Oleh : Cahyono Susetyo



dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan kepemimpinan saat ini adalah menghadapi perubahan lingkungan

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH. A. Terjadinya Konflik Jalan Lingkungan Di Kelurahan Sukapada

BAB I PENDAHULUAN. langsung dalam pemelihan presiden dan kepala daerah, partisipasi. regulasi dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan

Deklarasi Dhaka tentang

BAB I PENDAHULUAN. karena didalamnya terdapat berbagai kepentingan negara dan masyarakat sipil

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

SIGNIFIKANSI PERAN MASYARAKAT DALAM IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)

PENGELOLAAN LINGKUNGAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang demikian

BAB I PENDAHULUAN. terjaganya kualitas kehidupan manusia kini dan nanti.

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

BAB I PENDAHULUAN. yang diharapkan, pendapat-pendapat dan hal-hal yang berkaitan dengan

KODE ETIK PROFESI MANAJEMEN SDM INDONESIA

BAB VI KEMITRAAN DAN KERJASAMA PERKUMPULAN

VIII. PENYUSUNAN PROGRAM PENGUATAN KELEMBAGAAN UAB TIRTA KENCANA

BAB I PENDAHULUAN. disimpulkan bahwa sebuah organisasi haruslah memiliki interaksi antar anggotanya.

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

Pedoman Pelibatan Masyarakat dan Swasta dalam Pemanfaatan Ruang Perkotaan

JURNAL PAEDAGOGY. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. Daftar Isi. Volume 3 Nomor 1 Edisi Mei 2016 ISSN

BAGIAN I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. perubahan itu dipersepsikan akan berpengaruh negatif terhadap dirinya. Pada. lebih kuat dibandingkan dengan masa-masa biasa.

BAB I PENDAHULUAN. pembahasan, akhirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu alat manajemen yang digunakan untuk mengendalikan

Evaluasi Program Pelatihan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB V Kesimpulan dan Saran

Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

Komitmen itu diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.

Good Governance. Etika Bisnis

UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI PENYULUHAN KEHUTANAN

Peran Sektor Swasta dalam Percepatan Pembangunan Ekonomi di Daerah Tertinggal, Pendekatan Progam P2DTK 1

Pemahaman Dasar tentang Partisipasi dan Fasilitasi Partisipatif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN TATA RUANG DAERAH UNTUK PEMBANGUNAN WILAYAH KOTA PADANG

BAB I PENDAHULUAN. School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah. Dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB VI PEMANTAUAN DAN EVALUASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

Jurnal Paradigma, Vol. 6 No. 1, April 2017 ISSN:

Dicabut dengan PBI No. 2/23/PBI/2000 tanggal 6 November 2000 PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 2/1/PBI/2000 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Brief Note. Edisi 19, Mobilisasi Sosial Sebagai Mekanisme Mengatasi Kemiskinan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Konsep good governance adalah konsep yang diperkenalkan oleh Bank Dunia

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DRAFT PEDOMAN MENGENAI HUBUNGAN AICHR DENGAN ORGANISASI MASYARAKAT MADANI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. disusun manajemen dalam jangka waktu satu tahun untuk membawa perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Stoner (1992), Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) 105 Tahun 2000 tentang pengelolaan

Development merupakan fungsi dari sumber daya alam, tenaga kerja,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

DAYA DUKUNG KOMUNIKASI POLITIK ANTAR FRAKSI DALAM PENCAPAIAN EFEKTIVITAS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG STUDI KASUS PENGEMBANGAN KAWASAN PRIMER GEDEBAGE *)

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PRAKTEK KEKUASAAN ELIT POLITIK DALAM DEMOKRASI (SUATU STUDI KASUS PENYUSUSUNAN PERATURAN DESA OLEH BPD DESA SUM TAHUN 2015)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan pesat. Salah satu bentuk perkembangan ilmu pendidikan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja

Modul Pelatihan MODUL MP-1 I. DESKRIPSI SINGKAT

BAB V PENUTUP. LSM, komunitas anak, dan dunia usaha. Partisipasi LSM bisa ditemukan mulai

Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh penganggaran partisipatif..., 1 Amaliah Begum, FE Universitas UI, 2009 Indonesia

