BAB I PENDAHULUAN. individu yang lain merupakan usaha manusia dalam mempertahankan hidup, karena tidak ada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. maka kualitas individu yang terlibat dalam pendidikan tersebut akan mengalami

Tabel validitas alat ukur kompetensi interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan formal maupun nonformal. mempermudah mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data dari Badan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial yang setiap harinya menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial (zoon politicon). Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan keahlian atau kompetensi tertentu yang harus dimiliki individu agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membantu individu

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran peserta didik yang dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. beranjak dewasa. Selain tugas-tugas akademis yang dikerjakan, mahasiswa juga

BAB I PENDAHULUAN. bidang yang lain. Seperti dalam bidang telekomunikasi misalnya, dengan

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dimana awal kehidupan sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, individu (remaja)

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN. yang praktis dan berguna bagi setiap lapisan masyarakat. Melalui internet

BAB V KARAKTERISTIK INDIVIDU, INTERAKSI SOSIAL TEMAN SEBAYA, KREATIVITAS DAN KOMPETENSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. menyadari pentingnya memiliki pendidikan yang tinggi. Untuk mengikuti perkembangan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku, di mana individu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan elemen penting bagi kehidupan. Menurut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 pasal (1) ayat 1,

Perkembangan Sepanjang Hayat

Jurnal Kreatif Tadulako Online Vol. 4 No. 9 ISSN X

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah individu yang menempuh perkuliahan di Perguruan Tinggi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penilaian bahkan sampai pada penulisan tugas akhir. Cheating merupakan

Lampiran 1. Uji validitas dan reliabilitas. Hasil try out Penyesuaian diri

Lampiran 1 Alat Ukur DATA PRIBADI. Jenis Kelamin : Pria / Wanita IPK :... Semester ke :...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. Fakultas Psikologi merupakan salah satu fakultas unggulan di Universitas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prestasi akademik yang tinggi pada umumnya dianggap sebagai

P 39 KEYAKINAN GURU TERHADAP MATEMATIKA DAN PROFESI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan dan membentuk

HASIL. Karakteristik Remaja

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dikhawatirkan dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks.

Keaktifan Berorganisasi dan Kompetensi Interpersonal

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. biasa atau persahabatan yang terjalin dengan baik. Kecenderungan ini dialami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga jenjang pendidikan sangat penting. Di negara-negara maju, para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. yang dididik secara formal dan diberikan wewenang untuk menerapkan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DITINJAU DARI KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN KREATIVITAS PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. sehingga siswa dapat berhasil dengan baik dalam belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi adalah peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar ditempuh selama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran di tingkat perguruan tinggi, baik di universitas, institut

BAB I PENDAHULUAN. Mengacu pada fase usia remaja di atas, siswa Sekolah Menengah Atas. seperti kebutuhan akan kepuasan dan kebutuhan akan pengawasan.

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan mampu mengenal dan dikenal tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan menengah. Tujuan pendidikan perguruan tinggi ialah untuk

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam mempertahankan hidup, karena tidak ada seorangpun yang mampu hidup sendiri tanpa berelasi dengan orang lain. Banyak relasi yang terjalin selama manusia hidup, baik di lingkungan terdekat, misalnya keluarga, sahabat, tetangga, dan lingkungan pendidikan (Saragih, 2012). Lingkungan pendidikan merupakan salah satu tempat individu melakukan berbagai aktivitas, salah satu aktivitas tersebut adalah berinteraksi dengan individu lain. Lingkungan pendidikan dapat berupa sebuah instansi yang menyelenggarakan pendidikan akademik, dari tingkat pendidikan anak usia dini hingga perguruan tinggi. Menurut data statistik perguruan tinggi 2014/2015 (Kemristekdikti, 2016), terdapat 3.246 perguruan tinggi di Indonesia, salah satunya adalah Universitas X yang merupakan universitas swasta dan berada di kota Bandung. Universitas X Bandung menyelenggarakan pendidikan akademik dan profesi melalui 9 fakultas dan 26 program studi, salah satunya adalah program studi S1 Psikologi. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari perilaku dan proses fisiologis serta proses mental yang mendasari perilaku tersebut, dan merupakan sebuah profesi yang menerapkan ilmu yang telah dipelajari dalam melihat masalah yang terjadi. Psikologi berada dalam area studi ilmiah, sama halnya dengan ilmu biologi dan fisika, namun ilmu Psikologi berfokus pada perilaku dan proses fisiologis dan proses mental yang berhubungan dengan perilaku tersebut (Weiten, Dunn, & Hammer, 2012). Perilaku adalah segala bentuk respons atau 1

