GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2018 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGHUNIAN RUMAH DINAS DAERAH PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGHUNIAN RUMAH DINAS MILIK PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 36 TAHUN 2006 TENTANG PERSYARATAN PENGHUNIAN RUMAH DINAS PEMERINTAH PROVINSI BALI

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR TAHUN TENTANG (spasi) PENGELOLAAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/PERMENTAN/PL.020/3/2017 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH NEGARA LINGKUP KEMENTERIAN PERTANIAN

BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 26 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENGHUNIAN RUMAH DINAS DAERAH KABUPATEN SINJAI

2017, No Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan da

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.45/Menhut-II/2010

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG

No.1145, 2014 BATAN. Rumah Negara. Penghunian. Pencabutan.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 22/PRT/M/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN NOMOR : KEP- 914 /K/SU/2006

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.7/Menhut-II/2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI NOMOR: 03/M/PER/III/2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH DINAS DAERAH MILIK PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 43 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2005 TENTANG

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

RUMAH NEGARA. Sie Infokum Ditama Binbangkum 1

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

~ 1 ~ BUPATI KAYONG UTARA PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PASAR RAKYAT

BUPATI SUMBAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 61 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA

KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH NEGARA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN DALAM NEGERI MENTERI DALAM NEGERI,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

TENTANG IZIN PEMAKAIAN RUMAH MILIK ATAU DIKUASAI PEMERINTAH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 15

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PEMAKAIAN FASILITAS TERMINAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 35 TAHUN 2010 T E N T A N G

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN ASRAMA MAHASISWA KOTAWARINGIN BARAT

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG BANTUAN UANG DUKA BAGI KELUARGA PENDUDUK MISKIN KABUPATEN SUKOHARJO

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR TETAP PEMAKAIAN FASILITAS TERMINAL PADA DINAS PERHUBUNGAN KOTA MALANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.40/Menhut-II/2014

PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 08 TAHUN 2006 TENTANG PEMAKAIAN PERTOKOAN MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR...TAHUN... TENTANG USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH KOS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 47 TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENAGIHAN BIAYA PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lemba

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 34 Tahun 2014 Seri C Nomor 1 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN USAHA RUMAH KOST DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 55 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 58 TAHUN 2009 TENTANG TUNJANGAN PENINGKATAN KINERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEGAWAI TIDAK TETAP DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE UTARA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI IZIN TEMPAT USAHA DAN / ATAU IZIN GANGGUAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH K A B U P A T E N B A N D U N G PEMBERIAN IZIN UNDIAN (PROMOSI PRODUK BARANG/JASA)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 123 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BUPATI AGAM PERATURAN BUPATI AGAM NOMOR 05 TAHUN 2012 T E N T A N G

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA USAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENGATURAN PENYELENGGARAAN RUMAH SEWA DAN KAMAR SEWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGLI PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGLI NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 11/PMK.07/2010 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 96 TAHUN 2008 TENTANG PERJALANAN DINAS

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 68/Permentan/OT.140/11/2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 15 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHUNIAN BANGUNAN RUMAH NEGARA SERTA ASRAMA MAHASISWA MILIK PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa bangunan Rumah Negara dan asrama mahasiswa sebagai salah satu sarana penunjang serta pembinaan bagi PNS di lingkungan Pemerintah Daerah dan bentuk dukungan bagi masyarakat/remaja daerah untuk menuntut ilmu di daerah lain; b. bahwa dalam rangka tertib pelaksanaan pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa bangunan Rumah Negara dan asrama mahasiswa perlu menyusun Tata Cara Penghunian Bangunan Rumah Negara serta Asrama Mahasiswa; c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, Gubernur adalah pemegang kekuasaan pengelolaan barang milik daerah; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara Penghunian Bangunan Rumah Negara serta Asrama Mahasiswa Milik Pemerintah Daerah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649);

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533); 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 547); 5. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2007 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 7 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 7); 6. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 3) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2016 Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 9); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PENGHUNIAN BANGUNAN RUMAH NEGARA SERTA ASRAMA MAHASISWA MILIK PEMERINTAH DAERAH.