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. nilai budaya, memberikan manfaat/benefit kepada masyarakat pengelola, dan

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA MALANG

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

Team Building & Manajeman Konflik

KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang lebih terbuka, sehingga sangat dibutuhkan kehadiran setiap

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

Transkripsi:

PENGEMBANGAN MASYARAKAT BERBASIS KELOMPOK Oleh : Cahyono Susetyo 1. PENDAHULUAN Perencanaan partisipatif yang saat ini ramai didengungkan merupakan suatu konsep yang dianggap mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan perencanaan di Indonesia. Hal ini disebabkan antara lain karena perencanaan di masa lalu sangat bersifat Top-Down, di mana keterlibatan masyarakat dan aspirasinya cenderung diabaikan. Dengan konsepsi perencanaan partisipatif, keterlibatan masyarakat mulai diperhatikan sehingga aspirasi masyarakat merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam perencanaan. 1.1. Latar Belakang Salah satu pertanyaan yang muncul dalam penerapan perencanaan partisipatif adalah bagaimana kemampuan masyarakat untuk melaksanakannya, sebab praktek perencanaan partisipatif tanpa didukung oleh kemampuan masyarakat untuk terlibat aktif di dalamnya adalah merupakan suatu in-efisiensi, yang pada akhirnya akan menghambat proses perencanaan secara keseluruhan. Menurut Sumarto (2003), ada tiga hambatan utama dalam penerapan partisipasi masyarakat, yaitu: a. Hambatan struktural yang membuat iklim atau lingkungan menjadi kurang kondusif untuk terjadinya partisipasi. Di antaranya adalah kurangnya kesadaran berbagai pihak akan pentingnya partisipasi serta kebijakan atau aturan yang kurang mendukung partisipasi termasuk kebijakan desentralisasi fiskal. b. Hambatan internal masyarakat sendiri, diantaranya kurang inisiatif, tidak terorganisir, dan tidak memiliki kapasitas memadai untuk terlibat secara produktif dalam proses pengambilan keputusan. c. Hambatan akibat kurang terkuasainya metode dan teknik-teknik partisipasi. Adanya ketiga hambatan di atas mengakibatkan atmosfir partisipasi yang akhirakhir ini sangat terasa tidak termanfaatkan dengan baik. Meskipun semua pihak, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, telah menyadari betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan, akan tetapi proses penjaringan aspirasi masyarakat tersebut justru sering menjadi penghambat dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, seringkali tidak memiliki kemampuan yang memadai untuk memahami persoalan, memahami alternatif-alternatif yang dapat ditempuh, dan tidak dapat mengerti sepenuhnya apa dampak dari kebijakan terhadap mereka, apakah merugikan, menguntungkan, atau tidak berpengaruh sama sekali. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam ikut terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan. Salah satunya adalah dengan mengembangkan masyarakat dengan cara mengembangkan kelompok di mana masyarakat tersebut terlibat. Pengembangan masyarakat berbasiskan kelompok ini tidak sama dengan mengembangkan masyarakat secara individu ataupun mengembangkan suatu kelompok secara keseluruhan. Untuk mengembangkan masyarakat kelompok diperlukan pemahaman khusus mengenai bagaimana keterkaitan antara anggota kelompok, dalam hal ini masyarakat, dengan kelompok yang dibentuk oleh individuindividu masyarakat.