2 aktivitas yang terlihat dan ditunjukan oleh makhluk hidup, salah satunya adalah perilaku yang ditunjukan oleh manusia. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada dua orang dosen Fakultas Psikologi Unversitas X Bandung, seorang ilmuwan psikologi atau seorang psikolog harus memiliki beberapa bentuk kemampuan. Kemampuan tersebut diantaranya adalah kemampuan berkomunikasi lisan, kemampuan untuk bekerjasama, kemampuan untuk menghargai perbedaan, dan kemampuan untuk berempati. Kemampuan kemampuan tersebut, merupakan kemampuan yang didapatkan dari hasil belajar dan berlatih, yang diperoleh baik oleh ilmuwan psikologi maupun seorang psikolog dari proses pendidikan di perguruan tinggi atau pelatihan pelatihan khusus di bidang psikologi. Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung menggunakan Kurikulum Perguruan Tinggi dalam penyelenggaraan pendidikan akademik. Kurikulum Perguruan Tinggi memiliki empat unsur kemampuan lulusan untuk menjadikannya sebagai CPL (Capaian Pembelajaran Lulusan), yakni unsur sikap, pengetahuan, keterampilan umum, dan keterampilan khusus seperti yang dinyatakan dalam SN-Dikti (Kemristekdikti, 2016). Untuk mencapai CPL yang telah ditentukan dan memberi ciri lulusan perguruan tingginya, Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung memiliki empat kompetensi yang ditanamkan pada lulusannya, yaitu kompetensi dalam menganalisis perilaku, kompetensi dalam melakukan assessment, kompetensi dalam melakukan intervensi, dan kompetensi dalam melakukan penelitian (Aktivitas Akademik Program Studi S1 Psikologi, www. X.edu). Untuk menanamkan empat kompetensi lulusan pada mahasiswa, digunakan metode pembelajaran SCL (Student Centered Learning), dimana kegiatan belajar mahasiswa di kelas dilakukan secara aktif melalui aktivitas diskusi/kerja kelompok, dan presentasi baik dalam kelompok kecil maupun kelas. Berdasarkan informasi yang didapatkan peneliti dari wawancara dengan dua orang dosen Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung, dapat diketahui bahwa tujuan dari metode pembelajaran SCL diantaranya adalah untuk

3 memberikan kesempatan yang sama bagi setiap mahasiswa untuk dapat melakukan interaksi di kelas dan mendorong mahasiswa untuk aktif melakukan diskusi. Dosen dalam metode pembelajaran SCL bertugas sebagai seorang fasilitator, yang juga melakukan observasi pada mahasiswa saat berkegiatan di kelas, baik saat mahasiswa mengerjakan tugas di kelas, berdiskusi dalam kelompok, dan melakukan presentasi di hadapan seluruh mahasiswa di kelas. Penilaian terhadap mahasiswa dilakukan dengan evaluasi pada nilai kuis, tugas yang dikerjakan mahasiswa, dan nilai keaktifan mahasiswa di kelas berdasarkan pada rubrik penilaian mahasiswa. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa hardskills dan sofstkills menjadi dua hal yang secara bersamaan diajarkan dan dikembangkan pada mahasiswa di kelas, serta dievaluasi sebagai bahan pertimbangan kelulusan mahasiswa dalam setiap mata kuliah. Metode pembelajaran SCL telah diterapkan sejak tahun 2013 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dan diterapkan juga pada mahasiswa angkatan 2015 yang saat ini sedang menempuh pendidikan di tahun ketiganya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti pada empat orang mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung, sebanyak 3 orang (75%) mahasiswa tersebut mengatakan bahwa metode pembelajaran SCL yang digunakan di kelas memotivasi mereka untuk dapat aktif di kelas, baik dalam melakukan diskusi dalam kelompok, bertanya saat ada materi yang kurang dimengerti, dan memberikan feedback pada kelompok yang sedang melakukan presentasi, sedangkan 1 orang (25%) mahasiswa mengatakan bahwa cukup berat baginya untuk dapat menunjukan keaktifan di kelas, namun ia berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan poin keaktifan di kelas. Sebanyak 4 orang (100%) mahasiswa mengatakan bahwa diskusi kelompok dan pengerjaan tugas kelompok cukup membantu mereka untuk dapat memahami materi pembelajaran dan belajar mengenal orang lain terutama teman satu kelompoknya, meskipun 2 orang (50%) mahasiswa mengatakan bahwa terkadang mereka menemui kendala saat mengerjakan tugas kelompok karena adanya miskomunikasi dalam kelompok.

