ANALISIS PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEBERHASILAN PROGRAM COMMUNITY LED TOTAL SANITATION (CLTS)



dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta dapat. menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.

VERIFIKASI ODF Di Komunitas

BAB 1 : PENDAHULUAN. badan air yang juga digunakan untuk mencuci, mandi dan kebutuhan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya (Sistem Kesehatan Nasional, 2009). Salah satu upaya. program nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).

BAB I PENDAHULUAN. 1,1 milyar orang tidak memiliki fasilitas sanitasi. Hal ini kemudian berpengaruh pada

Lampiran 1. Kata Kunci : Evaluasi, Program, STBM, Kepemilikan Jamban, Pemanfaatan jamban.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI MADIUN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 27 A TAHUN 2009 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN,

RINGKASAN PRASTATI THALIB NIM :

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. secara adil serta merata (Depkes RI, 2009). Masalah penyehatan lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan deklarasi Johannesburg yang dituangkan dalam Milleniun

ANALISIS POTENSI KESEHATAN LINGKUNGAN

DRAFT INSTRUMEN MONITORING KOMPONEN PHBS DAN LAYANAN HIGIENE SANITASI (DI MASYARAKAT DAN SEKOLAH)

PERKEMBANGAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 852/MENKES/SK/IX/2008 TENTANG STRATEGI NASIONAL SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

PERKEMBANGAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat dan upaya penyehatan lingkungan yang setinggitingginya(

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal sangat ditentukan oleh tingkat

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2012 TENTANG PROGRAM SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB 4 PEMBAHASAN. Umur

HUBUNGAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG PROGRAM ODF (OPEN DEFECATION FREE) DENGAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan berpotensial untuk mempengaruhi kesehatan (WHO, 1948)

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 30 TAHUN TENTANG STRATEGI DAERAH SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN SUMEDANG

SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. penting agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menerapkan pola perilaku hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. secara sosial dan ekonomis. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut maka dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN SEMARANG

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

TINJAUAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMELIHARAAN JAMBAN KELUARGA DI GAMPONG LAM ILIE MESJID KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR TAHUN 2012

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

EVALUASI PROSES PELAKSANAAAN KELAS IBU HAMIL DI KABUPATEN BANYUMAS

Pedoman Pelaksanaan Pemicuan Desa

peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

BUPATI PROBOLINGGO PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 32 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DI KABUPATEN PROBOLINGGO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Promosi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program

Abstract. Abstrak. Verdiana, et al, Kajian Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)...

Tino Adi Prasetyawan 1, Mas Imam Ali Affandi 2, Heni Maryati 3 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Target Millenium Development Goals (MDGs) ke-7 adalah setiap negara

Tugas Akhir- RE091324

IRGSC Policy Brief. Menuju Pembangunan Sanitasi yang Berkelanjutan: Pembelajaran dari Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

BUPATI BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI

BAB I PENDAHULUAN` Menurut World Health Organization (WHO,2006); sanitasi merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

Tabel Deskripsi Program / Kegiatan

Alif Nuril Zainiyah, Sri Mardoyo., Marlik

Terms of Reference Proyek Peningkatan Akses Air Minum dan Sanitasi

Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Sanitasi Lingkungan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

PROGRAM PENGUATAN KEBERLANJUTAN UNTUK STBM KABUPATEN/KOTA DAN MASYARAKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan,

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. Peran sanitasi dalam kesehatan masyarakat memiliki dampak yang cukup vital, sanitasi

BAB V PENUTUP. 1. Terdapat pengaruh antara penerapan metode Community Led Total Sanitation

KERANGKA ACUAN KEGIATAN

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

Perilaku Masyarakat Pasca Kegiatan Pemicuan Pada Program Gerakan Sanitasi Total (GESIT) (Studi Di Desa Candijati Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember)

Oleh : VIVI MAYA SARI No. BP

BAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan fisiologis manusia seperti. mencakup kepemilikan jamban sebagai dari kebutuhan setiap anggota keluarga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi dari ancaman yang merugikannya. perilaku sangat mempengaruhi derajat kesehatan. Termasuk lingkungan

DESKRIPSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS KOTA WILAYAH SELATAN KOTA KEDIRI

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB II DESKRIPSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANTUL. 1. Sejarah Perkembangan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPEMILIKAN SERTIFIKAT LAIK SEHAT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURNAMA KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA STRATEGI NASIONAL SAN ITAS I TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

TINGKAT PENGETAHUAN KEBERSIHAN LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KELAS IV DAN V SD NEGERI SAMBIROTO 2 KECAMATAN KALASAN KABUPATEN SLEMAN

KERANGKA ACUAN PROGRAM PROMKES PUSKESMAS KARANG MULYA KECAMATAN PANGKALAN BANTENG

PENGARUH METODE PEMICUAN TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN PADA MASYARAKAT KELURAHAN KAUMAN KIDUL KOTA SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dara Sopyan, 2014

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PERILAKU STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN (BABS): STUDI PADA PROGRAM STBM DI DESA SUMBERSARI METRO SELATAN 2016

1,2,3 Dosen Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Denpasar

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JENIS KEPEMILIKAN JAMBAN DI DESA BOGEM KECAMATAN GURAH KABUPATEN KEDIRI

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

Keywords: Attitude of mother, diarrhea, participation mother in posyandu

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) ADVOKASI,ORIENTASI, PEMICUAN, DAN DEKLARASI STBM

MENEROBOS KETERBATASAN BERBAGI PENGALAMAN IMPLEMENTASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) DI JAKARTA UTARA

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

IMPLEMENTASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM) BERSAMA PROGRAM KKN DI DESA TARO GIANYAR

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

SUMMARY FAKTOR-FAKTOR PEMANFAATAN JAMBAN OLEH MASYARAKAT DESA TABUMELA KECAMATAN TILANGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan di masyarakat adalah jamban. Jamban berfungsi untuk tempat

Transkripsi:

ANALISIS PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM KEBERHASILAN PROGRAM COMMUNITY LED TOTAL SANITATION (CLTS) Salis Kurnia Rahmawati, Oedojo Soedirham FKM Universitas Airlangga Abstract: Sidorejo sub village District Senduro and Darung sub village District Randuagung were the targets of CLTS program in Lumajang. The community of Sidorejo sub village was able to change their defecation behavior at any place into latrine, while the community of Darung sub village had not been able to change their behavior yet. The purpose of this research was to study the process of CLTS and the differences of indicators applications of the community participation in both sub villages. This research was observational research by using quantitative method. The independent variables were process of CLTS, leadership and community organizing, financing and utilizing the latrine. The populations research were all families in Sidorejo and Darung. The samples of this research were 146 families which divided in both sub villages that used simple random sampling method. CLTS is a process to empower the community and to improve the community participation to doing self-help and triggering them to use latrine. The indicator of leadership and organizing in both sub villages were categorized medium. The indicator of society financing in Sidorejo sub village was categorized high (34%) while in Darung sub village was categorized as low financing (53%). The indicator of utilizing the latrine in Sidorejo was categorized high (100%), while in Darung was categorized low (67%). The conclusion of this study is the success of CLTS program is associated of the quality of triggering process by CLTS community facilitators and the level of community participation. Keywords: CLTS, community participation indicator, use latrine Abstrak: Desa Sidorejo Kecamatan Senduro dan Desa Darung Kecamatan Randuagung menjadi sasaran program CLTS di Lumajang. Masyarakat dusun Sidorejo mampu mengubah perilaku buang air besar sembarangan menjadi buang air besar ke jamban melalui program CLTS, sedangkan masyarakat Dusun Darung sebaliknya, mereka belum mampu mengubah perilaku dari buang air besar sembarangan menjadi perilaku buang air besar ke jamban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari proses CLTS dan perbedaan aplikasi indikator dari partisipasi masyarakat di kedua dusun. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan metode kuantitatif. Variabel bebas adalah proses CLTS, kepemimpinan dan pengorganisasian masyarakat, pembiayaan dan memanfaatkan jamban. Populasi penelitian adalah semua keluarga di Sidorejo dan Darung. Sampel penelitian ini adalah 146 keluarga yang terbagi di kedua dusun yang menggunakan metode simple random sampling. CLTS adalah proses untuk memberdayakan masyarakat dan meningkatkan partisipasi masyarakat untuk melakukan self-help dan memicu mereka untuk menggunakan jamban. Indikator kepemimpinan dan pengorganisasian di kedua dusun dikategorikan sedang. Indikator pembiayaan masyarakat di Dusun Sidorejo dikategorikan tinggi (34%) sedangkan di Dusun Darung dikategorikan sebagai pembiayaan yang rendah (53%). Indikator pemanfaatan jamban di Sidorejo dikategorikan tinggi (100%), sedangkan di Darung dikategorikan rendah (67%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah keberhasilan program CLTS terkait kualitas proses memicu oleh fasilitator masyarakat CLTS dan tingkat partisipasi masyarakat. Kata kunci: CLTS, indikator partisipasi masyarakat, penggunaan jamban PENDAHULUAN Kondisi di Indonesia secara umum program sanitasi pada awalnya mengalami stagnasi hasil, banyak proyek sanitasi yang gagal, padahal penyampaian program sanitasi terutama jamban di Indonesia telah lama dilakukan. Keadaan ini disebabkan antara lain karena pembangunan masih berorientasi pada target fisik serta belum berorientasi pada perubahan perilaku di masyarakat. Kepedulian masyarakat terhadap persoalan proyek sanitasi cenderung menurun pada pasca proyek dan kurangnya kebersamaan dalam mengatasi permasalahan sanitasi. Kecenderungan masyarakat terhadap uluran subsidi pemerintah juga masih tinggi. Hal ini memicu untuk melaksanakan program yang lebih baik dari sebelumnya. Program CLTS (Community Led Total Sanitation) yang telah diadopsi menjadi STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) dilakukan melalui pendekatan kepada 138

