I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki program pemenuhan nilai gizi protein masyarakat, salah satunya melalui swasembada protein hewani. Tahun 2015, konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 21,8 gram untuk setiap harinya, lebih tinggi dari yang tersedia 18,23 gram (Litbang, 2017). Banyak ragam jenis pangan hewani tersedia di pasaran sehingga masyarakat dengan mudah menentukan pilihan sesuai dengan keuangan dan kesenangan. Salah satu jenis pangan hewani yang menjadi pilihan masyarakat adalah daging puyuh. Daging puyuh mengandung protein 22,5% dan lemak 2,5% (Anugrah et al., 2009). Populasi puyuh di Indonesia pada tahun 2017 sebanyak 14.427.314 ekor (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017), jumlah yang cukup besar untuk berkontribusi dalam program pemenuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Puyuh (Coturnix coturnix japonica) termasuk kedalam aneka ternak unggas yang mempunyai peluang untuk dikembangbiakkan sebagai penghasil telur dan daging. Pemeliharaan puyuh dikatakan mudah, sederhana, dan cepat karena telur puyuh dapat ditetaskan dalam waktu 16 17 hari. Saat umur 40 hari puyuh petelur sudah mulai berproduksi, sedangkan untuk puyuh pedaging sudah dapat dipotong pada umur 6-7 minggu. Puyuh jantan dan betina memiliki peluang besar dalam menyumbangkan protein hewani. Puyuh betina mampu menyumbangkan nilai gizi protein melalui produksi telur yang dihasilkan. Performa puyuh jantan sebagai by product pun cukup baik dalam menghasilkan
2 daging untuk mendukung pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Puyuh (Coturnix coturnix japonica) mempunyai galur murni yang berbeda, yaitu warna hitam dan coklat dengan masing masing sifat unggul yang dimiliki. Puyuh Padjadjaran merupakan hasil pemurnian dan seleksi puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica) yang terdiri dari galur hitam, coklat serta silangannya. Puyuh Padjadjaran betina galur murni hitam memiliki sifat utama produksi telur yang tinggi sedangkan puyuh padjadjaran galur murni coklat memiliki sifat berat telur yang tinggi. Hasil persilangan dari kedua galur murni tersebut menghasilkan Puyuh Padjadjaran unggul autosex, yaitu puyuh jantan berwarna hitam dan yang betina berwarna coklat sehingga sudah dapat dipisah kandangkan serta dapat dibedakan tujuan pemeliharannya sejak day old quail (DOQ). Puyuh hasil persilangan tersebut diharapkan dapat menghasilkan produksi dan bobot telur yang unggul pada puyuh betina serta performa produksi daging tinggi pada puyuh jantan. Produksi daging tinggi diperoleh dari performa pertumbuhan yang optimal. Pertumbuhan optimal didukung oleh konsumsi pakan yang baik. Konsumsi pakan dengan kandungan nutrisi yang sesuai menentukan bobot badan puyuh setiap minggu sehingga harus diperhatikan agar selalu bertambah. Bobot badan yang tinggi akan mempengaruhi bobot potong, hingga akhirnya akan berpengaruh pada hasil produksi karkas. Semakin tinggi bobot badan yang peroleh semakin tinggi pula bobot potong dan bobot karkas yang dihasilkan. Karkas adalah bagian tubuh dari ternak tanpa bulu, darah, leher, kepala, kaki dan jeroan. Kualitas karkas yang baik adalah yang mengandung kadar lemak abdominal rendah. Tinggi rendahnya kadar lemak abdominal dipengaruhi oleh fase dewasa
3 tubuh dan dewasa kelamin ternak. Sehingga waktu pemotongan diperhatikan agar sesuai dengan performan ternak yang optimal, yaitu ketika ternak memasuki masa dewasa kelamin dan dewasa tubuh yaitu pada kisaran umur tujuh minggu. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Bobot Potong, Karkas, dan Lemak Abdominal Puyuh Padjadjaran Jantan Galur Murni Hitam, Coklat, serta Silangannya Pada Umur Potong Tujuh Minggu. Penelitian ini perlu dilakukan karena informasi terkait bobot potong, karkas dan lemak abdominal pada Puyuh Padjadjaran jantan belum pernah dilakukan sebelumnya. 1.2 Identifikasi Masalah Berapa besar bobot potong, karkas dan lemak abdominal puyuh Padjadjaran jantan galur murni hitam, coklat, serta silangannya pada umur potong tujuh minggu. 1.3 Maksud dan Tujuan Mengetahui berapa besar bobot potong, karkas dan lemak abdominal puyuh Padjadjaran jantan galur murni hitam, coklat, serta silangannya pada umur potong tujuh minggu. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi para peneliti mengenai nilai bobot potong, karkas dan lemak abdominal puyuh padjadjaran jantan galur murni hitam, coklat, serta silangannya pada umur potong tujuh minggu.
