PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12TAHUN 2006 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA



dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI KABUPATEN JEMBER

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 41 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT ( FKDM ) PROVINSI JAMBI

BUPATI MEMPAWAH, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON

PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT NOMOR: 03 TAHUN2015 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 5 TAHUN 2011 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) BUPATI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 63 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI KABUPATEN BADUNG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT GUBERNUR BALI,

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH

PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH NOMOR : 13 TAHUN 2010 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI PROVINSI JAWA TIMUR

FKDM (FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT) SESUAI PERMENDAGRI NO. 12/ TH Oleh S U G I Y A R T A Ketua FKDM Kab Semarang

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KOTA TEGAL

2018, No Menteri Dalam Negeri tentang Kewaspadaan Dini di Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BUPATI BULUNGAN SALINAN PERATURAN BUPATI BULUNGAN NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN

PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 9 TAHUN 2006 NOMOR : 8 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DALAM PROVINSI JAMBI

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 61 TAHUN 2011 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH (KOMINDA) JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT,

Republik Indonesia Nomor L2 Tahun 2006 tentang

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO. NOMOR : 30,z TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 60 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 T E N T A N G

PEMERINTAH KOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG POS KOMANDO TERPADU PENGAMANAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLITAR KEPUTUSAN BUPATI BLITAR NOMOR 188/ 72 / /KPTS/2015

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 057 TAHUN 2017

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG FORUM PENGUATAN PENDIDIKAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM PEMBAURAN KEBANGSAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN WALIKOTA BANDA ACEH NOMOR 24 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN TUGAS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA WALIKOTA BANDA ACEH,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR &S TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

GUBERNUR EEHGKUI.U Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik lndonesia Nomor 3298); NOMOR:L. L TAHUN 2009

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 089 TAHUN 2014 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI DHARMASRAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENDIRIAN RUMAH IBADAH DALAM WILAYAH KABUPATEN SIAK

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 63 TAHUN 2016

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DARI BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 TAHUN 2012 TENTANG FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) DI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2017, No Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Rep

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA KECAMATAN DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN.

6. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

INTISARI PP NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN OLEH : SADU WASISTIONO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN GANGGUAN KEAMANAN DALAM NEGERI PROVINSI BALI

TANYA JAWAB PERATURAN BERSAMA MENTERI AGAMA DAN MENTERI DALAM NEGERI NO. 9 DAN 8 TAHUN 2006

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA PADANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 9 TAHUN 2006

BUPATI PACITAN PROVINSIJAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 72 TAHUN 2017 TENTANG KOMUNITAS INTELIJEN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

BUPAI MALUKU TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASER,

TaH, Jum RancangaN PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG

SALINAN Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik. lebih lanjut mengenai Forum Pembauran Kebangsaan dan

PERATURAN DAERAH KOTA MOJOKERTO NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MOJOKERTO,

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

Transkripsi:

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 12TAHUN 2006 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; c. bahwa untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat perlu dilakukan upaya-upaya kewaspadaan dini oleh masyarakat; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Kewaspadaan Dini Masyarakat Di Daerah. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3298); 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168); 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 6. Undang-Undang Norfror 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi

Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah; 8. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 Tahun 2003 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Dalam Negeri; 9. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131 Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DI DAERAH. Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Kewaspadaan dini masyarakat adalah kondisi kepekaan, kesiagaan dan antisipasi masyarakat dalam menghadapi potensi dan indikasi timbuinya bencana, baik bencana perang, bencana alam, maupun bencana karena ulah manusia. 2. Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat yang selanjutnya disingkat FKDM adalah wadah bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam rangka menjaga dan memelihara kewaspadaan din' masyarakat. 3. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh perang, alam, ulah manusia, dan penyebab Iainnya yang dapat mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan, kerusakan saranaprasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat. 4. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut ormas adalah organisasi non pemerintah bervisi kebangsaan yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela, berbadan hukum dan telah terdaftar serta bukan organisasi sayap partai politik. 5. Satuan Perlindungan Masyarakat yang selanjutnya disebut Satlinmas adalah bentuk pengorganisasian masyarakat yang disiapkan dan disusun serta dibekali pengetahuan dan keterampilan di bidang perlindungan masyarakat yang difasilitasi oleh pemerintah atau pemerintah daerah. 6. Perpolisian Masyarakat yang selanjutnya disebut Polmas adalah model perpolisian yang menekankan kemitraan yang sejajar dengan masyarakat lokal dalam menyelesaikan dan mengatasi setlap permasalahan sosial yang mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat serta ketentraman kehidupan masyarakat setempat. BAB II PENYELENGGARAAN KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT Pasal 2 (1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di provinsi menjadi tanggungjawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah provinsi. (2) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di kabupaten/kota menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh masyarakat, yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah

kabupaten/kota. Pasal 3 (1) Fasilitasi dan pembinaan kewaspadaan dini masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) menjadi tugas dan kewajiban gubernur. (2) Fasilitasi dan pembinaan kewaspadaan dini masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) menjadi tugas dan kewajiban bupati/walikota. Pasal 4 (1) Tugas dan kewajiban gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi: a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di provinsi; b. mengoordinasikan bupati/walikota dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan c. mengoordinasikan kegiatan Instansi vertikal di provinsi dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat. (2) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c didelegasikan kepada wakil gubernur. Pasal 5 (1) Tugas dan kewajiban bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) meliputi: a. membina dan memelihara ketentraman, ketertiban dan periindungan masyarakat bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kabupaten/kota; b. mengoordinasikan camat dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan c. mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di kabupaten/kota dalam penyelenggaraan kewaspadaan din! masyarakat. (3) Pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dan huruf c didelegasikan kepada wakil bupati/wakil walikota. Pasal 6 (1) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat dl wilayah kecamatan dilimpahkan kepada camat. (2) Penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di wilayah desa/kelurahan dilimpahkan kepada kepala desa/lurah melalul camat. Pasal 7 (1) Tugas dan kewajiban camat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) meliputi: a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di kecamatan; b. mengoordinasikan kepala desa/lurah dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; c. mengoordinasikan kegiatan instansi di tingkat kecamatan dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat; dan

d. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Iainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di wilayah kecamatan. (2) Tugas dan kewajiban kepala desa/lurah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) meliputi: a. membina dan memelihara ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat bencana alam maupun bencana karena ulah manusia di desa/kelurahan; dan b. mengoordinasikan tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, anggota Satlinmas, anggota Polmas dan elemen masyarakat Lainnya dalam kegiatan di bidang ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat, dengan meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat di desa/kelurahan. BAB III FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT Pasal 8 (1) FKDM dibentuk di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan. (2) Pembentukan FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah. (3) FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif. Pasal 9 (1) Keanggotaan FKDM provinsi terdiri atas wakil-wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lain, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat Iainnya. (2) Keanggotaan FKDM kabupaten/kota terdiri atas wakil-wakil ormas, perguruan tinggi, lembaga pendidikan lain, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat Lainnya. (3) Keanggotaan FKDM kecamatan terdiri atas wakil-wakil ormas, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan elemen masyarakat lainnya. (4) Keanggotaan FKDM desa/kelurahan terdiri atas wakil-wakil ormas, pemuka-pemuka masyarakat dan pemuda, anggota Satlinmas dan anggota Polmas, serta elemen masyarakat Iainnya. Pasal 10 (1) FKDM provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bags gubernur mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan dini masyarakat. (2) FKDM kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:

a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi bupati/walikota mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan din( masyarakat. (3) FKDM kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi camat mengenai kebijakan yang berkaftan dengan kewaspadaan dini masyarakat. (4) FKDM desa/kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas: a. menjaring, menampung, mengoordinasikan, dan mengkomunikasikan data dan Informasi dari masyarakat mengenai potensi ancaman keamanan, gejala atau b. memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi kepala desa/lurah dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat. Pasal 11 (1) Dalam rangka pembinaan FKDM dibentuk Dewan Penasehat Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan kelurahan/desa. (2) Dewan Penasehat FKDM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas: a. membantu kepala daerah merumuskan kebijakan dalam memelihara kewasdaan dini masyarakat. b. memfasilitasi hubungan kerja antara FKDM dengan pemerintah daerah dalam memelihara kewaspadaan dini masyarakat. (3) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : Wakil gubernur; b. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa dan politik provinsi; c. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan, Pos Wilayah Badan Intelijen Negara, Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Kantor Wilayah Imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. (4) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : Wakil bupati/wakil walikota; b. Sekretaris : Kepala badan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota; c. Anggota : Instansi terkait termasuk wakil-wakil Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Pos Daerah Badan Intelijen Negara, Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam, Kejaksaan, Kantor Imigrasi dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. (4) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : Camat;

b. Sekretaris : Sekretaris kecamatan; c. Anggota : Pejabat terkait di tingkat kecamatan. (5) Keanggotaan Dewan Penasehat FKDM desa/kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh camat dengan susunan keanggotaan: a. Ketua : Kepala desa/iurah; b. Sekretaris : Sekretaris desa/kelurahan; c. Anggota : Pejabat terkait di desa/kelurahan. Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenal FKDM dan Dewan Penasehat FKDM provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/kelurahan diatur dengan peraturan gubernur. BAB IV PENGAWASAN DAN PELAPORAN Pasal 13 (1) Gubernur meiakukan pengawasan terhadap bupati/walikota dan instansi terkait di daerah. (2) Bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap camat dan kepala desa/lurah serta instansi terkait di daerah. Pasal 14 (1) Pelaksanaan pembinaan penyeienggaraan kewaspadaan dini, pembentukan FKDM di provinsi dilaporkan oleh gubernur kepada Menteri Dalam Negeri dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Pertahanan, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara. (2) Pelaksanaan pembinaan penyelenggaraan kewaspadaan dini dan pembentukan FKDM di kabupaten/kota dilaporkan oleh bupati/walikota kepada gubernur dengan tembusan kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertahanan, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kepala Badan Intelijen Negara. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan pada bulan Januari dan Juli, dan sewaktu-waktu jika dipandang perlu. (4) Dalam keadaan mendesak, mekanisme pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat disampaikan secara lisan serta dapat melampaui hirarkhi yang ada, dengan ketentuan tetap segbra menyampaikan laporan dan tembusan tertulis secara hirarkhi. BAB V PENDANAAN Pasal 15 (1) Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di provinsi didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. (2) Pendanaan bagi penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat di kabupaten/kota didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota.

Pasal 16 Pendanaan terkait dengan pengawasan dan pelaporan penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat secara nasional didanai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. BAB VI KETENTUAN PENUTUP PasaI 17 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Mei 2006 MENTERI DALAM NEGERI,