4 Dengan digunakannya metode pembelajaran SCL, mahasiswa angkatan 2015 akan seringkali terlibat dalam pengerjaan tugas tugas kelompok dan melakukan interaksi secara berkala untuk dapat menyelesaikan tugas. Mahasiswa diharapkan dapat aktif, baik dalam menjawab pertanyaan, memberikan masukan atau feedback kepada temannya, dan juga aktif dalam diskusi kelompok. Selain aktif dalam kegiatan belajar di kelas, mahasiswa angkatan 2015 pun dituntut untuk aktif dalam berbagai kegiatan non akademis di luar kelas, sebagai syarat dapat mengikuti sidang sarjana/wisuda atau mendapatkan pernyataan lulus dari universitas (Manual Book Portfolio Mahasiswa, 2016). Mahasiswa angkatan 2015 di tahun ketiganya, sedang mengambil beberapa mata kuliah praktikum dan mengharuskannya untuk dapat menjalin relasi yang baik dengan subyek penelitian. Selain itu, mahasiswa angkatan 2015 juga sedang mengambil mata kuliah Penyusunan Proposal Penelitian, dimana mahasiswa mulai melaksanakan bimbingan dengan dosen pembimbing penelitian dan memulai relasi dengan pihak pihak yang terkait dengan penelitian mahasiswa. Dengan banyaknya kegiatan dan relasi yang dimiliki mahasiswa, mahasiswa diharapkan mampu mengembangkan softskills dalam bentuk interaksi dengan berbagai individu. Kemampuan berinteraksi ini diharapkan dapat mendukung mahasiswa untuk dapat membangun suatu relasi yang baru, aktif mengutarakan pendapat di kelas, dan memberikan dukungan emosional kepada mahasiswa. Kemampuan kemampuan tersebut secara khusus disebut sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester et al. (1988), kemampuan membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat guna memenuhi kebutuhan sosial dan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan individual, diistilahkan sebagai kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal terdiri atas lima aspek, yaitu kemampuan berinisiatif membina suatu hubungan, kemampuan dalam self disclosure, kemampuan untuk bersikap asertif, kemampuan memberikan untuk dukungan emosional, dan kemampuan mengatasi konflik interpersonal.

5 Kompetensi interpersonal merupakan kemampuan yang diperlukan guna membangun, membina, dan memelihara hubungan interpersonal yang akrab, seperti hubungan dengan orang tua, teman dekat, dan pasangan. Kompetensi interpersonal pada mahasiswa dapat terlihat dari perilaku mahasiswa dalam menginisiasi suatu hubungan dengan mahasiswa lain yang belum dikenalnya, keterbukaan mahasiswa untuk dapat bercerita mengenai hal pribadi kepada teman terdekatnya, perilaku mahasiswa untuk mengutarakan pendapat dan hal yang kurang ia setujui, perilaku mahasiswa untuk memberikan dukungan emosional kepada teman kelompoknya, dan perilaku mahasiswa untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam kelompok atau kelas. Kompetensi interpersonal merupakan hal yang dimiliki setiap mahasiswa dengan derajat yang berbeda pada tiap individu dan dapat mendukung mahasiswa untuk dapat menjalin relasi dan menjalani proses pendidikan di perguruan tinggi. Menurut Rubin & Graham (1988), kemampuan berkomunikasi dan kecakapan verbal merupakan kemampuan yang penting untuk mencapai kesuksesan dalam perkuliahan atau kecenderungan untuk sukses dalam perkuliahan dimiliki oleh orang orang dengan kemampuan berkomunikasi yang superior. Menurut Hinggardipta dan Ariati (2015), terdapat hubungan yang positif antara kompetensi interpersonal dengan prestasi akademik, semakin tinggi kompetensi interpersonal maka semakin tinggi pula prestasi akademik yang dicapai oleh individu. Selain itu, terdapat hubungan yang positif antara kompetensi interpersonal dengan kesuksesan dalam perkuliahan dan kepuasan kerja (Rubin & Graham, 1988; Wertz, Sorenson, & Heeren, 1988, dalam DeVito, 2013). Dalam proses belajar di kelas, mahasiswa angkatan 2015 program studi S1 Psikologi Universitas X dituntut untuk dapat memahami berbagai materi perkuliahan dan secara berkala akan dilakukan evaluasi dalam bentuk kuis atau ujian tertulis. Hasil dari evaluasi tersebut kemudian menunjukan pemahaman mahasiswa dalam bentuk nilai akademis dan

6 diakumulasi dalam IPK (Indeks Prestasi Kumulatif). Mahasiswa dengan kompetensi interpersonal yang tinggi diharapkan dapat memiliki performa akademik yang baik, yang ditunjukan dengan IPK tinggi yang dicapai mahasiswa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tata Usaha Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung, mahasiswa angkatan 2014 hingga 2016 memiliki rata rata IPK yang berada diatas poin 3, dengan rata rata IPK mahasiswa angkatan 2014 yaitu 3,27, mahasiswa angkatan 2015 yaitu 3,22, dan mahasiswa angkatan 2016 yaitu 3,26. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa mahasiswa angkatan 2015 memiliki rata rata IPK yang sedikit lebih rendah dibanding angkatan terdekatnya. Selain dituntut untuk menunjukan performa akademik yang baik di kelas, mahasiswa juga didorong untuk dapat aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kegiatan nonakademis, sebagai syarat mengikuti sidang atau mendapatkan pernyataan kelulusan mahasiswa (Manual Book Portfolio Mahasiswa, 2016). Leny dan Suyasa (2006) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara keaktifan mengikuti organisasi kemahasiswaan dan kompetensi interpersonal pada mahasiswa. Mahasiswa yang aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk berinteraksi dengan individu individu lain dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Dalam organisasi kemahasiswaan yang mengharuskan mahasiswa untuk berinteraksi secara langsung dengan individu individu lain, mahasiswa dilatih untuk memiliki sikap inisiatif, asertif, terbuka, dan empati (Leny dan Suyasa, 2006). Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan peneliti kepada dua orang ketua SEMA (Senat Mahasiswa) program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dari tahun kepengurusan yang berbeda, didapatkan data bahwa terdapat peningkatan keaktifan mahasiswa dalam kepengurusan SEMA dan kepanitiaan kegiatan kegiatan senat mahasiswa. Jumlah pendaftar pengurus senat yang berasal dari mahasiswa angkatan 2015 memiliki