Salis Kurnia Rahmawati, dkk., Analisis Peran Serta Masyarakat 139 seluruh masyarakat melalui motivasi kolektif. Program ini disusun berdasarkan pembelajaran dari pengalaman-pengalaman yang lalu dan konsensus dari berbagai stakeholder lintas sektor. Program ini merupakan pemberdayaan masyarakat, fokus CLTS tidak pada membangun jamban, tetapi lebih kepada perubahan perilaku. CLTS tidak memberikan subsidi kepada masyarakat dan tidak mengajari mengenai tipe-tipe jamban, namun CLTS mendorong masyarakat untuk mengembangkan inisiatif dan kreativitasnya untuk menemukan jalan keluar dari kebiasaan BAB di sembarang tempat. Pada tahun 2008 juga telah dikeluarkan Kepmenkes RI nomor 852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat untuk mendukung program CLTS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari proses CLTS dan membandingkan penerapan indikator peran serta masyarakat dalam keberhasilan program CLTS di Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro dengan Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan metode penelitian studi perbandingan (comparative study). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif untuk mendapatkan informasi tentang peran serta masyarakat dan digunakan pendekatan kualitatif untuk mendapatkan informasi yang lebih dalam tentang proses CLTS. Sedangkan rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian cross-sectional yaitu mengambil data yang dilakukan dalam kurun waktu yang bersamaan. Penelitian dilaksanakan di Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro dan Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 11 bulan Agustus sampai November tahun 2008. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh KK di Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro dan Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung Kabupaten Lumajang. Untuk menentukan besarnya sampel sebelumnya perlu diketahui derajat ketepatan yang diinginkan (Nazir, 1999: 340 341) yaitu sebesar 0,1. Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang terpilih dari populasi yang ada. Sebanyak 146 orang, yang terdiri dari 75 dari Desa Sidorejo dan 71 dari Desa Darung. Pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling) dengan cara mengundi nomor rumah warga. Responden yang diambil adalah orang yang ditemui oleh peneliti di tiap rumah atau keluarga dengan syarat responden tersebut telah cukup umur, yaitu di atas usia 17 tahun. HASIL Proses CLTS di Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro Berdasarkan wawancara dengan petugas sanitasi Puskesmas Senduro dan pegawai kantor desa sekaligus anggota komite CLTS dusun Sidorejo diperoleh informasi bahwa gerakan perubahan perilaku masyarakat untuk BAB di jamban di Kecamatan Senduro dilaksanakan mulai bulan Agustus 2005 melalui metode CLTS sebagai pilot project program CLTS di Kabupaten Lumajang yaitu Desa Purworejo. Pada saat itu diadakan pelatihan CLTS pada sanitariansanitarian Puskesmas dari seluruh Lumajang. Desa Purworejo digunakan sebagai daerah percobaan atau praktik dalam pelatihan tersebut, sehingga fasilitator CLTS di dusun Sidorejo melibatkan beberapa sanitarian dari Puskesmas di Kabupaten Lumajang. Proses kegiatan CLTS dilaksanakan seluruh tahapannya dan dilakukan dengan baik karena merupakan salah satu kegiatan dalam pelatihan, yaitu: (a) Perkenalan dan Menyampaikan Tujuan Kedatangan; (b) Menjalin Kebersamaan; (c) Pemetaan, Analisis Situasi dan Pemicuan; (d) Transect walk; (e) Fasilitasi Pasca Pemicuan; Tindak Lanjut oleh Masyarakat. Proses CLTS di Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung Berdasarkan wawancara dengan tim fasilitator CLTS yaitu sanitarian Puskesmas

