BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. upaya pengajaran atau pelatihan. Dictionary of Psychology (dalam Syah, 2008)

dokumen-dokumen yang mirip
Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengharapkan pengaruh orangtua dalam setiap pengambilan keputusan

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang, sedangkan penting maksudnya bahwa ilmu pengetahuan itu besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

B. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang Masalah. sifatnya androgini, yakni baik ayah maupun ibu memiliki peran dengan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja menunjukkan masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada anak-anak sedini mungkin agar tidak menghambat tugas-tugas perkembangan anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB II LANDASAN TEORI. McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) mendefinisikan motivasi berprestasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

Disusun oleh Ari Pratiwi, M.Psi., Psikolog & Unita Werdi Rahajeng, M.Psi., Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. emosional yang positif karena telah terpenuhinya kondisi-kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan citra individual mengenai gambaran tubuh mereka. Salah satu tugas

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya maupun mengenai diri mereka sendiri. dirinya sendiri dan pada late childhood semakin berkembang pesat.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah suatu periode transisi dari fase anak hingga fase

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan formal merupakan hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kebutuhan dibentuk oleh lima kebutuhan konatif (conative needs), yang memiliki karakter

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA SISWA KELAS XI SMA ISLAM HIDAYATULLAH SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran atau pelatihan. Dictionary of Psychology (dalam Syah, 2008) pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang di pergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung secara informal maupun nonformal disamping secara formal seperti di sekolah, madrasah dan institusi-institusi lainnya. Siswa di sekolah lanjutan baik SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA berada pada masa remaja. Namun, remaja yang memasuki Sekolah Menengah Atas tidak sama dengan remaja saat berada dibangku Sekolah Menengah Pertama. Remaja adalah periode perkembangan selama individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 11 atau 12 sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan. Santrock (2007) menyatakan bahwa transisi dari masa kanak-kanak ke masa remaja melibatkan perubahan biologis, kognitif, dan sosioemosional. Perubahan biologis yang terjadi pada masa remaja adalah percepatan pertumbuhan, perubahan hormonal, dan kematangan seksual yang

datang dengan pubertas. Dari segi kognitif, remaja akan mengalami peningkatan dalam berpikir abstrak, idealis, dan logis. Pada segi sosioemosional, seorang remaja akan mencari kebebasan, mengalami konflik dengan orangtua, dan keinginan menghabiskan waktu dengan teman sebaya. Perubahan biologis, sosial, dan psikologis yang terjadi pada remaja merupakan bagian dari penyesuaian positif untuk meraih otonomi, akan tetapi pada masa remaja sering dijadikan sebagai masa untuk bereksperimen dan ikut serta dalam sejumlah aktivitas termasuk perilaku yang beresiko seperti melakukan aktivitas seksual di usia yang sangat dini, penyalahgunaan zat serta perilaku-perilaku kekerasan. Secara sosioemosional, Harvighurst (dalam Hurlock, 2002) menjelaskan beberapa tugas perkembangan yang harus dijalani pada masa remaja, yaitu menjalin hubungan dengan teman sebaya baik wanita maupun pria, mencapai suatu peran sosial baik bagi pria dan wanita sesuai dengan jenis kelaminnya, melakukan perilaku sosial yang diharapkan, dan mencapai suatu kemandirian emosional dari orang tua dan orang disekitarnya. Pada masa ini diperlukan adanya kepedulian kepada remaja dari keluarga utamanya orang tua, pendidik dan masyarakat. Pendampingan kepada remaja agar menpunyai konsep diri sangat diperlukan, konsep diri diperlukan supaya tidak mudah terpengaruh dengan kejadian di sekitarnya. Bagian penting yang ada pada konsep diri adalah self-esteem atau harga diri. Remaja diharapkan mempunyai harga diri yang positif karena dapat meningkatkan prestasi, memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukan, dan berani menghadapi tantangan dalam hidup. Remaja yang memiliki harga diri yang positif merupakan persyaratan untuk

mengembangkan rasa hormat dan empati terhadap orang lain. Individu dengan harga diri tinggi memiliki kemampuan mencintai diri sendiri yang merupakan persyaratan untuk mencintai orang dan dicintai orang lain. Harga diri yang tinggi dapat menjadi motivator untuk kehidupan seseorang (Robino, 2006). Salah satu aspek kepribadian yang penting dan harus dimiliki oleh remaja adalah harga diri. Seseorang yang bermasalah dalam harga diri pada umumnya gagal dalam mengembangkan potensi diri secara penuh. Harga diri merupakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Terbentuknya penilaian positif dalam diri remaja berkaitan dengan penghargaan atas dirinya, yang kemudian akan mempengaruhi cara remaja menampilkan potensi yang dimilikinya (Rohmah, 2004). Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (dalam Sarwono & Meinarno, 2012) penilaian atau evaluasi secara positif atau negatif terhadap diri disebut harga diri atau self-esteem. Jika seseorang menilai secara positif terhadap dirinya, maka menjadi percaya diri dalam mengerjakan hal-hal yang dikerjakan serta memperoleh hasil yang positif. Sebaliknya, orang yang menilai secara negatif terhadap dirinya, menjadi tidak percaya diri ketika mengerjakan sesuatu dan hasil yang didapatkan tidak menggembirakan. Baumeister (dalam Santrock, 2007) mengemukakan bahwa harga diri mencerminkan persepsi yang tidak selalu sesuai dengan realitas. Sebagai contoh, harga diri remaja dapat mengidentifikasikan persepsi mengenai individu tersebut intellegint dan menarik atau tidak, meskipun persepsi itu mungkin tidak tepat. Dengan demikian, harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang tepat

mengenai martabatnya sebagai sebagai seorang pribadi, termasuk keberhasilan dan pencapaiannya. Namun harga diri tinggi juga dapat mengindikasikan penghayatan mengenai superioritasnya terhadap orang lain, bersifat sombong, dan berlebihan. Sebaliknya, harga diri yang rendah dapat mengindikasikan persepsi yang tepat mengenai keterbatasan atau penyimpangan, atau bahkan kondisi tidak aman dan inferior yang akut. Rosenberg (dalam Mruk, 2006) menjelaskan bahwa individu dengan harga diri yang tinggi adalah individu yang merasa dirinya berharga, tidak menganggap dirinya lebih superior dibandingkan orang lain, dan cenderung akan mengembangkan diri serta memperbaiki diri. Sedangkan individu dengan harga diri yang rendah adalah individu yang tidak mengakui kesalahan yang telah dilakukan, kecewa berlebihan saat mengalami kegagalan, melebih-lebihkan peristiwa negatif yang pernah dialaminya, serta merasa canggung, malu dan tidak mampu untuk mengekspresikan diri saat berinteraksi dengan orang lain. Hasil penelitian Widodo (2013) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang positif antara harga diri dengan interaksi sosial. Semakin tinggi harga diri siswa, maka interaksi sosial siswa tersebut semakin baik. Interaksi sosial di lingkungan sekolah berpengaruh terhadap harga diri remaja, tetapi orang tua memiliki pengaruh terbesar pada pembentukan harga diri seseorang. Oleh karena itu, interaksi sosial di sekolah berhubungan dengan harga diri remaja, Remaja lebih memperhatikan komunikasi dengan teman-teman sebaya. Bersikap baik dan berhati-hati dalam mengemukakan penilaian terhadap teman terlebih penilaian

yang negatif, kerena penilaian tersebut akan dapat berpengaruh dalam penilaian teman-teman terhadap dirinya sendiri atau harga diri seseorang. Pemahaman diri remaja dapat bervariasi di berbagai relasi sosial yang berbeda-beda. Para peneliti telah menemukan bahwa gambaran yang diberikan oleh remaja mengenai dirinya dapat berbeda. Hal ini dapat dilihat dari lingkungan dimana remaja tersebut berada. Perbedaan tersebut tergantung pada apakah mereka mendeskripsikan dirinya dalam perannya sebagai siswa, atlet, atau karyawan. Demikian pula, remaja mendeskripsikan dirinya secara berbeda tergantung pada latar belakang etnik, budaya, dan pengalaman (Lalondre & Chandler, dalam Santrock 2007). Harga diri digambarkan sebagai proses perkembangan kemampuannya sebagai faktor kunci dari kepribadian dan juga merupakan kebutuhan yang mendasar dari manusia (Guidon, 2010). Hal tersebut sesuai dengan Maslow (dalam Alwisol, 2011) yang berpendapat bahwa harga diri merupakan suatu kebutuhan yang harus di penuhi. Kebutuhan akan harga diri oleh Maslow dibagi menjadi dua yaitu pertama penghormatan atau penghargaan dari diri sendiri yang mencakup hasrat untuk memperoleh kompetensi, rasa percaya diri, kekuatan pribadi, kemandirian dan kebebasan. Individu ingin mengetahui bahwa dirinya berharga serta mampu mengatasi segala tantangan dalam hidup. Kedua, penghargaan dari orang lain seperti prestasi. Dalam hal ini individu membutuhkan pengakuan atau kemampuannya atau prestasi yang diperolehnya (Sobur, 2003). Baldwin dan Hoffman (dalam Santrock, 2007) mengemukakan penelitian yang didasarkan pada data yang dikumpulkan dari family health study

menemukan bahwa harga diri menurun di antara remaja perempuan dari usia 12 hingga 17 tahun. Sebaliknya, harga diri meningkat di antara remaja laki-laki dari usia 12 hingga 14 tahun, kemudian menurun hingga usia sekitar 16 tahun, sebelum akhirnya meningkat lagi. Konteks sosial seperti keluarga, teman-teman, dan sekolah, memiliki pengaruh terhadap perkembangan harga diri remaja. Harter (dalam Santrock, 2007) menemukan bahwa ketika kohesivitas keluarga meningkat, harga diri remaja juga meningkat seiring bertambahnya usia. Dalam studi ini, kohesi keluarga didasarkan pada jumlah waktu yang digunakan oleh keluarga untuk berkumpul bersama, kualitas komunikasi, dan sejauh mana remaja dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Berdasarkan informasi dari salah satu staf yang bekerja di kantor Dinas Pendidikan Kota Semarang, didapatkan informasi mengenai permasalahan pada siswa SMK Negeri 3 Semarang antara lain cenderung ikut terlibat untuk melakukan aksi tawuran antar pelajar, melakukan aktivitas negatif seperti pesta miras, pergaulan bebas, dan yang paling sering dilakukan adalah melawan guru dan orang tua. Hasil wawancara juga didapatkan bahwa rata-rata siswa yang melakukan kenakalan remaja tersebut diakibatkan hilangnya perhatian keluarga kepada remaja, sehingga tingkah laku remaja tidak dapat dikontrol maupun diawasi. Keluarga adalah lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh yang sangat besar bagi tumbuh kembang remaja. Idealnya perkembangan remaja akan lebih optimal jika remaja tumbuh dengan keluarganya. Menurut Carlson

(dalam Papalia, Old, & Feldman, 2014), remaja yang tinggal dengan orang tua yang tetap dalam pernikahan cenderung memiliki masalah perilaku yang lebih sedikit daripada di struktur keluarga lain (orang tua tunggal, keluarga tanpa pernikahan, atau keluarga tiri). Faktor yang penting adalah keterlibatan ayah. Kualitas yang baik dari keterlibatan ayah yang berbeda tempat tinggal merupakan keterlibatan yang besar, tetapi tidak sebesar keterlibatan ayah yang tinggal serumah. Peran ayah menjadi dominan mengingat banyak ibu yang semula sebagai ibu rumah tangga kini menjadi wanita karir/bekerja sehingga perhatian dan perlakuannya terhadap anak menjadi berkurang. Ayah menjadi salah satu orangtua diharapkan untuk terlibat dalam pengasuhan. Sebagaimana ibu, ayah adalah bagian dari keluarga, dan sepatutnya tidak melepaskan diri dari tanggungjawab atas pengasuhan anak. Ayah tidak hanya memasuki masa parenthood dengan anaknya melainkan juga mempunyai hak dan kewajiban untuk menikmati dan mengurus anak (Andayani & Koentjoro, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Zahra dan Handayani (2014) menunjukkan adanya hubungan yang positif antara keterlibatan ayah yang dipersepsi remaja dengan self-esteem. Semakin ayah terlibat dengan anak, maka perasaan anak bahwa dirinya berharga dan kompeten pun semakin tinggi. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan secara positif berkorelasi dengan kompetensi, inisiatif, kematangan sosial dan relatedness (Stolz, Barber, & Olsen, 2005). Remaja yang memiliki kelekatan dan interaksi yang positif dengan ayahnya, maka dapat

