BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

RANCANGAN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai geokimia air tanah adalah salah satu jenis penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2013

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT

LD NO.5 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH I. UMUM

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. ABSTRAK... vi. ABSTRACT... vii. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL...

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO,

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. modern ini, baik untuk kebutuhan sehari-hari yang bersifat individu maupun

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i. Daftar Isi... ii. Daftar Tabel... vii. Daftar Gambar... ix. Daftar Lampiran... xiv. Intisari... xv. Abstract...

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENETAPAN KRITERIA WILAYAH SUNGAI DAN CEKUNGAN AIR TANAH 14 JULI

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2018 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah;

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

HIDROGEOLOGI DAERAH RENCANA PENAMBANGAN BATUBARA OPEN- PIT PT. BHARINTO EKATAMA KABUPATEN KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 78 TAHUN 2002 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG,

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG IZIN PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR TANAH

PENELITIAN HYDROGEOLOGI TAMBANG UNTUK RENCANA DRAINASE TAMBANG BATUBARA BAWAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DI KABUPATEN SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA BUPATI SRAGEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 7 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

Pengelolaan Airtanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 23 Tahun : 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BUPATI BOYOLALI RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TENGAH,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

GEOLOGI AIRTANAH (GROUNDWATER GEOLOGY)

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vii. DAFTAR GAMBAR... ix. A Latar Belakang...1

BAB I PENDAHULUAN. Temanggung bagian timur. Cekungan airtanah ini berada di Kabupaten Magelang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN. terus berkembang bukan hanya dalam hal kuantitas, namun juga terkait kualitas

Penyelidikan potensi air tanah skala 1: atau lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

BUPATI BANGKA TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 3 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI LEBAK,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

Penetapan Program Pengelolaan Airtanah di Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2015 TENTANG PENGUSAHAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya kemajuan pembangunan dewasa ini dan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka kebutuhan air bersih untuk berbagai keperluan juga semakin meningkat. Pemanfaatan air untuk domestik terutama sebagai air minum harus berasal dari sumber air yang bersih misalnya berasal dari airtanah, PAM, maupun dari mata air. Airtanah dapat digunakan sebagai sumber air bersih selain karena mudah ditemukan, lebih jernih dan tidak membutuhkan biaya yang besar dalam pemanfaatannya. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2017 tentang Cekungan Airtanah di Indonesia pasal 2 ayat 3, menjelaskan bahwa Pengelolaan airtanah didasarkan pada cekungan airtanah. Diharapkan badan dan instansi pemerintah di bidang pengelolaan dan pengendalian sumber daya air menggunakan sistem pengelolaan airtanah berbasis cekungan airtanah. Definisi Cekungan Airtanah (CAT) menurut Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2017, merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan airtanah berlangsung. Wilayah tersebut dibatasi oleh kondisi-kondisi hidraulik tertentu yang membuat sistem airtanah pada wilayah tersebut terpisah dari sistem airtanah yang lain. Sistem pengelolaan airtanah di Indonesia yang saat ini masih digunakan mengikuti sistem konvensional, yaitu pengelolaan airtanah berdasarkan pengeloaan sumur produksi (well management). Menurut Puradimaja (2006) sistem pengelolaan berbasis sumur produksi ini memiliki banyak kelemahan seperti: tidak diketahuinya secara real potensi dari setiap akuifer yang dieksploitasi, tidak dapat mengoptimumkan eksploitasi airtanah setiap akuifer, tidak dapat mengendalikan kualitas airtanah pada sumur produksi, serta tidak 1