140 Jurnal Promkes, Vol. 1, No. 2 Desember 2013: 138 144 Randuagung, perwakilan TP-PKK Kecamatan Randuagung, perwakilan UPTD Pendidikan Randuagung, Kasi Perencanaan Kecamatan Randuagung diperoleh informasi bahwa pada proses kegiatan CLTS di dusun Darung yang dilaksanakan pada bulan April 2007 tersebut yang berperan menjadi fasilitator ada 5 orang yaitu sanitarian Puskesmas Randuagung, perwakilan TP- PKK Kecamatan Randuagung, perwakilan UPTD Pendidikan Randuagung, Kasi Perencanaan Kecamatan, dan Kasi pemberdayaan masyarakat dari kecamatan. Prosesnya yaitu: (a) Perkenalan dan Menyampaikan Tujuan Kedatangan; (b) Menjalin Kebersamaan; (c) Transect walk; (d) Pemetaan; (e) Analisis Situasi dan Pemicuan; (f) Fasilitasi Pasca Pemicuan; (g) Tindak Lanjut oleh Masyarakat. Penerapan Indikator Peran Serta Masyarakat Terkait Keberhasilan Program CLTS Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Dusun Sidorejo Desa Purworejo memiliki tingkat pembiayaan yang tinggi (45,3%). Sisanya memiliki tingkat pembiayaan rendah (26,7%) dan sedang (28,0%). Hal berbeda terjadi pada Dusun Darung Desa Ranulogong di mana tingkat pembiayaan masyarakat rendah (74,6%) dan sisanya sebesar 25,4% dengan tingkat pembiayaan sedang. Tidak ada masyarakat yang memiliki kemampuan pembiayaan tinggi. Berdasarkan hasil penelitian di kedua dusun, responden yang memiliki pembiayaan tinggi adalah responden yang memiliki jamban keluarga yang dibangun dengan dana pribadi tanpa subsidi dari pemerintah, peningkatan kualitas jamban yang dilakukan oleh masyarakat serta adanya kepedulian masyarakat dalam upaya keberhasilan CLTS di dusun tersebut. Dari pengukuran skor pemanfaatan jamban didapatkan hasil bahwa responden yang memiliki pemanfaatan tinggi terkait keberhasilan program CLTS di Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro adalah 100%. Sedangkan dari pengukuran tingkat pemanfaatan jamban responden Dusun Darung didapatkan hasil bahwa tingkat pemanfaatan jamban masih rendah. Dapat dilihat pada hasil penelitian di mana tingkat pemanfaatan jamban pada masyarakat di Dusun Darung Desa Ranulogong rendah (94,4%). Berdasarkan hasil wawancara kepada anggota komite CLTS di Dusun Sidorejo dan Dusun Darung didapatkan skor nilai rata-rata adalah 19 untuk Sidorejo dan 16,75 untuk Darung. Kedua dusun tersebut masuk dalam kategori sedang. Anggota komite CLTS di dusun Sidorejo terdiri dari 3 orang yaitu ketua dan dua orang anggota, sedangkan di Dusun Darung terdiri dari 4 orang. Semua orang yang ditunjuk sebagai komite ini datang pada saat dilaksanakan pemicuan CLTS dan mengikuti semua kegiatan sampai berakhirnya pemicuan. Pemicuan di Sidorejo dilakukan oleh CF yaitu peserta pelatihan sanitarian se-kabupaten Lumajang dan di Darung pemicuan dilakukan oleh CF dari kecamatan dan juga dihadiri oleh bapak kepala desa dan 2 orang dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang. Uji Komparasi Penerapan Indikator Pembiayaan Masyarakat Terhadap Upaya Pembangunan Sanitasi Jamban dalam Keberhasilan Program CLTS Tabel uji komparasi dua sampel bebas dengan menggunakan Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh tingkat signifikansi (p= 0,000) < 0,05, maka Ho ditolak ini berarti ada perbedaan tingkat skor pembiayaan antara Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro dengan Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung. Uji Komparasi Penerapan Indikator Pemanfaatan Sarana Sanitasi Jamban dalam Keberhasilan Program CLTS Hasil dari uji komparasi menggunakan Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test diperoleh tingkat signifikansi (p = 0,000) < 0,05, maka Ho ditolak, ini berarti ada perbedaan tingkat skor pemanfaatan sarana sanitasi jamban antara Dusun Sidorejo Desa Purworejo Kecamatan Senduro dengan Dusun Darung Desa Ranulogong Kecamatan Randuagung.