1.2. Tujuan Makalah ini mencoba untuk membahas, bagaimana teknik-teknik pengembangan kemampuan masyarakat melalui pengembangan kelompok-kelompok masyarakat, baik kelompok yang sudah ada maupun kelompok yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan perencanaan partisipatif. Secara lebih spesifik, tujuan makalah ini adalah sebagai berikut: - Memberikan gambaran mengenai proses pembentukan suatu kelompok masyarakat, dan apa saja perubahan yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat. - Menyusun alternatif teknik-teknik pengembangan masyarakat berbasis kelompok berdasarkan teori-teori yang ada. - Memberikan kesimpulan dan rekomendasi terhadap alternatif-alternatif pengembangan masyarakat berbasiskan kelompok. Dari pembahasan-pembahasan di atas, diharapkan dapat dipahami bagaimana suatu kelompok terbentuk, bagaimana proses kelompok tersebut menuju kedewasaan, dan bagaimana kita dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan dengan menghimpun masyarakat melalui suatu kelompok ataupun dengan memanfaatkan kelompok-kelompok masyarakat yang telah terbentuk. 1.3. Lingkup Materi Tulisan ini dimulai dari pemahaman akan proses-proses pelibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, kemudian pembahasan mengenai karakteristik suatu kelompok sebagai kumpulan individu, dan yang terakhir menyusun alternatif-alternatif pengembangan masyarakat berbasiskan kelompok. Secara lebih spesifik, lingkup materi pembahasan Pengembangan Masyarakat Berbasis Kelompok adalah sebagai berikut: - Mengiventarisasi jenis-jenis pengembangan masyarakat yang saat ini sudah dipraktekkan oleh pemerintah maupun lembaga non-pemerintah. - Membahas bagaimana proses pembentukan kelompok, dan bagaimana dinamika di dalam suatu kelompok. - Menyusun alternatif-alternatif pengembangan masyarakat berbasiskan kelompok. 2. PROSES DAN PRAKTEK PENGEMBANGAN KELOMPOK Pembentukan suatu kelompok tidak terjadi begitu saja, akan tetapi melewati suatu proses tertentu. Dengan memahami proses pembentukan suatu kelompok, kita dapat memanfaatkan kelompok tersebut semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan-tujuan khusus. Ada kelompok yang terbentuk secara alami, dan ada juga kelompok yang merupakan hasil bentukan pihak lain, seperti pemerintah dan organisasi non-pemerintah. 2.1. Peran Kelompok Dalam Perencanaan. Alasan yang terpenting mengapa kita perlu untuk mengembangkan masyarakat melalui kelompok adalah karena suatu kelompok dapat mewakili penerimaan, penolakan, maupun ketidakpedulian anggotanya terhadap kebijakan ataupun keputusan pemerintah. Suatu kelompok dimana anggotanya dapat menerima kebijakan akan bersifat aktif untuk ikut mendukung kebijakan tersebut. Di dalam suatu kelompok yang anggotanya dapat menerima kebijakan pemerintah dengan baik akan terdapat suatu proses yang dinamis untuk mendukung pemerintah.