7 jumlah yang lebih banyak dibanding pada mahasiswa angkatan 2014. Mahasiswa angkatan 2015 juga lebih aktif dibanding angkatan sebelumnya dalam kepanitiaan kegiatan kegiatan SEMA, apabila diukur dari jumlah mahasiswa yang aktif menjadi panitia dalam kegiatan kegiatan SEMA. Dalam dua periode kepengurusan SEMA, sebanyak total 168 orang mahasiswa angkatan 2015 terdaftar sebagai panitia dalam kegiatan kegiatan SEMA, sedangkan hanya terdapat 147 orang mahasiswa dari angkatan 2014 dan 104 orang mahasiswa dari angkatan 2016. Dengan keaktifan mahasiswa dalam kepengurusan SEMA dan kepanitiaan kegiatan kegiatan senat mahasiswa, diharapkan mahasiswa dapat memperluas relasi dan melatih kemampuan berelasi, terutama kemampuan kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi interpersonal mahasiswa. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran derajat kompetensi interpersonal pada mahasiswa angkatan 2015 di program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung. 1.2 Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui derajat kompetensi interpersonal mahasiswa angkatan 2015 di program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan 1.3.1 Maksud Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat kompetensi interpersonal pada mahasiswa angkatan 2015 di program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung.

8 1.3.2 Tujuan Untuk mengetahui gambaran derajat kompetensi interpersonal pada mahasiswa angkatan 2015 di program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung berdasarkan aspek aspeknya. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian mengenai kompetensi interpersonal. Sebagai bahan referensi bagi ilmu psikologi, khususnya psikologi pendidikan mengenai kompetensi interpersonal. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada dosen Program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung mengenai gambaran derajat kompetensi interpersonal pada mahasiswa, yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun program pengembangan kemampuan mahasiswa yang berkaitan dengan kompetensi interpersonal. Memberikan informasi kepada mahasiswa angkatan 2015 di Program studi S1 Psikologi Universitas X Bandung mengenai kompetensi interpersonal yang dimiliki mahasiswa tersebut. 1.5 Kerangka Pikir Dalam penyelenggaraan pendidikan, Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung menggunakan metode pembelajaran SCL, dimana kegiatan belajar mahasiswa di

9 kelas dilakukan secara aktif melalui aktivitas diskusi/kerja kelompok, dan presentasi baik dalam kelompok kecil maupun kelas. Metode tersebut digunakan untuk menanamkan empat kompetensi pada lulusannya, yaitu kompetensi dalam menganalisis perilaku, kompetensi dalam melakukan assessment, kompetensi dalam melakukan intervensi, dan kompetensi dalam melakukan penelitian (Aktivitas Akademik Program Studi S1 Psikologi, www. X.edu). Metode pembelajaran SCL telah diterapkan sejak tahun 2013 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dan diterapkan juga pada mahasiswa angkatan 2015 yang saat ini sedang menempuh pendidikan di tahun ketiganya. Mahasiswa angkatan 2015 di tahun ketiganya diharapkan sudah dapat melakukan penyesuaian terhadap metode pembelajaran SCL dan mampu mengembangkan softskills dalam bentuk interaksi dengan berbagai individu. Kemampuan berinteraksi ini diharapkan dapat mendukung mahasiswa untuk dapat membangun suatu relasi yang baru, aktif mengutarakan pendapat di kelas, dan memberikan dukungan emosional kepada mahasiswa lain. Kemampuan kemampuan tersebut secara khusus disebut sebagai kompetensi interpersonal. Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester et al. (1988), yaitu kemampuan membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang dekat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial dan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan individual. Kemampuan interpersonal ini dibutuhkan tidak hanya dalam lingkungan kampus sebagai mahasiswa, tapi juga dalam berbagai aktivitas akademik dan non-akademik yang harus dilalui oleh mahasiswa. Kompetensi interpersonal menurut Buhrmester et al. (1988) terbagi menjadi lima aspek, yaitu 1) Kemampuan untuk berinisatif dalam membina suatu hubungan, 2) Kemampuan dalam self disclosure, 3) Kemampuan untuk bersikap asertif, 4 ) Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional, dan 5) Kemampuan mengatasi konflik interpersonal