Salis Kurnia Rahmawati, dkk., Analisis Peran Serta Masyarakat 141 Keberhasilan Program CLTS Program CLTS yang dilaksanakan di Dusun Sidorejo membuat peningkatan sebesar 49,04% berupa jamban baru ataupun peningkatan kualitas jamban serta bisa membawa dusun ini menjadi dusun ODF 4 bulan setelah dilaksanakan pemicuan. Dusun ODF yaitu seluruh masyarakat di dusun tersebut bebas dari perilaku BAB sembarangan atau di tempat terbuka. Pelaksanaan CLTS ini di Sidorejo, walaupun dilaksanakan bukan oleh tim CF Kecamatan melainkan oleh peserta pelatihan CLTS, namun upaya untuk merubah perilaku masyarakat benar-benar dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan ini tidak lepas dari kerja keras para kader Posyandu di dusun Sidorejo dan komite CLTS serta pemantauan dari Puskesmas Senduro. Program CLTS yang dilaksanakan di Darung sejak April 2007 hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Masyarakat masih melakukan kebiasaan BAB sembarangan. Program ini tidak berjalan lagi setelah pemicuan yang dilakukan pertama kali di Kecamatan Randuagung itu. Hasil yang didapatkan dari pemicuan oleh CF CLTS Kecamatan Randuagung pada April 2007 tersebut hanya meningkatkan jumlah jamban yang dimiliki warga dari 5 buah menjadi kurang lebih 20 buah (informasi jumlah jamban didapatkan dari Kepala Dusun Darung). PEMBAHASAN Proses CLTS merupakan suatu proses pemberdayaan masyarakat di mana dalam keberhasilannya sangat berkaitan dengan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam program pembangunan adalah suatu proses keterlibatan yang bertanggung jawab dari masyarakat dalam suatu kegiatan pembangunan dalam proses pengambilan keputusan, berkontribusi dalam pelaksanaannya dan ikut melakukan evaluasi hasil kegiatan, sehingga terjadi peningkatan kemampuan masyarakat tersebut dalam mengembangkan derajat kesehatan secara mandiri serta mempertahankan perkembangan yang dicapai (Hargono,1998). Dalam proses CLTS, timbul suatu pemahaman serta kesadaran terhadap pentingnya BAB di jamban yang tampak pada tahap analisis situasi dan pemicuan. Setelah itu muncul kemauan untuk merubah perilaku dari BAB sembarangan menjadi BAB di jamban. Munculnya kemauan masyarakat tersebut masih terhambat dengan ketersediaan sumber daya yaitu dana yang dimiliki sehingga masyarakat masih mengharapkan subsidi atau bantuan dari pemerintah. Kemudian fasilitator memberikan gambaran bahwa jamban tidak harus mahal dan bahan-bahan untuk membangun jamban dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar dengan didukung oleh keterampilan masyarakat untuk membuat jamban. Tahap menjalin kebersamaan merupakan ajakan kepada masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam seluruh tahap kegiatan tersebut. Menurut Notoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa partisipasi adalah peran aktif seluruh anggota masyarakat dalam berbagai jenjang kegiatan. Selain itu partisipasi dapat muncul jika ada 3 komponen, yaitu adanya rasa saling percaya antar anggota masyarakat maupun antara anggota masyarakat dengan petugas, adanya ajakan dan kesempatan bagi anggota masyarakat untuk berperan serta dalam kegiatan, adanya manfaat yang dapat dan segera dirasakan oleh masyarakat, serta adanya contoh dan keteladanan dari tokoh dan pemimpin masyarakat. Tokoh masyarakat di sini yaitu kepala desa yang hadir pada awal kegiatan dengan tujuan untuk memudahkan dalam mempengaruhi masyarakat agar mudah dikumpulkan. Selain itu, tokoh masyarakat yaitu komite CLTS yang muncul secara alami juga dianggap dapat memunculkan peran serta masyarakat karena setelah komite tersebut muncul sebagai pelopor dalam perubahan perilaku BAB dan pembangunan jamban, warga masyarakat yang lain merasa tergerak untuk ikut merubah perilakunya. Hubley (2002) dalam Notoatmodjo (2005) menyebutkan bahwa pemberdayaan didiskusikan dalam kerangka bagaimana mengembangkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri (self efficacy). Tahap-tahapan dalam proses CLTS merupakan suatu upaya untuk memunculkan self efficacy yang dimulai dari adanya

142 Jurnal Promkes, Vol. 1, No. 2 Desember 2013: 138 144 pemetaan, analisis situasi dan pemicuan yang melibatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam mengidentifikasi masalah, menemukan masalah hingga mencari solusi dari masalah tersebut menunjukkan adanya pembelajaran terhadap masyarakat agar bisa mandiri, mampu menolong dirinya sendiri tanpa mengharapkan bantuan atau subsidi dari pihak luar. Selain hal tersebut, untuk menumbuhkan self efficacy adalah adanya keyakinan untuk mengubah situasi atau perilaku menjadi lebih baik. self efficacy juga dapat timbul jika ada peningkatan keterampilan dalam hal membuat atau membangun jamban. Sehingga dengan keterampilan bisa membuat jamban akan memunculkan keyakinan pada diri bahwa mereka bisa berubah. Setelah masyarakat merasa bahwa perubahan perilaku dan membangun jamban merupakan kebutuhan mereka, maka dengan sendirinya mereka tergerak untuk melakukan tindakan apa yang harus diambil untuk mewujudkan keinginan tersebut. Mulai dari perencanaan kegiatan, pelaksanaan hingga evaluasi dan tindak lanjut berupa pemakaian jamban yang telah mereka buat sendiri. Hasil peningkatan peran serta masyarakat adalah makin bertambahnya jumlah dan mutu upaya kesehatan yang dijalankan oleh masyarakat, hasil antaranya adalah meningkatnya kemampuan kepemimpinan masyarakat, meningkatnya kemampuan p e n g o rg a n i s a s i a n, m e n i n g k a t n y a kemampuan pembiayaan masyarakat serta peningkatan penerimaan masyarakat terhadap program kesehatan. Hasil akhir adalah meningkatnya kemampuan hidup sehat masyarakat, sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatannya (RI. Depkes, 1992). Keberhasilan dari perubahan perilaku masyarakat berupa BAB di jamban tidak lepas dari kualitas stimulus yang diberikan fasilitator CLTS dalam memfasilitasi masyarakat dalam proses CLTS (Hosland et al, 1953) Bentuk-bentuk Peran Serta Masyarakat dalam Program Community Led Total Sanitation (CLTS) Kepemimpinan masyarakat dalam program CLTS diwujudkan dalam bentuk munculnya natural leader dari masyarakat yang mempelopori perubahan perilaku dan terbentuknya komite masyarakat atau komite CLTS yang dipilih dari warga masyarakat yang terpicu saat diadakan pemicuan CLTS Di dusun Sidorejo telah ada forum pertemuan rutin komite CLTS dan komite CLTS dengan masyarakat untuk menggali permasalahan terkait sarana sanitasi jamban dan upaya pemecahannya. Keikutsertaan ulama atau tokoh agama dalam CLTS merupakan wujud nyata dari peran serta masyarakat, dan akan sangat membantu keberhasilan program tetapi dalam hal ini di kedua dusun tersebut belum terlaksana. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Masyarakat di kedua dusun memutuskan dengan inisiatif sendiri untuk merubah perilaku BAB dan membangun jamban, tidak ada paksaan dalam hal ini termasuk bagaimana bentuk jamban yang akan dibangun. Masyarakat hanya di informasikan bahwa bentuk jamban sesederhana apa pun yang mereka bangun asalkan memenuhi syarat kesehatan. Pengorganisasian masyarakat dalam CLTS diwujudkan baik dalam kelembagaan pemerintah maupun pengorganisasian atau kelembagaan kegiatan di masyarakat. Hal ini dapat dilihat contohnya di mana di tingkat kecamatan dibentuk tim Community Fasilitator (CF) yang terdiri dari petugas sanitarian Puskesmas, PKK, UPTD Pendidikan, Praswil Kecamatan dan Pemberdayaan Kecamatan yang disahkan melalui SK camat, ini merupakan awal yang baik untuk pelaksanaan suatu program kesehatan, karena tidak hanya melibatkan Puskesmas saja, jika hal ini dimanfatkan dengan baik dan tetap dilakukan pemicuan pada masyarakat secara terus-menerus maka hampir dapat dipastikan cita-cita untuk ODF bisa tercapai. Bentuk pengorganisasian masyarakat di dua dusun juga terlihat dari pembagian tugas serta pembentukan struktur organisasi dalam komite CLTS. Di Dusun Sidorejo pengorganisasian masyarakat dalam CLTS juga tampak dari pendataan kepemilikan jamban yang ditampilkan di Posyandu, pelaksanaan penyuluhan/kampanye agar BAB di jamban, kerja sama antara komite CLTS dengan kader Posyandu.

Salis Kurnia Rahmawati, dkk., Analisis Peran Serta Masyarakat 143 Menurut Depkes RI (1990) peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk tenaga dan materi. Faktor yang mempengaruhi peran serta masyarakat dari aspek individu (Erfandi, 2008) salah satunya adalah oleh tersedianya sumber daya terutama sarana untuk pemenuhan kebutuhan baik yang dimiliki olehnya maupun yang tersedia di masyarakat. Sumber daya (mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, keterampilan dan sebagainya) menurut WHO merupakan salah satu determinan perilaku, oleh sebab itu pendanaan/ pembiayaan mempengaruhi peran serta masyarakat dan perubahan perilaku. Pendanaan atau pembiayaan masyarakat terkait CLTS di dua dusun terlihat dari upaya masyarakat untuk membangun jamban dengan kemampuan yang mereka miliki asalkan memenuhi syarat kesehatan. Warga Dusun Sidorejo yang belum bisa membangun jamban keluarga sendiri untuk sementara menumpang di jamban milik tetangganya, satu jamban bisa digunakan oleh 2 sampai 4 keluarga, ini merupakan bentuk kepedulian warga masyarakat. Perbaikan kualitas jamban juga banyak dilakukan oleh warga, antara lain dari jamban cemplung tanpa tutup menjadi jamban cemplung dengan tutup, dari jamban cemplung menjadi jamban leher angsa tanpa atau dengan septictank. Keterampilan membuat jamban juga telah dimiliki oleh masyarakat Sidorejo, yaitu sebagai produsen jamban. Sedangkan di Dusun Darung warga masih berharap akan mendapatkan bantuan dari pemerintah, sehingga tingkat pembiayaan yang dihasilkan termasuk rendah. Hal ini juga terkait dengan manfaat yang belum dirasakan karena mereka merasa belum membutuhkan untuk memiliki jamban. Berdasarkan penilaian terhadap indikator pemanfaatan jamban di dua dusun menunjukkan ada perbedaan yang sangat mencolok, baik pemanfaatan jamban untuk BAB seluruh anggota keluarga, untuk membuang tinja bayi maupun untuk membuang tinja balita. Perilaku terbentuk oleh 3 faktor (Green, 1980), antara lain faktor pendukung (pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, dsb), faktor pemungkin (lingkungan fisik, ada tidaknya fasilitas, sarana kesehatan, dsb), dan faktor pendorong (sikap dan perilaku petugas kesehatan, tokoh masyarakat, dsb). Rendah atau tingginya pemanfaatan sarana jamban untuk pembuangan tinja, sangat terkait dengan faktor-faktor tersebut. Perilaku BAB di tempat terbuka, jelas tidak benar dari segi kesehatan. Notoatmodjo (2003) menyebutkan bahwa tinja merupakan sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada tinja dapat melalui berbagai macam cara. Dapat mengkontaminasi makanan, minuman, air, tanah, serangga secara langsung (lalat, kecoa, dan sebagainya) dan bagian-bagian tubuh kita juga dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Pembuangan tinja bayi atau balita di tanah yang digali kemudian ditimbun oleh tanah meskipun kondisinya tertutup dan tidak dihinggapi lalat, akan tetapi karena dangkal ada kemungkinan berserakan karena diterbangkan angin, binatang atau manusia sehingga butiran feses dapat berterbangan dan bibit penyakit yang terdapat pada feses bisa menularkan penyakit seperti tipus, diare, penyakitpenyakit cacingan, dan lain-lain. Hal ini didukung oleh Depeks RI (2000) yang menyebutkan bahwa pembuangan tinja yang tidak benar dapat meningkatkan risiko terjadinya diare. Timbulnya penyakit diare selain disebabkan oleh tindakan membuang kotoran di sembarang tempat juga dapat disebabkan makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Tindakan pencegahan diare selain membuang tinja di jamban juga dengan cara selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sesudah BAB dan sebelum menyentuh makanan (WSP, 2008). KESIMPULAN CLTS merupakan salah satu metode pemberdayaan untuk menumbuhkan peran serta masyarakat dalam rangka merubah perilaku masyarakat yang dilaksanakan dan dipimpin oleh masyarakat sendiri tanpa subsidi dari pemerintah. Proses CLTS

