BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang dapat diolah menjadi berbagai macam obat. Pengembangan produksi tanaman obat yang semakin pesat, dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang meningkat tentang manfaat tanaman obat. Masyarakat semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan obat-obatan alami. Hal ini menyebabkan masyarakat menggunakan obat-obatan alami adalah karena resiko efek sampingnya jauh lebih aman daripada obat-obatan kimiawi. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan yang dari waktu ke waktu terus berkembang. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain, dari hewan ke manusia. Infeksi disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa. Penyakit infeksi atau penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri merupakan penyakit yang banyak ditemukan dalam masyarakat. Menurut laporan WHO penyakit infeksi ini menjadi penyebab kematian terbesar pada anak-anak dan dewasa dengan jumlah kematian lebih dari 13 juta jiwa setiap tahun, dan satu dari dua kematian terjadi di negara berkembang seperti Indonesia (WHO, 2000). Salah satu penyebab infeksi adalah bakteri Shigella dysenteriae yang merupakan bakteri patogen gram negatif yang berkembang dari kerabat enterobacterial berbahaya dan dapat menyebabkan daire. Pada tahun 2004, diare merupakan penyakit dengan frekuensi kejadian luar biasa kelima terbanyak setelah demam berdarah dengue, campak, tetanus 1
2 neonatorium dan keracunan makanan. Penyebab diare yang terbanyak adalah diare infeksi yang disebabkan oleh virus bakteri dan parasit terutama di negara berkembang yang menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. WHO menyebutkan bahwa sekitar 15% dari seluruh kejadian diare pada anak dibawah usia 5 tahun adalah disentri disebabkan oleh Shigella dysenteriae. Besarnya angka kesakitan dan kematian di atas salah satunya dipicu oleh penggunaan sediaan antimikroba yang tidak rasional sehingga menimbulkan resistensi bakteri Shigella dysenteriae terhadap antimikroba. WHO menyatakan pemakaian obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: a) sesuai dengan indikasi penyakit; b) tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau; c) diberikan dengan dosis yang tepat; d) cara pemberian dengan interval waktu yang tepat; e) lama pemberian yang tepat; f) obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu yang terjamin dan aman. Hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan Jakarta menyebutkan 14,2% Shigella dysenteriae telah resisten terhadap 4 jenis antibiotik yaitu kloramfenikol, tetrasiklin, ampisilin dan kotrimoxazol. Di Ethiopia, Salmonella dan Shigella telah dilaporkan resisten terhadap antibiotik seperti ampicillin, tetracycline, dan chloramphenicol (Sakagami, 2005). Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek bergerombol yang berhabitat di saluran cerna manusia. Infeksi Shigella dysenteriae pada saluran cerna dapat menyebabkan diare berdarah atau disentri, khususnya pada anak-anak. Penggunaan ramuan dan obat-obatan tradisional
3 semakin disukai dan mendapat tempat yang layak dimasyarakat. Salah satunya adalah daun sirih hijau (Piper betle L.). Sejauh ini obat diare yang dikenal oleh masyarakat adalah daun jambu biji (Psidium guajava L.) karena bagian tanaman yang sering digunakan sebagai obat adalah daunnya, karena daunnya diketahui mengandung senyawa tanin 9-12%, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat (Depkes, 1989 dalam Yuliani, 2001). Biasanya masyarakat mengkonsumsi dengan cara merebus daun muda jambu biji (Psidium guajava L.), selain daun jambu biji (Psidium guajava L.) ada tanaman lain di uji sebagai obat diare yaitu sirih hijau (Piper betle L.). Kandungan sirih hijau (Piper betle L.) yang diketahui adalah 0,7-2,6 minyak atsiri, sekitar 60-80% berupa fenilpropana seperti eugenol (42,5%), estragol (14,6%), karvakol (4,8%), kavikol fenilalanin, 22,1 g serine dan 23 mg asam aspartat, dan juga tanin. Senyawa kavikol merupakan kandungan terbesar yakni memiliki daya bunuh 5 kali lebih besar daripada fenol biasa. Kavikol disebut sebagai pembunuh berdarah dingin, daya bunuhnya 5 kali lebih besar daripada fenol biasa (Dzen, 2003). Penelitian terdahulu menyatakan bahwa kandungan senyawa daun sirih seperti fenolik, alkaloid dan terpenoid memiliki aktivitas antibakteri yang aktif terhadap bakteri gram positif dan negatif diantaranya bakteri Staphyplococcus aureus, Salmonella typhi dan Shigella dysenteriae (Cahyono dan Indrayudha, 2012). Sifat senyawa yang terdapat dalam duan sirih hijau (Piper betle L.) seperti memiliki efek antidiare yang bekerja sebagai pembekuan protein atau astrigen yaitu zat yang berikatan pada mukosa kulit atau jaringan yang berfungsi pembekuan protein sehingga membran mukosa
4 menjadi kering dan membentuk pembatas (Thight junction) yang bersifat terhadap inflamasi dari mikroorganisme, selain itu dapat menghambat sekresi klorida melalui ikatan antara protein tannate yang berada di usus (Cowan, 1999). Penelitian terdahulu khasiat antibakteri daun sirih hijau (Piper betle L.) telah dilakukan oleh Hermawan dkk (2007), ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut etanol menggunakan metode dilusi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan kategori sedang dan dibuktikan oleh peneliti Hermawan dkk (2007) bahwa ekstrak daun sirih hijau dengan pelarut DMSO (Dimethil Sulfoxide) dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus dengan kategori kuat. Aspek farmakologi daun sirih hijau (Piper betle L.) yang begitu besar mendorong peneliti untuk mencari informasi mengenai pemanfaatan daun sirih hijau sebagai antimikroba terhadap Shigella dysenteriae dengan menggunakan metode rebus. Tanaman sirih hijau (Piper betle L.) sudah lama dikenal sebagai obat dan banyak tumbuh di Indonesia. Bagian dari tanaman sirih yang dimanfaatkan sebagai obat adalah daunnya dengan direbus atau di inang. Manfaat bahwa daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di mulut, menghilangkan bau mulut, menghentikan pendarahan gusi, dan sebagai obat kumur. Tanaman sirih hijau telah diketahui dapat mengobati beberapa jenis penyakit dan dipercaya dapat digunakan sebagai antibakteri (Damayanti dkk, 2006). Permasalahan timbul ketika pada tahap penyajian daun sirih segar sebagai obat yang dikonsumsi langsung. Hal ini wajar mengingat penggunaan cara yang
5 lama dan sulit akan membuat orang enggan untuk membuat obat tradisional. Beberapa cara pengolahan obat herbal yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat diantaranya memipis (perasan), menyeduh, merebus, pengapsulan, membentuk lulur, pil, dan sirup. Pengolahan yang umum dan mudah dilakukan masyarakat sampai saat ini untuk membuat obat tradisional adalah merebus bahan obat yang akan digunakan. Merebus tanaman obat merupakan cara yang sangat mudah dan sudah lazim dilakukan dimasyarakat. Tujuan merebus tanaman obat adalah untuk memindahkan zat-zat berkhasiat yang ada pada tanaman ke dalam larutan air, kemudian diminum untuk pengobatan. Namun, harus tetap diperhatikan cara-caranya karena memaparkan bahan makanan kepada panas yang tinggi cahaya dan atau oksigen akan menyebabkan kehilangan zat gizi (Sundari dkk, 2015). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efektifitas antibakteri rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap Shigella dysenteriae yang merupakan salah satu penyebab dari disentri. Adapun konsentrasi yang digunakan adalah 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% (Cahyono dan indrayudha, 2012). Hasil penelitian ini memiliki keterkaitan pada sub bab peran bakteri pada manusia yaitu mata pelajaran biologi SMA kelas X yang dimanfaat menjadi media pembelajaran. Proses pembelajaran diperlukan sebuah media untuk mempermudah siswa. Media yang digunakan untuk melengkapi guru dengan meningkatkan keefektifitasannya dalam kelas dan media yang digunakan untuk menggantikan guru melalui sistem media pembelajaran (Prastowo, 2011).