4 1.5 Kerangka Pemikiran Puyuh adalah salah satu jenis unggas yang dapat dimanfaatkan telur dan dagingnya (dwiguna). Puyuh memiliki daging dengan cita rasa yang khas dan memiliki kandungan protein hewani yang baik untuk manusia (Peraturan Menteri Pertanian, 2008). Coturnix coturnix japonica atau puyuh jepang dikembangkan sebagai puyuh petelur, karena kemampuannya untuk bertelur yang tinggi. Terdapat beberapa galur pada puyuh jepang dengan sifat unggulnya masing masing. Seperti puyuh jepang galur warna hitam memiliki sifat unggul pada produksi telur dan puyuh galur warna coklat dengan sifat unggul berat telurnya. Cara untuk mendapatkan dua sifat unggul dalam satu ekor puyuh yaitu dilakukan permurnian galur hitam dan coklat kemudian dikawin silangkan tetua betina dari galur murni hitam dengan tetua jantan dari galur murni coklat, sehingga didapatkan hasil persilangan dari kedua galur murni tersebut yang diberi nama puyuh Padjadjaran. Puyuh Padjadjaran sudah autosexing dari masa DOQ (Day Old Quail). Hal ini karena aplikasi sifat terpaut kromosom kelamin, sehingga sudah bisa dipisahkan jantan dan betina berdasarkan warna bulu yaitu betina coklat dan jantan hitam. Setelah melakukan persilangan, sexing puyuh dapat dilakukan pada umur satu hari dengan melihat perubahan morfologi warna bulu dengan tingkat keberhasilan 92,72% (Winda dkk., 2014). Puyuh memiliki selang generasi yang relatif pendek, biaya pemeliharaan yang relatif murah, memiliki produksi telur yang tinggi, resisten terhadap penyakit unggas dan ukurannya yang kecil sehingga tidak memerlukan lahan yang luas untuk membudidayakannya (Vali, 2008). Coturnix japonica juga dapat digunakan sebagai ternak percobaan dan memiliki keunggulan diantaranya dewasa tubuh dan
5 kelamin pada saat berumur sekitar enam minggu dan pada umumnya mencapai puncak produksi telur setelah 50 hari bertelur, mudah beradaptasi dengan iklim di lingkungan tropis. Lingkungan yang tidak optimal dapat menurunkan produksi, tingkat efisiensi serta dapat mengakibatkan kematian pada ternak (Tuleun dkk., 2011). Mortalitas puyuh dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, pakan dan teknik pemberian pakan, sanitasi, temperatur, dan kelembaban lingkungan (Wilson dkk., 1978). Mortalitas puyuh terbagi atas tiga kelompok umur, yaitu umur 1-15 hari persentase mortalitasnya adalah 5%-8%, umur 16-35 hari persentase mortalitasnya 1%-4% dan umur 36-360 hari persentase mortalitasnya 8%-12% (Rasyaf, 1993). Kondisi peternak pembibitan menunjukkan puyuh jantan lebih rendah angka kematiannya bila dibandingkan dengan kematian pada puyuh betina (Woodard dkk., 1973). Puyuh jantan juga memiliki rata-rata hidup yang lebih lama. Tingkat kematian puyuh meningkat seiring dengan kenaikan kepadatan kandang puyuh (Sengul dan Tas, 1997). Tingkat kematian puyuh meningkat bersamaan dengan kenaikan ukuran kelompok, namun perbedaan tersebut tidak signifikan (Seker dkk., 2009). Bobot badan puyuh jantan dewasa berkisar antara 130-140g/ekor, sedangkan puyuh betina dewasa berkisar antara 140-160g/ekor. Puyuh yang telah memasuki dewasa kelamin pertumbuhan badannya relatif konstan (Nugraeni, 2012). Konsumsi pakan puyuh per hari berkisar antara 20,96g/ekor/hari sampai 23,82g/ekor/hari (Triyanto, 2007). Puyuh dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas serta kebutuhan energi yang berada di dalam pakan tersebut (Setiawan, 2006).