Dalam suatu kelompok yang anggotanya menolak kebijakan pemerintah, akan terjadi suatu aktifitas yang menentang kebijakan tersebut. Hal ini dapat berbentuk baik kooperatif hingga anarkis.aktifitas-aktifitas yang terjadi di kelompok tersebut diarahkan untuk menentang dan bahkan menggagalkan kebijakan tersebut. Dampak negatif yang ditimbulkan suatu kelompok akan lebih besar bila dibandingkan dampak negatif dari penentangan individu. Sedangkan pada suatu kelompok yang anggotanya tidak peduli akan hasil-hasil kebijakan masyarakat akan bersifat pasif, hampir tidak terlihat aktifitas didalamnya yang diakibatkan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Meskipun dampak negatifnya tidak terlalu besar, sebetulnya suatu kelompok masyarakat yang tidak peduli sebenarnya merupakan suatu potensi yang bila diarahkan dengan baik dapat dimanfaatkan untuk mendukung kebijakan pemerintah. Di berbagai negara maju, pengalaman membuktikan bahwa kelompok-kelompok masyarakat telah berhasil mendorong pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kebijakan yang diambil dapat mencerminkan aspirasi publik. Dengan demikian, kebijakan pemerintah dapat memperoleh dukungan secara luas, bukan penolakan. Peran kelompok-kelompok masyarakat, termasuk LSM dan Civil Society Organization telah mendorong proses pembangunan, bukan hanya dalam tataran kajian dan pengembangan konsep/teori, peningkatan kesadaran akan pentingnya partisipasi warga dalam pengambilan keputusan, advokasi untuk mereformasi kebijakan agar lebih kondusif terhadap partisipasi warga, akan tetapi juga dalam mempraktekkan pendekatan pembangunan yang bersifat partisipatoris (Sumarto,2003). 2.2. Proses Pengembangan Kelompok Proses Pengembangan kelompok dapat dipahami melalui pemikiran Barry Tuckman, seorang psikolog, yang menyimpulkan bahwa suatu kelompok akan melalui tahapan-tahapan tertentu dalam proses perkembangannya. Tahapan-tahapan itu adalah; tahap pembentukan, tahap persaingan, tahap pengaturan, dan terakhir adalah tahap produktifitas. Pada proses pengembangan suatu kelompok, akan ada tahapan dimana para anggota kelompok tersebut mengidentifikasi dirinya, orang-orang lain yang ada di dalam kelompok tersebut, dan eksistensi dan jatid diri kelompok yang diikutinya. Selain itu, akan terbentuk kesepakatan di antara sesama anggota kelompok mengenai bagaimana mekanisme apabila ada individu lain yang ingin menjadi anggota kelompok, bagaimana cara individu tersebut agar dapat berinteraksi sepenuhnya sebagai anggota kelompok. Selain itu, para anggota kelompok mulai memikirkan bagaimana apabila anggota kelompok yang tidak sepaham lagi dengan anggota kelompok lainnya ataupun dengan tujuan utama kelompok. Setelah suatu kelompok memiliki jati diri dan eksistensi yang jelas, memiliki anggota dan mekanisme-mekanisme untuk mengatur anggotanya, dengan kata lain kelompok tersebut telah terbentuk, dimulailah tahapan berikutnya dari pengembangan kelompok.tahapan ini adalah tahap persaingan antar anggota, karena tiap-tiap anggota kelompok akan mulai memikirkan apa tugas yang harus dijalankannya dalam kelompok, atau siapa yang harus menjalankan tugas tersebut. Selain itu, para anggota kelompok memiliki keinginan agar pendapatnya didengar oleh anggota lain sehingga dapat mempengaruhi proses di dalamkelompok. Tahapan ini akan menimbulkan banyak pertentangan, bahkan dapat menyebabkan suatu kelompok terpecah menjadi beberapa kelompok, atau bahkan hancur sama sekali. Suatu kelompok yang berhasil melewati tahapan ini akan menempuh tahap selanjutnya, yaitu tahap pengaturan. Tahap pengaturan dalam proses pengembangan kelompok adalah tahapan di mana para anggota kelompok mulai sepakat akan tugas-tugas yang diemban oleh masing-

masing anggota kelompok, termasuk bagaimana pergantiannya dan mekanismenya. Pada tahap ini terbentuk proses dan prosedur pembagian kerja dan penilaian kinerja masingmasing anggota kelompok, termasuk sejauh mana penyimpangan perilaku anggota kelompok dapat diterima. Setelah melewati tahap ini, barulah kelompok tersebut dapat menghasilkan sesuatu, yang dapat memberikan pengakuan dari pihak-pihak lain akan eksistensi dan jatidiri kelompok tersebut. Dengan memahami proses pengembangan kelompok tersebut, kita dapat menemukan alternatif-alternatif untuk mengembangkan individu yang berada dalam suatu kelompok seiring dengan proses pengembangan kelompok. Individu pun dapat dianggap suatu kelompok yang paling kecil, dimana seseorang akan mengalami pembentukan jati diri, adanya pertentangan batin, maupun proses pembelajaran sehingga individu tersebut akan menghasilkan sesuatu yang berguna bagi lingkungan. 2.3. Praktek-praktek Pengembangan Masyarakat di Indonesia Dalam bukunya, Sumarto (2003) berpendapat bahwa ada beberapa praktek perencanaan partisipatif yang berkaitan dengan pengembangan masyarakat di Indonesia. Pada umumnya, kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan bertujuan untuk mengembangankan Good Governance di Indonesia. Salah satu bentuk pengembangan masyarakat di Indonesia adalah kegiatan peningkatan kesadaran (Awareness Raising). Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan kepedulian masyarakat akan permasalahan yang dihadapi secara kolektif, dan kemudian bersama-sama, baik melalui bantuan fasilitator maupun secara swadaya berusaha untuk memecahkan permasalahan tersebut. Peningkatan kesadaran ini bukan hanya ditujukan kepada masyarakat, akan tetapi juga ditujukan kepada pihak eksekutif dan legislatif agar lebih memperhatikan aspirasi masyarakat. Salah satu produk dari kegiatan peningkatan kesadaran ini antara lain program Pembangunan Perumahan yang Bertumpu Pada Kelompok (P2BPK). Kegiatan pengembangan atau pengembangan kelompok lainnya yang telah diterapkan di indonesia adalah pengembangan institusi (Institution Building). Kegiatan ini mendorong terbentuknya kelompok-kelompok masyarakat untuk mengumpulkan dan mengorganisasikan aspirasi masyarakat. Salah satu contoh produk ini adalah Forum Perkotaan/Dewan Kota. Pada forum-forum ini, kualitas partisipasi ditingkatkan, antara lain dengan cara menjamin keterlibatan anggota masyarakat marjinal maupun minoritas. Dalam menjalankan kegiatan ini, kelompok masyarakat didampingi oleh organisasi nonpemerintah untuk memberi bantuan pencarian sumber dana dan juga difasilitasi agar terjadi peningkatan kesadaran, pengembangan kekuatan, dan peningkatan keterampilan masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif. Pengembangan Kapasitas (Community Building) adalah salah satu contoh kegiatan yang dilaksanakan oleh lembaga non-pemerintah di Indonesia dalam mengembangkan kelompok. Output kegiatan ini antara lain dibangunnya sistem informasi dan komunikasi berbasis kelompok. Dengan adanya media ini, para anggota kelompok memperoleh kemudahan untuk berinteraksi, memberikan pendapatnya, mengetahui pendapat orang lain,dan bersama-sama memikirkan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang dihadapi. 3. PENGEMBANGAN MASYARAKAT BERBASIS KELOMPOK Dalam praktek-praktek perencanaan partisipatif di Indonesia, yang menjadi tolok ukur keberhasilan suatu proses aktivitas kelompok adalah produk yang dihasilkan. Suatu aktivitas kelompok dianggap berhasil apabila dapat menghasilkan suatu produk, dan sebaliknya, dianggap gagal apabila tidak menghasilkan produk apapun. Hal ini merupakan suatu pandangan yang kurang tepat, karena kita perlu mengkaji lebih dalam, bagaimana proses internal kelompok tersebut tersebut.

3.1. Penilaian Terhadap Keberhasilan Kegiatan Kelompok Secara umum, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi pada suatu proses pengembangan masyarakat. Yang pertama, proses tersebut menghasilkan suatu produk, baik berupa kesepakatan antar warga, kebijakan lingkup internal, rekomendasi terhadap pemerintah, ataupun produk fisik seperti bangunan umum. Kemungkinan kedua adalah proses pengembangan masyarakat tersebut tidak menghasilkan produk apapun. Dalam pandangan sekilas, proses tersebut dapat dikatakan gagal. Akan tetapi, pertanyaan yang muncul sehubungan kegiatan masyarakat dalam bentuk kelompok, yaitu 1. Bagaimana proses internal di dalam kelompok tersebut, apakah semua anggota kelompok sudah terlibat secara aktif? 2. Apakah produk yang dihasilkan tersebut merupakan hasil pemikiran seluruh anggota? Ataukah hanya hasil pemikiran beberapa orang yang mendominasi proses diskusi? Dari kedua pertanyaan di atas kita dapat mengambil suatu kesimpulan, bahwa hal yang paling penting dalam suatu proses kegiatan kelompok adalah bukan pada ada atau tidaknya produk yang dihasilkan, meskipun memang hal ini merupakan suatu hal yang penting dalam menilai keberhasilan suatu kegiatan kelompok. Hal yang paling penting untuk mengukur berhasil atau tidaknya suatu aktivitas kelompok adalah bagaimana proses internal di kelompok tersebut. Meskipun suatu kelompok menghasilkan suatu produk, akan tetapi jika produk tersebut dihasilkan melalui suatu proses yang tidak melibatkan seluruh anggotanya, maka aktivitas kelompok tersebut tidak dapat dikatakan sepenuhnya berhasil. Bahkan, jika produk kelompok tersebut dapat diaplikasikan dengan baik dan bermanfaat untuk masyarakat banyak. 3.2. Mengembangkan Masyarakat Melalui Kelompok Berdasarkan uraian sebelumnya, penilaian akan berhasil atau tidaknya suatu kegiatan kelompok bukan hanya didasarkan pada ada atau tidaknya output yang dihasilkan, akan tetapi juga berdasarkan penilaian atas kualitas keterlibatan anggotanya dan proses diskusi yang ada di dalamnya. Menurut Megginson (2003), proses pengembangan masyarakat adalah suatu proses jangka panjang untuk meningkatkan potensi dan efektivitas anggota masyarakat untuk terlibat dan berperan aktif dalam aktivitas pembangunan. Pengembangan masyarakat ini berbeda dengan pelatihan, dimana pelatihan adalah usaha-usaha sistematis untuk mengalihkan pengetahuan atau keahlian dari seseorang yang tahu atau dapat melakukan sesuatu kepada orang yang tidak tahu atau tidak dapat melakukannya (Matthews, 2003). Dalam mengembangkan kelompok, kita juga harus memperhatikan peningkatan kemampuan anggota kelompok agar proses-proses diskusi di dalam suatu kelompok dapat berjalan secara efisien. Peningkatan kemampuan anggota kelompok ini diharapkan dapat berjalan seiring dengan proses pengembangan kelompok itu sendiri karena proses pengembangan kelompok merupakan suatu wahana untuk mengembangan masyarakat. Menurut Megginson (2003), Apabila suatu kelompok melakukan aktivitas tanpa melalui proses pengembangan kapasitas anggotanya, para anggota kelompok cenderung untuk terlibat dalam suatu pekerjaan yang terlihat, akan tetapi bukan pekerjaan yang sebenarnya. Pada kelompok ini, sebagian anggota kelompok menganggap bahwa ada sebagian kelompok yang betul-betul baik dan sebagian lagi betul-betul jelek. Hal ini

merupakan suatu in-efisensi dalam kegiatan kelompok, dan lebih jauh lagi, merupakan potensi terjadinya perpecahan antar anggota kelompok. Apabila dalam suatu kelompok terdapat proses pengembangan kapasitas anggotanya, maka seluruh anggota kelompok akan dapat melakukan pekerjaan yang sebenarnya, dan memiliki komitmen untuk melakukan sesuatu dan bukan menyesuaikan keadaannya atau menerima konflik yang tidak terselesaikan di antara anggota kelompok tersebut. Dalam kaitan antara pengembangan masyarakat dengan pengembangan kelompok, ada beberapa pertanyaan peningkatan kapasitas anggota yang perlu dilakukan agar anggota kelompok agar dapat terlibat secara aktif (Megginson, 2003), yaitu: a. Keahlian dan kompetensi apa yang diperlukan untuk memperbaiki kinerja setiap individu? b. Apa kekurangan tertentu dalam kinerja anggota yang perlu mendapat perhatian khusus? c. Kesempatan apa yang diberikan oleh kelompok untuk mempermudah anggota mempelajari hal-hal baru? d. Siapa yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kesempatan untuk berperan aktif dalam kelompok telah diberikan kepada tiap anggota? e. Apa perubahan perilaku yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja seorang anggota? f. Apa yang tidak berjalan; apa yang salah; kesalahan apa yang dilakukan oleh anggota dan kelompok? Pertanyaan-pertanyaan di atas diperlukan untuk mengarahkan proses-proses di dalam kelompok agar berjalan ke arah yang lebih baik, terutama berkaitan dengan kapasitas dan kemampuan kelompok dalam pengembangannya. Agar pertanyaanpertanyaan di atas dapat terjawab dengan baik, ada beberapa teknik yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan membentuk kelompok sesuai dengan kebutuhan. Dalam mengembangkan masyarakat berbasis kelompok, ada beberapa bentuk kelompok yang dapat digunakan untuk mengembangkan kelompok secara keseluruhan maupun mengembangkan individu-individu yang ada di dalam kelompok. Bentuk-bentuk kelompok tersebut meliputi (Burgoyne, 1988) : a. Pertemuan Tim Pertemuan tim adalah bentuk yang paling mendasar untuk mengumpulkan anggota kelompok. Bila pertemuan ini belum dapat berjalan dengan baik, lakukan secara berkala di mana frekuensinya tergantung pada tanggung jawab tiap anggota kelompok. Selain itu, lokasi tempat tinggal para anggota kelompok juga berpengaruh terhadap frekuensi pertemuan. Bila suatu kelompok telah menjalankan pertemuan tim dan tidak puas dengan apa yang telah dihasilkan, maka dapat digunakan kuesioner singkat untuk mengetahui bagaimana tanggapan anggota kelompok terhadap pertemuan yang telah dilaksanakan. Kuesioner tersebut kemudian dapat ditandatangani, kemudian dirangkum sebelum data tersebut disampaikan kembali ke kelompok. Setelah itu, pertemuan-pertemuan tim selanjutnya dapat dilaksanakan setelah hasil kuesioner tersebut diolah. Dengan mencari informasi tentang tanggapan anggota kelompok ini, diharapakan akan tercipta momentum dimana para anggota kelompok sepakat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk memperbaiki kualitas pertemuan kelompok pada pertemuan berikutnya.

b. Pertemuan di Luar (away days) Away Days adalah pertemuan yang dilakukan di luar ruangan, dengan tujuan khusus untuk melihat permasalahan secara langsung. Pertemuan ini baik dilakukan untuk kelompok yang selalu mengalami gangguan bila melakukan pertemuan di dalam kantor, ataupun kelompok yang harus melihat secara langsung permasalahan apabila ingin menyelesaikannya. Pertemuan ini sangat baik dilakukan sepanjang hari untuk menyegarkan pikiran para anggota kelompok. Waktu untuk bersantai dan diskusi informal juga penting untuk dilaksanakan dalam pertemuan di luar. Hal ini bisa dikombinasikan dengan acara-acara formal lainnya. c. Pelatihan Seperti telah disebutkan sebelumnya, pelatihan adalah usaha sistematis untuk mengalihkan keahlian atau pengetahuan dari seseorang yang tahu dapat melakukan sesuatu ke orang lain yang tidak tahu atau tidak dapat melakukannya (Megginson, 2003). Dengan dilaksanakannya pelatihan, diharapkan anggota kelompok dapat memperoleh peningkatan kemampuan untuk terlibat secara aktif dalam proses diskusi di dalam kelompok. 4. KESIMPULAN Penilaian akan berhasil atau tidaknya suatu proses partisipasi masyarakat sebaiknya bukan hanya didasarkan pada ada tidaknya produk yang dihasilkan kegiatan tersebut ataupun bagaimana produk tersebut dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi. Proses diskusi dan peningkatan kapasitas anggota kelompok yang terlibat dalam suatu kegiatan juga harus dipertimbangkan, karena ada kemungkinan, meskipun kelompok tersebut tidak menghasilkan apapun, akan tetapi para anggotanya memperoleh pengalaman yang berharga dan dapat menerapkan pengalaman tersebut pada kesempatan lain. Pengembangan masyarakat melalui kegiatan kelompok adalah suatu alternatif untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan masyarakat. Ada banyak teknik-teknik pengembangan suatu kelompok yang bukan hanya mendorong kelompok tersebut agar dapat menghasilkan sesuatu, akan tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan anggota kelompok tersebut agar dapat berperan secara aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Dibandingkan dengan mengembangkan masyarakat secara individual, misalnya dengan pelatihan, pengembangan masyarakat berbasis kelompok ini akan lebih efisien. Salah satu alasannya adalah karena kelompok dapat mewakili bagaimana penerimaan, penolakan, atau ketidakpedulian anggotanya akan suatu permasalahan.

Daftar Pustaka: 1. Megginson, David,et.al, Human Resource Development, Fast-Track MBA Series, 2003 2. Burgoyne, J, Management Development for the Individual and the Organization, Personal Management, 2000. 3. Sumarto, Hetifah, Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance, Yayasan Obor Indonesia, 2003. 4. Blackburn, James and Holland, Institutionalising Participation in Development, ITP London, 1998 5. Revans, R, The ABC of Action Learning, Chatwell Bratt, Bromley.