dapat mengendalikan perubahan lingkungan bawah permukaan misalnya pencemaran airtanah, amblesan tanah dan eksploitasi airtanah yang berlebihan. Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai kabupaten yang berkembang dengan jumlah penduduk sebesar 154.235 ribu jiwa (BPS Penajam, 2017) merupakan bagian dari CAT Samarinda yaitu CAT lintas Kabupaten Kota yang membentang mulai dari Kabupaten Penajam Paser Utara hingga Kabupaten Kutai Timur. Bertambahnya populasi penduduk di Kabupaten Penajam Paser Utara berdampak pada kebutuhan air bersih yang semakin menigkat. Dalam pengelolaan airtanah ketersediaan informasi hidrologi, hidrogeologi, geologi baik secara permukaan dan bawah permukaan sangat diperlukan dalam analisis dan evaluasi kondisi CAT. Untuk menunjang sistem pengelolaan airtanah berbasis cekungan tersebut teknik pemodelan hidrogeologi CAT sangatlah cocok digunakan sebagai salah satu metode untuk menjadikan sistem pengelolaan dan pengendalian airtanah di wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara. Pemodelan diartikan sebagai suatu gugus pembuatan model yang menggambarkan sistem yang dikaji (Eriyatno, 1999 dalam Purnama dkk, 2007). Menurut Sushil (1993), model sangat cocok untuk memecahkan masalah lingkungan. Model merupakan abstraksi dari realitas sistem sebernarnya yang sedang dipelajari (Grand dkk, 1997). Pemodelan hidrogelogi ini juga diperlukan sebagai upaya konservasi airtanah secara bijaksana dan berwawasan lingkungan guna melindungi, memelihara keberadaan, kondisi dan lingkungan airtanah, serta mempertahankan kelestarian dan atau kesinambungan ketersediaan dalam kuantitas dan kualitas airtanah yang memadai di Kabupaten Penajam Paser Utara. 1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian 1.2.1 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang penelitian, antara lain: a. Bagaimana kondisi bawah permukaan di wilayah cekungan airtanah di daerah penelitian? b. Bagaimana arah aliran airtanah di daerah penelitian? 2

c. Bagaimana model numerik aliran airtanah di daerah penelitian? d. Apa saja saran dan rekomendasi konservasi airtanah berdasarkan skenario pemodelan hidrogeologi yang telah dibuat? 1.2.2 Tujuan Adapun tujuan dilakukannya penelitiaan ini antara lain adalah: a. Mengetahui kondisi bawah permukaan di wilayah Cekungan Airtanah di daerah penelitian. b. Mengetahui arah aliran airtanah di daerah penelitian. c. Membuat model numerik aliran airtanah di daerah penelitian. d. Membuat saran dan rekomendasi terkait konservasi airtanah berdasarkan skenario pemodelan hidrogeologi yang telah dibuat. 1.2.3 Manfaat Manfaat penelitian ini dapat dibagi berdasarkan pihak-pihak yang memanfaatkan hasil penelitian ini. Manfaat tersebut sebagai berikut: a. Manfaat bagi peneliti yakni penelitian ini dapat dijadikan sebagai media dalam mengaplikasikan ilmu geologi yang didapat saat perkuliahan, sehingga peneliti mampu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat dengan menggunakan ilmu geologi. b. Manfaat bagi institusi adalah memberikan pengetahuan mengenai pemodelan cekungan airtanah dan zona konservasi airtanah di cekungan airtanah Samarinda segmen Penajam Paser Utara. c. Manfaat bagi perkembangan ilmu, khususnya ilmu kebumian dan hidrogeologi yaitu memberikan gambaran mengenai kondisi hidrogeologi cekungan Samarinda segmen Penajam Paser Utara, terutama model yang dibuat dapat dijadikan acuan atau pedoman dalam pengelolaan airtanah di cekungan Samarinda segmen Penajam Paser Utara. 3

1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.3.1 Lokasi Penelitian Lingkup lokasi penelitian berada pada koordinat UTM 50S 9850000-9870000 lintang selatan dan 450000-48000 bujur timur. Wilayah Pemetaan hidrogeologi berada di Cekungan Airtanah (CAT) Samarinda-Bontang segmen Penajam Paser Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Penajam Paser Utara (Gambar 1.1). Gambar 1.1 Peta lokasi penelitian, garis dengan deliniasi biru merupakan CAT Samarinda segmen Penajam Paser utara 1.3.2 Waktu Penelitian Waktu penelitian dilakukan selama 1 (satu) bulan dimulai pada bulan Mei- Juni 2016 menggunakan data yang sebelumnya didapat dengan kerja sama dengan pihak PT. Geospasia Wahana Jaya dan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Timur. 4