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Provinsi Bali. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi Bali. 3. Gubernur adalah Gubernur Bali. 4. Wakil Gubernur adalah Wakil Gubernur Bali 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut DPRD adalah DPRD Provinsi Bali. 6. Pimpinan DPRD adalah pimpinan DPRD Provinsi Bali. 7. Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik Daerah. 8. Perangkat Daerah adalah perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Daerah. 9. Kepala Perangkat Daerah adalah Pengguna Barang. 10. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 11. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Daerah. 12. Pejabat Penatausahaan Barang adalah kepala perangkat daerah yang mempunyai fungsi pengelolaan barang milik daerah selaku pejabat pengelola keuangan daerah. 13. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan barang milik daerah. 14. Bendahara Penerima adalah Bendahara Penerima di lingkungan Perangkat Daerah. 15. Bendahara Gaji adalah Bendahara Gaji di lingkungan Perangkat Daerah. 16. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah. 17. Rumah Negara adalah bangunan yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang pelaksanaan tugas Pejabat dan/atau Pegawai Negeri Sipil. 18. Asrama Mahasiswa adalah bangunan yang dikelola dan tercatat sebagai barang milik daerah Pemerintah Daerah dan berfungsi sebagai tempat tinggal serta sarana pembinaan mahasiswa. 19. Sewa adalah pemakaian Rumah Negara oleh Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

20. Mahasiswa adalah mahasiswa yang berasal dari Kabupaten/Kota di Daerah. 21. Penghunian adalah kegiatan pengaturan untuk menghuni Rumah Negara dan Asrama Mahasiswa sesuai fungsi dan statusnya. 22. Penghuni Asrama adalah mahasiswa yang bertempat tinggal dan memanfaatkan fasilitas Asrama Mahasiswa. 23. Surat Izin Penghunian Rumah Negara yang selanjutnya disebut SIP adalah surat pemberian ijin penghunian Rumah Negara kepada PNS dilingkungan Pemerintah Daerah yang telah memenuhi ketentuan. 24. Surat Persetujuan Penghunian Asrama Mahasiswa adalah surat persetujuan untuk dapat menghuni asrama mahasiswa yang ditetapkan oleh Sekretaris Daerah. 25. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. BAB II PENGHUNIAN RUMAH NEGARA Bagian Kesatu Golongan/Tipe dan Penghunian Rumah Negara Pasal 2 (1) Rumah Negara pada Pemerintah Daerah dibedakan dalam 3 (tiga) Golongan berdasarkan fungsinya, yaitu : a. Rumah Negara Golongan I atau Rumah Jabatan; b. Rumah Negara Golongan II; dan c. Rumah Negara Golongan III. (2) Rumah Negara Golongan I atau Rumah Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disediakan untuk ditempati oleh pemegang jabatan tertentu yang berhubungan dengan sifat dinas dan karena jabatannya harus menghuni rumah tersebut. (3) Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan : a. rumah yang mempunyai hubungan tidak dapat dipisahkan dari Pemerintah Daerah dan Perangkat Daerah yang hanya disediakan untuk dihuni oleh PNS; dan

b. rumah yang berada dalam satu kawasan dengan Perangkat Daerah, rumah susun dan mess/asrama pemerintah daerah. (4) Rumah Negara Golongan III sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Rumah Negara yang tidak termasuk Golongan I dan Golongan II yang memiliki perencanaan untuk dialihkan haknya kepada penghuni atau dapat dibeli sesuai ketentuan perundang - undangan. Pasal 3 (1) Pemegang jabatan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) meliputi Gubernur, Wakil Gubernur, Pimpinan DPRD dan Sekretaris Daerah yang sifat jabatan serta tugasnya melekat dengan rencana penyediaan Rumah Negara. (2) PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a merupakan PNS yang berdasarkan penetapannya memiliki hak menghuni Rumah Negara dan telah memiliki SIP. (3) Penetapan penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (4) Perencanaan pengalihan hak Rumah Negara Golongan III kepada penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) mempertimbangkan ketersediaan jumlah Rumah Negara yang dimiliki dan tidak menimbulkan kerugian bagi Daerah. Pasal 4 (1) Tipe Rumah Negara berdasarkan peruntukannya terdiri dari: a. Tipe A luas bangunan 200 m 2 sampai 250 m 2 diperuntukan bagi pejabat yang jabatannya setingkat Eselon II/Pimpinan Tinggi Pratama; b. Tipe B luas bangunan 100 m 2 sampai 199 m 2 diperuntukan bagi pejabat yang jabatannya setingkat Eselon III/Administrator; c. Tipe C luas bangunan 72 m 2 sampai 99 m 2 diperuntukan bagi pejabat yang jabatannya setingkat Eselon IV/Pengawas atau PNS Golongan IV; d. Tipe D luas bangunan 30 m 2 sampai 71 m 2 diperuntukan bagi PNS dengan Golongan III/b sampai Golongan III/d; dan

e. Tipe E luas bangunan 21 m 2 diperuntukan bagi PNS yang belum berkeluarga. Bagian Kedua Tata Cara Penghunian Rumah Negara Pasal 5 (1) Penghunian Rumah Negara Golongan I atau Rumah Jabatan diberikan haknya kepada pemegang jabatan tertentu. (2) Penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihuni selama menduduki jabatan. Pasal 6 (1) Penghunian Rumah Negara Golongan II memiliki ketentuan sebagai berikut: a. berstatus PNS aktif dengan masa kerja sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun pada Pemerintah Daerah; b. belum memiliki rumah pribadi di tempat kerja yang di tugaskan, yang dinyatakan dengan Surat Pernyataan bermaterai dan diketahui pimpinan perangkat daerah tempat bertugas; c. mengajukan permohonan menempati Rumah Negara Golongan II kepada Gubernur; d. telah ditetapkan oleh Gubernur dan memiliki SIP; e. belum pernah membeli atau memperoleh fasilitas rumah dan/atau tanah dari negara berdasarkan peraturan perundang-undangan; f. tidak sedang menghuni Rumah Negara lainnya; dan g. Suami serta Istri yang masing-masing berstatus sebagai PNS, hanya dapat menghuni 1 (satu) Rumah Negara dalam 1 (satu) kota/daerah yang sama; (2) Keluarga yang berstatus PNS tidak dapat mengajukan permohonan kembali menempati Rumah Negara setelah diputuskan berakhirnya penghunian oleh Pengelola Barang. (3) Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi orang tua, istri, suami atau anak.

Pasal 7 (1) Permohonan menempati Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c diajukan kepada Gubernur melalui: a. Pengelola Barang terhadap Rumah Negara Golongan II yang berada di luar lingkungan Perangkat Daerah pada Pengelola Barang; atau b. Pengguna Barang terhadap Rumah Negara Golongan II yang berada di dalam lingkungan Perangkat Daerah pada Pengguna Barang. (2) Pengelola Barang menugaskan Pejabat Penatausahaan Barang yang membidangi pengelolaan Barang Milik Daerah untuk melakukan pengkajian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Pengguna Barang melakukan pengkajian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. (4) Permohonan menempati Rumah Negara Golongan II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c dilengkapi dengan melampirkan: a. fotokopi SK terakhir; b. fotokopi KTP; c. fotokopi Kartu KK; d. pasfoto berwarna 3 x 4 ( 2 lembar ); e. surat pernyataan mematuhi Peraturan Perundangundangan (bermaterai cukup); f. surat pernyataan tidak memiliki rumah pribadi di Kabupaten/Kota tempat bertugas dengan diketahui oleh pimpinan perangkat daerah tempat bertugas (bermaterai); g. rekomendasi dari Atasan langsung/pimpinan perangkat daerah pemohon; dan h. rekomendasi dari kepala perangkat daerah Pengguna Barang. (5) Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) permohonan untuk menghuni Rumah Negara yang sama, prioritas penetapan penghuni memperhatikan: a. klasifikasi/ tipe Rumah Negara; b. jabatan; c. pangkat/golongan; d. masa kerja; dan e. status berkeluarga.

Pasal 8 (1) Penghuni Rumah Negara Golongan II ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (2) Penghunian Rumah Negara Golongan II setelah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan SIP. (3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang paling banyak 4 (empat) kali. (4) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat : a. obyek penghunian; b. jangka waktu; c. hak dan kewajiban penghunian; d. larangan, dan e. sanksi. (5) SIP untuk Rumah Negara golongan II ditetapkan oleh Pengelola Barang bagi Rumah Negara di luar lingkungan Perangkat Daerah dan Pengguna Barang bagi Rumah Negara yang berada pada lingkungan Perangkat Daerah. (6) Ketentuan mengenai format SIP diatur dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 9 (1) Rumah Negara Golongan III hanya dapat dihuni oleh penghuni Rumah Negara Golongan II bilamana status Rumah Negara Golongan II yang dihuninya telah berubah menjadi Rumah Negara Golongan III. (2) Perubahan status Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan permohonan penetapan status penggunaan yang diajukan oleh Pengelola Barang.