memiliki hubungan yang positif pula dengan teman sebayanya (Ducharme, Doyle, & Markiewicz, 2002). Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh siswa SMK Negeri 3 Semarang, didapatkan sebuah informasi bahwa peran ayah dalam memberi nafkah kepada keluarga tidak terlalu ada masalah, tetapi sebagai mendidik anak, peran ayah kurang memberikan kontribusi disebabkan karena kesibukan sebagai pencari nafkah keluarga. Menurut salah satu jawaban dari subjek, subjek menganggap bahwa ayah kurang memberikan waktu kepada anak untuk bercerita dan ayah lebih memilih memarahi anak daripada memberikan nasehat atau arahan yang baik jika anak melakukan sebuah kesalahan. Pendapat lain yang berbeda juga diutarakan oleh subjek lain, subjek merasa tidak hanya bercerita dengan ibu dan saudara-saudaranya, tetapi juga bercerita dengan ayah. Adanya kedekatan dan komunikasi yang baik antara subjek dengan ayahnya. Menurut subjek, ayah merupakan sosok yang patut diteladani, baik hati, mengajarkan anak untuk menjadi orang yang berguna serta memberikan nasehat dan pembelajaran hidup supaya dapat bermanfaat dikemudian hari. Peran ayah pada perkembangan anak dapat membentuk persepsi tersendiri oleh anak terhadap ayahnya. King (2012) menyatakan bahwa persepsi adalah proses mengatur dan mengartikan informasi sensori untuk memberikan makna. Menurut Robbins (2001) persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dengan mana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indra mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Faktor yang mempengaruhi

persepsi individu diantaranya adalah pelaku persepsi, objek atau target yang dipersepsikan, dan lingkungan sekitar. Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu dan memiliki pengaruh pada perkembangan anak, walaupun pada umumnya menghabiskan waktu relatif lebih sedikit dengan anak dibandingkan dengan ibu. Ayah mengarahkan anak untuk menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara fisik, biologis maupun psikologis (Andayani & Koentjoro, 2012). Ayah perlu untuk memahami makna mendidik dan menghilangkan pendapat bahwa mendidik adalah menghukum dan melarang ataupu memerintah anak apalagi dengan kekerasan. Mendidik pada dasarnya merupakan sebuah proses memberi pengertian atau pemaknaan kepada anak agar dapat memahami lingkungan sekitarnya dan dapat mengembangkan dirinya secara bertanggung jawab. Proses memberi pengertian atau pemaknaan ini dapat melalui komunikasi maupun teladan/tindakan (Hidayati, Kaloeti, & Karyono, 2011). Berdasarkan uraian di atas, perkembangan remaja akan lebih optimal jika remaja tumbuh dengan keluarganya. Perasaan positif remaja terhadap dirinya tidak dapat dilepaskan dari relasi remaja dengan orangtuanya. Proses interaksi remaja dengan orangtua dipandang sebagai proses timbal balik, yaitu interaksi orang tua dengan remaja saling mempengaruhi. Salah satu tugas sebagai orangtua yang sangat penting adalah parenting atau pengasuhan. Idealnya antara ayah dan ibu diharapkan saling membantu satu sama lain saat menjalankan peran sebagai orangtua. Kebijakan yang dulu lebih terfokus kepada seorang ibu, namun sekarang mulai memberikan kesempatan serta ruang bagi figur seorang ayah

untuk mengekspresikan diri dalam proses parenting. Peran ayah turut memberikan kontribusi penting bagi perkembangan anak. Pengalaman yang dialami bersama dengan ayah nantinya akan mempengaruhi perkembangan anak hingga kelak anak tumbuh dewasa. Peneliti hendak menguji secara empiris apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dengan harga diri pada siswa kelas XI SMK Negeri 3 Semarang. B. Rumusan Masalah Berdasakan latar belakang serta permasalahan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dengan harga diri pada siswa SMK Negeri 3 Semarang. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui secara empiris hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dengan harga diri pada siswa di SMK Negeri 3 Semarang. 1. Manfaat Teoritis D. Manfaat Penelitian Sebagai suatu karya ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat pada pengembangan teori-teori Psikologi Sosial, dalam kajian Psikologi Perkembangan dan Remaja, yaitu dalam memberikan informasi mengenai persepsi terhadap peran ayah dengan harga diri pada siswa di SMK Negeri 3 Semarang. 2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dengan memberikan tambahan informasi tentang harga diri pada siswa b. Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai manfaat persepsi terhadap peran ayah karena akan mempengaruhi bagaimana evaluasi dirinya pada masa dewasa kelak. c. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai hubungan antara persepsi terhadap peran ayah dan harga diri pada siswa.