POPULASI NYAMUK YANG BEPOTENSI SEBAGAI VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN ACEH UTARA

dokumen-dokumen yang mirip
Evaluasi Status Endemisitas Filariasis Pada Beberapa Kabupaten Di Provinsi Aceh Dengan Pemeriksaan Mikroskopis, Brugia Test dan ICT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

BAB I PENDAHULUAN.

Proses Penularan Penyakit

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. 1

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN

STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Mansonia spp VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

SURVEILANS VEKTOR MALARIA DI DESA ANEKA MARGA, KECAMATAN ROROWATU UTARA, KABUPATEN BOMBANA, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sunaryo, SKM, M.

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

GAMBARAN AKTIVITAS NYAMUK ANOPHELES PADA MANUSIA DAN HEWAN DI KECAMATAN BONTOBAHARI KABUPATEN BULUKUMBA

BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

Kasus elefantiasis di desa Gondanglegi Kulon yang pernah dilaporkan. dilakukan survei pendahuluan dan pelacakan kasus, ditemukan lagi dua penderita

Biting activities of Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) in Batanghari District, Jambi Province

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sebagai vektor penyakit seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Gondanglegi Kulon kecamatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tropis antara lain adalah malaria dan filariasis merupakan masalah

KONFIRMASI ENTOMOLOGI KASUS MALARIA PADA SEPULUH WILAYAH PUSKESMAS DI KABUPATEN BULUKUMBA

FAKTOR DOMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI KOTA PADANG TAHUN

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

Prevalensi pre_treatment

BAB I PENDAHULUAN. klasifikasinya nyamuk dibagi dalam dua subfamili yaitu Culicinae yang terbagi

CAKUPAN PENGOBATAN MASSAL FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2011 FILARIASIS MASS TREATMENT COVERAGE IN DISTRICT SOUTHWEST SUMBA 2011

UJI EFIKASI REPELEN X TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti, Culex quinquefasciatus DAN Anopheles aconitus DI LABORATORIUM

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Filariasis Limfatik atau penyakit Kaki Gajah merupakan salah

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

Deteksi Brugia malayi pada Armigeres subalbatus dan Culex quinquefasciatusyang diinfeksikan darah penderita filariasis dengan metode PCR

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia fiiariasis dikenal sebagai penyakit kaki gajah. Filariasis

Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

PENYAKIT-PENYAKIT DITULARKAN VEKTOR

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

NYAMUK SI PEMBAWA PENYAKIT Selasa,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

VEKTOR POTENSIAL FILARIASIS DAN HABITATNYA DI DESA MANDOMAI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. RASYID RIDHA

Keanekaragaman Jenis Nyamuk Di Sekitar Kampus. Universitas Hasanuddin Makassar

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

Studi Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Masyarakat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Filariasis di Kecamatan Buaran dan Tirto Kabupaten Pekalongan

Permasalahan Filariasis dan vektornya di Desa Soru Kecamatan Umbu Ratunggai Kabupaten Sumba Tengah Nusa Tenggara Timur

Transkripsi:

