelajaran didominasi dengan pemberian tugas baik secara individu maupun kelompok. 6. Jumlah siswa yang terlalu banyak sering mengakibatkan kondisi kelas menjadi kurang kondusif. 7. Siswa kurang diberikan ruang untuk mengemukakan gagasannya secara bebas. 8. Saat tanya jawab beberapa siswa terlihat diam saja, ada juga yang terlihat ragu dan takut untuk mengemukakan pendapatnya. 9. Pertanyaan yang diberikan pada siswa umumnya pertanyaan tertutup. 10. Kurangnya pemerataan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah penerapan model discovey learning dengan metode inkuiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Barat?. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 3 Metro Barat melalui penerapan model discovery learning dengan metode inkuiri.

10 E. Manfaat Penelitian Adapun penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Siswa Dapat melatih siswa untuk belajar secara mandiri dan meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis analitis serta meningkatkan pemahaman siswa mengenai konsep IPA. 2. Guru Dapat dijadikan sebagai refleksi untuk memperbaiki pembelajaran serta meningkatkan profesionalisme guru. Selain itu, model discovery learning dengan metode inkuiri dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang bervariatif agar siswa tidak merasa bosan. 3. Sekolah Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan inovasi pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar yang lebih baik dalam upaya peningkatan mutu pembelajaran di SD Negeri 3 Metro Barat. 4. Peneliti Penelitian ini dapat menambah pengetahuan, wawasan, memotivasi peneliti untuk terus belajar, dan menggali pengetahuan mengenai perkembangan dunia pendidikan guna menambah wawasan.