6 Puyuh termasuk ternak yang cukup efisien dalam penggunaan pakan. Konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur murni hitam sebanyak 436,45g/ekor selama pemeliharaan enam minggu (Khasanah, 2017). Konsumsi pakan puyuh Padjadjaran galur murni coklat sebanyak 454,13g/ekor selama pemeliharaan enam minggu (Nur, 2017). Konsumsi pakan puyuh Padjadjaran silangan galur murni hitam dan coklat sebanyak 496,3g/ekor selama pemeliharaan enam minggu (Nurgianti, 2017). Karakteristik produksi ternak dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan diantaranya adalah manajemen pemeliharaan, kualitas pakan, dan tipe perkandangan. Selain itu, bentuk dan tipe kandang, pencahayaan, dan kepadatan kandang merupakan faktor lingkungan yang penting pada produksi unggas. Lingkungan yang optimal dapat meningkatkan produksi serta efisiensi dalam pemeliharaan suatu ternak. Lingkungan yang tidak optimal dapat menurunkan produksi, tingkat efisiensi serta dapat mengakibatkan kematian pada ternak (Esen dkk., 2006) Bobot badan akan menentukan persentase karkas karena bobot badan yang tinggi akan meningkatkan bobot karkas, organ dalam serta bagian tubuh lainnya. Persentase karkas puyuh jantan sebesar 70% dari bobot badan dengan kandungan protein dagingnya 17,98% dan lemak 8,6% (Thohari, 1996). Persentase karkas dipengaruhi oleh bobot bagian tubuh yang dibuang, seperti leher, kaki, kepala, bulu, dada, dan viscera. Persentase karkas dihitung melalui perbandingan antara bobot karkas terhadap bobot badan akhir dikalikan dengan seratus persen (Jull, 1977). Bobot puyuh Padjadjaran generasi empat galur murni hitam, coklat serta silangannya pada umur enam minggu adalah 127,39g, 126,56g, dan 124g (Khasanah dan Nurgianti, 2017).
7 Karkas adalah bagian tubuh unggas tanpa bulu, jeroan, kepala, leher, kaki, ginjal dan paru-paru. Karkas dipengaruhi oleh dua hal, yaitu lingkungan dan genetik. Keduanya dapat mempengaruhi komposisi tubuh termasuk distribusi berat yang dihasilkan. Komponen utama karkas seperti tulang, otot, dan lemak dipengaruhi oleh berat hidup, umur serta laju pertumbuhan. Ketiga komponen tersebut memiliki besaran proporsi yang berkebalikan, dimana salah satu bagian tersebut meningkat besaran proporsinya, maka kedua bagian lainnya akan menurun besaran proporsinya (Soeparno, 2005). Persentase karkas puyuh jantan pada penggunaan tingkat protein ransum 18%, 20%, 22%, dan 24% adalah 68,25%, 69,43%, 71,45% dan 72,07% pada umur potong 8 minggu Lemak pada unggas terbagi atas tiga jenis, yakni lemak bawah kulit (subkutan), lemak perut bagian bawah (abdominal), dan lemak dalam otot (intramuskular) untuk menduga lemak abdomen dapat diketahui berdasarkan bobot badan, karena lemak abdomen berkorelasi positif dengan bobot badan (Thohari, 1996). Pertumbuhan lemak abdomen akan berhenti pada saat puyuh jantan sudah mencapai umur 36 hari (Listyowati dan Roospitasari, 2001). Persentase lemak abdominal puyuh jantan pada penggunaan tingkat protein ransum 18%, 20%, 22%, dan 24% adalah 0,25%, 0,20%, 0,30% dan 0,20% pada umur potong 8 minggu (Sakina, 2014) Puyuh berbeda dengan unggas jenis lainnya. Puyuh betina memiliki bobot badan yang lebih besar dibandingkan puyuh jantan dan mulai tampak pada umur 7 minggu (Setiawan, 2006). Puyuh jantan mengeluarkan suara sejak berumur 6 minggu. Pemelihara puyuh di Indonesia menemukan masa dewasa kelamin puyuh sekitar 6-8 minggu (Rasyaf, 1983).
8 1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2018. Penelitian dilakukan di Breeding Center Puyuh, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran.