BAB II TINJAUAN PUSTAKA. makromolekul yang digunakan tubuh untuk proses metabolisme. 14 Lipid

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

dari inti yang banyak mengandung lemak dan adanya infiltrasi sel makrofag. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada saat ini penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

SKRIPSI. Diajukan oleh : Enny Suryanti J

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. atau gabungan keduanya (Majid, 2007). Penyakit jantung dan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jaringan di dalam tubuh untuk memperbaiki diri secara perlahan-lahan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

ABSTRAK... 1 ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

BAB I PENDAHULUAN. Sel trombosit berbentuk discus dan beredar dalam sirkulasi darah tepi dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit jantung koroner merupakan penyebab. kematian terbanyak di dunia, dengan 7,4 juta kematian

HUBUNGAN RASIO LINGKAR PINGGANG PINGGUL DENGAN PROFIL LIPID PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler memiliki banyak macam, salah satunya adalah

Penatalaksanaan Astigmatism No. Dokumen : No. Revisi : Tgl. Terbit : Halaman :

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

Dislipidemia. Ema Rachmawati

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah keadaaan dimana terjadi

BAB I PENDAHULUAN. pilihan bagi masyarakat moderen karena lebih praktis dan bergengsi.

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah kenaikan kadar kolesterol total,

BAB I PENDAHULUAN. mementingkan defisit neurologis yang terjadi sehingga batasan stroke adalah. untuk pasien dan keluarganya (Adibhatla et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

sebesar 0,8% diikuti Aceh, DKI Jakarta, dan Sulawesi Utara masing-masing sebesar 0,7 %. Sementara itu, hasil prevalensi jantung koroner menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Angina pektoris stabil adalah salah satu manifestasi. klinis dari penyakit jantung iskemik.

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab. kematian terbesar diseluruh dunia terutama yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lipid 2.1.1 Deskripsi Lipid adalah senyawa organik yang memiliki sifat tidak larut air dan dapat diekstraksi oleh larutan organik nonpolar. Lipid merupakan salah satu zat makromolekul yang digunakan tubuh untuk proses metabolisme. 14 Lipid mempunyai fungsi melindungi organ tubuh, penghasil panas dalam tubuh, dan pelarut vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K). 15 Lipid juga merupakan struktur penting dari membran sel, saraf dan getah empedu. Lipid yang diperlukan oleh tubuh berasal dari dua sumber, yaitu dari luar dan dalam tubuh, dari makanan dan dari produksi metabolisme hati. 14,15 Lipid diangkut di dalam plasma darah dalam bentuk kompleks lipoprotein. Kepadatan lipoprotein berbanding terbalik dengan kadar lemaknya. Secara umum, lipoprotein terdiri dari inti hidrofobik trigliserida dan kolesterol ester dikelilingi oleh fosfolipid dan protein. Organisasi lipoprotein ini ke jalur eksogen, yang mengangkut lipid dari usus ke hati dan jalur endogen, yang mengangkut lipid ke dan dari jaringan. 16 Terdapat 6 jenis lipoprotein berdasarkan perbedaan ukuran, densitas, komposisi lemak, dan komposisi apoprotein, suatu pelarut lemak agar dapat bersirkulasi di dalam darah. 2 Enam jenis lipoprotein tersebut, yaitu 7

8 lipoprotein a kecil (Lp(a)), kilomikron, Very Low Density Lipoprotein (VLDL), Intermediate Density Lipoprotein (IDL), Low Density Lipoprotein (LDL), High Density Lipoprotein (HDL). 17 2.1.2 Macam-macam Lipoprotein 1. Trigliserida Trigiserida merupakan asam lemak dan jenis lemak yang paling banyak dalam darah. Peran langsung dari trigiserida terhadap PJK masih dalam penelitian. Kenaikan trigliserida selalu diikuti dengan kenaikan VLDL dan LDL dalam plasma dan penurunan HDL. 18 2. Kilomikron Kilomikron adalah lipoprotein yang mengangkut trigliserida dari makanan ke jaringan. Kilomikron diproduksi oleh usus halus. 3. VLDL VLDL ialah lipoprotein yang terdiri dari 60% trigliserida, 10-15% kolesterol. VLDL membawa kolesterol dari hepar ke jaringan perifer. 4. LDL LDL merupakan lipoprotein yang terdiri dari 50% kolesterol, 10% trigliserida. LDL disebut juga β-lipoprotein. LDL mengangkut kolesterol ke jaringan perifer dan berguna untuk sintesis membran dan hormon steroid. 19 Apabila jumlahnya berlebihan, kolesterol dapat menumpuk di dinding pembuluh darah dan mengeras menjadi plak aterosklerosis. 18 5. HDL HDL disebut juga α-lipoprotein dimana komponen HDL adalah 20%

9 kolesterol, <5% trigliserida, 30% fosfolipid dan 50% protein. Fungsi HDL membawa kelebihan kolesterol di jaringan kembali ke hepar untuk diedarkan kembali atau dikeluarkan tubuh. HDL dapat mencegah terjadinya penumpukan kolesterol di jaringan, terutama pembuluh darah. 20 2.2 Dislipidemia 2.2.1 Deskripsi Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan kolesterol total ( 240mg/dl), LDL ( 160mg/dl), trigliserida ( 200mg/dl) dari nilai normal serta penurunan HDL ( 40mg/dl) di dalam darah. Ketiga-tiganya dikenal sebagai Triad Lipid. 2,9 2.2.2 Klasifikasi Dislipidemia 1. Klasifikasi Fenotipik Tabel 2. Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol Education Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000); (dalam mg/dl). 19 <200 200-239 240 Kolesterol total Optimal Diharapkan Tinggi <100 100-129 130-159 160-189 190 LDL Optimal Mendekati Optimal Diharapkan Tinggi Sangat Tinggi

10 <40 60 <150 150-199 200-499 500 HDL Trigliserida Rendah Tinggi Optimal Diharapkan Tinggi Sangat Tinggi 2. Klasifikasi Patogenik a Dislipidemia Primer Dislipidemia primer berkaitan dengan gen yang mengatur enzim dan apoprotein yang terlibat dalam metabolisme lipoprotein maupun reseptornya. Biasanya kelainan ini disebabkan kelainan genetik. 19 Tabel 3. Gangguan primer lipoprotein plasma. 21 Bentuk Kelainan Hipolipoproteinemia Abetalipoproteinemia Hipobetalipoproteinemia familial Defisiensi alfa-lipoprotein familial Hiperlipoproteinemia Defisiensi lipoprotein lipase familial (tipe 1) Hiperkolesterolemia familial (tipe 2) Hiperlipoproteinemia familial (tipe 3) Defek Tidak ada kilomikron,vldl,atau LDL yang dibentuk karena defek pemindah pada protein triasilgliserol Konsentrasi LDL 10-60% dari normal HDL yang rendah atau hampir tidak ada Hipertriasilgliserolemia karena defisiensi atau produksi LPL yang abnormal Tipe IIa: kelainan pada reseptor LD untuk meningkat Hiperkolesterolemia karena peningkatan kilomikron dan sisa VLDL<1,019

11 Hipertriasilgliserolemia familial (tipe 4) Hiperlipoproteinemia familial (tipe 5) Hiperalfalipoproteinemia Familial Kelebihan produksi VLDL sering disertai dengan intoleransi glukosa dan hyperinsulinemia Kenaikan kilomikron dan VLDL Peningkatan konsentrasi HDL b. Dislipidemia Sekunder Tabel 4. Klasifikasi dislipidemia sekunder. 2 Hipekolesterolemia Hipetrigliseridemia Dislipidemia Hipotiroid Sindroma nefrotik Penyakit hati obstruktif DM, Alkohol Obesitas Gagal ginjal kronik Hipotiroid Sindroma nefrotik Gaggal ginjal kronik 2.2.3 Faktor Risiko Dislipidemia 2.2.3.1 Faktor Risiko yang Tidak Dapat Diubah (Unmodified Risk) 1. Usia Semakin tua seseorang, fungsi tubuhnya akan menurun, begitu pula dengan penurunan reseptor LDL sehingga bercak perlemakan dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total semakin tinggi sementara kadar HDL tidak mengalami perubahan. Pada usia 10 tahun bercak perlemakan sudah dapat ditemukan di lumen pembuluh darah dan meningkat secara bermakna pada usia 30 tahun. 18 2. Jenis Kelamin Pada pria lebih berisiko mengalami dislipidemia daripada wanita.

12 Hal ini berlaku pada usia produktif atau wanita yang belum menopause. Ini dikarenakan efek estrogen memberi perlindungan dari pembentukan plak ateroklerosis. Saat wanita telah memasuki menopause, risiko pada wanita menjadi lebih besar. 18 3. Riwayat Keluarga Faktor genetik merupakan salah satu pencetus terjadinya dislipidemia primer. 9,18 2.2.3.2 Faktor Risiko yang Dapat Diubah (Modified Risk) 1. Obesitas Seseorang dikatakan obesitas jika berat badannya lebih dari 20% dari BB normal. Orang obesitas menyimpan jaringan lemak di bawah kulit atau di rongga perut dalam bentuk trigliserida. Trigliserida ini juga berada di plasma yang akan memengaruhi lipoprotein jauh lebih tinggi daripada orang normal. 18 2. Merokok Merokok berhubungan erat dengan kenaikan agregasi platelet dan pembentukan thrombus. Rokok juga meningkatkan pemecahan trigliserida yang akan meningkatkan kadar LDL dan menekan HDL. Disamping itu rokok juga dapat merusak endotel pembuluh darah. 18 3. Asupan Nutrisi (Dietary Intake) Konsumsi kolesterol yang berlebihan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total dan LDL sehingga mempunyai risiko terjadinya dislipidemia. Ada 3 hal yang mempengaruhi asupan makan yaitu

13 kebiasaan makan, pengetahuan gizi dan ketersediaan makanan dalam keluarga. 2,22 4. Aktivitas Fisik Aktivitas fisik meliputi aktivitas sehari-hari, kebiasaan, maupun latihan jasmani dan olahraga. Asupan nutrisi harus diimbangi dengan aktivitas fisik. 23 Olahraga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida menurun dalam darah sedangkan HDL meningkat secara bermakna. 18 2.2.4 Faktor yang Memengaruhi Profil Lipid Studi luaran klinis sebelumnya menyatakan terdapat bukti kuat hubungan antara LDL dengan kejadian kardiovaskular. Sebagian besar penelitian klinis menggunalkan LDL sebagai target primer terapi dislipidemia. Intervensi yang dilakukan dapat berupa terapi nonfarmakologis ataupun dikombinasi dengan terapi farmakologis. Perlu pertimbangan terapi farmakologis apabila kadar LDL 100mg/dl setelah intervensi nonfarmakologis, infark miokard akut, tingkat risiko tinggi dengan kadar LDL 100mg/dl, atau risiko sangat tinggi dengan kadar LDL 70mg/dl. Terapi farmakologis untuk dislipidemia, antara lain statin (inhibitor HMG-CoA reduktase), inhibitor absorpsi kolesterol, bile acid sequestrant, asam fibrat, asam nikotinat, dan inhibitor CETP. 24 Belum ada penelitian yang menyatakan berapa lama terapi farmakologis mulai bekerja efektif untuk menurunkan kadar profil lipid.

14 2.3 Aterosklerosis Aterosklerosis merupakan penyebab utama pada berbagai penyakit kardiovaskular, terutama penyakit iskemik koroner 25,26. Aterosklerosis adalah akibat dari peradangan pembuluh darah yang bersifat progresif. Pada aterosklerosis dapat ditemui plak yang terdiri dari deposit massa kolagen, lemak, kolesterol, produk buangan sel dan kalsium, disertai proliferasi miosit yang menimbulkan penebalan dan pengerasan dinding arteri. 27 Proses terjadinya plak aterosklerosis karena adanya disfungsi endotel karena faktor-faktor tertentu, 26 yaitu: 1. Inisiasi Proses Aterosklerosis: Peran Endotel Aterosklerosis merupakan pembentukan plak di tunika intima arteri. Proses terbentuknya aterosklerosis ini melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL ke dalam tunika intima, respon inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. 28,29,30 Hipertensi, dislipidemia, diabetes, merokok, infeksi dan stress oksidatif menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi endotel. 29,30 Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dari proliferasi sel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan pembentukan plak 28. 2. Perkembangan Proses Aterosklerosis: Peran Proses Inflamasi Apabila endotel rusak, sel-sel inflamatorik terutama monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan berikatan dengan molekul adesif endotel. Jika sudah berada pada lapisan subendotel, sel-sel ini

15 mengalami diferensiasi menjadi makrofag. 28 Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi (ox-ldl) yang juga berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-zat kemoaktratan dan sitokin (misalnya monocytechemoattractan protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL-6, CD40, dan c-reactive protein) yang semakin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler) pada tempat terjadinya plak. Sel otot polos pembuluh darah bermigrasi dari tunika media menuju tunika intima, lalu mensintesis kolagen, membentuk kapsul fibrosis yang menstabilisasi plak dengan cara membungkus inti lipid dari aliran pembuluh darah. 30 Makrofag juga menghasilkan matrix metalloproteinase (MMPs), enzim yang mencerna matriks ekstraseluler dan menyebabkan terjadinya disrupsi plak. 28,30 3. Stabilitas Plak dan Kecenderungan Mengalami Ruptur Stabilitas plak aterosklerosis bervariasi. Perbandingan antara sel otot polos dan makrofag memegang peranan penting dalam stabilitas plak dan kecenderungan untuk mengalami ruptur. 29 LDL yang termodifikasi meningkatkan respons inflamasi oleh makrofag. Respons inflamasi ini memberikan umpan balik, menyebakan lebih banyak migrasi LDL meuju tunika intima, yang selanjutnya mengalami modifikasi lagi, dan seterusnya. Makrofag yang terstimulasi akan memproduksi matrix metalloproteinase yang mendegradasi kolagen.

16 Di sisi lain, sel otot pembuluh darah pada tunika intima, yang membentuk kapsul fibrosis, merupakan subjek apoptosis. Jika kapsul fisbrosis menipis, ruptur plak mudah terjadi sehingga menyebabkan paparan aliran darah terhadap zat-zat trombogenik pad plak. Hal ini menyebabkan terbentuknya bekuan. Proses proinflamatorik ini menyebabkan pembentukan plak dan instabilitas. Sebaliknya ada proses antiinflamatorik yang membatasi pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke arah pertumbuhan plak dan mendukung stabilitas plak. Sitokin seperti IL-4 dan TGF-β bekerja mengurangi proses inflamasi yang terjadi pada plak. Hal ini terjadi secara seimbang seperti pada proses penyembuhan luka. Keseimbangan ini bisa bergeser ke salah satu arah. Jika bergeser ke arah pertumbuhan plak, maka plak semakin besar menutupi lumen pembuluh darah dan menjadi rentan mengalami ruptur. 30 4. Disrupsi Plak dan Thrombosis Kebanyakan plak aterosklerotik berkembang perlahan-lahan. Tapi tetap ada pula yang stabil. Plak dikatakan stabil apabila apabila deposit lemak sedikit dan ditutupi oleh fibrous cap yang tebal sehingga sulit untuk ruptur. Gejala klinis muncul bila stenosis lumen mencapai 70-80%, inilah yang disebut angina pektoris. Beberapa penelitian menunjukan bahwa inti lipid yang besar, kapsul fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi untuk terjadinya ruptur. 28,29 Apabila terjadi ruptur plak hal ini disebabkan plak

17 yang tidak stabil. Inilah yang disebut dengan SKA. Plak yang ruptur ini kebanyakan hanya menyumbat kurang dari 50% diameter lumen. Setelah terjadi ruptur plak maupun erosi endotel, matriks subendotelial terpapar darah yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebakan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk thrombus. 29,31. Selain trombosit, pembentukan thrombus juga melibatkan sistem koagulasi plasma. Sistem koagulasi plasma merupakan jalur hemostasis sekunder. Kaskade koagulasi ini diaktifkan bersamaan dengan hemostasis primer yang dimediasi trombosit. 29 2.4 Penyakit Jantung Koroner 2.4.1 Angina Pektoris Stabil 2.4.1.1 Deskripsi Angina Pektoris adalah salah satu manifestasi klinis dari penyakit jantung iskemik. 5,32 Penyakit jantung iskemik adalah sebuah kondisi dimana aliran darah dan oksigen ke salah satu bagian miokardium tidak adekuat. Hal ini sering terjadi saat imbalansi antara oksigen supply dan demand pada miokardium. Penyebab utama yang paling sering adalah terjadinya aterosklerosis atau spasme pembuluh darah koroner ataupun kombinasi dari aterosklerosis dan spasme. 33 Prevalensi angina pektoris pada laki-laki dan perempuan berbeda, dimana 8% pada laki-laki dan 3% pada perempuan pada usia 55-64 tahun. 32 Semakin bertambahnya usia, risiko mengalami angina pektoris akan meningkat. Penduduk dengan sosial ekonomi yang rendah memiliki risiko lebih tinggi dengan perbedaan yang berarti. 34

18 2.4.1.2 Diagnosis Angina Pektoris Stabil Angina pektoris berbeda dengan serangan jantung walaupun memiliki kemiripan gejala. 5 Gejala klinis APS sangat khas yaitu terjadi sakit dada sternal atau substernal yang seringkali menjalar ke lengan kiri (persarafan C7-T4). Sakit yang dirasakan seperti ditekan benda berat (pressure like), dijepit (squeezing) atau terasa panas (burning). Pola gejala klinisnya tidak berubah yang dapat dicetuskan oleh suatu aktivitas atau faktor-faktor tertentu, seperti melakukan aktivitas berlebih, emosi yang berlebihan ataupun terpapar suhu yang ekstrim. Lamanya serangan biasanya berlangsung 1-5 menit, walaupun perasaan tidak nyaman di dada masih dapat dirasakan walau rasa sakit telah hilang. Rasa sakit pada APS segera menghilang saat istirahat atau pemberian nitrogliserin sublingual. 2,5,35 Pemeriksaan fisik seringkali dalam batas normal, walaupun kadang ditemukan kelainan lain yang menjadi faktor risiko seperti obesitas atau hipertensi. Selain itu kadang juga dapat ditemukan adanya bunyi jantung keempat atau bising sistolik pada waktu serangan angina atau pada saat melakukan aktivitas. 2 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, 2 yaitu: a. Elektrokardiogram (EKG) Gambaran EKG pada saat tidak serangan angina masih dalam batas normal. Kadang-kadang EKG menunjukan abnormalitas segmen ST dan gelombang T yang tidak khas. Pada waktu serangan terjadi, dapat ditemukan depresi ataupun elevasi segmen ST dan gelombang T tidak tampak. b. Pemeriksaan laboratorium Kadar petanda jantung, yaitu troponin I, troponin T dan kreatin kinase MB

19 (CK-MB) masih dalam batas normal. Pemeriksaan lipid darah dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk menemukan dislipidemia dan diabetes melitus yang merupakan faktor risiko bagi penderita angina pektoris. 2.4.2 Sindroma Koroner Akut 2.4.2.1 Deskripsi SKA merupakan manifestasi klinis PJK paling sering mengakibatkan kematian. Menurut WHO tahun 2008, 7.254.000 kematian di seluruh dunia (12, 8%) disebabkan oleh SKA 36. Prevalensinya di Indonesia pun mencapai 7,2% menjadi penyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia pada tahun 2007. 37 SKA merupakan setiap kelompok gejala klinis yang kompatibel dengan iskemik miokard akut. Sindroma ini menggambarkan suatu penyakit dengan mortalitas tinggi. Mortalitas tidak tegantung pada besarnya presentase stenosis (plak) koroner, namun lebih sering ditemukan pada penderita dengan plak 50-70% yang tidak stabil, yaitu fibrous cap dinding plak yang tipis dan mudah ruptur. 11,26 2.4.2.2 Klasifikasi SKA Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan petanda jantung, SKA dibagi menjadi: 10,28 1. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI) SKA dengan elevasi segmen ST atau ST-Elevation Acute Coronary Syndrome (STE-ACS) merupakan keadaan yang ditandai dengan adanya nyeri dada akut dan elevasi segmen ST persisten (>20 menit) dan secara umum menggambarkan oklusi total dan arteri

20 koroner. Sebagian besar pasien akhirnya berkembang menjadi STEMI 38. STEMI merupakan sindroma klinis yang menandai adanya iskemia miokard dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG dan diikuti perubahan kadar petanda jantung yang khas pada infark miokard pada pemeriksaan laboratorium. 39 2. Infark Miokard Tanpa Elevasi Segmen ST (NSTEMI) SKA tanpa elevasi segmen ST atau Non-ST Elevation ACS (NSTE-ACS) ditandai dengan adanya nyeri dada akut tetapi tanpa elevasi segmen ST. Tanpa elevasi segmen ST yang dimaksud adalah pasien memiliki kecenderungan mengalami depresi segmen ST atau inversi gelombang T secara persisten atau transien, gelombang T yang datar atau tidak ada perubahan pada EKG. Untuk membedakannya dengan angina pektoris tidak stabil (APTS) dilakukan pengukuran petanda jantung yang berupa enzim jantung secara biokimia. 38 3. Angina Pektoris tidak stabil (Unstable Angina Pektoris) Angina tidak stabil (APTS) dikenal juga dengan istilah intermediate coronary syndrome, pre-infarction angina, dan acute coronary insufficiency. 2,5 Dasarnya sama dengan angina stabil tetapi berbeda karena polanya berubah; frekuensi bertambah, lebih hebat dan lebih lama, faktor pencetus kurang. Subset pertama, pola progresif angina crescendo, yaitu frekuensi dan beratnya meningkat saat berkegiatan ataupun istirahat. Subset kedua, angina baru timbul dalam 30 hari terakhir baik saat berkegiatan

21 ataupun istirahat. Biasanya ada perubahan EKG berupa depresi atau elevasi segmen ST. Keadaan kliniknya gawat dan diperlukan penanganan intensif di rumah sakit. Tidak ditemukan adanya kenaikan petanda jantung seperti pada infark miokard. 5 2.4.2.3 Diagnosis Gejala utama yang mengawali diagnosis adalah nyeri dada, tapi pasien diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan EKG dan petanda jantung. 38 APTS dan NSTEMI memiliki patogenesis dan presentasi klinis yang sama, hanya berbeda pada derajatnya. Kondisi yang membedakan keduanya adalah terjadinya iskemia yang cukup berat untuk menyebabkan infark miokard yang memicu perubahan kadar petanda jantung penanda kerusakan miokard 40. Jika ditemukan perubahan kadar petanda jantung (troponin I, troponin T atau CK-MB) maka didiagnosis NSTEMI; sedangkan jika tidak ditemukan perubahan kadar enzim secara bermakna maka didiagnosis APTS. Pada APTS dan NSTEMI tidak ditemukan elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan seperti pada STEMI. Jika ditemukan elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan, diagnosis dapat langsung ditegakkan tanpa menunggu hasil perubahan kadar enzim jantung. 41 1. Pemeriksaan EKG Sebisa mungkin, pemeriksaan EKG dibuat dalam 10 menit sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG diulang setiap keluhan angina timbul lagi. 42 Keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan segmen ST yang

22 persisten, diagnosisnya adalah NSTEMI atau APTS. Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mv di sadapan V1-V3 dan 0,1 mv di sadapan lainnya. Dapat diijumpai pula elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit), dan dapat terdeteksi di lebih dari dua sadapan berdekatan. Inversi gelombang T yang simetris 0, 2 mv mempunyai spesifitas tinggi untuk kejadian iskemia akut. 41 2. Pemeriksaan Petanda Jantung Kreatin kinase MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan petanda nekrosis miosit jantung, dimana troponin I/T memiliki sensitivitas dan spesifitas yang lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan dua kali pada petanda jantung menunjukan adanya nekrosis miokard. 43 Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T menunjukan kadar normal dalam 4-6 jam setelah serangan SKA, pemeriksaan diulang 8-12 jam setelahnya. Jika serangan SKA tidak diketahui, lakukan pemeriksaan ulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. 41 2.5 Hubungan Kadar Profil Lipid dengan Risiko Penyakit Kardiovaskular Penentuan kategorik angka kadar lipid, penting dikaitkan dengan terjadinya komplikasi kardiovaskular. Dari berbagai penelitian yang dikaitkan dengan besarnya risiko untuk terjadinya PKV dikenal kategori kadar kolesterol total sebagai berikut: 9 a) Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman (desirable) adalah <200mg/dl b) Kadar yang mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai dikendalikan (borderline high) adalah 200-239 mg/dl

23 c) Kadar yang tinggi dan berbahaya (high) adalah 240 mg/dl Trigliserida belum ditentukan pengaruhnya secara langsung terhadap penyakit kardiovaskular. NECP (National Cholesterol Education Cholesterol Program) tidak memasukkan kadar trigliserida dalam anjuran pengelolaan lipid. Sementara penelitian di Eropa, mengemukakan bahwa faktor trigliserida masuk dalam algoritma yang dianjurkan. Data epidemiologis di Indonesia mengenai lipid masih sangat jarang terutama yang berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas akibat penyakit kardiovaskular. 44 Tabel 5. Pedoman klinis hubungan profil lipid dengan risiko PKV menurut NECP Profil Lipid Desirable (mg/dl) Borderline High (mg/dl) High (mg/dl) Kolesterol total <200 200-239 240 Kolesterol LDL -Tanpa PKV <130 130-159 160 -Dengan PKV 100 Kolesterol HDL >45 36-44 <35 Trigliserida -Tanpa PKV -Dengan PKV <200 <150 200-399 >400 Secara klinis digunakan kadar kolesterol total sebagai tolak ukur. Walaupun berdasarkan patofisiologisnya, LDL dan HDL secara langsung yang berperan sebagai faktor risiko. 18

24 2.6 Kerangka Teori Penyakit Jantung Koroner Peran Endotel Derajat Inflamasi Gender Aterosklerosis Dislipidemia Menopause Riwayat Keluarga Riwayat Merokok Hipertensi Profil Lipid: - Kolesterol total - Triglliserida - LDL - HDL Obat Antihiper lipidemia Diabetes Melitus Stabilisasi plak Inti Lipid Plak stabil Plak tidak stabil Angina pektoris stabil Trombus Sindroma koroner akut Angina pektoris tidak stabil STEMI NSTEMI Gambar 1. Kerangka Teori

25 2.7 Kerangka Konsep Profil Lipid (Kolesterol total, trigliserida, LDL, dan HDL) Angina pektoris stabil Sindroma koroner akut Gambar 2. Kerangka Konsep 2.8 Hipotesis 2.8.1 Hipotesis Mayor Terdapat perbedaan profil lipid antara pasien angina pektoris stabil (APS) dan sindroma koroner akut (SKA). 2.8.2 Hipotesis Minor 1. Kadar kolesterol total pada pasien SKA lebih tinggi dari angina pektoris stabil 2. Kadar trigliserida pada pasien SKA lebih tinggi dari angina pektoris stabil 3. Kadar LDL pada pasien SKA lebih tinggi dari angina pektoris stabil 4. Kadar HDL pada pasien SKA lebih rendah dari angina pektoris stabil