Jurnal Biotik, ISSN: 337-98, Vol. 6, No., Ed. April 8, Hal. 7-74 POPULASI NYAMUK YANG BEPOTENSI SEBAGAI VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN ACEH UTARA Loka Penelitian dan Pengembangan Biomedis Aceh Jln. Sultan Iskandar Muda, Lorong Tgk. Dilangga No. 9 Lambaro, Aceh Besar Email: yulidaryacob@gmail.com ABSTRAK Penyakit filariasis atau kaki gajah merupakan penyakit infeksi oleh cacing filaria. Stadium cacing filaria yang menginfeksi manusia adalah larva infektif instar 3 melalui gigitan nyamuk. Penentuan endemisitas filariasis suatu wilayah ditetapkan berdasarkan angka microfilaria. Salah satu wilayah yang endemis filaria di Provinsi Aceh adalah Kabupaten Aceh Utara. Untuk mengetahui nyamuk yang berpotensi sebagai vektor filariasis maka dilakukan penangkapan nyamuk dengan metode umpan orang. Penangkapan nyamuk dilakukan pada malam hari di Desa Binje dan Peunayan Kabupaten Aceh Utara. Penangkapan dilakukan selama kali pada bulan November 6. Nyamuk yang dominan berpotensi sebagai vektor filariasis adalah Culex sitiens dengan kelimpahan nisbi 9,5% dan puncak aktivitas menggigit pada pukul. s.d 3. dan 4. s.d 5.. Kata Kunci: Kelimpahan Nisbi, Binje dan Peunayan, Filariasis ABSTRACT Filariasis or elephantiasis is an infectious disease by filarial worms. The stage of filarial worms that infect humans is the 3rd instar larvae through mosquito bites. The determination of filariasis endemicity in a region is based on microfilaria numbers. One of the filaria endemic areas in Aceh Province is in North Aceh Regency. Mosquitoes are caught using the bait method to identify mosquitoes which are potential to be filariasis vectors. The catching is carried out at night in the villages of Binje and Peunayan, North Aceh Regency. The mosquitoes catching is carried out for times in November 6. The dominant mosquitoes as filariasis vectors were Culex sitiens with a 9.5% relative abundance and peak biting activity at : a.m. to : p.m. and 3: p.m. to 5: p.m. Keywords: Filariasis, Relative Abundance, Binje and Peunayan PENDAHULUAN P eningkatan penyakit tular vektor diketahui berdasarkan data dari Dinas Kesehatan. Salah satu penyakit tular vektor yang masih terjadi penularan di Indonesia termasuk di provinsi Aceh adalah filariasis. Penyakit ini termasuk penyakit tropis yang terabaikan (Negleted Tropical Diseases atau NTD). Filariasis akan menjadi masalah kesehatan masyarakat didasarkan pada derajat endemisitas []. Infeksi cacing filaria dapat menyebabkan gejala klinis akut kronik, dan menimbulkan cacat seumur hidup berupa pembesaran tangan, kaki, payudara, dan scrotum. Di Indonesia, diketahui 3 species cacing filaria yaitu: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. Cacing filaria hidup di saluran dan kelenjar getah bening. Transmisi cacing filaria ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang berperan sebagai vektor. Suatu daerah dapat dinyatakan sebagai daerah endemis filariasis bila terdapat 5 faktor pendukung yang dapat menyebabkan transmisi atau penularan filariasis yang saling terkait. Ke lima unsur utama tersebut yaitu adanya sumber infeksi penyakit (manusia dan hewan/(reservoar)), adanya parasit (cacing filaria), adanya vektor penular (nyamuk) dan lingkungan yang mendukung (fisik, biologik, ekonomi, sosial dan budaya) []. Peranan vektor (nyamuk) dalam proses transmisi filariasis sangat penting untuk diketahui. Di Indonesia telah teridentifikasi 3 spesies vektor penular yaitu dari genus Mansonia (Ma. bonneae, Ma. dives, Ma. annulata, Ma. indiana, Ma. uniformis, Ma. annulifera), genus Anopheles [7]

Populasi Nyamuk yang Bepotensi sebagai Vektor Filariasis (An. nigerimus, An. peditaeniatus, An. aconitus, An. barbirostris, An. subpictus, An. bancrofti, An. koliensis, An. farauti, An. vagus, An. letifer, An. punctulatus, dan An. hyrcanus), genus Culex (Cx. quinquefasciatus, Cx. annulirostris, Cx. bitaeniorhynchus) dan genus Aedes (Ae. kochi dan Ae. Subalbatus) []. Sebanyak Kabupaten dari 3 kabupaten/kota di Provinsi Aceh merupakan wilayah endemis filariasis. Informasi ini berdasarkan hasil pemetaan survei darah jari yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan setempat pada tahun 9 dan 3 [3]. Untuk mengukur potensi nyamuk yang berperan sebagai vektor filariasis maka perlu dihitung kapasitas vektorial. Kapasitas vektorial dapat menggambarkan tingkat kerawanan suatu wilayah dari aspek nyamuk sebagai vektor dalam melakukan proses transmisi [4]. METODE PENELITIAN Penelitian ini di desain secara crosssectional. Lokasi penelitian adalah Desa Binjee dan Desa Peunayan di Kabupaten Aceh Utara selama bulan mulai dari persiapan sampai pelaporan. Penangkapan nyamuk dilakukan kali dengan metode landing collection dan umpan ternak pada malam hari selama jam. Rumah yang dijadikan lokasi penangkapan nyamuk adalah rumah yang dihuni oleh penderita positif filariasis. Informasi rumah penderita posistif filariasis berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara Tahun 6. Penangkapan nyamuk dilakukan oleh 4 orang dengan tugas yang berbeda dan didampingi oleh orang koordinator yang sudah berpengalaman. Kegiatan identifikasi nyamuk di lakukan langsung di lapangan dan semua kegiatan yang dilakukan berkoordinasi langsung dengan perangkat desa dan tokoh masyarakat Meunasah Desa Binje dan Meunasah Desa Peunayan. Tehnik Penangkapan Nyamuk Dewasa dengan Sistem Landing Collection Penangkap nyamuk dipilih dari penduduk desa setempat dengan persyaratan sebagai berikut: bersedia dan mampu melakukan penangkapan nyamuk selama jam, tidak memakai repelen, dan mampu tidak merokok selama kegiatan kecuali pada waktu istirahat. Para penangkap nyamuk lebih dahulu dilatih cara-cara penangkapan nyamuk sebelum pelaksanaan penangkapan nyamuk. Bahan dan Alat Penangkapan Nyamuk Bahan dan alat yang diperlukan adalah: lampu meja darurat, sling hygrometer, termometer maksimum-minimum, bangku/tempat duduk, senter, aspirator, mangkuk kertas yang sudah diberi etiket, timer, kapas, cloroform, cawan petri, pinset, jarum pentul, potongan gabus, loupe atau mikroskop dissecting/stereo, kaca benda, kertas saring Whatman, mikroskop compound, formulir, dan alat tulis. Cara Penangkapan ) Empat orang penangkap nyamuk (masingmasing orang di dalam rumah dan orang di luar rumah) penangkap nyamuk duduk santai pada bangku/kursi dengan celana bagian bawah dilipat hingga ke lutut sehingga bagian bawah kakinya terbuka sebagai umpan nyamuk. ) Semua nyamuk yang hinggap di kaki yang terbuka atau bagian tubuh lain yang terbuka (misalnya lengan), ditangkap dengan aspirator lalu dimasukkan ke dalam gelas kertas tertutup kain kasa yang sudah disediakan. 3) Tiap nyamuk yang tertangkap setiap jam dan di setiap tempat penangkapan, dimasukkan ke dalam gelas kertas tertutup kain kasa yang berbeda. 4) Lamanya penangkapan nyamuk ini adalah 4 menit setiap jam. Setelah penangkapan nyamuk 4 menit tersebut, menit berikutnya digunakan untuk penangkapan nyamuk yang istirahat, yaitu penangkap ke- menangkap nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah di rumah ke-, penangkap ke- menangkap nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah di rumah ke-, penangkap ke-3 menangkap nyamuk yang istirahat di kebun dan penangkap- ke-4 menangkap nyamuk di kandang ternak. 5) Setelah itu menit berikutnya digunakan oleh seluruh penangkap nyamuk untuk istirahat. Lamanya penangkapan adalah sejak jam 8. (matahari terbernam) sampai dengan jam 6. pagi (matahari terbit) hari berikutnya. Kegiatan di Laboratorium Lapangan Pada malam penangkapan nyamuk, secara [7]

paralel di laboratorium lapangan dilakukan kegiatan: ) setiap nyamuk diidentifikasi spesiesnya [5]. ) pemisahan nyamuk yang kenyang darah dan tidak kenyang darah 3) sebelum diidentifikasi, nyamuk lebih dulu dipingsankan dengan kloroform. Tiap nyamuk yang berbeda spesies dan berbeda jam penangkapan dikembalikan ke dalam gelas kertas yang sama. 4) Diupayakan agar nyamuk tetap hidup, dan 5) semua hasil survei vektor dicatat pada formulir. Kepadatan Nyamuk Menggigit Kepadatan nyamuk menggigit orang dinyatakan dalam satuan jumlah nyamuk yang tertangkap per orang per jam yang dikenal sebagai man hour density (MHD). Fluktuasi MHD ditampilkan dalam bentuk grafik selama jam (8.-6. WIB), di dalam dan di luar rumah. Rata-rata MBR setiap bulan ditampilkan dalam Tabel 6.4. Nilai MHD dihitung berdasarkan rumus di bawah ini: MHD = Σ nyamuk spesies tertentu yang tertangkap melalui umpan orang dalam sekali penangkapan 4 jam Σ umpan orang 6 Jumlah kepadatan nyamuk yang hinggap di badan per orang per malam dihitung berdasarkan nilai man biting rate (MBR). Nilai MBR dihitung berdasarkan jumlah nyamuk yang hinggap di badan per malam dibagi jumlah penangkap dikali waktu penangkapan (Depkes 999). MBR = Σ nyamuk spesies tertentu yang tertangkap melalui umpan orang Σ malam Σ umpan orang Keterangan : MHD = Man hour density (Jumlah nyamuk hinggap di badan per orang per jam) MBR = Man biting rate (Jumlah nyamuk hinggap di badan per orang per malam) Kelimpahan Nisbi Kelimpahan nisbi adalah perbandingan jumlah individu nyamuk spesies tertentu terhadap total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh, dan dinyatakan dalam persen : Kelimpahan Nisbi = Σ individu nyamuk spesies tertentu Total jumlah spesies nyamuk yang diperoleh x % Frekuensi Nyamuk Tertangkap Frekuensi nyamuk tertangkap dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah penangkapan diperolehnya nyamuk spesies tertentu terhadap jumlah total penangkapan. Frekuensi = Σ penangkapan diperolehnya nyamuk spesies tertentu Σ total penangkapan Dominansi Spesies (%) : Angka dominansi spesies dihitung berdasarkan hasil perkalian antara kelimpahan nisbi dengan frekuensi nyamuk tertangkap spesies tersebut dalam satu waktu penangkapan. Dominansi Spesies = Kelimpahan Nisbi Frekuensi Tertangkap HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil identifikasi nyamuk di Desa Binje dan Desa Penayan, didapatkan 9 individu nyamuk terdiri atas spesies (Tabel ), dan hasil perhitungan kepadatan nyamuk di sajikan dalam Tabel. Perhitungan secara kuantitatif yang menyangkut kemampuan suatu spesies nyamuk sebagai vektor merupakan cara yang lebih mudah untuk menyatakan risiko penularan penyakit tular vektor. Penularan filariasis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya penderita positif mikrofilaria, kepadatan vektor penular, perilaku masyarakat serta faktor ekologi yang mempengaruhi kepadatan vektor. Berdasarkan data dalam Tabel, kepadatan nyamuk tertinggi adalah Culex sitiens dengan metode umpan orang luar sebanyak 7 nyamuk dan umpan orang dalam rumah sebanyak 8 nyamuk. Angka Man hour density (MHD) menunjukkan bahwa jumlah nyamuk yang tertangkap pada saat menghisap darah ditangkap. MHD dan MBR Culex sitiens yaitu. MHD dan.5 MBR, kelimpahan nisbi 9.5% dengan dominansi species mencapai 6.93% dengan puncak aktivitas menggigit pukul. s.d 3. dan 4. s.d 5.. Pada prinsipnya, semua nyamuk berpotensi sebagai vektor. Namun, peran nyamuk sebagai vektor apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : (a) kontak terhadap manusia cukup tinggi, dalam hal ini dinyatakan dalam kepadatan menggigit orang (MBR), (b) spesies yang jumlahnya selalu dominan bila dibandingkan dengan spesies lainnya. (c) populasi spesies yang bersangkutan [7]

Populasi Nyamuk yang Bepotensi sebagai Vektor Filariasis Tabel. Hasil Penangkapan Nyamuk di Kabupaten Aceh Utara Metode Penangkapan No. Nyamuk Umpan Orang Umpan Orang Umpan Dalam (UOD) Luar (UOL) Ternak Σ.. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.. Cx. sitiens Cx. fuscocephalus Ar. Subalbatus Cx. tritaeniorynchus Cx. quinquefasciatus Cx. whitmorei Cx. hutchinsoni Cx. vishnui Cq. crassipes Cx. gellidus 8 7 7 5 5 9 96 3 3 Total 9 Tabel. Hasil Perhitungan Kepadatan Nyamuk di Desa Binjedan Peunayan, Kabupaten Aceh Utara Hasil Perhitungan No. Nyamuk Kelimpahan Dominansi MHD MBR Frekuesi Nisbi (%) Spesies.. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.. Cx. sitiens Cx. fuscocephalus Ar. Subalbatus Cx. tritaeniorynchus Cx. quinquefasciatus Cx. whitmorei Cx. hutchinsoni Cx. vishnui Cq. Crassipes Cx. gellidus..6.75.6.6.6.8..5.5 3..5.5.5.75.5 9.5...3....3..73.7.7.77..7.7.7..7 6.93.7.7.77.3.7.7.7.6 umumnya mempunyai umur cukup panjang, (d) sudah terkonfirmasi sebagai vektor di tempat lain [4]. Di Provinsi Aceh, nyamuk yang sudah terkonfirmasi sebagai vektor filariasis adalah di Kabupaten Aceh Barat, Pidie dan Aceh Timur. Nyamuk yang positif sebagai vektor tular penyakit filariasis adalah Armigeres subalbatus dan Culex vishnui [6] sedangkan Culex sitiens belum terkonfirmasi sebagai vektor filariasis. Namun, berdasarkan faktor dominansi spesies, menunjukkan bahwa Culex sitiens berpotensi sebagai vektor filariasis karena salah satu syarat nyamuk dinyatakan sebagai vektor apabila kepadatannya lebih tinggi di bandingkan dengan jenis nyamuk yang lain. Akan tetapi untuk memastikan suatu nyamuk dinyatakan sebagai vektor filariasis apabila ditemukan larva cacing filaria di dalam tubuh nyamuk. Hasil observasi lingkungan Desa Binje dan Peunayan menunjukkan kedua desa tersebut berpotensi sebagai tempat perindukan nyamuk. Secara demografi, daerah ini merupakan wilayah persawahan dan terdapatnya genangan-genangan air. Keberadaan genangan air sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk [7] dan faktor suhu dan kelembaban dapat mempengaruhi keberadaan nyamuk vektor dan kondisi ini dapat meningkatkan resiko penularan filariasis di suatu daerah [8-9-]. Oleh sebab itu sangat dibutuhkan perhatian dan kewaspadaan serta didukung dengan tindakan -tindakan pengendalian nyamuk secara terpadu. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis terhadap populasi nyamuk vektor filariasis di Kabupaten Aceh Utara (Desa Binje dan Desa Peunayan) menemukan [73]

spesies Culex sitiens berpotensi sebagai vektor tular penyakit filariasis dengan jumlah individu nyamuk tertangkap sebanyak 96 individu, nilai DAFTAR PUSTAKA [] Taniawati Supali. Keberhasilan Program Eliminasi Filariasis di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Buletin Jendela Epidemiologi Volume Juli. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta. h. 3. [] Subdit Filariasis dan Kecacingan, Kementerian Kesehatan. Rencana Pre TAS Kabupaten/Kota. Jakarta.. [3] Dinas Kesehatan Provinsi Aceh. Profil Kesehatan. 3. Provinsi Aceh. [4] Dit.Jen PM dan PLP. Vektor Malaria di Indonesia. Subdit Serangga, Departemen Kesehatan. Jakarta : 997. [5] Ramparattanarithikul et all. 6. Kunci Identifikasi Nyamuk Kompilasi Oriental Regional. Cetakan Ulang Oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoar Penyakit, Salatiga. [6] BPVRP KEMENKES. Peta Hasil Pemeriksaan Patogen Malaria, Dengue, Japanese Enchepalitis, dan Filariasis Pada Nyamuk, Riset Khusus Vektora. Abstrak. 6. Salatiga. [7] Santoso, Sitorus H, Oktarina R. Faktor Risiko Filariasis di Kabupaten Muaro Jambi. Buletin Penelitian Kesehatan, 3, 4 (3):5-6. [8] Chandra G. Nature Limits Filarial Transmission. Parasite & Vectors. Disitasi dari: http://www. Parasitesan dvectors.com/content///3. Diakses 8 Januari 8. MHD., MBR,5, kelimpahan nisbi 9,5 dan dominasi spesies mencapai 6.93%. [9] World Health Organization, Global Programme to Eliminate. Monitoring and Epidemiological Assessment of Mass Drug Adminstration: Lymphatic Filariasis, Manual for National Elimination Programmes. World Health Organization.. [] Peraturan Menteri Kesehatan, Nomor. 94 Tahun 4 Tentang Penanggulangan Filaraisis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. [] Peraturan Presiden Republik Indonesia. Nomor 7 Tahun 5. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 4-9. [] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 5. Menuju Eliminasi Filariasis. Pusdatin Kementrian Kesehatan R.I. ISSN : 44-7659. [3] Dirjen PPM & PL. Pedoman Penentuan Daerah Endemis Penyakit Kaki Gajah (Filariasis). Depkes RI. Jakarta.. [4] Subdit Filariasis dan Kecacingan. Data Endemisitas Filariasis di Indonesia Sampai Dengan Bulan Juli 4. Ditjen P PL, Kementerian Kesehatan RI. 4. [5] Wahyono Miko Yunis Tri.. Analisi Epidemiologi Deskriptif Filariasis Di Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Filariasis di Indoensia. Vol.. ISSN : 87-546. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. [74]