6 Penggunaan media sebagai sumber belajar dapat digunakan untuk tambahan dalam memperkaya ilmu pengetahuan materi peran bakteri pada manusia SMA kelas X. Sehingga, diperlukan media yang tepat untuk menambah khasanah pengetahuan dan mempermudah kegiatan proses belajar pembelajaran. Media handout merupakan salah satu media yang bersifat mengajak dan meyakinkan pembaca (Rumelean, 2014). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti menentukkan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Adakah pengaruh pemberian berbagai konsentrasi rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap diameter zona hambat pertumbuhan Shigella dysenteriae? 2) Pada pemberian konsentrasi berapakah rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.) yang memiliki pengaruh terbaik terhadap diameter zona hambat pertumbuhan Shigella dysenteriae? 3) Bagaimanakah memanfaatkan hasil penelitian daya antibakteri air rebusan sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae sebagai sumber belajar? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut. 1) Menganalisis diameter zona hambat pertumbuhan Shigella dysenteria setelah pemberian berbagai konsentrasi rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.).
7 2) Menentukkan konsentrasi rebusan daun sirih (Piper betle L.) yang memiliki pengaruh terbaik diameter zona hambat pertumbuhan Shigella dysenteriae. 3) Memanfaatkan hasil penelitain sebagai sumber belajar berupa handout materi monera pada siswa SMA kelas X. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapakn dalam penelitian ini adalah: 1) Secara Teoritis a. Secara teoritis peneliti ingin memberikan informasi ilmiah tentang pengaruh rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae secara in vitro. b. Memperluas pengetahuan tentang khasiat rebusan daun sirih sebagai obat tradisional. 2) Secara Praktis a. Memberikan tambahan sumber belajar untuk siswa SMA kelas X pada materi monera mengenai peran bakteri Shigella dysenteriae. b. Pada aspek pendidikan, guru dan siswa dapat memanfaatkan ilmiah sebagai sumber belajar yang dikembangkan dari hasil penelitian daya antibakteri air rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan bakteri Shigella dysenteriae secara in vitro. 1.5 Batasan Penelitian Agar tidak terjadi gambaran luas dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan batasan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Penelitian menggunakan rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.)
8 2. Objek dalam penelitian ini adalah bakteri shigella dysentriae yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang. 3. Parameter yang di ukur dalam penelitian ini adalah mengetahui daya antibakteri atau diameter zona hambat dari pemberian rebusan daun sirih hijau (Piper betle L.), kemudian mendeskripsikan pertumbuhan daya antibakteri Shigella dysenteriae. 1.6 Definisi Istilah 1. Shigella dysentriae merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit shigellosis atau sering disebut disentri basiler (Volk dan Weeler, 1993). 2. Daun sirih hijau adalah tumbuhan yang tumbuh pada ranting yang umumnya berbentuk pipih dan berwarna hijau. Berwarna hijau karena mengandung klorofil (Damayanti dkk, 2006) 3. Daya antibakteri adalah kemampuan suatu zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan metabolisme melalui mekanisme perghambatan mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 2010). 4. Pertumbuhan bakteri merupakan pertambahan komponen suatu sel hidup. Semakin baik zat nutrisi di dalam substrat tempat tumbuhnya mengakibatkan pertumbuhan sel semakin cepat dan ukuran sel semakin besar (Sjahrurachman, 2011).
9 5. Rebusan merupakan memindahkan zat-zat berkhasiat yang ada pada tanaman ke dalam larutan air, kemudian diminum untuk pengobatan (Sundari dkk, 2015). 6. Handout merupakan sumber belajar tertulis yang didalamnya berisikan berbagai konsep penting dari suatu bagian dalam satu materi pembelajaran atau materi secara lengkap (Sanaky, 2011).