10 yang muncul. Kelima kemampuan ini akan mendukung mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dalam menjalani aktivitas akademis maupun non-akademis. Aspek pertama dalam kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk berinisiatif membina suatu hubungan. Buhrmester et al. (1988), menyatakan bahwa pengertian dari aspek kemampuan berinisiatif membina suatu hubungan, merupakan suatu usaha untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain atau lingkungan sosial yang baru dan lebih luas. Kemampuan ini dalam kategori yang tinggi ditunjukan dengan perilaku mahasiswa angkatan 2015 memulai suatu hubungan yang baru dan adanya suatu usaha yang dilakukan untuk melakukan aktivitas bersama orang yang baru dikenal. Berhubungan dengan hal ini, mahasiswa angkatan 2015 mampu untuk berkenalan dengan mahasiswa yang belum dikenalnya sebagai bentuk memulai relasi yang baru. Berkenalan dengan orang baru dapat memperluas relasi mahasiswa sehingga dapat memudahkannya dalam urusan akademis seperti bertanya mengenai tugas dan meminjam buku atau materi perkuliahan. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki kemampuan ini dalam kategori yang rendah akan cenderung untuk bersikap pasif dihadapan orang yang baru dikenalnya dan lebih memilih untuk beraktivitas dengan orang orang yang sudah dikenalnya terlebih dahulu. Aspek kedua dalam kompetensi interpersonal adalah kemampuan dalam self disclosure. Buhrmester et al. (1988), menyatakan bahwa Self Disclosure adalah sejauh apa keterbukaan seseorang pada orang lain dalam sebuah relasi interpersonal. Perilaku yang menunjukan adanya keterbukaan adalah mengungkapkan informasi yang bersifat pribadi mengenai diri, memberikan perhatian kepada orang lain sebagai bentuk penghargaan yang akan memperluas terjadinya sharing. Kemampuan ini dalam kategori yang tinggi ditunjukan dengan perilaku mahasiswa angkatan 2015 yang lebih terbuka dalam hal penyampaian dan penerimaan informasi yang bersifat pribadi maupun yang berhubungan dengan kegiatan

11 akademis. Dengan keterbukaan tersebut, mahasiswa angkatan 2015 akan memiliki relasi yang akrab dengan mahasiswa lainnya. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki kemampuan ini dalam kategori yang rendah akan cenderung untuk menutup diri dan tidak bercerita mengenai hal hal yang bersifat pribadi kepada teman atau mahasiswa lainnya. Aspek ketiga dalam kompetensi interpersonal adalah kemampuan untuk bersikap asertif. Buhrmester et al. (1988) menyatakan bahwa asertivitas merupakan kemampuan untuk mempertahankan hak hak pribadi, mengemukakan gagasan dan keyakinan secara jujur yang sesuai dan dapat diterima. Beberapa contoh perilaku yang menunjukan asertivitas adalah menyatakan pada teman bahwa kita tidak berkenan dengan cara mereka memperlakukan kita, menolak permintaan untuk melakukan hal yang tidak disukai dan menegur teman yang tidak menepati janji. Kemampuan ini dalam kategori yang tinggi ditunjukan dengan perilaku mahasiswa angkatan 2015 yang dapat menyampaikan pendapat yang dimilikinya tanpa terpengaruh oleh orang lain, dapat menyampaikan kritik dengan cara yang baik dan dapat diterima orang lain, dapat mengambil keputusan sesuai dengan hasil pemikirannya, dan dapat menyampaikan gagasan ataupun pemikirannya dalam diskusi di kelas atau saat bekerja dalam kelompok. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki kemampuan ini dalam kategori yang rendah akan cenderung untuk pasif saat berada di kelas dan kerja kelompok dengan mahasiswa lainnya, dan lebih memilih untuk diam serta tidak menyampaikan pemikirannya. Aspek keempat dalam kompetensi interpersonal adalah yaitu kemampuan untuk memberikan dukungan emosional. Menurut Barker dan Lemle (dalam Buhrmester, 1988) dukungan emosional mencakup kemampuan untuk menenangkan dan memberi rasa nyaman kepada orang lain ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan dan bermasalah. Buhrmester et al. (1988), menyebutkan bentuk perilaku yang menunjukan adanya dukungan emosional, yaitu: mendengarkan sahabat yang bercerita dengan sabar, membantu mengatasi permasalahan yang dialami oleh teman atau orang lain, dan dapat menunjukan sikap yang

