3.4.2. Status Gizi Masyarakat



dokumen-dokumen yang mirip
Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

KATA PENGANTAR. Penyusunan ANDAL, RKL dan RPL kegiatan ini mengacu Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Jangka Waktu/ Lokasi. Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan. Kompleks kilang LNG dan pelabuhan khusus

Bab-2 RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN HIDUP

Metode Pengumpulan Data Komponen Lingkungan Metode Analisis Dampak Lingkungan Metode dan Teknik Indentifikasi, Prediksi, Evaluasi dan Interpretasi

A M D A L (ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN)

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

KUESIONER PENELITIAN. SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR, PADAT dan GAS di BAGIAN EKSPLORASI PRODUKSI (EP)-I PERTAMINA PANGKALAN SUSU TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

Stasiun 1 ke stasiun 2 yaitu + 11,8 km. Stasiun '4.03"LU '6.72" BT. Stasiun 2 ke stasiun 3 yaitu + 2 km.

DOKUMEN AMDAL : KA ANDAL DAN ANDAL (REVIEW)

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga


Lokasi. Jangka Waktu/ Institusi Pemantauan Lingkungan. Rencana Pemantauan Lingkungan

III. METODE PENELITIAN


BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

PEDOMAN PENYUSUNAN KERANGKA ACUAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (KA-ANDAL)

PENELITIAN DALAM AUDIT LINGKUNGAN

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

III. METODE PENELITIAN

PT. PERTAMINA EP - PPGM KATA PENGANTAR

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Kerangka Acuan Kerja. Penyusunan AMDAL Pelabuhan Penyeberangan Desa Ketam Putih

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Makalah Baku Mutu Lingkungan

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

UKL DAN UPL TPA SAMPAH TALANGAGUNG KECAMATAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

Lampiran 3. Hasil Analisis Air Limbah Domestik PT Inalum. No. Parameter Satuan Konsentrasi Metoda Uji mg/l mg/l mg/l

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

III. METODE PENELITIAN

PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI

III. METODE PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN. penduduk yang dilalui saluran lindi bermuara ke laut dengan jarak drainase 2,5

PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (ANDAL)

3. METODE PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN,

ABSTRAKSI DOKUMEN AMDAL

REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

BAB IV METODOLOGI Bahan dan Alat yang Digunakan Data Data Relevan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2 Bahan dan Alat

Gambar 2. Peta lokasi pengamatan.

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/231/KPTS/013/2005 TENTANG

KATA PENGANTAR. Akhirnya diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran proses penyusunan laporan ini.

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

PENGARUH LIMBAH CAIR INDUSTRI PELAPISAN LOGAM TERHADAP KAN- DUNGAN CU. ZN, CN, NI, AG DAN SO4 DALAM AIR TANAH BEBAS DI DESA BANGUNTAPAN, BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan penduduk dan populasi penduduk yang tinggi

BAB 2 BAHAN DAN METODA

Bab-4 RUANG LINGKUP STUDI

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

PERATURAN NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III METODE PENELITIAN

TATACARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni Oktober 2015 dan dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

Achmad Sjafrudin Laboratorium Geomorfologi, Fakutas Teknik Geologi, UNPAD ABSTRACT

BAB III KONDISI DAN ANALISIS LINGKUNGAN

3. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. sampel dilakukan di satu blok (25 ha) dari lahan pe rkebunan kelapa sawit usia

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

BAB VI RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMANTUAN LINGKUNGAN HIDUP (RKL-RPL)

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

3. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 21/ KPTS/013/2005 TENTANG

HASIL DAN PEMBAHASAN

DASAR-DASAR PENYUSUNAN AMDAL DAN STUDI KASUSNYA

Repository.Unimus.ac.id

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan unsur yang penting di dalam kehidupan.tidak ada satu pun makhluk

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

Transkripsi:

Rona Lingkungan Hidup 3.4.2. Status Gizi Masyarakat Status Gizi merupakan salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat dalam upaya pencapaian Indonesia sehat 2010. Status gizi masyarakat dalam hal ini adalah adanya tingkat kecukupan gizi atau energi protein pada balita. Kesehatan balita merupakan salah satu indikator penting untuk melihat rawan tidaknya kesehatan masyarakat, maka Dinas Kesehatan setempat melalui Puskesmas yang ada terus melakukan program perbaikan gizi. Beberapa jenis program tersebut adalah upaya peningkatan penyuluhan para kader gizi kepada ibu ibu balita tentang konsumsi gizi dan upaya peningkatan Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita. Data bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan Status giji balita di Kecamatan Batui dapat dilihat pada Tabel.3.37 dan Tabel 3.38 Tabel.3.37. Persentasi Kelahiran Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBBLR) di Puskemas Batui Tahun Jumlah Bayi Bayi Berat Badan Lahir yang Lahir Rendah (BBBLR) Persentase Prevalensi* 2007 206 3 100 65.49 2008 206 0 65.49 2009 209 0 64.55 Sumber : Data Binkenmas Kecamatan Batui * Jumlah penduduk (13490 jiwa) / jumlah bayi yang lahir Tabel 3.38. Persentase Rata rata Status Gizi Balita di Kecamatan Batui No Status Gizi Balita Frekuensi Persentase Prevalensi* 1 Di atas garis merah (berat badan bagus) 49 52,68 275.31 2 Normal (gizi cukup) 42 45,16 321.19 3 Di bawah garis merah (kurang gizi) 2 2,15 6745.00 Jumlah 93 100,00 7341.50 Sumber : Data Primer, 2007 (AMDAL PPGM, 2008) * Jumlah penduduk (13490 jiwa) / frekuensi 3.4.3. Kondisi Lingkungan Lingkungan yang sehat adalah satu bagian dari fungsi kesehatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja Puskesmas Batui. Kondisi lingkungan masyarakat yang diduga dapat berpengaruh terhadap proses penyebaran penyakit antara lain adalah kondisi bangunan tempat tinggal dan kondisi sanitasi. Data sarana sanitasi dasar pengelolaan kesehatan lingkungan Kecamatan Batui tahun 2009, dapat dilihat pada Tabel. 3.39 s.d Tabel. 3.43 Tabel 3.39. Persentase Sumber Air Minum yang Digunakan Masyarakat No Sumber Air Minum Persentase Prevalensi 1 Sumur gali 70 1.43 2 Air hujan, sungai 25 4.00 3 Pipa desa 3 33.33 4 Lainnya 2 50.00 Jumlah 100,00 88.76 Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Batui, Tahun 2009 III 37

Rona Lingkungan Hidup Tabel 3.40. Persentase Kepemilikan Jamban yang dimiliki Masyarakat No Sumber Air Minum Persentase Prevalensi 1 Leher angsa 65 1.54 2 Plengsengan 3 33.33 3 MCK 3 33.33 4 Cemplungan 1 100.00 5 lainnya 28 3.57 Jumlah 100,00 171.78 Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Batui, Tahun 2009 Tabel 3.41. Persentase Sarana Pembuangan Air limbah yang dimiliki Masyarakat No Sumber Air Minum Persentase Prevalensi 1 Memenuhi syarat 72 1.39 2 Tidak memenui syarat 24 4.17 3 Tidak ada sarana pembuangan air libah 4 25.00 Jumlah 100,00 30.56 Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Batui, Tahun 2009 V Tabel 3.42. Persentase Kondisi Lingkungan Ternak Masyarakat No Sumber Air Minum Persentase Prevalensi 1 Terpisah 49 2.04 2 Tidak terpisah 32 3.13 3 Tidak ada ternak 19 5.26 Jumlah 100,00 10.43 Tabel 3.43. Persentase Kondisi Kesehatan Pekarangan Masyarakat No Sumber Air Minum Persentase Prevalensi` 1 Pekarangan bersih 63 1.59 2 Pekarangan kotor 73 1.37 Jumlah 100,00 2.96 Sumber : Profil Kesehatan Puskesmas Batui, Tahun 2009 Gambaran tentang keadaan tandon tinja (jamban) keluarga khususnya dilihat dari jaraknya dengan sumur yang merupakan sumber pemenuhan kebutuhan air sehari hari dalam keluarga, disajikan pada Tabel 3.44. Tabel 3.44. Rata rata Jarak Tandon Tinja (Jamban) dengan Sumur Keluarga No Jarak Tandon Tinja Sumur Jumlah Persentase 1 Kurang dari 7 m 10 5,74 2 7,1 10 m 37 21,26 3 Lebih dari 10 m 127 72,98 Jumlah 174 100,00 Sumber : Data Primer, 2007 (AMDAL PPGM, 2008) III 38

PT. Pertamina EP PPGM BAB IV RUANG LINGKUP DAN METODE STUDI

Ruang Lingkup dan Metode Studi BAB IV RUANG LINGKUP DAN METODE STUDI 4.1. Lingkup Rencana Kegiatan Rencana produksi gas di Block Station Matindok semula sebesar 45 MMSCFD, telah dilingkup dalam dokumen AMDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok dengan surat kelayakan lingkungan Nomor 863 Tahun 2008. Produksi gas sebesar 45 MMSCFD di Block Station Matindok belum beroperasi. Secara umum fasilitas produksi yang akan digunakan untuk menyokong produksi gas sebesar 45 MMSCFD tersebut adalah gas plant, trunkline, flowlines, wells, dan fasilitas lainnya. Peningkatan produksi gas sebesar 20 MMSCFD hingga produksi gas total menjadi 65 MMSCFD, tidak diperlukan penambahan peralatan dan bahan. Jenis, jumlah, kapasitas peralatan yang digunakan pada produksi gas 65 MMSCFD ini pada prinsipnya sama seperti pada produksi gas 45 MMSCFD. Mengingat kegiatan operasi untuk memproduksi gas sebesar 45 MMSCFD belum dilakukan, maka belum tersedia data yang terkait dengan pemantauan lingkungan, seperti yang direkomendasi dalam dokumen AMDAL sebelumnya (2008). Oleh karena itu, data kualitas lingkungan yang dibahas dalam dokumen ini mengacu pada hasil pengamatan lapang yang dilakukan pada Bulan Februari 2011 dan dokumen AMDAL (2008) serta dokumen RKL RPL Tambahan (2010). Pendekatan studi yang diadopsi dalam kajian RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) disajikan pada Gambar 4.1. Rencana Kegiatan di Blok Station Matindok Dokumen Lingkungan Pendukung Rencana Produksi 45 MMSCFD 1. Amdal Proyek Pengambangan Gas Matindok (2008) 2. RKL RPL Tambahan Perubahan Jalur Pemipaan Gas Melalui Suaka Margasatwa Bakiriang Rencana Peningkatan Produksi Menjadi 65 MMSCFD Dampak yang Muncul Terhadap Komponen Lingkungan Rencana Pengelolaan & Pemantauan Lingkungan (RKL RPL) RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD Menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah Implementasi RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD Menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah Gambar 4.1. Pendekatan Studi RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD Menjadi 65 MMSCFD) IV 1

Ruang Lingkup dan Metode Studi Uraian pendekatan studi (Gambar 4.1) yang diterapkan dalam kajian RKL RPL Tambahan Peningkatan Gas Matindok ini adalah : Uraian deskripsi kegiatan dikompilasi dari deskripsi kegiatan pada dokumen AMDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok (2008), uraian deskripsi kegiatan pada RKL RPL Tambahan Perubahan Jalur Pemipaan pada Suaka Margasatwa Bakiriang (2010), dan pasokan data untuk menunjang peningkatan produksi menjadi 65 MMSCFD oleh Pertamina EP. Deskripsi kegiatan dikelompokan menjadi beberapa tahapan yakni: pra konstruksi, tahap konstruksi, operasi, dan pasca operasi. Uraian tahapan kegiatan tersebut akan dibatasi hanya pada kegiatan yang terkait langsung dengan peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD. Uraian secara terperinci keempat tahapan kegiatan tersebut sebenarnya telah dijelaskan pada kedua dokumen lingkungan sebelumnya. Uraian rona lingkungan hidup dikompilasi berdasarkan observasi di lapangan, rona lingkungan hidup yang dibahas dalam AMDAL PPGM (2008), rona lingkungan hidup pada RKL RPL Tambahan Perubahan Jalur Pemipaan pada Suaka Margasatwa Bakiriang (2010). Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak penting mengacu pada kaidah yang berlaku yaitu metode perhitungan matematis, dan penilaian ahli (profesional judgement), perbandingan nilai kualitas lingkungan dengan baku mutu, keterkaitan (linkage) antar komponen lingkungan, serta pendekatan holistik. RKL RPL Tambahan ini didasarkan pada penambahan volume produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD. Oleh karena itu, setelah dilakukan telaahan dampak penting melalui proses pelingkupan, prakiraan dampak, dan evaluasi dampak, tidak menutup kemungkinan ternyata komponen lingkungan yang terkena dampak sama dengan yang ditimbulkan pada produksi gas 45 MMSCFD, atau intensitasnya berbeda, maka langkah langkah yang ditempuh dalam pengelolaan dan pemantauan pun akan serupa dengan dokumen lingkungan sebelumnya, atau mengalami modifikasi. 4.2. Pelingkupan Bahan rujukan yang dijadikan acuan dalam proses pelingkupan ini adalah PerMenLH No. 8 tahun 2006 tentang Panduan Penyusunan AMDAL. Selain itu, Panduan Pelingkupan dalam AMDAL (2007) yang dipublikasi oleh Deputi Bidang Tata Lingkungan, Kementerian Negara Lingkungan (KLH) dengan dukungan Danish International Development Agency (Danida) melalui Environmental Sector Programme Phase 1 juga dikutip sebagai referensi. Pelingkupan merupakan suatu proses awal dalam penyusunan dokumen lingkungan yang digunakan untuk menentukan lingkup permasalahan, mengidentifikasi dampak penting hipotetik yang terkait dengan rencana kegiatan, menentukan batas wilayah studi, menentukan lama dampak berlangsung dengan adanya kegiatan, dan menentukan metode prakiraan dampak yang akan diterapkan dalam mengevaluasi dampak penting hipotetik. Pelingkupan dampak penting hipotetik dilakukan melalui tiga tahap yaitu: identifikasi dampak potensial, evaluasi dampak potensial, dan prioritas dampak penting hipotetik. Pada proses pelingkupan RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD Menjadi 65 MMSCFD) dicermati beberapa hal yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan dampak potensial, dampak penting hipotetik, dan prioritas dampak penting hipotetik, yakni: deskripsi kegiatan, rona lingkungan hidup, kegiatan lain di sekitarnya, dan saran serta tanggapan masyarakat terhadap kegiatan. IV 2

Ruang Lingkup dan Metode Studi Deskripsi kegiatan yang dijabarkan dalam Bab II merupakan deskripsi kegiatan pada produksi gas 45 MMSCFD dan pada produksi gas 65 MMSCFD. Rona lingkungan yang dijabarkan pada Bab III merupakan hasil pengamatan langsung di lapang dan data yang diekstrak dari dua buah dokumen lingkungan sebelumnya. Pada bagian ini dibahas karakteristik komponen geofisik kimia (iklim, kualitas udara, geologi, tanah, dan kualitas air), komponen biologi (vegetasi dan satwa liar), dan komponen sosekbud serta kesehatan masyarakat (kependudukan, sosial ekonomi, pendidikan, kesehatan masyarakat, dan persepsi masyarakat terhadap perusahaan). Di sekitar Block Station Matindok tidak terdapat kegiatan industri. Pemukiman penduduk terdekat adalah Desa Nonong, sekitar 1,2 km di sebelah tenggara Block Station Matindok. Kegiatan peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD dilakukan sepenuhnya di Block Station Matindok dengan memanfaatkan peralatan dan bahan yang sama untuk memproduksi gas 45 MMSCFD. a. Identifikasi Dampak Potensial Identifikasi dampak potensial dilakukan dengan mempertimbangkan hasil pengamatan langsung di lapangan dan studi pustaka dokumen AMDAL Proyek Pengembangan Gas Matindok (2008), RKL RPL Tambahan Perubahan Jalur Pemipaan Gas Melalui Suaka Margasatwa Bakiriang (2010). Matrik identifikasi dampak potensial disajikan pada Tabel 4.1. Kegiatan lain di sekitar dan saran serta masukan masyarakat yang diperoleh pada saat dilakukan wawancara juga menjadi pertimbangan dalam menentukan dampak potensial. Metode yang ditempuh dalam menentukan dampak potensial ini adalah: diskusi antar tenaga ahli, studi pustaka, dan observasi lapang. Pada proses identifikasi dampak potensial diperoleh 6 dampak potensial yakni: penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air, peningkatan pendapatan masyarakat, gangguan kesehatan masyarakat, dan persepsi masyarakat. Tabel 4.1. Matrik Dampak Potensial Komponen Lingkungan Rencana Kegiatan Pra Konstruksi Konstruksi Operasi Pasca Operasi A. Aspek Fisik Kimia 1. Penurunan Kualitas Udara v 2. Peningkatan Kebisingan v 3. Penurunan Kualitas Air v B. Aspek Sosekbud Kesmas 1. Peningkatan Pendapatan Masyarakat v v 2. Gangguan Kesehatan Masyarakat v 3. Persepsi Masyarakat v v Keterangan: V = Diprakirakan terkena dampak Penurunan Kualitas Udara: Untuk meningkatkan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD dibutuhkan peningkatan fuel gas (3 MMSCFD menjadi 5 MMSCFD) untuk menggerakkan berbagai peralatan. Gas yang dibakar di flare juga terjadi peningkatan dari 0,4 MMSCFD menjadi 0,65 MMSCFD. Peningkatan konsumsi fuel gas dan juga peningkatan pembakaran gas di flare diprakirakan akan meningkatkan jumlah emisi, yang selanjutnya mungkin berpengaruh terhadap kualitas udara ambien di sekitarnya. Peningkatan Kebisingan: Dengan adanya peningkatan produksi gas menjadi 65 MMSCFD, diprakirakan akan terjadi peningkatan kerja mesin, sehingga akan meningkatkan kebisingan di sekitar lokasi Block Station Matindok. IV 3

Ruang Lingkup dan Metode Studi Penurunan Kualitas Air: Peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD tidak akan meningkatkan volume air terproduksi. Volume air terproduksi yang dihasilkan pada 45 MMSCFD dan 65 MMSCFD yaitu sama sebesar 1.300 BWPD. Setelah melalui proses pengolahan agar kualitas air terproduksi memenuhi baku mutu, maka hasil olahan air terproduksi tersebut akan dibuang ke badan air di sekitarnya. Penampungan air terproduksi yang belum diolah di dalam tangki penampungan berpotensi mencemari air permukaan seperti sungai dan sumur dangkal, jika air terproduksi tersebut tidak dikelola dengan baik. Pembuangan secara terus menerus air terproduksi yang telah diolah ke badan air akan menimbulkan dampak terhadap kualitas badan air penerima dan biota air yang hidup di dalamnya. Sumber dampak lainnya terhadap kualitas air adalah kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi berupa pemeliharaan tangki penampung air terproduksi. Kegiatan pemeliharaan ini berpotensi meningkatkan volume sludge akibat bertambahnya produksi gas. Peningkatan Pendapatan Masyarakat: Peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD diperlukan lahan untuk Block Station Matindok + 20 ha. Lahan yang sudah dibebaskan untuk Block Station dengan kapasitas produksi 45 MMSCFD adalah seluas sekitar 15 Ha. Konsekuensinya, dibutuhkan tambahan lahan + 5 ha. Penambahan lahan ini memerlukan pembebasan lahan dan tanam tumbuh. Oleh karena itu, berpotensi menimbulkan dampak pada peningkatan pendapatan masyarakat yang memiliki lahan. Gangguan Kesehatan Masyarakat: Merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan penurunan kualitas air, sekiranya kedua komponen lingkungan tersebut tidak dikelola dengan seksama. Dengan adanya peningkatan produksi diprakirakan dampak terhadap penurunan kesehatan masyarakat akan lebih banyak, walaupun lokasi pemukiman terdekat berjarak sekitar 1,2 km. Persepsi masyarakat: Merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara (dampak primer), penurunan kualitas air (dampak primer), peningkatan pendapatan masyarakat (dampak primer), dan gangguan kesehatan masyarakat (dampak sekunder) yang bermuara pada terbentuknya baik persepsi positif maupun negatif masyarakat terhadap peningkatan produksi menjadi 65 MMSCFD. b. Evaluasi Dampak Potensial Evaluasi dampak potensial dimaksudkan untuk meniadakan dampak yang dianggap tidak relevan atau tidak penting. Pada evaluasi dampak potensial, komponen lingkungan yang menjadi dampak potensial bisa menjadi berlanjut sebagai dampak penting hipotetik atau hilang. Bisa juga dampak potensial tersebut berlanjut menjadi dampak penting hipotetik, namun sumber dampaknya berkurang. Metode yang diterapkan dalam proses evaluasi dampak potensial ini berupa diskusi antar tenaga ahli yang lebih intensif. Adapun kriteria yang dipakai dalam proses evaluasi dampak penting potensial ini adalah: 1. Apakah beban terhadap komponen lingkungan tertentu sudah tinggi? Hal ini dapat ditentukan dari analisis data sekunder. 2. Apakah komponen lingkungan tersebut memegang peranan penting dalam kehidupan sehari hari masyarakat (keterkaitan dengan sosial ekonomi masyarakat) dan terhadap komponen lingkungan lainnya (keterkaitan ekologis). Hal ini bisa tampak dari analisis data sekunder. IV 4

Ruang Lingkup dan Metode Studi 3. Apakah ada kekhawatiran masyarakat yang tinggi terhadap komponen lingkungan tersebut? Hal ini bisa diidentifikasi dari hasil analisis data sekunder dan wawancara singkat. 4. Apakah ada aturan atau kebijakan yang dilanggar oleh dampak tersebut? Hal ini dapat ditelaah dari adanya peraturan seperti baku mutu yang terkait dengan komponen lingkungan yang terkena dampak. Setiap komponen lingkungan yang menjadi dampak potensial ditapis dengan keempat pertanyaan tersebut. Jika salah satu pertanyaan dijawab ya, maka dampak potensial tersebut akan berlanjut menjadi dampak penting hipotetik. Penurunan kualitas udara: Penurunan kualitas udara ambien akibat peningkatan kandungan CO, NO 2, dan SO 2 pada udara emisi. Untuk meningkatkan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD dibutuhkan peningkatan fuel gas (3 MMSCFD menjadi 5 MMSCFD) untuk menggerakkan berbagai peralatan (turbin, heater, dan generator). Gas yang dibakar di flare juga terjadi peningkatan dari 0,4 MMSCFD menjadi 0,65 MMSCFD. Peningkatan konsumsi fuel gas dan peningkatan pembakaran gas di flare diprakirakan akan meningkatkan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh mesin mesin pembangkit energi yang melepaskan emisi, flare, dan emisi fugitive yang kemungkinan berasal dari leakage (kebocoran). Oleh karena itu penurunan kualitas udara menjadi dampak penting hipotetik. Peningkatan kebisingan akibat peningkatan kinerja mesin: Melalui penelaahan lebih lanjut ternyata peningkatan kebisingan yang pada awalnya merupakan dampak potensial, karena dugaan adanya peningkatan kerja mesin mesin produksi, tidak menjadi dampak penting hipotetik. Hal ini mengingat jarak permukiman terdekat dengan lokasi rencana kegiatan adalah sekitar 1,2 km yang berada di sebelah tenggara dari Block Station Matindok. Dampak terhadap kebisingan akibat pengoperasian fasilitas produksi, juga tidak berlanjut menjadi dampak penting hipotetik. Kajian tereliminasinya dampak potensial kebisingan tersebut dijelaskan secara rinci pada uraian berikut. Peningkatan kebisingan akibat pengoperasian mesin dan peralatan yang terkait dalam peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD, ditentukan berdasarkan agregasi tingkat kebisingan keseluruhan dari semua peralatan yang menjadi sumber bising. Perubahan tingkat kebisingan dalam ruang udara ambien karena menjauhi sumber bising dihitung dengan menggunakan persamaan penurunan kebisingan (noise attenuation) sebagai berikut (Canter, 1996; Kiely, 1998): LP 2 = LP 1 Keterangan: LP1 LP2 r1 r2 20 * log r 2 r 1 = Tingkat kebisingan pada jarak r1 (dba) = Tingkat kebisingan pada jarak r2 (dba) = Jarak pengukuran ke 1 dari sumber kebisingan (m) = Jarak pengukuran ke 2 dari sumber kebisingan (m) Bila masing masing sumber bising yang berasal dari mesin mesin produksi menghasilkan tingkat kebisingan sebesar 90 dba, maka tingkat kebisingan akhir secara keseluruhan (Davis and Cornwell, 1998) yang dihasilkan adalah sebesar 96,9 dba (Gambar 4.2). Jika tingkat kebisingan secara keseluruhan dari sumbernya sebesar 96,9 dba, maka perubahan tingkat kebisingan menjauhi sumber dengan mengikuti persamaan di atas (Gambar 4.3). IV 5

Ruang Lingkup dan Metode Studi Pada Gambar 4.3 tersebut tampak bahwa tingkat kebisingan telah mencapai baku mutu kawasan industri yakni 70 dba pada jarak sekitar 220 meter dari sumbernya, dan baku mutu kebisingan pemukiman yakni 55 dba pada jarak sekitar 1.100 m. Baku mutu tingkat kebisingan daerah industri sebesar (70 dba) dan pemukiman (55 dba) tersebut mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Kegiatan operasi produksi yang menimbulkan kebisingan berlangsung cukup lama (> 10 tahun). Berdasarkan data akumulasi kebisingan, jika diasumsikan semua sumber dampak bising beroperasi secara bersamaan, maka kebisingan akan melampaui baku mutu daerah industri sesuai KepMenLH Nomor 48 tahun 1996 (70 dba) hingga jarak 220 m dari sumber bunyi, sehingga luas sebaran dampak relatif kecil. Pemukiman terdekat (Desa Nonong) terletak cukup jauh sekitar ± 1,2 km dari Block Station Matindok. Bagi karyawan yang bekerja di area proses Block Station Matindok, nilai tingkat kebisingan ini juga masih memenuhi baku mutu persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan atau industri sesuai KepMenKes Nomor 261 Tahun 1998 (85 dba). Gambar 4.2. Tingkat Kebisingan Agregasi dari Lima Mesin dan Peralatan di Block Station Matindok Gambar 4.3. Perubahan Tingkat Kebisingan Menjauhi Sumber Bising di Block Station Matindok IV 6

Ruang Lingkup dan Metode Studi Penurunan kualitas air akibat pengoperasian fasilitas produksi: Peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD tidak akan meningkatkan volume air terproduksi. Volume air terproduksi yang dihasilkan pada 45 MMSCFD dan 65 MMSCFD yaitu sama sebesar 1.300 BWPD. Setelah melalui proses pengolahan agar kualitas air terproduksi memenuhi baku mutu, maka hasil olahan air terproduksi tersebut akan dibuang ke badan air di sekitarnya. Mengingat volume air terproduksi yang dihasilkan sama, maka kemungkinan terjadinya penurunan kualitas air adalah sama baik pada saat produksi 45 MMSCFD maupun 65 MMSCFD. Maka dari itu, sumber dampak kualitas air akibat air terproduksi pada kajian ini tidak berlanjut menjadi dampak penting hipotetik, karena telah dikaji pada dokumen AMDAL sebelumnya. Penurunan kualitas air akibat pemeliharaan fasilitas produksi: Mengingat kegiatan di Block Station Matindok hanya memproduksi gas dengan hasil sampingan berupa kondensat, maka diprakirakan pembentukan sludge relatif sedikit, sehingga pemeliharaan tangki penampung air terproduksi hanya akan dilakukan secara berkala setiap sekitar 4 5 tahun atau apabila berdasarkan hasil inspeksi dinyatakan bahwa perawatan tangki perlu dilakukan. Sludge dikeluarkan dari tangki timbun untuk selanjutnya dikelola sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Sludge yang dihasilkan akan dikirim ke perusahaan yang telah memiliki ijin penanganan limbah B3. Penanganan sementara terhadap sludge mengacu pada Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 01/ BAPEDAL/9/1995, 02/BAPEDAL/9/1995, 03/BAPEDAL/9/1995, dan 05/BAPEDAL/9/1995. Oleh karena itu, kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi tidak menimbulkan dampak penting hipotetik terhadap kualitas air. Peningkatan pendapatan masyarakat akibat proses pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh: Lahan yang diperlukan untuk Block Station Matindok adalah + 20 ha. Lahan yang telah dibebaskan adalah + 15 ha. Penambahan lahan adalah + 5 ha. Penambahan lahan ini memerlukan pembebasan lahan dan tanam tumbuh. Lahan yang akan dibebaskan dan diberikan kompensasi tanam tumbuh adalah lahan kebun milik masyarakat. Namun demikian, proses pembebasan lahan ini hanya berlangsung sekali pada tahap pra konstruksi, sehingga dampak kegiatan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat hanya sesaat, tidak kontinyu, dan relatif tidak besar kuantitasnya. Selain itu, proses pembebasan lahan (+ 15 Ha) telah dilakukan dengan baik, sehingga proses pembebasan lahan tambahan seluas + 5 Ha akan dilakukan sesuai dengan prosedur pembebasan sebelumnya, sehingga diprakirakan akan juga dapat berjalan dengan lancar. Berdasarkan hal di atas, maka peningkatan pendapatan masyarakat yang berasal dari proses pembebasan lahan dan kompensasi tanam tumbuh bukan merupakan dampak penting hipotetik. Dengan tereliminasinya peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air, serta peningkatan pendapatan, maka dampak penting hipotetik pada studi RKL RPL Tambahan ini yaitu: Penurunan kualitas udara ambien akibat peningkatan kandungan CO, NO 2, dan SO 2 pada udara emisi. Untuk meningkatkan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD dibutuhkan peningkatan fuel gas (3 MMSCFD menjadi 5 MMSCFD) untuk menggerakkan berbagai peralatan (turbin, heater, dan generator). IV 7

Ruang Lingkup dan Metode Studi Gas yang dibakar di flare juga terjadi peningkatan dari 0,4 MMSCFD menjadi 0,65 MMSCFD. Peningkatan konsumsi fuel gas dan peningkatan pembakaran gas di flare diprakirakan akan meningkatkan jumlah emisi yang dikeluarkan oleh mesin mesin pembangkit energi yang melepaskan emisi, flare, dan emisi fugitive yang kemungkinan berasal dari leakage (kebocoran). Gangguan terhadap kesehatan masyarakat merupakan dampak sekunder akibat penurunan kualitas udara. Hal ini karena emisi yang dikeluarkan terus menerus dari Block Station Matindok. Persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara (dampak primer), dan gangguan kesehatan masyarakat (dampak sekunder). Persepsi masyarakat terhadap perusahaan bisa berupa persepsi positif atau persepsi negatif, tergantung pada dampak primer dan sekunder yang menjadi sumber dampak persepsi ini. Tiga dampak penting hipotetik pada studi RKL RPL Tambahan ini juga menjadi dampak penting hipotetik pada dokumen AMDAL Tahun 2008 (Tabel 4.4). c. Prioritas Dampak Penentuan prioritas dampak penting hipotetik tidak mengurangi atau mengubah nama komponen lingkungan yang menjadi dampak penting hipotetik. Hal yang dilakukan adalah menyusun dampak penting tersebut berdasarkan prioritasnya. Dampak penting hipotetik ditentukan prioritasnya dengan tujuan untuk mengurutkan dampak penting berdasarkan prioritasnya. Pendekatan yang dilakukan dalam menentukan prioritas dampak adalah dengan menggunakan metode yang memprakirakan besarnya peluang terjadinya dampak (probability) dan besarnya akibat atau konsekuensi (consequences) (Tabel 4.2). Proses pemberian skala prioritas dampak pada tahap operasi disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.2. Prioritas Dampak Berdasarkan Probabilitas dan Konsekuensi Besarnya Akibat (Konsekuensi) Peluang Kejadian/Akibat Insidental (1) Kecil (2) Menengah (3) Kemungkinan Sedang (3) 3 6 9 Besarnya Peluang Kemungkinan Kecil (2) 2 4 6 Kejadian Jarang Sekali (1) 1 2 3 Tabel 4.3. Proses Pemberian Skala Prioritas Dampak pada Tahap Operasi Dampak Penting Hipotetik Penurunan Kualitas Udara Terganggunya Kesehatan Masyarakat Persepsi Masyarakat Skala Prioritas Peluang Konsekuensi Total Skala = 6 (2x3) Peluang Konsekuensi Total Skala = 4 (2x2) Peluang Konsekuensi Total Skala = 2 (2x1) Penilaian 1 2 3 Berdasarkan penentuan skala prioritas, maka diperoleh prioritas dampak penting hipotetik berikut ini yang disusun berdasarkan tahapan kegiatan. IV 8

Ruang Lingkup dan Metode Studi Prioritas dampak penting hipotetik pada RKL RPL Tambahan ini adalah: 1) Penurunan kualitas udara (akibat peningkatan kandungan CO, NO 2, dan SO 2 pada udara emisi yang secara terus menerus di lepas ke ruang udara ambien, 2) Gangguan terhadap kesehatan masyarakat berupa dampak turunan akibat penurunan kualitas udara ambien, dan 3) Persepsi masyarakat yang merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara (dampak primer), dan gangguan kesehatan masyarakat (dampak sekunder). Bagan alir proses pelingkupan disampaikan pada Gambar 4.4. Perbandingan dampak potensial, dampak penting hipotetik, dan prioritas dampak penting hipotetik antara AMDAL (2008) dan RKL RPL tambahan peningkatan produksi gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) disampaikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Perbandingan Dampak Potensial, Dampak Penting Hipotetik, dan Prioritas Dampak Penting Hipotetik antara AMDAL (2008) dan RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) AMDAL PPGM (2008) RKL RPL Tambahan (2011) DAMPAK POTENSIAL Fisika Kimia Geologi: 1) Perubahan iklim mikro, 2) Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas), 3) Terjadi kebisingan, 4) Perubahan sifat tanah, 5) Terjadi erosi tanah, 6) Gangguan sistem irigasi dan drainase, 7) Penurunan debit air sungai, 8) Penurunan kualitas air permukaan, 9) Penurunan kualitas air laut, 10) Penurunan kuantitas air tanah, 11) Penurunan kelancaran lalu lintas, 12) Penurunan keselamatan berlalulintas, 13) Kerusakan jalan dan jembatan. Biologi: 1) Gangguan vegetasi, 2) Gangguan satwa, 3) Gangguan biota air tawar, 4) Gangguan biota air laut, 5) Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi, 6) Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa. Sosekbud: 1) Perubahan kependudukan, 2) Perubahan pola kepemilikan lahan, 3) Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Adanya kesempatan berusaha, 5) Gangguan proses sosial, 6) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Kesehatan Masyarakat: 1) Penurunan kualitas sanitasi lingkungan, 2) Penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Fisika Kimia Geologi: 1) Penurunan kualitas udara, 2) Peningkatan kebisingan, 3) Penurunan kualitas air. Biologi: Sosekbud: Persepsi Masyarakat Kesehatan Masyarakat: Gangguan Kesehatan Masyarakat DAMPAK PENTING HIPOTETIK Fisika Kimia Geologi: 1) Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas),2) Terjadi kebisingan, 3) Terjadi erosi tanah, 4) Penurunan kualitas air permukaan, 5) Gangguan sistem irigasi dan drainase, 6) Penurunan kualitas air laut, 7) Penurunan kelancaran lalu lintas, 8) Penurunan keselamatan berlalulintas, 9) Kerusakan jalan dan jembatan. Biologi: 1) Gangguan vegetasi, 2) Gangguan satwa, 3) Gangguan biota air tawar, 4) Gangguan biota air laut, 5) Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi, 6) Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa. Fisika Kimia Geologi: Penurunan kualitas udara Biologi: IV 9

Ruang Lingkup dan Metode Studi AMDAL PPGM (2008) RKL RPL Tambahan (2011) Sosial, Ekonomi, Budaya: 1) Perubahan kependudukan, 2) Perubahan pola kepemilikan lahan, 3) Peningkatan pendapatan masyarakat, 4) Adanya kesempatan berusaha, 5) Gangguan proses sosial, 6) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat. Kesehatan Masyarakat: 1) Penurunan kualitas sanitasi lingkungan, 2) Penurunan tingkat kesehatan masyarakat. Sosial, Ekonomi, Budaya: Persepsi Masyarakat Kesehatan Masyarakat: Gangguan Kesehatan Masyarakat PRIORITAS DAMPAK PENTING HIPOTETIK Pra Konstruksi: 1) Perubahan pola kepemilikan lahan 2) Gangguan proses sosial 3) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat Konstruksi: 1) Perubahan Kualitas udara ambien (debu dan gas) 2) Terjadi kebisingan 3) Terjadi erosi tanah 4) Gangguan sistem irigasi dan drainase 5) Gangguan kelancaran lalulintas 6) Gangguan keselamatan berlalulintas 7) Kerusakan jalan dan jembatan 8) Penurunan kualitas air permukaan 9) Penurunan kualitas air laut 10) Gangguan vegetasi 11) Gangguan satwa 12) Gangguan biota air tawar 13) Gangguan biota air laut 14) Peningkatan pendapatan masyarakat 15) Adanya kesempatan berusaha 16) Gangguan proses sosial 17) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 18) Penurunan kualitas sanitasi lingkungan Operasi: 1) Penurunan kualitas udara ambien (debu dan gas) 2) Peningkatan kebisingan 3) Penurunan kualitas air permukaan 4) Penurunan kualitas air laut 5) Gangguan keselamatan berlalulintas 6) Kerusakan jalan dan jembatan 7) Gangguan biota air tawar 8) Perubahan kependudukan 9) Peningkatan pendapatan masyarakat 10) Adanya kesempatan berusaha 11) Gangguan proses sosial 12) Munculnya pelapisan sosial 13) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat 14) Penurunan kualitas sanitasi lingkungan 15) Penurunan tingkat kesehatan masyarakat Pasca Operasi: 1) Peningkatan kualitas udara ambien 2) Penurunan kebisingan 3) Peningkatan kualitas air permukaan 4) Peningkatan kualitas air laut 5) Keselamatan berlalulintas 6) Kerusakan jalan dan jembatan 7) Peningkatan keanekaragaman dan kerapatan vegetasi 8) Peningkatan keanekaragaman dan kelimpahan satwa 9) Penurunan pendapatan masyarakat 10) Penurunan kesempatan berusaha 11) Perubahan sikap dan persepsi masyarakat Tahap Operasi: 1) Penurunan kualitas udara, 2) Gangguan Kesehatan Masyarakat, 3) Persepsi Masyarakat IV 10

Ruang Lingkup dan Metode Studi 4.3. Lingkup Wilayah Studi Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi luas wilayah studi dokumen RKL RPL Tambahan ini. a. Batas Proyek Batas tapak proyek adalah ruang dimana suatu rencana kegiatan akan dilakukan. Batas proyek studi RKL RPL Tambahan yaitu luas Block Station Matindok ( + 20 Ha). Penentuan batas proyek dalam studi ini hanya didasarkan pada kegiatan yang akan dikembangkan di Block Station Matindok yaitu peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD. b. Batas Ekologis Batas ekologis didasarkan kepada sebaran kualitas udara emisi dalam ruang udara ambien yang diakibatkan oleh peningkatan produksi gas. Sebaran tersebut mengikuti arah angin dominan yaitu dari arah barat. Dengan asumsi kecepatan angin rata rata 2,7 m/detik, maka sebaran emisi berjarak sekitar 1 km ke arah barat. c. Batas Sosial Batas sosial adalah ruang di sekitar rencana kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan, termasuk sistem dan struktur sosial, sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diprakirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana kegiatan. Batas sosial ditekankan dengan memperhatikan batas kedekatan dengan permukiman yang berpeluang terjadinya interaksi sosial antara pekerja di Block Station Matindok dengan masyarakat di desa terdekat. Oleh karena itu, batas sosial adalah desa yang berdekatan dengan Block Station Matindok yaitu Desa Nonong berjarak sekitar 1,2 km dari Block Station Matindok. d. Batas Administrasi Batas administrasi adalah ruang dimana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut. Secara administratif, lokasi kegiatan peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD ini masuk ke dalam Desa Nonong (Kecamatan Batui). e. Batas Wilayah Studi Batas wilayah studi RKL RPL Tambahan ini merupakan resultan dari batas proyek, batas ekologis, batas sosial, dan batas administratif pemerintahan yang secara lengkap disampaikan pada Gambar 4.5. Dibandingkan dengan batas wilayah studi AMDAL Pengembangan Produksi Gas Matindok, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (2008), maka batas wilayah studi RKL RPL Tambahan ini lebih sempit dan berada di dalam batas wilayah studi AMDAL (2008). IV 11

Ruang Lingkup dan Metode Studi 4.4. Batas Waktu Kajian Batas waktu kajian dalam memprakirakan dan juga mengevaluasi dampak penting hipotetik yang dikemukakan dalam dokumen ini diprakirakan berlangsung selama proses produksi (20 tahun). Pertimbangan ini didasarkan pada durasi produksi gas sebesar 65 MMSCFD. Lamanya dampak berlangsung ini tak akan mengalami perubahan selama tidak terjadi perubahan rona lingkungan (antara lain: munculnya permukiman, pabrik atau perusahaan non migas, perusahaan migas, pertambangan, pertanian, perkebunan, dan sebagainya), tidak ada perubahan proses, bahan baku, dan bahan tambahan lainnya yang signifikan yang mengakibatkan dampak yang ditimbulkannya juga berbeda secara signifikan, serta tidak ada kegiatan lain yang signifikan di dalam batas wilayah studi. Selama volume gas yang digunakan untuk menjalankan mesin mesin produksi tidak melebihi asumsi yang dipakai pada prakiraan dampak yakni 5 MMSCFD, dan pembakaran di flare 0,65 MMSCFD, maka durasi dan dinamika dampak yang ditimbulkan dari emisi gas buang terhadap kualitas udara ambien di sekitarnya akan terus berlangsung selama proses produksi. Lamanya dampak berlangsung untuk aspek gangguan kesehatan masyarakat dan persepsi masyarakat adalah selama tidak ada desa dan atau pemukiman yang lokasinya berdekatan dengan Block Station Matindok. Desa terdekat yaitu Desa Nonong berjarak 1,2 km ke arah tenggara dari Block Station Matindok. IV 12

Ruang Lingkup dan Metode Studi Kegiatan Lain di Sekitar Lokasi Rencana Kegiatan Kondisi Rona Lingkungan Komponen Fisika Kimia, Geologi Komponen Sosekbud Komponen Kesmas Rencana Kegiatan Tahap Pra Konstruksi Tahap Konstruksi Tahap Operasi Tahap Pasca Operasi IDENTIFIKASI DAMPAK POTENSIAL Studi Pustaka, Metode Matriks Dampak Potensial Fisik Kimia, Geologi: Penurunan kualitas udara Peningkatan kebisingan Penurunan kualitas air Sosekbud: Peningkatan Pendapatan Masyarakat Persepsi Masyarakat Kesehatan Masyarakat: Gangguan kesehatan masyarakat EVALUASI DAMPAK POTENSIAL Diskusi, Penilaian Pakar, Studi Pustaka, Data Pengamatan Lapang Dampak Penting Hipotetik Geofisik Kimia, Penurunan kualitas udara akibat peningkatan emisi gas CO, NO2, dan SO2 Sosekbud: Persepsi masyarakat (dampak turunan) Kesehatan Masyarakat: Gangguan kesehatan masyarakat (dampak turunan) PRIORITAS DAMPAK PENTINGHIPOTETIK Prioritas Dampak Penting Hipotetik Penurunan kualitas udara Gangguan kesehatan masyarakat Persepsi masyarakat Wawancara dengan Masyarakat (Kep.Ka BAPEDAL No. 08/2000) Gambar 4.4. Bagan Alir Proses Pelingkupan IV 13

Ruang Lingkup dan Metode Studi RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah BATAS WILAYAH STUDI Batas Proyek Batas Ekologis Batas Sosial dan Administrasi Batas Wilayah Studi Baru (RKL RPL Tambahan) Batas Wilayah Studi Lama (AMDAL) Gambar 4.5. Batas Wilayah Studi RKL RPL Tambahan Peningkatan Produksi Gas (2011) dan AMDAL PPGM (2008) IV 14

Ruang Lingkup dan Metode Studi 4.5. Metode Studi 4.5.1. Metode Pengumpulan dan Analisis Data Data yang disajikan dalam dokumen ini bersumber dari pengamatan langsung di Block Station Matindok dan beberapa pustaka. Data komponen lingkungan yang diamati mencakup aspek kualitas udara, geologi, kualitas air, kualitas tanah, vegetasi dan satwa liar, plankton dan benthos, sosial ekonomi budaya, dan kesehatan masyarakat. Peta lokasi pengambilan sampel disampaikan pada Lampiran 3. Adapun pustaka yang diacu adalah: 1. AMDAL Pengembangan Produksi Gas Matindok. Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah (2008) 2. RKL RPL Tambahan Pemindahan Jalur Pipa Melalui Suaka Margasatwa Bakiriang (2010). Lokasi pengamatan komponen lingkungan dan pertimbangannya disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Lokasi Pengamatan Beberapa Komponen Lingkungan dan Alasannya. No Komponen Lokasi Pengambilan Pertimbangan Lokasi Pengambilan Lingkungan Sampel Sampel 1 Kualitas Udara Sumur Matindok #2 Mewakili udara ambien dekat sumur. Block Station Mewakili udara ambien dekat Block Station Matindok. Pemukiman (simpang Mewakili udara ambien dekat pemukiman. menuju Block Station Matindok) Jalan akses menuju ke Block Station (di sekitar Mewakili udara ambien di jalan akses menuju Block Station Matindok. dam) Hutan (di tepi Sungai Mewakili udara ambien di hutan. 2 Kualitas Air Sungai 3 Kualitas Air Sumur Kayowa bagian hulu) Sungai Kayowa Hulu Sungai Kayowa Hilir Saluran irigasi Pemukiman (simpang menuju Block Station Matindok) Sumur di sekitar saluran irigasi Mewakili kualitas air yang kemungkinan bisa terpengaruh oleh aktivitas sumur. Mewakili kualitas air yang kemungkinan terpengaruh oleh aktivitas sumur dan Block Station Matindok. Mewakali kualitas air di sekitar jalan akses menuju Block Station Matindok. Mewakili kualitas air sumur penduduk. Mewakili kualitas air sumur penduduk di sekitar jalan akses menuju Block Station Matindok. 4 Kualitas Tanah Block Station Matindok Mewakili kondisi tanah pada calon lokasi 5 Vegetasi dan Satwa Liar 6 Sosekbud dan Kesmas Block Station Matindok Hutan (di tepi Sungai Kayowa bagian hulu) Sumur Matindok #2 Desa Nonong Desa Kayowa Desa Masing pemrosesan gas. Mewakili calon lokasi pemrosesan gas yang ada semak belukar dan tanah lapang. Mewakili vegatasi dan satwa liar di sekitar hutan. Mewakili vegetasi dan satwa liar dekat sumur. Mewakili masyarakat di Desa Nonong Mewakili masyarakat di Desa Kayowa Mewakili masyarakat di Desa Masing IV 15

Ruang Lingkup dan Metode Studi A. Kualitas Udara Pengumpulan Data Pengumpulan data kualitas udara ambien di lapangan dilakukan dengan mengambil sampel udara di lokasi studi, kemudian menganalisisnya di laboratorium. Sampling kualitas udara ambien dilakukan pada 5 titik (UL 01 s.d. UL 05) dengan keterwakilan yaitu UL 01: area proyek, UL 02: permukiman, UL 03: akses mobilisasi, UL 04: hutan, UL 05: Matindok 2. Sampel udara ambien dikumpulkan secara langsung dari lapangan dengan cara mengisap udara ambien dengan menggunakan pompa vakum (vacuum pump) dan kemudian melewatkannya pada bahan penyerap (absorber) dalam impinger. Durasi pengambilan sampel dicatat bersama sama dengan laju alirnya untuk mengetahui jumlah total udara ambien yang diambil. Sampel udara ambien yang terserap ini kemudian dianalisis di laboratorium. Metode, parameter, dan peralatan yang diperlukan untuk analisis kualitas udara ambien disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Metode dan Peralatan Analisis Kualitas Udara Ambien Parameter Metode Analisis Peralatan Baku Mutu SO 2 Pararosanilin Spektrofotometer 365 µg/nm 3 CO NDIR NDIR Analyzer 10.000 µg/nm 3 NO 2 Saltzman Spektrofotometer 150 µg/nm 3 O 3 Chemiluminescent Spektrofotometer 235 µg/nm 3 PM 10 Gravimetrik Hi Vol Sampler 150 µg/nm 3 TSP Gravimetrik Dust Sampler 230 µg/nm 3 Pb Gravimetrik Hi Vol Sampler 2 µg/nm 3 Debu jatuh Gravimetrik Cannister 10 ton/km 2 /bulan (Pemukiman) 20 ton/km 2 /bulan (Industri) Keterangan: Baku Mutu berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara Analisis Data Data dibandingkan dengan baku mutu yang terkait dengan kualitas udara ambien yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. B. Tingkat Kebisingan Pengumpulan Data Data tingkat kebisingan lokasi studi dikumpulkan secara langsung di lapangan dengan mencatat tingkat kebisingan di setiap lokasi sampling menggunakan alat sound level meter. Data tingkat kebisingan dicatat setiap lima (5) detik dalam waktu sepuluh (10) menit untuk setiap titik pengamatan. Catatan data ini kemudian dianalisis secara statistik guna memperoleh nilai rata rata tingkat kebisingan di suatu lokasi. Titik lokasi dan jumlah sampel kebisingan pada prinsipnya disesuaikan dengan pengambilan sampel kualitas udara ambien termasuk dari hasil pemantauan. Analisis Data Baku mutu tingkat kebisingan yang dipakai sebagai acuan adalah Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. IV 16

Ruang Lingkup dan Metode Studi C. Kualitas Air Pengumpulan Data Data untuk parameter kualitas air yang dikumpulkan bersumber dari data pengambilan sampel secara langsung pada sumber air (sungai maupun sumur). Selain itu, juga dilakukan penyajian hasil analisis dari kualitas air sungai pada pengamatan yang lalu (AMDAL PPGM tahun 2008). Lokasi pengambilan sampel terdiri dari 3 titik yaitu air sungai (Sungai Kayowa hulu dan hilir dari Block Station Matindok), air irigasi, dan air sumur penduduk. Beberapa parameter kualitas air yang cepat berubah sifatnya karena bertambahnya waktu dianalisis di lapangan (in situ), sedangkan parameter kualitas air lainnya dianalisis di laboratorium. Metode yang digunakan untuk menganalisis sampel disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Metode Analisis Parameter Kualitas Air Permukaan Parameter Satuan Metoda dan Alat Analisis* Sungai Sumur Keterangan Sifat Fisik Suhu Air C Pemuaian, Termometer v v In situ Muatan Padatan Tersuspensi (TSS) mg/l Gravimetrik, Timbangan Analitik v v Lab. Induk Muatan Padatan Terlarut (TDS) mg/l Gravimetrik, Timbangan Analitik v v Lab. Induk Sifat Kimia ph Elektroda Hidrogen, ph Meter v v In situ Klorida mg/l Titrimetrik, Peralatan Titrasi v v Lab. Induk Oksigen Terlarut (DO) mg/l Winkler dengan modifikasi Azide, Peralatan Titrasi v In situ Kebutuhan Oksigen Biologi Winkler dengan modifikasi Azide, In situ & Lab. mg/l v v (BOD5) inkubasi, Peralatan Titrasi Lapangan Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) mg/l Brusin, Spektrofotometer v v Lab. Induk Minyak dan lemak mg/l Ekstraksi Freon, Spektrofotometer v v Lab. Induk Nitrit (NO2 N) mg/l Nessler, Spektrofotometer v v Lab. Induk Ammonia (NH3 N) mg/l Stanus Klorida v v Lab. Induk Total Fospat P mg/l Spektrofotometrik v v Lab. Induk Besi (Fe) mg/l Spektrofotometrik v v Lab. Induk Sulfida (H2S) mg/l Argentometrik, Peralatan Titrasi v v Lab. Induk Fenol **) mg/l GLC, Spektrofotometer v v Lab. Induk Nikel (Ni) mg/l Spektrofometrik, AAS v v Lab. Induk Air Raksa (Hg) µg/l Spektrofotometrik, AAS v v Lab. Induk Tembaga (Cu) mg/l Spektrofotometrik, AAS v v Lab. Induk Seng (Zn) mg/l Spektrofotometrik, AAS v v Lab. Induk Timah Hitam (Pb) mg/l Spektrofotometrik, AAS v v Lab. Induk Kadmium (Cd) mg/l Spektrofotometrik, AAS v v Lab. Induk Deterjen (MBAS) Mikrobiologi Fecal Coliform/ Koliform Tinja Total Coliform mg/l MPN/ 100 ml MPN/ 100 ml Spektrofotometrik, Spektrofotometer Botol steril tabung ganda, inkubator Botol steril tabung ganda, inkubator Lab. Induk v v Lab. Induk v v Lab. Induk Catatan : *Standard Methods for Examination of Water and Waste Water, American Public Health Association, APHA (1987) V = dilakukan pengukuran, = Tidak dilakukan pengukuran, Pada lokasi sumur tidak dilakukan pengambilan biota Analisis Data Data kualitas air permukaan dibandingkan dengan nilai Baku Mutu pada PP Nomor 82 Tahun 2001 Lampiran II (kualitas air sungai/anak sungai). Data kualitas air sumur dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 Tentang Syarat Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Lampiran II. Daftar Persyaratan Kualitas Air Bersih). IV 17

Ruang Lingkup dan Metode Studi D. Kualitas Tanah Pengumpulan Data Sampel tanah diambil secara langsung pada saat survei lapang. Sampel tanah yang telah diambil dari lapang kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengetahui beberapa sifat fisika dan kimia tanah yang berkaitan dengan pengaruh dan rencana kegiatan. Pengambilan sampel tanah dilakukan sesuai dengan prosedur pengambilan contoh tanah utuh dengan ring sampel dan contoh tanah terganggu dengan cangkul atau sekop. Sampel tanah yang diambil berbobot sekitar 1 kg yang dimasukkan ke dalam kantong plastik. Contoh tanah utuh dianalisis di laboratorium untuk penetapan sifat fisika tanah yaitu tekstur (fraksi pasir, debu, liat), bobot isi tanah (BI), dan permeabilitas. Struktur dan konsistensi tanah diamati secara langsung di lapang. Analisis contoh tanah terganggu dilakukan untuk penetapan sifat kimia tanah yaitu ph, C organik, N total, P tersedia, Kapasitas Tukar Kation (KTK), basa basa (K, Na, Ca, Mg) dan kejenuhan basa, dan Aluminium dapat ditukar. Metode yang digunakan pada penetapan dan analisis laboratorium sampel tanah disajikan pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Metode Analisis Parameter Kualitas Tanah No Sifat sifat Tanah Metode dan Alat Sifat Fisik 1 Bobot isi (g/cc) Gravimetrik 2 Permeabilitas (cm/jam) Lambe (1957) 3 Tekstur (% pasir, pasir halus, debu, liat) Pipet Sifat Kimia 1 ph H2O dan ph KCl Elektroda gelas 2 C organik (%) Walkley dan Black 3 N total (%) Kjeldahl 4 C/N Perhitungan 5 P tersedia (ppm) Bray 1 6 K, Na, Ca, Mg dapat ditukar (me/100g) Ekstaksi NNH4OAc ph 7.0, fotometer nyala, AAS 7 KTK (me/100g) Ekstaksi NNH4OAc ph 7.0, titrasi HCl 8 KB (%) Perhitungan 9 Al dd Ekstraksi HCl 25% Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dianalisis atau diintrepretasikan sesuai dengan data yang ada dan arahan prakiraan dampak dari rencana kegiatan. Data hasil analisis sifat kimia dari sampel tanah diintrepretasikan untuk menggambarkan atau mengetahui kondisi kesuburan tanah terutama pada lokasi kegiatan. Tingkat kesuburan tanah dapat ditentukan dari beberapa parameter kimia tanah. Hasil analisis sampel beberapa parameter kimia tanah diintrepretasikan dan dibandingkan sesuai dengan Kriteria Penilaian Data Analisis Sifat Kimia Tanah (PPT, 1983). Sedangkan hasil analisis sampel beberapa sifat fisik tanah diintrepretasikan dengan Kriteria Penilaian Beberapa Parameter Sifat Fisika Tanah. IV 18

Ruang Lingkup dan Metode Studi E. Vegetasi dan Satwa Liar Pengumpulan Data Pengamatan berdasarkan atas keterwakilan vegetasi seperti hutan, perkebunan, persawahan, dan pekarangan. Dasar pengambilan sampel adalah hilangnya flora di sekitar kawasan tersebut apabila rencana kegiatan telah berlangsung. Pengamatan terhadap tanaman budidaya dilakukan dengan inventarisasi, pengamatan langsung, dan wawancara tentang jenis tanaman yang dibudidayakan masyarakat di sekitar wilayah studi. Observasi satwaliar dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pengamatan langsung dilakukan dengan point count technique, sedangkan pengamatan tidak langsung dilakukan dengan pengamatan footprint dan tanda tanda yang lain (kotoran/feces dll), juga wawancara dengan masyarakat. Pada pengamatan point count technique, species dan jumlahnya ditentukan dari species yang dapat dilihat dan atau didengar pada satu interval waktu tertentu. Parameter yang diamati adalah spesies, jumlah individu, dan status spesies. Selain itu juga dipertimbangkan aspek pengelolaan dan pemantauan spesies tersebut. Analisis Data Jenis data yang dicatat dalam pengamatan vegetasi meliputi jumlah jenis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif sehingga dapat disimpulkan kualitas lingkungan flora di lokasi kegiatan dan sekitarnya. Demikian halnya dengan status kelangkaan atau konservasinya berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, CITES (Convention for International Trade on Endangered Species), dan Redlist IUCN. Data satwa kemudian dilakukan analisis yang ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai mengenai jenis dan jumlah jenis. Data yang terkumpul kemudian digunakan untuk mengidentifikasi fauna yang memiliki status dilindungi pemerintah Indonesia (PP No. 7/1999 serta berbagai peraturan dan undang undang lainnya yang relevan) atau yang dianggap terancam punah dalam daftar Redlist Data Book IUCN dan CITES. F. Plankton dan Benthos Pengumpulan Data Sampel plankton (phytoplankton dan zooplankton) diperoleh dengan cara menyaring 30 50 liter air permukaan menggunakan plankton net. Pada sampel plankton yang diperoleh diberi lugol dan kemudian dianalisis di laboratorium. Sampel benthos diperoleh dari sedimen yang diambil di dasar air menggunakan alat Petersen Grab. Sampel kemudian dimasukkan dalam kantong plastik dan dipelihara menggunakan larutan formalin 4%, selanjutnya sampel dianalisis di laboratorium. Analisis Data Analisa data plankton (fitoplankton dan zooplankton) dilakukan untuk mendapatkan parameter struktur komunitasnya seperti kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks dominasi, dan indeks keseragaman. Data struktur komunitas plankton dianalisis secara relatif inter lokasi (perairan) dan nilai nilai indeks struktur komunitasnya dibandingkan. Analisis data benthos dilaksanakan untuk mendapatkan beberapa parameter tentang struktur komunitasnya seperti kelimpahan, Indeks keanekaragaman, indeks dominasi, dan indeks keseragaman. Data yang telah dianalisis dibandingkan dengan kriteria nilai indeks untuk komunitas benthos atau indeks relatif. IV 19

Ruang Lingkup dan Metode Studi G. Geologi Pengumpulan Data Pengumpulan data geologi dan kegempaan dilakukan dengan cara penelaahan data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, dan laporan laporan hasil penelitian terdahulu. Untuk melengkapi dan penyempurnaan data sekunder tersebut, dilakukan pengamatan langsung di lapangan. Untuk itu dikaji kondisi morfologi wilayah studi dan sekitarnya. Komponen yang diamati meliputi, bentuk dan karakteristik bentang alam, disamping itu dikaji juga jenis batuan dan struktur geologi khususnya karakteristik batuan, lokasi bahan galian mata air dan sebagainya. Pengamatan aspek fisiografi dilakukan pada seluruh wilayah studi dan sekitarnya yang diprakirakan akan terkait dengan rencana kegiatan. Lingkup kajian fisiografi dan geologi secara lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Lingkup Kajian Geologi dan Fisiografi Parameter Morfologi lahan Struktur geologi dan jenis batuan Hidrogeologi Bahan galian Metode yang Digunakan Data sekunder peta topografi, disempurnakan dengan pengamatan lapangan Data sekunder peta geologi, disempurnakan dengan pengamatan lapangan Data sekunder peta hidrogeologi, disempurnakan dengan pengamatan lapangan Data sekunder dari laporan yang sudah ada, disempurnakan dengan pengamatan lapangan Analisis Data Data fisiografi (topografi, morfologi dan geologi) yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis data fisiografi dan geologi meliputi lereng, bentang alam atau morfologi, dan geologi. Parameter ini ditelaah dengan metode analisis peta topografi dan bentuk bentang alam dengan cara sederhana atau konvensional. H. Sosial, Ekonomi, Budaya dan Kesehatan Masyarakat Pengumpulan Data Data diperoleh melalui sumber primer dan sekunder. Data primer ditangkap melalui metode survei dan wawancara mendalam yang dilengkapi dengan observasi. Adapun data sekunder diperoleh melalui pengumpulan desa dan kecamatan atau institusi yang terkait. pengumpulan data mengacu pada Keputusan Kepala BAPEDAL No. 124/1997. Jenis data yang dikumpulkan meliputi: Profil kependudukan di wilayah studi dan Struktur mata pencaharian penduduk Beban tanggungan, jumlah usia produktif Peluang bekerja dan berusaha, dinamika pola usaha Prasarana dan sarana transportasi Komunitas masyarakat adat/lokal, sistem nilai dan norma dikalangan masyarakat Pola kepemilikan lahan Potensi kerjasama, persaingan dan konflik dikalangan komunitas masyarakat adat/lokal, dan antara masyarakat adat/lokal dengan masyarakat pendatang. IV 20

Ruang Lingkup dan Metode Studi Analisis Data Data kuantitatif dan kualitatif yang terkumpul diolah dan dianalisis. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan kaidah kaidah statistika atau ditelaah melalui tabulasi silang dua atau tiga variabel. Sedangkan data kualitatif diolah dengan analisis induktif dan analisis isi. Metode analisis untuk aspek kesehatan masyarakat mengacu pada Keputusan Kepala BAPEDAL No. 124/1997. 4.5.2. Metode Prakiraan Dampak Metode prakiraan dampak diperlukan untuk menguji hipotesis tentang adanya dampak penting. Dengan menggunakan perhitungan matematis, sebaran dampak terkadang dapat dikuantifikasi. Akan tetapi tak semua dampak dapat ditentukan besarannya. Dampak terhadap sosekbud biasanya ditentukan dengan pendekatan penilaian ahli (professional judgement). Metode prakiraan dampak untuk penurunan kualitas udara, terganggunya kesehatan masyarakat, dan persepsi masyarakat dikemukakan pada uraian berikut. 1. Metode Perhitungan Matematis, untuk prakiraan dampak terhadap kualitas udara Untuk kualitas udara dilakukan permodelan sebaran kualitas udara emisi dalam ruang udara ambien, sehingga dapat diketahui dalam radius berapa jauh kualitas udara telah memenuhi baku mutu. Rumus Gaussian adalah: Model persamaan dispersi gas menurut Gauss (Peavy et al., 1985; de Nevers, 1995; Kiely, 1998; LaGrega et al., 2001): C ( x, y, z) = Q 1 y exp πσ 2 yσ zu σ y 2 1 z H exp 2 σ z 2 1 z + H + exp 2 σ 2 z 2 Konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level concentration) dengan tinggi plume H, y=0, z=0, maka persamaan diatas menjadi sebagai berikut: C ( x, y, z) Keterangan: Q 1 H = exp πσ yσ zu 2 σ z 2 C (x,y,z) = Konsentrasi gas pada suatu tempat berkoordinat (x,y,z) [g/m 3 ] Q = Laju emisi stack [g/s] σ y ; σ z = Koefisien dispersi sesuai dengan kurva Pasquill Gifford [m] U = Kecepatan angin [m/s] y = Jarak pada arah sumbu y dari centerline [m] z = Jarak vertikal pada arah sumbu z dari centerline [m] H = Tinggi plume dari permukaan tanah [m] 2. Metode penilaian ahli (professional judgement), digunakan dalam memprakirakan dampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap kegiatan peningkatan produksi gas menjadi 65 MMSCFD. IV 21

Ruang Lingkup dan Metode Studi Sifat penting dampak ditetapkan dengan mengacu pada Keputusan Kepala Bapedal Nomor 56 Tahun 1994 tentang Pedoman Penetapan Dampak Penting dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, serta UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sifat penting dampak ditentukan berdasarkan pada tujuh kriteria dampak penting berikut: 1. Jumlah manusia yang terkena dampak 2. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung 3. Luas daerah penyebaran dampak 4. Sifat kumulatif dampak 5. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak 6. Jumlah komponen lingkungan lain yang terkena dampak 7. Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Sekiranya salah satu dari enam kriteria dampak penting tersebut terkena, maka komponen lingkungan yang ditelaah sifat pentingnya, dikatagorikan sebagai terkena dampak penting baik positif maupun negatif. Melalui prakiraan dampak inilah, dampak penting hipotetik yang telah diperoleh pada pelingkupan akan ditentukan apakah akan berlanjut menjadi dampak positif atau negatif penting. 4.5.3. Metode Evaluasi Dampak Evaluasi dampak penting secara holistik dari berbagai perubahan lingkungan yang bersifat mendasar, pada ruang dan waktu tertentu akibat adanya proyek, dilakukan untuk mendapatkan gambaran keterkaitan antara komponen lingkungan terkena dampak dengan rencana kegiatan peningkatan produksi, serta keterkaitan antar komponen lingkungan itu sendiri. Selain itu, metode bagan alir dampak juga diterapkan dalam melakukan evaluasi terhadap dampak penting ini. Metode yang digunakan untuk kualitas udara adalah dengan melakukan telaahan terhadap hasil pemodelan yang dibuat. Pemodelan dispersi kualitas udara emisi dalam ruang udara ambien dilakukan untuk beberapa parameter kualitas udara emisi (CO dan NO 2 ). Uraian deskripsi kegiatan dalam rangka peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD juga dijadikan sebagai pertimbangan dalam mengevaluasi dampak. Selain itu penjelasan deskriptif dengan menguraikan dan mengkaitkan data rona lingkungan hasil pengamatan lapang dengan rona lingkungan pada dokumen lingkungan sebelumnya seperti: AMDAL Pengembangan Produksi Gas Matindok (45 MMSCFD) Tahun 2008, dan data RKL RPL Tambahan Perubahan Pemipaan Melalui Suaka Margasatwa Bakiriang (2010), juga akan dilakukan untuk mengkaji keterkaitan antara rencana kegiatan dan dampak yang akan ditimbulkannya. IV 22

PT. Pertamina EP PPGM BAB V PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK PENTING

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting BAB V PRAKIRAAN Dan EVALUASI DAMPAK PENTING 5.1. Prakiraan Dampak Penting 5.1.1. Kualitas Udara Tahap Operasi Pengoperasian Fasilitas Produksi Peningkatan produksi gas dari semula 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD diprakirakan akan berdampak pada perubahan kualitas udara emisi dan kualitas udara ambien. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan fuel gas (3 MMSCFD menjadi 5 MMSCFD) untuk menggerakkan berbagai peralatan. Gas yang dibakar di flare juga terjadi peningkatan dari 0,4 MMSCFD menjadi 0,65 MMSCFD. Peningkatan konsumsi fuel gas dan juga peningkatan pembakaran gas di flare diprakirakan akan meningkatkan jumlah emisi. Kuantitas dan kualitas gas buang berubah sesuai dengan peningkatan jumlah konsumsi bahan bakar gas. Sumber penyebab dampak meliputi: (1) Sumber emisi proses pembakaran gas yang menjadi bahan bakar operasi turbin, heater, generator, dan sistem flare. Hal ini akibat reaksi exothermic antara bahan bakar dengan oksigen, (2) Sumber emisi proses produksi adalah sumber emisi sebagai akibat reaksi antara bahan bahan (senyawa) atau perubahannya termasuk proses dekomposisi bahan secara thermal dan pengolahan bahan baku (raw gas), (3) Sumber emisi fugitive adalah emisi yang secara teknis tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan yang setara. Jenis gas buang penting yang dibahas adalah polutan utama dalam udara ambien yang mencakup: karbon mono oksida (CO), nitrogen oksida (NO ₂ ), sulfur oksida (SO ₂ ). Pada prinsipnya, jumlah produksi ketiga polutan utama ini diprakirakan berdasarkan konsumsi bahan bakar gas (natural gas) dan faktor emisi yang telah umum dipergunakan, yaitu faktor emisi menurut US EPA (United States Environmental Protection Agency). Jumlah emisi polutan gas disajikan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1. Perhitungan Emisi Polutan Berdasarkan Konsumsi Bahan Bakar Gas Konsumsi Gas* Satuan Skenario 45 MMSCFD Skenario 65 MMSCFD Fuel gas system [MMSCFD] 3 5 Flare system [MMSCFD] 0,4 0,65 Total [MMSCFD] 3,40 5,65 Besaran Satuan NO ₂ CO NO ₂ CO Faktor emisi** [lb/mmscf] 280 84 280 84 Emisi [lb/day] 952 286 1.582 475 Laju emisi stack [µg/s] 5.002.407 1.500.722 8.312.824 2.493.847 * = Referensi Pertamina EP, 2011 ** = US EPA Standard, AP 42. Chapter 1.4, Natural Gas Combustion Perhitungan jumlah polutan gas yang keluar dari sumber emisi (Tabel 5.1) menjadi input bagi simulasi dispersi gas gas polutan (CO dan NO ₂ ) dalam ruang udara ambien. V 1

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting Simulasi dispersi dibuat dengan menggunakan model dispersi Gauss atau Gaussian dispersion model (Peavy et al., 1985; de Nevers, 1995; Kiely, 1998; LaGrega et al., 2001) serta data arah dan kecepatan angin yang dicatat oleh BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) di stasiun meteorologi/klimatologi terdekat. Untuk kegiatan ini stasiun terdekat yang menjadi acuan adalah Stasiun Klimatologi Bandara Syukuran Aminuddin Amir Luwuk. Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Gambar 5.1. sampai Gambar 5.4. 200 Distance from centerline [m] 100 0-100 -200 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Distance from source [m] Keterangan kondisi: Polutan gas = CO Kec. angin rata rata = 2,7 m/s (Ref. BMKG Luwuk) Skenario = 45 MMSCFD. Laju emisi stack = 1.500.722 µg/s Baku mutu = 10.000 µg/nm 3 Stabilitas atmosfer B. Gambar 5.1. Simulasi Dispersi CO dalam Udara Ambien dengan Skenario 45 MMSCFD. 200 Distance from centerline [m] 100 0-100 -200 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Distance from source [m] Keterangan kondisi: Polutan gas = CO Kec. angin rata rata = 2,7 m/s (Ref. BMKG Luwuk) Skenario = 65 MMSCFD. Laju emisi stack = 2.493.847 µg/s Baku mutu = 10.000 µg/nm 3 Stabilitas atmosfer B. Gambar 5.2. Simulasi Dispersi CO dalam Udara Ambien dengan Skenario 65 MMSCFD. V 2

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting 200 Distance from centerline [m] 100 0-100 -200 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Distance from source [m] Keterangan kondisi: Polutan gas = NO 2 Kec. angin rata rata = 2,7 m/s (Ref. BMKG Luwuk) Skenario = 45 MMSCFD. Laju emisi stack = 5.002.407 µg/s Baku mutu = 150 µg/nm 3 Stabilitas atmosfer B. Gambar 5.3. Simulasi Dispersi NO ₂ dalam Udara Ambien dengan Skenario 45 MMSCFD 200 Distance from centerline [m] 100 0-100 -200 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 Distance from source [m] Keterangan kondisi: Polutan gas = NO 2 Kec. angin rata rata = 2,7 m/s (Ref. BMKG Luwuk) Skenario = 65 MMSCFD. Laju emisi stack = 8.312.824 µg/s Baku mutu = 150 µg/nm 3 Stabilitas atmosfer B. Gambar 5.4. Simulasi Dispersi NO ₂ dalam Udara Ambien dengan Skenario 65 MMSCFD Untuk parameter CO dengan skenario produksi 45 MMSCFD (Gambar 5.1) tampak bahwa konsentrasi CO dalam udara ambien sangat jauh dibawah baku mutunya (10.000 µg/nm 3 ), meskipun pada jarak yang sangat dekat dengan sumber. Hal ini terjadi karena konsentrasi CO tertinggi pada jarak terdekat dengan sumber telah sangat rendah, yaitu hanya sekitar 70 µg/nm 3. Demikian pula yang terjadi bila skenario produksi gas naik menjadi 65 MMSCFD (Gambar 5.2). Konsentrasi gas CO dalam udara ambien tetap berada jauh di bawah baku mutunya. Hasil ini memberi indikasi bahwa bila produksi gas naik menjadi 65 MMSCFD konsentrasi gas CO dalam udara ambien tetap memenuhi baku mutu. V 3

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting Pada tingkat produksi 45 MMSCFD, konsentrasi NO 2 mencapai baku mutunya, yaitu sebesar 150 µg/nm 3, setelah mencapai jarak sekitar 330 meter (Gambar 5.3) dari sumbernya. Bila produksi gas naik menjadi 65 MMSCFD maka baku mutu NO 2 tercapai pada jarak sekitar 400 meter (Gambar 5.4) dari sumbernya, atau sekitar 70 meter lebih jauh dari jarak semula. Perbedaan antara kedua bilangan jarak tersebut (70 meter) relatif sangat kecil mengingat konteks udara ambien yang sangat dinamis. Sebaran dampak tersebut mengikuti arah angin dominan yaitu dari arah barat. Jarak pemukiman terdekat dari Block Station Matindok adalah 1,2 km ke arah tenggara (Desa Nonong). Skenario dispersi emisi gas ini berdasarkan asumsi bahwa kenaikan jumlah gas yang akan diproduksi berimplikasi pada kenaikan konsumsi bahan bakar gas yang dikonsumsi. Namun demikian, kapasitas terpasang dari peralatan sebetulnya melebihi konsumsi bahan bakar gas yang diasumsikan tersebut ketika terjadi peningkatan produksi gas. Kriteria dalam menentukan sifat penting dampak terhadap kualitas udara ambien disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Kualitas Udara. No Kriteria Dampak Penting Keterangan 1 Jumlah manusia yang terkena dampak Lokasi pemukiman (Desa Nonong) berjarak sekitar 1,2 km ke arah tenggara dari Block Station. 2 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Dampak yang ditimbulkan akan berlangsung selama masa produksi. 3 Luas daerah penyebaran dampak Dampak menyebar dalam radius 400 m dari sumbernya. 4 Sifat kumulatif dampak Dampak tidak bersifat kumulatif, karena udara emisi akan terdispersi dalam ruang udara ambien. 5 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak Mengingat udara emisi akan terdispersi dalam ruang udara ambien, maka dampak akan berbalik setelah udara emisi tersebut terdispersi. 6 Jumlah komponen lingkungan lain yang terkena dampak 7 Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Jika tidak dikelola dengan baik, kemungkinan berdampak tidak baik terhadap kesehatan masyarakat, akibat penurunan kualitas udara ambien. Namun lokasi pemukiman penduduk relatif jauh. Mengingat pengoperasian fasilitas produksi berlangsung relatif lama (>10 tahun), maka dampak pengoperasian fasilitas produksi terhadap kualitas udara adalah langsung/primer dan tergolong negatif penting. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Dampak turunan dari penurunan kualitas udara (primer) adalah gangguan kesehatan masyarakat (sekunder), yang berdampak lanjutan lagi ke persepsi masyarakat (tersier). 5.1.2. Kesehatan Masyarakat Terganggunya kesehatan masyarakat berkaitan dengan kemungkinan penurunan kualitas udara di sekitar pemukiman. Dampak penurunan kualitas udara tidaklah begitu berarti, karena letak Block Station Matindok relatif jauh dari pemukiman penduduk yaitu 1,2 km. Menurut pemodelan yang dilakukan terhadap CO dan NO ₂, nilai baku mutu CO sudah tercapai semenjak dari sumber emisi, sedangkan baku mutu NO ₂ terpenuhi pada jarak sekitar 400 m dari sumber emisi. V 4

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting Kriteria dalam menentukan sifat penting dampak terhadap kesehatan masyarakat disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Kesehatan Masyarakat. No Kriteria Dampak Penting Keterangan 1 Jumlah manusia yang terkena dampak Lokasi pemukiman (Desa Nonong) berjarak sekitar 1,2 km ke arah tenggara dari Block Station. Kemungkinan terganggunya kesehatan masyarakat akibat penurunan kualitas udara akan kecil kemungkinannya. 2 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Dampak yang ditimbulkan akan berlangsung selama masa produksi. Namun mengingat jauhnya lokasi pemukiman, maka relatif kecil pengaruhnya terhadap kemungkinan terganggunya kesehatan masyarakat. 3 Luas daerah penyebaran dampak Dampak menyebar dalam radius 400 m dari sumbernya dan tak akan sampai ke pemukiman penduduk. Penyebaran dampak cenderung akan mengarah ke barat, sedangkan pemukiman di arah tenggara. 4 Sifat kumulatif dampak Dampak tak akan mengalami kumulatif, karena sifat sumber dampak yakni udara emisi yang terdispresi dalam ruang udara ambien. 5 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak 6 Jumlah komponen lingkungan lain yang terkena dampak 7 Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Mengingat sumber dampak berupa udara emisi yang akan terdispresi dalam ruang udara ambien, maka dampak akan segera berbalik. Dengan demikian, mengingat dampak yang muncul terhadap penurunan kualitas udara telah dikelola dengan baik dan jarak lokasi rencana kegiatan dengan permukiman terdekat relatif jauh (1,2 km), maka dampak terhadap kesehatan masyarakat yang merupakan dampak turunan tergolong negatif tidak penting ( TP). 5.1.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Pertamina EP Persepsi masyarakat terhadap BPMIGAS Pertamina EP merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara (dampak primer, lihat butir 5.1.1.) dan gangguan kesehatan masyarakat (dampak sekunder, lihat butir 5.1.3.). Persepsi masyarakat terhadap BPMIGAS Pertamina EP merupakan muara dari semua dampak yang terjadi. Persepsi masyarakat bisa positif, jika semua dampak primer dan sekunder yang menjadi sumber penyebab dampak ini dikelola dengan baik. Sebaliknya persepsi negatif akan muncul, jika sumber dampak tak dikelola dengan seksama. Kriteria dalam menentukan sifat penting dampak terhadap persepsi masyarakat disajikan pada Tabel 5.4. V 5

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting Tabel 5.4. Kriteria Dalam Penentuan Sifat Penting Dampak Terhadap Persepsi Masyarakat. No Kriteria Dampak Penting Keterangan 1 Jumlah manusia yang terkena dampak 2 Intensitas dan lamanya dampak berlangsung Lokasi pemukiman (Desa Nonong) berjarak cukup jauh yakni sekitar 1,2 km ke arah tenggara dari Block Station. Mengingat dampak terhadap persepsi masyarakat ini merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan terganggunya kesehatan masyarakat, maka jika kedua sumber dampak tersebut telah dikelola dengan baik, maka intensitas dampak akan kecil. 3 Luas daerah penyebaran dampak Persepsi masyarakat hanya akan tersebar pada penduduk yang berdekatan dengan rencana kegiatan yakni Desa Nonong. 4 Sifat kumulatif dampak Dampak tak akan mengalami akumulasi mengingat sumber dampaknya akan dikelola dengan baik. 5 Berbalik atau tidak berbaliknya dampak 6 Jumlah komponen lingkungan lain yang terkena dampak 7 Kriteria lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Persepsi masyarakat yang positif terhadap rencana kegiatan akan terbentuk jika sumber dampak dikelola dengan baik. Jarak lokasi rencana kegiatan (Block Station Matindok) relatif jauh dari pemukiman penduduk yaitu 1,2 km. Menurut pemodelan yang dilakukan terhadap CO dan NO ₂, nilai baku mutu CO sudah tercapai semenjak dari sumber emisi, sedangkan baku mutu NO ₂ terpenuhi pada jarak sekitar 400 m dari sumber emisi. Selain itu, persepsi masyarakat merupakan dampak turunan dari penurunan kesehatan masyarakat yang mana telah diprakirakan merupakan dampak negatif tidak penting ( TP). Berdasarkan hal di atas, maka dampak terhadap persepsi masyarakat yang merupakan dampak turunan dari penurunan kualitas udara dan penurunan kesehatan masyarakat tergolong negatif tidak penting ( TP). Matrik prakiraan dampak penting dari tahap operasi (pengoperasian fasilitas produksi) terhadap komponen lingkungan disajikan pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Matrik Prakiraan Dampak Penting. Kegiatan Komponen Lingkungan Geo Fisik Kimia Sosekbud dan Kesmas 1 1 2 Tahap Operasi Pengoperasian Fasilitas Produksi P TP TP Keterangan: TP = Negatif Tidak Penting P = Negatif Penting Komponen Geo Fisik Kimia Komponen Sosekbud dan Kesmas 1. Penurunan Kualitas Udara 1. Gangguan Kesehatan Masyarakat 2. Persepsi masyarakat V 6

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting 5.2. Evaluasi Dampak Penting 5.2.1. Telaahan Secara Holistik Dampak Penting Berdasarkan telaahan pada prakiraan dampak penting, kegiatan peningkatan produksi gas dari 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD di Block Station Matindok berdampak negatif penting terhadap penurunan kualitas udara ambien. Data rona awal dari beberapa parameter kualitas udara ambien di lokasi Block Station Matindok memperlihatkan bahwa semua kisaran parameter kualitas udara memenuhi nilai baku mutunya masing masing. Sebaran gas CO dan NO ₂ hasil pemodelan pada saat produksi gas sebesar 65 MMSCFD lebih jauh dibandingkan dengan hasil pemodelan pada saat produksi gas sebesar 45 MMSCFD. Sebagai contoh konsentrasi gas CO sebesar 20 µg/nm 3 pada produksi 45 MMSCFD dicapai pada jarak sekitar 480 m, sedangkan pada produksi 65 MMSCFD dicapai pada jarak sekitar 630 m. Dalam hal ini terjadi perbedaan jarak sejauh sekitar 150 m. Kondisi ini tidak akan menjadi masalah karena nilai baku mutu untuk gas CO adalah 10.000 µg/nm 3. Tercapainya baku mutu CO ini telah berlangsung sejak dari sumbernya. Keadaan yang mirip terjadi untuk gas NO ₂. Sebaran gas untuk mencapai nilai baku mutu (150 µg/nm 3 ), saat produksi sebesar 45 MMSCFD dicapai pada jarak sekitar 330 m dari sumber emisi. Sementara pada saat produksi sebesar 65 MMSCFD dicapai pada jarak 400 m. Terjadi penambahan jarak sebesar 70 m. Namun demikian keadaan ini tidak akan menjadi masalah karena pemukiman penduduk terdekat (Desa Nonong) berjarak sekitar 1,2 km dari Block Station Matindok ke arah Tenggara. Keadaan demikian tentu saja tidak akan menimbulkan dampak turunan kepada kesehatan masyarakat, dan juga ke persepsi masyarakat. Perbandingan konsentrasi dan jarak dari sumber peningkatan sebaran gas CO dan NO ₂ pada produksi gas 45 MMSCFD dan 65 MMSCFD disajikan pada Tabel 5.6. Tabel 5.6. Konsentrasi dan Jarak dari Sumber Peningkatan Sebaran Gas CO dan NO ₂ pada Produksi Gas 45 MMSCFD dan 65 MMSCFD Gas 45 MMSCFD 65 MMSCFD Konsentrasi, Jarak Dari Sumber Konsentrasi, Jarak Dari Sumber CO 30 µg/nm 3, 40 µg/nm 3, 50 µg/nm 3, 30 µg/nm 3, 40 µg/nm 3, 50 µg/nm 3, 380 m 310 m 260 m 500 m 370 m 300 m Baku Mutu CO = 10.000 µg/nm 3 NO 2 90 µg/nm 3, 400 m 120 µg/nm 3, 340 m 150 µg/nm 3, 330 m 90 µg/nm 3, 530 m 120 µg/nm 3, 450 m 150 µg/nm 3, 400 m Baku mutu NO₂ = 150 µg/nm 3 Kesehatan masyarakat terkait dengan kualitas udara ambien (yang sehari hari dihirup). Dari uraian evaluasi kualitas udara di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen lingkungan tersebut di atas tidak akan menimbulkan dampak yang berarti terhadap kesehatan masyarakat. Kelestarian fungsi ekologis diupayakan dipertahankan kualitas dan keberlangsungannya (sustainablity), sehingga dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan yang akan datang. Kelestarian fungsi ekologis merupakan jaminan berjalannya fungsi fungsi ekologis secara normal tanpa mengalami gangguan yang berarti oleh adanya kegiatan di sekitarnya. Oleh karena itu terjaganya kelestarian fungsi ekologis menjadi keinginan semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam peningkatan produksi gas menjadi 65 MMSCFD Block Station Matindok, tanpa menimbulkan pengaruh yang berarti terhadap fungsi ekologis lingkungan di sekitarnya. V 7

Prakiraan & Evaluasi Dapak Penting 5.3. Pemilihan Alternatif Terbaik Di dalam peningkatan volume produksi Block Station Matindok dari semula 45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD tidak ada alternatif lokasi, tata letak bangunan atau sarana pendukung lainnya, atau teknologi proses produksi. Oleh karena itu, pada dokumen RKL RPL tambahan ini tidak ada proses pemilihan alternatif. 5.4. Arahan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Arahan pengelolaan kualitas udara ditujukan untuk menjaga kualitas udara ambien di sekitar lokasi Block Station Matindok, agar kualitasnya tidak memburuk akibat emisi gas buang dari pengoperasian fasilitas produksi. Oleh karena itu, arahan pengelolaan kualitas udara dilakukan pada peralatan yang menghasilkan emisi gas buang. Arahan rencana pengelolaan lingkungan dan arahan rencana pemantauan lingkungan disajikan pada Tabel 5.7. dan Tabel 5.8. Tabel 5.7. Arahan Rencana Pengelolaan Lingkungan No. Komponen Lingkungan Arahan Pengelolaan 1 Kualitas Udara Pemeliharaan mesin mesin seperti: turbin, heater, generator, dan flare agar gas gas yang diemisikan masih berada dalam kisaran baku mutu emisi, serta emisi gas buang tidak mencapai pemukiman penduduk. Pengecekan dan pengulangan emisi fugitive yang meliputi: emisi akibat kebocoran katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, kebocoran peralatan proses, dan emisi dari tangki timbun. Tabel 5.8. Arahan Rencana Pemantauan Lingkungan No. Komponen Lingkungan 1 Kualitas Udara Arahan Pemantauan Pemantauan dilakukan terhadap beberapa parameter kualitas udara kualitas udara emisi dan ambien sesuai peraturan yang berlaku. Lokasi Block Station Matindok Lokasi Block Station Matindok dan Pemukiman penduduk (Desa Nonong) V 8

PT. Pertamina EP PPGM BAB VI RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) BAB VI RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (RKL) RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN (RPL) 6.1. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) 6.1.1. Pendahuluan a. Latar Belakang Peningkatan produksi gas menjadi 65 MMSCFD di Block Station Matindok diprakirakan akan menimbulkan dampak negatif penting terhadap lingkungan hidup. Komponen lingkungan yang terkena dampak tersebut adalah penurunan kualitas udara yang terjadi pada tahap operasi produksi gas. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengelolaan. Pengelolaan dilakukan terhadap sumber dampaknya. Upaya pengelolaan tersebut dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan yang memuat upaya upaya pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan dampak lingkungan hidup. Dokumen RKL ini merupakan kebijakan BPMIGAS Pertamina EP dalam menjalankan kegiatan operasi yang selalu berupaya untuk memenuhi ketentuan perundang undangan yang berlaku dalam rangka memperhatikan kelestarian lingkungan guna mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dokumen RKL ini berisi pokok pokok arahan, prinsip prinsip, kriteria atau persyaratan untuk pelaksanaan pencegahan, pengendalian, dan penanggulangan dampak. Dokumen RKL telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan rancangan detail rekayasa selanjutnya dan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pemantauan lingkungan. Seiring dengan kegiatan operasional yang akan terus berkembang, BPMIGAS Pertamina EP juga akan melakukan penyempurnaan terhadap upaya rencana pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Rencana pengelolaan yang dituangkan di dokumen menjadi bagian yang tak terpisahkan dari rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan yang dimandatkan pada dokumen AMDAL Pengembangan Produksi Gas Matindok (2008). Selain itu, juga tidak menutup kemungkinan untuk mengadopsi dan memasukkan teknologi mutakhir pengelolaan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. b. Kebijakan Lingkungan Produksi gas di Block Station Matindok menjadi 65 MMSCFD diprakirakan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Namun demikian, kegiatan tersebut sangat diperlukan bagi peningkatan pembangunan nasional, terutama sebagai pemasok gas untuk kebutuhan nasional dan keperluan ekspor. Mengingat pentingnya peranan, fungsi, dan manfaat lingkungan di dalam dan di sekitar Block Station Matindok, maka diperlukan upaya upaya pengelolaan yang dilaksanakan secara bijaksana, terencana dan terkendali. Upaya pengelolaan ini diarahkan untuk mempertahankan keberadaan dan keseimbangan ekosistem, dan kondisi sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat di sekitar lokasi kegiatan. VI 1

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Pengelolaan dilaksanakan melalui berbagai kebijakan dan tindakan yang tepat, sehingga kelestarian lingkungan tetap terjaga. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menyusun RKL kegiatan produksi gas di Block Station Matindok. 6.1.2. Pendekatan Pengelolaan Lingkungan Penanganan dampak yang timbul akibat kegiatan peningkatan produksi gas menjadi 65 MMSCFD di Block Station Matindok, dilakukan melalui tiga pendekatan yakni: pendekatan teknologi, sosial ekonomi, dan pendekatan institusi. Sasaran pengelolaan lingkungan ini adalah komponen lingkungan yang diprakirakan terkena dampak dan kegiatan yang menjadi sumber penyebab dampak. Berbagai upaya pencegahan, pengendalian dan penanggulangan dampak ini didasarkan pada ketersediaan ilmu dan teknologi, kelayakan secara ekonomi, dan kesesuaian dengan kemampuan sumberdaya (tenaga, waktu, dan biaya) yang dimiliki oleh BPMIGAS Pertamina EP. a. Pendekatan Teknologi Dalam merencanakan pengelolaan lingkungan, hal yang perlu ditetapkan terlebih dahulu adalah sasaran pengelolaan lingkungan agar pengelolaan tersebut dapat dilaksanakan secara terarah, efisien, dan efektif. Pendekatan teknologi adalah cara atau teknologi yang digunakan untuk mengelola dampak terhadap lingkungan. Pendekatan teknologi yang digunakan antara lain: teknologi untuk menjaga kualitas udara ambien akibat emisi gas adalah amine treating, control dewpoint HC, dan dehidrasi. b. Pendekatan Sosial Ekonomi Pendekatan ini berupa langkah yang akan ditempuh dalam upaya menanggulangi dampak melalui tindakan yang berlandaskan pada interaksi sosial, stimulasi pada aktivitas ekonomi, hubungan yang sinergis antara masyarakat, pemrakarsa, dan instansi terkait (pemerintah). Mengingat pada studi RKL RPL Tambahan ini, dampak yang muncul adalah hanya terhadap komponen fisik kimia (kualitas udara) maka tak ada pendekatan sosial ekonomi yang diadopsi dalam dokumen ini. c. Pendekatan Institusi Pendekatan institusi berupa pendekatan melalui mekanisme kelembagaan dalam rangka menanggulangi dampak lingkungan hidup, seperti: Kerjasama dengan instansi terkait dalam pengelolaan lingkungan hidup, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah Kabupaten Banggai, dan lembaga swadaya masyarakat lingkungan hidup. Pengawasan terhadap hasil pengelolaan lingkungan hidup oleh badan lingkungan hidup. Koordinasi dengan instansi teknis dalam pengelolaan lingkungan, yaitu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas). 6.1.3. Pengelolaan Lingkungan Komponen lingkungan yang dikelola adalah penurunan kualitas udara. Pengelolaan komponen lingkungan ini dilakukan pada sumber penyebab dampak yang terjadi pada tahap operasi produksi gas. VI 2

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Komponen Fisik Kimia A. Kualitas Udara Dampak Penting dan Sumber Dampak Penting Dampak yang timbul berupa peningkatan kadar emisi (CO, NO 2, dan SO 2 ) yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara ambien. Sumber penyebab dampak mencakup: 1) Sumber emisi proses pembakaran gas yang menjadi bahan bakar operasi turbin, heater, generator, dan sistem flare. Hal ini akibat reaksi exothermic antara bahan bakar dengan oksigen. 2) Sumber emisi proses produksi adalah sumber emisi sebagai akibat reaksi antara bahanbahan (senyawa) atau perubahannya termasuk proses dekomposisi bahan secara thermal dan pengolahan bahan baku (raw gas). 3) Sumber emisi fugitive adalah emisi yang secara teknis tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan yang setara. Tolok Ukur Dampak Tolok ukur kualitas udara emisi adalah baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009). Tolok ukur kualitas udara ambien adalah baku mutu udara ambien (Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Tujuan Rencana Pengelolaan Lingkungan Tujuan pengelolaan adalah meminimalisir konsentrasi gas dari kualitas udara emisi yang masuk ke ruang udara ambien dengan teknologi yang tersedia, sehingga memenuhi baku mutu seperti ditetapkan dalam peraturan. Pengelolaan Lingkungan (1) Pemeliharaan teratur (berkala) dengan mengikuti petunjuk teknis standar operasi peralatan, terhadap seluruh mesin dan peralatan yang menghasilkan emisi gas yaitu: turbine, heater, generator, dan sistem flare. Petunjuk teknis dan frekuensi pemeliharaan mesin sesuai manual yang dikeluarkan oleh pabrikannya. (2) Menyediakan ruang terbuka yang cukup luas di sekitar sumber gas, guna menjamin dispersi gas dalam udara bebas, serta mengurangi potensi keracunan pada manusia. Jarak dari gas plant ke pagar terluar yang harus terbuka adalah sekitar 50 m. (3) Memelihara semua peralatan untuk menghindari kebocoran yang dapat menghasilkan emisi fugitive akibat: kebocoran katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, kebocoran peralatan proses, dan emisi dari tangki timbun. (4) CO 2 dan SO 2 akan diventing melalui stack dari incinerator. Lokasi Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan kualitas udara dilakukan pada beberapa lokasi yaitu: (1) Peralatan yang mengeluarkan emisi pada proses pembakaran seperti: turbine, heater, generator, dan sistem flare. (2) Peralatan yang menghasilkan emisi fugitive seperti: katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, peralatan proses, dan tangki timbun. (3) Penyediaan ruang terbuka pada Block Station Matindok. VI 3

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Periode Pengelolaan Lingkungan Pengelolaan kualitas udara dilakukan secara terus menerus (setiap hari) selama tahap operasi produksi berlangsung, atau secara berkala mengikuti petunjuk teknis standar operasi peralatan yang dikeluarkan oleh produsen peralatan tersebut. Institusi Pengelolaan Lingkungan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Pelaksana pengelolaan lingkungan di Block Station Matindok berada di bawah koordinasi BPMIGAS Pertamina EP. Pengawas dan Penerima Laporan Pengelolaan Lingkungan Instansi pengawas dan penerima laporan pengelolaan lingkungan adalah: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) 6.2. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) 6.2.1. Pendahuluan a. Latar Belakang Peningkatan produksi gas Matindok menjadi 65 MMSCFD diprakirakan akan menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan, berupa penurunan kualitas udara yang terjadi pada tahap operasi. Oleh karena itu diperlukan upaya pengelolaan lingkungan seperti dituangkan dalam dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL). Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan, perlu dilakukan pemantauan lingkungan yang langkahnya dituangkan dalam dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Pemantauan komponen lingkungan yang diperlukan yaitu pemantauan kualitas udara emisi dan ambien diperlukan untuk mengetahui efektivitas pengelolaan kualitas udara dan untuk antisipasi apabila ada komplain dari masyarakat terkait dengan penurunan kualitas udara ambien. Hasil pemantauan lingkungan dijadikan sebagai evaluasi terhadap hasil pengelolaan yang telah dilakukan, dalam rangka menekan dampak negatif yang mungkin timbul akibat proses produksi gas sebanyak 65 MMSCFD. Dokumen RPL ini menjadi instrumen pengikat bagi BPMIGAS Pertamina EP dalam pelaksanaan pemantauan lingkungan. Rencana pemantauan yang dituangkan di dokumen ini menjadi bagian tak terpisahkan dengan rencana pemantauan lingkungan yang dimandatkan pada dokumen AMDAL Pengembangan Gas Matindok (2008). Selain itu, juga tidak menutup kemungkinan untuk mengadopsi dan memasukkan teknologi mutakhir untuk meningkatkan kualitas lingkungan. b. Maksud dan Tujuan RPL Maksud penyusunan RPL peningkatan produksi gas Matindok menjadi 65 MMSCFD ini adalah untuk mematuhi peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan dan melaksanakan kebijakan pembangunan berwawasan lingkungan. VI 4

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Tujuan penyusunan RPL adalah: Untuk mengetahui efektivitas pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh BPMIGAS Pertamina EP. Merumuskan sistem pemantauan lingkungan yang akan dilaksanakan di dalam dan di luar batas kegiatan proyek sejauh batas persebaran dampak. Merumuskan pihak pihak yang terlibat dalam pelaksanaan, koordinasi, dan pengawasan kegiatan pemantauan lingkungan dalam rangka peningkatan produksi gas Matindok. 6.2.2. Pemantauan Lingkungan Komponen Fisik Kimia A. Kualitas Udara Dampak Penting Yang Dipantau Peningkatan kadar emisi (CO, NO 2, dan SO 2 ) dan opasitas serta penurunan kualitas udara ambien. Sumber Dampak (1) Sumber emisi proses pembakaran gas yang menjadi bahan bakar operasi turbin, heater, generator, dan sistem flare. Hal ini akibat reaksi exothermic antara bahan bakar dengan oksigen. (2) Sumber emisi proses produksi adalah sumber emisi sebagai akibat reaksi antara bahanbahan (senyawa) atau perubahannya termasuk proses dekomposisi bahan secara thermal dan pengolahan bahan baku (raw gas). (3) Sumber emisi fugitive adalah emisi yang secara teknis tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan yang setara. Parameter Lingkungan Yang Dipantau Parameter lingkungan yang dipantau adalah: Parameter kualitas udara emisi berupa: CO, NO 2, SO 2, dan opasitas dari turbin, heater, generator, dan sistem flare. Parameter kualitas udara ambien berupa: karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO 2 ), sulfur dioksida (SO 2 ), partikulat <10 µm (PM 10 ), dan hidrogen sulfida (H 2 S), Oksidan (O 3 ), dan debu (TSP). Tujuan Pemantauan Lingkungan Tujuan pemantauan lingkungan adalah untuk mengukur konsentrasi kualitas udara emisi, kualitas udara ambien, dan untuk mengetahui efektivitas pengelolaan kualitas udara. Metode Pemantauan Lingkungan a. Metode Pengumpulan dan Analisis Data 1) Pengumpulan Data Parameter dan metode pemantauan kualitas udara emisi berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 disajikan pada Tabel 6.1. VI 5

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Tabel 6.1. Parameter dan Metode Pengukuran Kualitas Udara Emisi No. Parameter Satuan Metode 1 Nitrogen Oksida (NO 2 ) µg/nm 3 SNI 19 7117.5 2005 2 Karbon Monoksida (CO) µg/nm 3 SNI 19 7117.10 2005 3 Sulfur Dioksida (SO 2 ) µg/nm 3 SNI 19 7117.3.1 2005 4 Opasitas % SNI 19 7117.11 2005 Pengambilan contoh udara ambien dilakukan dengan mengoperasikan impinger untuk contoh gas dan dust sampler untuk pengukuran debu. Parameter dan Metode analisis kualitas udara ambien disajikan pada Tabel 6.2. Tabel 6.2. Parameter dan Metode Analisis Kualitas Udara Ambien No. Parameter Baku Mutu Metode Analisis Peralatan 1 SO 2 (Sulfur Dioksida) 365 µg/nm 3 Pararosanilin Spektrofotometer 2 CO (Karbon Monoksida) 10.000 µg/nm 3 NDIR NDIR Analyzer 3 NO 2 (Nitrogen Dioksida) 150 ug/nm 3 Saltzman Spektrofotometer 4 PM 10 (Partikel < 10 um) 150 µg/nm 3 Gravimetric Hi Vol Air Sampler 5 Hidrogen Sulfida (H 2 S) 24 µg/nm 3 Mercury thiocyanate Spektrofotometer 6 O 3 (Oksidan) 235 µg/nm 3 Chemiluminescent Spektrofotometer 7 TSP (Debu) 230 µg/ Nm 3 Keterangan: Baku mutu kualitas udara ambien sesuai PP 41/1999 Baku mutu H2S sesuai KepMenLH No. 50 Tahun 1996 Baku mutu Opasitas sesuai KepMen LH No.129 Tahun 2003 Gravimetric Hi Vol Air Sampler Pengecekan secara berkala sumber emisi fugitive di Block Station Matindok, untuk menghindari kemungkinan terjadinya emisi fugitive. 2) Analisis Data Data kualitas udara emisi (CO, NO 2, SO 2 ), dan opasitas ditabulasikan, dibandingkan dengan baku mutu, selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Data kualitas udara ambien ditabulasikan, dibandingkan dengan baku mutu udara ambien, dan dilakukan analisis deskriptif. Evaluasi hasil pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil pemantauan berkesinambungan di lokasi yang sama selama tahap operasi produksi berlangsung. Tolok Ukur Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Lokasi Pemantauan Lingkungan Lokasi pemantauan emisi udara adalah di Block Station Matindok (01 19 52,9 S 122 29 31,3 E) pada cerobong alat penghasil emisi (turbin, heater, generator, dan sistem flare). VI 6

Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) & Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Lokasi pemantauan kualitas udara ambien adalah di sekitar Block Station Matindok (01 19 52,3 S 122 29 31,7 E) dan pemukiman terdekat yaitu Desa Nonong (01 20 13,4 S 122 30 13,9 E). Jangka Waktu dan Frekuensi Pemantauan Pemantauan kualitas udara emisi udara dilakukan setiap 6 bulan atau dua kali setahun. Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan setiap 6 bulan sekali atau dua kali setahun selama tahap operasi produksi. Pemantauan yang dilakukan mewakili musim hujan (misalnya bulan Januari) dan mewakili musim kemarau (misalnya bulan Juli). Institusi Pemantauan Lingkungan Pelaksanaan Pemantauan Lingkungan Pelaksana pemantauan kualitas udara emisi dan ambien di Block Station Matindok dikoordinasikan oleh BPMIGAS Pertamina EP. Pengawas dan Penerima Laporan Pemantauan Lingkungan Instansi pengawas dan penerima laporan kegiatan pemantauan kualitas emisi dan ambien di Block Station Matindok adalah: Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) Matrik Rencana Pengelolaan Lingkungan dan matrik Rencana Pemantauan Lingkungan disajikan pada Tabel 6.3. dan Tabel 6.4. VI 7

Matriks Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Kualitas Udara Tabel 6.3. Matriks Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Dampak Penting yang Ditimbulkan Sumber Dampak Tolok Ukur Dampak Tujuan Pengelolaan Lingkungan Upaya Pengelolaan Pengelolaan Lingkungan Lokasi Waktu dan Frekuensi Institusi Pelaksana Pengawas Pelaporan Peningkatan kadar emisi (CO, NO₂, dan SO₂). Penurunan kualitas udara ambien. Sumber emisi proses pembakaran gas yang menjadi bahan bakar operasi turbin, heater, generator, dan sistem flare. Hal ini akibat reaksi exothermic antara bahan bakar dengan oksigen. Sumber emisi proses produksi adalah sumber emisi sebagai akibat reaksi antara bahan bahan (senyawa) atau perubahannya termasuk proses dekomposisi bahan secara thermal dan pengolahan bahan baku (raw gas). Sumber emisi fugitive adalah emisi yang secara teknis tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan yang setara. Tolok ukur kualitas udara emisi adalah baku mutu emisi sumber tidak bergerak bagi usaha dan/atau kegiatan minyak dan gas bumi (PerMenLH No. 13 Tahun 2009). Tolok ukur kualitas udara ambien adalah baku mutu udara ambien (PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Meminimalisir konsentrasi gas dari kualitas udara emisi yang masuk ke ruang udara ambien dengan teknologi yang tersedia, sehingga memenuhi baku mutu seperti ditetapkan dalam peraturan. Pemeliharaan teratur (berkala) dengan mengikuti petunjuk teknis standar operasi peralatan, terhadap seluruh mesin dan peralatan yang menghasilkan emisi gas yaitu: turbin, heater, generator, dan sistem flare. Petunjuk teknis dan frekuensi pemeliharaan mesin sesuai manual yang dikeluarkan oleh pabrikannya. Menyediakan ruang terbuka yang cukup luas di sekitar sumber gas, guna menjamin dispersi gas dalam udara bebas, serta mengurangi potensi keracunan pada manusia. Jarak dari gas plant ke pagar terluar yang harus terbuka adalah sekitar 50 m. Memelihara semua peralatan untuk menghindari kebocoran yang dapat menghasilkan emisi fugitive akibat: kebocoran katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, kebocoran peralatan proses, dan emisi dari tangki timbun. CO₂ dan SO₂ akan diventing melalui stack dari incinerator. Peralatan yang mengeluarkan emisi pada proses pembakaran seperti: turbin, heater, generator, dan sistem flare. Peralatan yang menghasilkan emisi fugitive seperti: katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, peralatan proses, dan tangki timbun. Penyediaan ruang terbuka di Block Station Matindok. Pengelolaan kualitas udara dilakukan secara terus menerus (setiap hari) selama tahap operasi produksi berlangsung, atau secara berkala mengikuti petunjuk teknis standar operasi peralatan yang dikeluarkan oleh produsen peralatan tersebut. BPMIGAS Pertamina EP. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) VI 8

Matriks Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Kualitas Udara Tabel 6.4. Matrik Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Dampak Penting yang Dipantau Sumber Dampak Parameter Lingkungan yang Dipantau Tujuan Pemantauan Lingkungan Hidup Metode Pemantauan Lingkungan Lokasi Waktu dan Frekuensi Institusi Pelaksana Pengawas Pelaporan Peningkatan kadar emisi (CO, NO₂, dan SO₂) dan opasitas. Penurunan kualitas udara ambien. Sumber emisi proses pembakaran gas yang menjadi bahan bakar operasi turbin, heater, generator, dan sistem flare. Hal ini akibat reaksi exothermic antara bahan bakar dengan oksigen. Sumber emisi proses produksi adalah sumber emisi sebagai akibat reaksi antara bahanbahan (senyawa) atau perubahannya termasuk proses dekomposisi bahan secara thermal dan pengolahan bahan baku (raw gas). Sumber emisi fugitive adalah emisi yang secara teknis tidak dapat melewati cerobong, ventilasi atau sistem pembuangan yang setara. Parameter kualitas udara emisi berupa: CO, NO₂, SO₂, dan opasitas dari turbin, heater, generator, dan sistem flare. Parameter kualitas udara ambien berupa: karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO₂), sulfur dioksida (SO₂), partikulat <10 µm (PM₁₀), dan hidrogen sulfida (H₂S), Oksidan (O3), dan debu (TSP). Untuk mengukur konsentrasi kualitas udara emisi dan kualitas udara ambien. Mengetahui efektivitas pengelolaan kualitas udara. Pengumpulan Data Parameter dan metode pemantauan kualitas udara emisi berdasarkan PerMenLH No. 13 Tahun 2009 yang meliputi: NO₂ (SNI 19 7117.5 2005), CO (SNI 19 7117.10 2005), SO₂ (SNI 19 7117.3.1 2005), Opasitas (SNI 19.7117.11 2005). Metode pemantauan kualitas udara ambien (CO, NO2, SO2, PM10, O3, TSP). mengacu pada PerMenLH No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, KepMenLH No. 50 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebauan (H₂S), dan KepMenLH No.129 Tahun 2003 (opasitas). Analisis Data Data kualitas udara emisi ditabulasikan, dibandingkan dengan baku mutu, dan selanjutnya dilakukan analisis deskriptif. Data kualitas udara ambien ditabulasikan, dibandingkan dengan baku mutu udara ambien, dan dilakukan analisis deskriptif. Evaluasi hasil pengelolaan dilakukan berdasarkan hasil pemantauan berkesinambungan di lokasi yang sama selama tahap operasi produksi berlangsung. Tolok Ukur PerMenLH No. 13 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak bagi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Lokasi pemantauan emisi udara adalah di Block Station Matindok (01 19 52,9 S 122 29 31,3 E) pada cerobong alat penghasil emisi (turbin, heater, generator, dan sistem flare). Lokasi pemantauan kualitas udara ambien adalah di sekitar Block Station Matindok (01 19 52,3 S 122 29 31,7 E) dan pemukiman terdekat yaitu Desa Nonong (01 20 13,4 S 122 30 13,9 E). Pemantauan kualitas udara emisi dilakukan setiap 6 bulan atau dua kali setahun. Pemantauan kualitas udara ambien dilakukan setiap 6 bulan sekali atau dua kali setahun selama tahap operasi produksi. Pemantauan yang dilakukan mewakili musim hujan (misalnya bulan Januari) dan mewakili musim kemarau (misalnya bulan Juli). BPMIGAS Pertamina EP. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Kementerian Lingkungan Hidup Badan Lingkungan Hidup (Provinsi Sulawesi Tengah) Badan Lingkungan Hidup Daerah (Kabupaten Banggai) VI 9

PT. Pertamina EP PPGM daftar pustaka

Daftar Pustaka DAFTAR PUSTAKA Abdulsyanai. 1994. Sosiologi, Skematika, Teori dan Terapan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta APHA, 1980. Standard Methods For The Examination Of Water and Waste Water. American Public Health Association, Washington D.C. Arsyad. S, 1986. Pengawetan Tanah dan Air, Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Badan Pusat Statistik, 2010. Kabupaten Banggai Dalam Angka 2010. Provinsi Sulawesi Tengah. Badan Pusat Statistik, 2005. Kabupaten Banggai Dalam Angka 2005. Provinsi Sulawesi Tengah. Badan Pusat Statistik, 2010. Kecamatan Batui dan Kecamatan Batui Selatan Dalam Angka 2010. Provinsi Sulawesi Tengah. Canter, Canter, L.W. 1996. Environmental Impact Assessment. McGraw Hill International Edition. Singapore. Canter, L.W. 1977. Environmental Impact Assessment. Mc Graw Hill Book Company, N.Y. Cox, C.W., 1976. Laboratory Manual of General Ecology, Santiago State College W.M.C. Brawn Company Published, Iowa. Davis, M.L. and Cornwell, D.A. 1998. Introduction to Environmental Engineering. WCB Mc Graw Hill. Singapore. Dombais, D.M. and H. Ellenberg, 1974; Aims and Methods of Vegetation Ecology, John Willey & Sons, New York. Edmonson, W.T., 1959 Freshwater Biology, John Willey and Sons, Inc., New York. Hammer, W.I. 1980, Soil Conservation Consultant Report. Soil Research Institute, Indonesia Technical. Hardjowigeno, 1987. Klasifikasi Tanah, Pusat Penelitian Tanah, Bogor. James, A and Evison. 1978. River Biological Indicator of Water Quality. John Wiley and Sons. Toronto. Kiely, G. 1998. Environmental Engineering. McGraw Hill International Editions. Singapore. Krebs, C.J, 1989. Ecological Methodology. Harper Collin Publishers. University of British Columbia. Lee, C.D. et.al, 1978. Benthic Macroinvertebrata and Fish as Biological Indicators of Water Quality with Reference to Community Diversity Index. International Conference on Water Pollution Control, Bangkok. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI, 2000. Dasar dasar Demografi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Magrab, Edward B. 1975. Environmental Noise Control. John Wiley & Sons, New York. Nazir, Moh, PhD, 1988. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta Needham, J.G and P.R. Needham, 1962. A Guide to the Study of Fresh Water Biology, Holden Day Inc, San Fransisco. DP 1

Daftar Pustaka Odum, E.P. 1975. Ecology. The Link Between The Natural and Social Sciences. Oxford & IBA Publishing Co., New Delhi. Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology 3 rd edition. W.E. Sanders Company, Tokyo, Japan. Pardiaz, S., 1992. Polusi Air dan Udara. Cetakan Pertama. Kanisius, Jogyakarta. Pennak, R.W, 1978. Fresh Water Intervetebrates of the United States, 2 nd edition, John Wiley and Sons, New York. Pertamina, 2008. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Proyek Pengembangan Gas Matindok, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah. Jakarta. Richards, P.W. 1952. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. The University Press, Cambridge. Ryadi, S, AL., 1982. Pencemaran Udara. Usaha Nasional, Surabaya. Soekanto, Soejono, 1990. Sosiologi: Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta. Soemarwoto, Otto. 2001. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Cetakan ke 7. Gadjah Mada University Press, Jogyakarta Soerianegara dan Indrawan, 1988. Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Stern, Arthur C., R.W. Boubel, D.B. Turner, D.L. Fox. 1984. Fundamental of Air Pollution. Second Edition. Academic Press. Inc. Orlando Florida. Susanto, Astrid.S, Dr.Phil. 1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Penerbit Bina Cipta, Jakarta. Ward, H.B. and G.C. Whipple, 1965. Fresh Water Biology (Editor. W.T. Edmonson), 2 nd Edition. John Willey and Sond Inc. N.Y. Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta Whittaker, R.H. 1975. Communities and Ecosystem, 2 nd Edition, Mac. Milland Publisihing Co. Inc. New York DP 2

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 1 Surat Pernyataan (Testimonial)

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 2 Surat-Surat dan Perijinan

Lampiran 2 Surat Surat dan Perijinan

rl t BIIPATI BANGGN SURAT IZIN BUPATI BA}TGGAI NOMOR: 593.+ I 168o / Bae. Adm. Pertanahan TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI KEPADA PT. PERTAMINA E P UNTUK KEPERLUAN FASILITAS PRODT'I(SI MATINDOK DI DESA NONONG KECAMATAN BATUI KABUPATEN BANGGAI BUPATIBANGGAI, Dasar : l. 3 4. Surat Edaran Menteri Negara Agranz / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nornor : 460-572-Dl l-1995 tentang petunjuk Pelaksanan Pemberian Izin Lokasi, Teguran dan Pelaporan; Surat Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 863 nqgal l0 November 2008 tentang Persetujuan AMDAL PPGM dan Perseh.rjuan POD Matmdok oleh BP MIGAS tanggal 24 Desember 2008 Surat Pertamina EP Nomor : I74IEPOOO0/2O09-SI tanggal 25 Februari 2009 Perihal Izin Pembebasan llhan ( PPGM ); Surat Keterangan dari Instansi terkait (Terlampir). Untuk Proyek Pengembangan Gas Matindok MENGIZINKAN: Kepada Nama Untuk TRI SIWINDONO Selaku Presiden Direktur PERTAMINA E P, Alamat Menara Standard Chartered Lt. 2l Jl. Prof. Dr. Sarrio Kav 164 Jakarta selatan 12950 l- Diberikan Izin l-okasi guna keperluan Fasilitas Produksi Matindok dengan letak, luas dan batas lokasi sebagai berikut : Desa Nonong, Kecamatan Batui Luas Lokasi : 150.000 M2 Batas - Batas :. Sebelah Utara dengan r Sebelah Timur dengan. Sebelah Selatan dengan o Sebelah Barat dengan : Tanah Maryarakat : Tanah Masyarakat : Tanah Masyarakat : Jalan

2. Pemberian Izin sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) dilengkapi dengan syaratsyarat sebagai berikut : l) Perolehan tanah harus dilakukan secara langsung antara pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu rnelalui Akta Jual Beli di hadapan PPAT atau Akta Pelepasan Hak di hadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai dengan pemberian ganti rugi yang bentuk dan besarnya ditentukan secara musyawarah. 2) Pembayaran Ganti Rugi tanah serta tanaman dan ata'u bangunan yang ada di *asnya ataupun barang-barang lain milik pemegang Hak Atas Tanah, tidak dibenarkan dilaksanakan melalui perantara dalam bentuk dan nama apapun juga, melainkan harus dilakukan langsung kepada yang berhak. 3) Perolehan Tanah harus dilakukan dalam jangka waktu Izin Lokasi dan dapat diperpanjang paling lama I (satu) tahun. 4) Untuk Tanah yang sudah diperoleh, Pemegarg Izin Lokasi wajib mengajukan permohonan Hak Atas Tanah kepada pejabat yang berwenang. Izin Lokasi ini hanya diperuntukan bagi keperluan Fasilitas Produksi Matindok beserta bangunan dan fasilitas sanrna prasarananya. 6) Pemegang Izin Lokasi wajib memberikan laporan perkembangan perolehan dan pemanfaatan tanah atas Izin Lokasi yang telah diperoleh setiap 3 (tiga) bulan kepada Bupati Banggai dan tembusannya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Banggai. 7) Pemegang Izin Lokasi dilarang menutup assebilitas masyarakat sekitar lokasi. 8) Izin Lokasi ini tidak mengurangi hak keperdataan bagi pemilik tanah yang berada di dalarn lokasi. 9) Izin Lokasi ini batal dengan sendirinya apabila dialihkan/atau dipindahkan kepada pihak lain. 10) Izin Lokasi ini berlaku selama I (satu) tahun terhitung mulai tanggal ditetapkan. 1l) Bahwa dalam pembebasan lahan / pengadaan tanah untuk lokasi proyek pengembangan sas matindok bersedia mengadakan lahan pengganti apabila ada areal persawahan yang terkena dampak dan atau di pakai oleh perusahaan. 18 Maret 2009 * / l{&/\ - Tembusan di sampaikaa keoada Yth: 1. Gubernur Sulawesi Teneah di Palu. 2. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sulawesi tengah di Palu. 3. Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Tengah di Palu. 4. Kepala Bappeda Kabupaten Banggai di Luwuk. 5- Kepata Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Banggai di Luwuk. 6. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Banggai di Luwuk. 7. Kepala BPLH Kabupaten Banggai di Luwuk. 8. Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Banggai di Luwuk. 9. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banggai di Luwuk. 10. Camat Batui 11. Kades Nonons f ^t\---- r- gg

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 3 Peta Lokasi RKL-RPL Peta Lokasi Sampel

Lampiran 3a Peta Lokasi Rencana Pengelolaan Lingkungan RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah LOKASI RENCANA PENGELOLAAN LINGKUNGAN Kode UKL U1 UKL U2 Pengelolaan Lingkungan Kualitas Udara Emisi Kualitas Udara Ambien

Lampiran 3b Peta Lokasi Rencana Pemantauan Lingkungan RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah LOKASI RENCANA PEMANTAUAN LINGKUNGAN Kode UPL U1 UPL U2 UPL U3 Pemantauan Lingkungan Udara Emisi Udara Ambient & Kebisingan Udara Ambient & Kebisingan

Rekapitulasi Lokasi RKL dan RPL Parameter Lokasi RKL Lokasi RPL Penurunan Kualitas Udara Peralatan yang mengeluarkan emisi pada proses pembakaran seperti: turbine, heater, generator, dan sistem flare. Peralatan yang menghasilkan emisi fugitive seperti: katup, flensa, pompa, kompresor, alat pelepas tekanan, peralatan proses, dan tangki timbun. Penyediaan ruang terbuka pada Blok Station Matindok. Lokasi pemantauan emisi udara adalah di Blok Station Matindok (01 19 52,9 S 122 29 31,3 E) pada cerobong alat penghasil emisi (turbin, heater, generator, dan sistem flare). Lokasi pemantauan kualitas udara ambien adalah di sekitar Blok Station Matindok (01 19 52,3 S 122 29 31,7 E) dan pemukiman terdekat yaitu Desa Nonong (01 20 13,4 S 122 30 13,9 E).

Peta Lokasi Pengambilan Sampel RKL RPL Tambahan Peningkatan Kapasitas Gas Matindok (45 MMSCFD menjadi 65 MMSCFD) Kabupaten Banggai, Prov. Sulawesi Tengah LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL Kode U1 U2 U3 U4 U5 WL 01 WL 02 WL 03 WL 04 WL 05 SO 1 Sampling Udara Ambient & Kebisingan Udara Ambient & Kebisingan Udara Ambient & Kebisingan Udara Ambient & Kebisingan Udara Ambient & Kebisingan Air SungaiKayowa (Hulu) Air Sumur Penduduk Air Sumur Penduduk Air Sungai Kayowa (Hilir) Air Irigasi Teknis Tanah

Koordinat Lokasi Pengambilan Sampel Kode Lokasi Sampling S E U1 Area Tapak Proyek Udara Ambient & Kebisingan 01 o 19 52,9 122 o 29 31,3 U2 Permukiman Udara Ambient & Kebisingan 01 o 20 13,4 122 o 30 13,9 U3 Akses Mobilisasi + 2 km dari Tapak Proyek Udara Ambient & Kebisingan 01 o 20 11,9 122 o 29 54,8 U4 Area Hutan Udara Ambient & Kebisingan 01 o 17 21,6 122 o 27 47,1 U5 Sumur Matindok 2 Udara Ambient & Kebisingan 01 o 19 07,7 122 o 27 27,6 WL 01 Hulu Sungai Kayowa Air Sungai 01 o 17 21,6 122 o 27 47,1 WL 02 Sumur Penduduk (Perempatan) Air Sumur 01 o 20 13,4 122 o 30 13,9 WL 03 Sumur Penduduk (+2 km dari Tapak Proyek) Air Sumur 01 o 20 11,9 122 o 29 54,8 WL 04 Hilir Sungai Kayowa Air Sungai 01 o 19 19,5 122 o 30 26,7 WL 05 Saluran Irigasi Air Irigasi 01 o 20 11,9 122 o 29 54,8 SO 1 Tapak Proyek Tanah 01 o 19 52,9 122 o 29 31,3

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 4 Peta RTRW Kabupaten Banggai

Lampiran 4 Peta RTRW KabupatenBanggai REVISI RTRW KABUPATEN BANGGAI 2003-2013 Lokasi Fasilitas Produkasi Matindok

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 5 Tata Kerja Penanggulangan Keadaan Darurat

PT. Pertamina EP PPGM LAMPIRAN 6 Struktur Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat PPGM

Lampiran 6 Struktur Organisasi KPKD PPGM