1.4 Pembatas Masalah Agar penulisan penelitian ini lebih terarah, permasalahan yang dihadapi tidak terlalu luas, maka perlu dilakukan batasan masalah berupa: 1. Lokasi pemodelan yang dilakukan difokuskan pada Cekungan Airtanah Samarinda segmen Penajam Paser Utara. 2. Pemodelan yang dilakukan hanya sebatas pemodelan aliran airtanah bawah permukaan (flow). 3. Pengukuran muka airtanah dangkal dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2016 pada musim penghujan. 4. Penetuan kondisi muka airtanah dangkal dan pola aliran airtanah dangkal berdasarkan pengkuran pada 62 (enam puluh dua) sumur gali yang tersebar pada akuifer dangkal di daerah penelitian. 5. Pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger hanya untuk mengetahui jenis litologi di bawah permukaan berdasarkan nilai resistivitasnya. 6. Perangkat lunak yang digunakan berupa Visual Modflow v.4.6, Surfer v.10, Progess v.3.0, dan aplikasi GIS (Geographic Information System) dan perpetaan seperti ArcGis v.10.3, Global Mapper v.18 dan ERDAS IMAGINE v.16. 7. Parameter-parameter yang dimasukkan ke dalam model merupakan data yang didapat di lapangan (geolistrik, sumur airtanah baik permukaan maupun dalam, uji kualitas airtanah) serta data sekunder yang bersifat referensi dan perhitungan (nilai hidrolika batuan, nilai evapotranspirasi, area imbuhan dan lepasan). 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan penjelasan setiap bab sebagai berikut: a. BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, lokasi dan waktu 5

penelitian, sistematika penulisan penelitian, kerangka masalah penelitian, batasan penelitian, dan pemaparan penelitian-penelitian terdahulu terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. b. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan tentang teori-teori dasar yang penulis pakai sebagai acuan penelitian, meliputi tentang kondisi geologi dan hidrogeologi regional daerah penelitian, penggunaan lahan, teori tentang hidrologi dan pemodelan secara umum, serta klasifikasi penentuan zona konservasi airtanah. c. BAB III METODOLOGI Bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, tahapan-tahapan penelitian, dan diagram alir penelitian. d. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini membahas mengenai kondisi geologi, geomorfologi, hidrologi dan hidrogeologi daerah penelitian, pemodelan cekungan airtanah daerah penelitian, hidrologi, skenario pemodelan, dan penyusunan zona konservasi airtanah. e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran serta rekomendasi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. 1.6 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti yaitu tentang pemodelan cekungan airtanah sebagai salah satu sistem pengelolaan airtanah berbasis cekungan di Kabuapaten Penajam Paser Utara. Adapun penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan dengan tema yang penulis ambil antara lain: 1. Hidayat dan Umar (1994). Peta Geologi Lembar Balikpapan, Kalimantan. Hidayat dan Umar telah melakukan pemetaan geologi dareah Penajam Paser Utara hingga Kota Balikpapan. Berdasarkan penelitian tersebut, formasi geologi yang menyusun di wilayah CAT Samarinda segmen Penajam adalah, 6

Formasi Bebulu, Formasi Balikpapan Formasi Kampungbaru, dan endapan alluvium. Litologi secara umum berupa batulempung, batupasir, dan setempat batugamping. 2. Margono (1995). Peta Hidrogeologi Indonesia Lembar Balikpapan, Kalimantan. Margono telah melakukan pemetaan hidrogeologi daerah Penajam Paser Utara hingga Kota Balikpapan. Berdasarkan penelitian tersebut, CAT Samarinda segmen Penajam dibagi menjadi 3 satuan hidrogeologi, yaitu satuan setempat akuifer produktivitas kecil, setempat akuifer produktivitas sedang dan, luas akuifer produktivitas sedang. 3. Rahardjo (2002). Analisis Sistem Akuifer dan Pemodelan Aliran Airtanah. Karya tulis ini mengambil lokasi di Cekungan Airtanah Jakarta memaparkan bahwa pemodelan airtanah diperlukan sebagai sarana untuk memantau, mengendalikan dan mempertahankan cekungan airtanah. Adapun cara yang dapat digunakan yaitu melakukan pengukuran dan analisis kedudukan muka airtanah, analisis sistem akuifer serta pemodelan aliran airtanah sekaligus memprediksi kedudukan muka airtanah. 7