144 Jurnal Promkes, Vol. 1, No. 2 Desember 2013: 138 144 yang dilakukan di masyarakat terdiri atas perkenalan, transect walk, pemetaan sosial oleh masyarakat, identifikasi dan analisis situasi, pemicuan, penguatan pemimpin non formal (natural leader), perencanaan kegiatan oleh masyarakat, pelaksanaan program oleh masyarakat, monitoring dan tindak lanjut. Tahap-tahap tersebut dilaksanakan dengan baik di kedua dusun penelitian, kecuali monitoring dan tindak lanjut yang belum berjalan di Darung. Penerapan indikator kepemimpinan dan pengorganisasian di dua dusun tersebut masuk dalam kategori sedang. Penerapan indikator pembiayaan di Dusun Sidorejo sebagian besar masuk kategori tinggi, sedangkan pembiayaan di Dusun Darung mayoritas masuk dalam kategori rendah. Penerapan indikator pemanfaatan sarana jamban di Dusun Sidorejo seluruhnya masuk dalam kategori tinggi sedangkan pemanfaatan sarana jamban di Dusun Darung mayoritas masuk dalam kategori rendah. CLTS yang dilaksanakan di Dusun Darung belum memberikan dampak yang nyata dalam merubah kebiasaan BAB masyarakat setempat, sedangkan di Dusun Sidorejo program ini telah dinyatakan berhasil membuat perubahan perilaku masyarakat dan menjadi ODF. DAFTAR PUSTAKA Depkes, R.I., 1990. Lokakarya Penyusunan Strategi Penanggulangan Demam berdarah dengan Peran serta Masyarakat. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes R.I. Depkes. R.I., 1992. Peningkatan Peran Serta Masyarakat Panduan Bagi Petugas. Jakarta: Depkes. R.I. Erfandi. 2008. /Peran Serta Masyarakat. http://forbetterhealth.wordpress.com/ 2008/12/22/peran-serta-masyarakat/. (sitasi 21 April 2009) Green L W. 1980. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Pendekatan Diagnostik. Pengembangan FKM-UI. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Hargono, R. 1998. Pengembangan Indikator Peranserta Masyarakat Pada Program Kesehatan dan Pengukurannya Uji coba Pada Program Posyandu Di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur dan Kabupaten Garut, Jawa Barat. Disertasi. Jakarta ; Universitas Indonesia Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Notoatmodjo, S, 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. Notoatmodjo,S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka cipta.