12 penuh empati. Kemampuan ini dalam kategori yang tinggi ditunjukan dengan perilaku mahasiswa angkatan 2015 yang dapat memberikan dukungan kepada teman yang membutuhkan, baik dalam bentuk mendengarkan cerita, memberikan saran, maupun dalam bentuk hiburan. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki kemampuan ini dalam kategori yang rendah akan cenderung untuk tidak peduli dengan kondisi yang dihadapi temannya dan tidak melakukan apapun untuk membantu teman yang membutuhkan. Aspek kelima dalam kompetensi interpersonal adalah kemampuan mengatasi konflik interpersonal. Buhrmester et al. (1988) menyatakan bahwa kemampuan dalam mengatasi konflik meliputi sikap sikap untuk menyusun suatu penyelesaian masalah, mempertimbangkan kembali penilaian atas suatu masalah sehingga dapat meredakan ketegangan. Kemampuan ini dalam kategori yang tinggi ditunjukan dengan perilaku mahasiswa angkatan 2015 yang dapat mengatasi masalah tanpa menghadirkan masalah masalah baru, dengan cara melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan mengarahkan penyelesaian masalah dengan cara yang efektif dan dapat diterima orang lain. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki kemampuan ini dalam kategori yang rendah akan cenderung untuk tidak melakukan apapun saat terdapat masalah dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Terdapat tiga faktor yang memengaruhi mahasiswa angkatan 2015 untuk dapat menunjukan kompetensi interpersonal yaitu jenis kelamin, dukungan orang tua, dukungan teman sebaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Buhrmester (1988), pria lebih kompeten dibanding wanita dalam kompetensi yang berbentuk instrumental behavior, yaitu dalam hal kemampuan berinisiatif dan bersikap asertif. Dibandingkan pria, wanita lebih kompeten dibandingkan pria dalam kompetensi berbentuk expressive behavior yaitu perilaku yang berkaitan dengan kehidupan perasaan. Bentuk expressive behavior adalah perilaku memberikan dukungan emosional dan kemampuan membuka diri. Disamping perbedaan

13 antara laki laki dan perempuan berdasarkan hasil penelitian di atas, mahasiswa laki laki dan perempuan angkatan 2015 memiliki kesempatan yang sama untuk dapat melakukan interaksi dan membangun relasi dengan sesama jenis kelamin maupun dengan seseorang yang berlawanan jenis kelamin. Dalam proses pembelajaran di kelas, mahasiswa laki laki dan perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama, baik dalam pengerjaan tugas, keaktifan dalam kelompok, dan keaktifan di kelas. Faktor kedua yang memengaruhi kompetensi interpersonal pada mahasiswa angkatan 2015 adalah dukungan orang tua. Menurut Hetherington dan Parke (dalam Saragih, 2012), kontak anak dengan orang tua berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak anak dengan orang tua yang dekat ketika berelasi di dalam keluarga dimana anak memiliki waktu untuk berkomunikasi dengan orang tua dapat meningkatkan kompetensi interpersonal anak. Dalam hal ini orang tua juga berperan memberikan dukungan kepada mahasiswa dalam bergaul dengan teman teman mereka, sehingga mereka juga memperoleh kesempatan untuk bergaul dalam lingkungan sosial, yang akan membuat mahasiswa angkatan 2015 cenderung memiliki derajat kompetensi interpersonal yang tinggi. Orang tua yang tidak memberikan dukungan untuk berelasi sosial akan membuat mahasiswa angkatan 2015 memperoleh kesempatan yang lebih sedikit untuk membina hubungan yang lebih dekat lagi dengan teman - teman mereka sehingga akan membuat mahasiswa angkatan 2015 cenderung memiliki derajat kompetensi interpersonal yang rendah. Faktor ketiga adalah dukungan dari teman sebaya. Milen (dalam Hartono, 2014) menemukan bahwa penerimaan dari teman sebaya dalam pergaulan akan berdampak terhadap remaja. Teman sebaya yang hangat dan suportif dapat meningkatkan rasa percaya diri remaja dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Remaja yang memiliki sosialisasi yang baik dengan teman sebaya mempunyai tingkat percaya diri yang tinggi, mempunyai sifat yang menyenangkan dan mudah diterima oleh lingkungan. Remaja yang memiliki kesempatan

14 untuk berinteraksi dengan teman sebaya memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan perkembangan sosial, emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal. Mahasiswa angkatan 2015 memiliki banyak kesempatan untuk dapat berelasi dengan teman sebaya baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Dengan metode pembelajaran SCL, dimana kegiatan belajar mahasiswa di kelas dilakukan secara aktif melalui aktivitas diskusi/kerja kelompok, mahasiswa akan seringkali berada dalam situasi belajar kelompok. Mahasiswa akan melakukan diskusi, belajar dan mengerjakan tugas bersama, dan saling mendukung untuk dapat menunjukan hasil yang baik di kelas. Mahasiswa angkatan 2015 pun memiliki kesempatan untuk dapat meningkatkan perkembangan sosial, emosi, dan membina hubungan interpersonal. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki derajat kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu untuk berkenalan dengan mahasiswa yang belum dikenalnya sebagai bentuk memulai relasi yang baru, yang membuat mahasiswa mengenal banyak orang dari latar belakang yang berbeda dan dapat memperluas relasinya sehingga dapat memudahkannya dalam urusan akademis dan non-akademis. Dapat terbuka dalam hal penyampaian dan penerimaan informasi yang bersifat pribadi maupun yang berhubungan dengan kegiatan akademis dan dapat menyampaikan pendapat yang dimilikinya tanpa terpengaruh oleh orang lain. Dapat menyampaikan kritik dengan cara yang baik dan dapat diterima orang lain. Dapat memberikan dukungan kepada teman yang membutuhkan, baik dalam bentuk mendengarkan cerita, memberikan saran, maupun dalam bentuk hiburan. Dapat mengatasi masalah tanpa menghadirkan masalah masalah baru, dengan cara melihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan mengarahkan penyelesaian masalah dengan cara yang efektif dan dapat diterima orang lain. Mahasiswa angkatan 2015 yang memiliki derajat kompetensi interpersonal yang rendah akan cenderung untuk bersikap pasif dihadapan orang yang baru dikenalnya dan lebih

15 memilih untuk beraktivitas dengan orang orang yang sudah dikenalnya terlebih dahulu. Menutup diri dan tidak bercerita mengenai hal hal yang bersifat pribadi kepada temannya atau mahasiswa angkatan 2015 yang lain. Bersikap pasif saat berada dalam pertemuan dan lebih memilih untuk diam serta tidak menyampaikan pemikirannya. Tidak peduli dengan kondisi yang dihadapi temannya dan tidak melakukan apapun untuk membantu teman yang membutuhkan. Cenderung untuk tidak melakukan apapun saat terdapat masalah dan tidak mengetahui apa yang harus dilakukannya untuk menyelesaikan masalah tersebut.

16 Mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung 1. Jenis kelamin 2. Dukungan Orang Tua 3. Dukungan Teman sebaya Kompetensi Interpersonal Aspek-aspek : 1. Kemampuan berinisiatif membina suatu hubungan 2. Kemampuan dalam self disclosure 3. Kemampuan untuk bersikap asertif 4. Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional 5. Kemampuan mengatasi konflik interpersonal Derajat Tinggi Derajat Rendah Bagan 1.1 Kerangka Pikir Kompetensi Interpersonal

17 1.6 Asumsi Penelitian Berdasarkan hal hal tersebut, maka dapat ditarik sejumlah asumsi, yaitu : Mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X kota Bandung, diharapkan memiliki derajat kompetensi interpersonal yang sejalan dengan softskill yang diharapkan dapat terbentuk. Derajat kompetensi interpersonal mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dapat dilihat melalui 5 aspek, dimana masing masing derajat aspek tersebut dapat mengarahkan derajat kompetensi interpersonal yang dimiliki mahasiswa angkatan 2015. Derajat kompetensi interpersonal mahasiswa angkatan 2015 di Program Studi S1 Psikologi Universitas X Bandung dapat dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu jenis kelamin, dukungan dari orang tua, dan dukungan dari teman sebaya.