Bagian Ketiga Besaran dan Tata Cara Pembayaran Rumah Negara Pasal 10 (1) Rumah Negara Golongan I dibebaskan dari pembayaran sewa. (2) Besaran sewa Rumah Negara untuk Golongan II dan Golongan III berpedoman pada Peraturan Daerah tentang Retribusi Jasa Usaha. Pasal 11 (1) Sistem pembayaran sewa Rumah Negara Golongan II dapat dilakukan dengan: a. pembayaran secara langsung ke Kas Daerah; b. pembayaran melalui Bendahara Penerima pada masingmasing perangkat daerah; atau c. pembayaran melalui pemotongan Gaji dan/atau Penghasilan Lainnya oleh Bendahara Gaji pada perangkat daerah bersangkutan setiap bulan. (2) Bendahara Gaji pada perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berkewajiban menyetor sewa Rumah Negara setiap bulan ke Kas Daerah atau melalui Bendahara Penerima. (3) Bendahara Gaji/ Bendahara Penerima pada perangkat daerah wajib menyampaikan fotokopi Surat Tanda Setoran (STS) kepada Pengguna Barang Milik Daerah pada masing-masing perangkat daerah. (4) Bukti pembayaran serta pelaporan atas penghunian Rumah Negara Golongan II oleh penyewa atau Pengguna Barang Milik Daerah disampaikan kepada Pengelola Barang melalui Pembantu Pengelola Barang dan Badan Pendapatan Daerah pada bulan berikutnya. Bagian Keempat Berakhirnya Penghunian Rumah Negara Pasal 12 (1) Penghunian Rumah Negara Golongan I berakhir apabila berakhirnya masa jabatan penghuni.

(2) Penghunian Rumah Negara Golongan II dan Golongan III berakhir apabila : a. pensiun; b. diberhentikan dengan tidak hormat; c. berhenti menghuni atas kemauan sendiri; d. meninggal dunia sebelum berakhir masa kerja/masa jabatan; e. berakhirnya SIP, dan tidak dilakukan perpanjangan oleh penghuni; f. tidak melakukan kewajiban atau ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SIP, serta melakukan tindakantindakan lain melanggar peraturan perundang-undangan; g. tidak ditempati oleh pemegang SIP; h. pindah tugas dari lingkungan Pemerintah Daerah; i. Rumah Negara tersebut diperlukan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan Penyelenggaraan Pemerintahan walaupun jangka waktu sewa masih berlaku; j. tidak membayar sewa Rumah Negara paling lama 6 (enam) bulan; dan k. telah menghuni Rumah Negara selama 10 (sepuluh) tahun atau telah melakukan perpanjangan SIP sebanyak 4 (empat) kali. Pasal 13 (1) Berakhirnya penghunian Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, merupakan kebijakan Pengelola Barang berdasarkan pertimbangan Pejabat Penatausahaan Barang dan dilaporkan kepada Gubernur. (2) Penghuni yang telah berakhir penghuniannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat meminta ganti rugi dalam bentuk apapun kepada Pemerintah Daerah maupun kepada penghuni baru pemegang SIP. (3) Penghuni yang telah berakhir penghuniannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap berkewajiban menyelesaikan administrasi meliputi : a. membayar sewa Rumah Negara bila memiliki tunggakan; dan/atau b. membayar pemakaian listrik, PDAM dan telepon selama menghuni Rumah Negara.

(4) Apabila penghuni Rumah Negara yang telah diputuskan berakhir penghuniannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengosongkan Rumah Negara, diberikan peringatan tertulis berupa: a. peringatan pertama dengan batas waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal dikeluarkan peringatan; b. peringatan kedua dengan batas waktu 10 (sepuluh) hari sejak tanggal dikeluarkan peringatan; dan/atau c. peringatan ketiga dengan batas waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal dikeluarkan peringatan. (5) Apabila penghuni Rumah Negara tidak mengindahkan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Gubernur dapat mengosongkan Rumah Negara secara paksa. (6) Pengosongan Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan dengan tetap mengedepankan langkahlangkah persuasif dengan memperhatikan aspek sosial, budaya dan ketertiban umum. (7) Pelaksanaan pengosongan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan bersama instansi terkait berdasarkan peraturan perundang-undangan. BAB III PENGHUNIAN ASRAMA MAHASISWA Bagian Kesatu Tata Cara Penghunian Asrama Mahasiswa Pasal 14 (1) Mahasiswa mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pengelola Barang, dengan persyaratan terdiri dari : a. bukti diterima di Perguruan Tinggi setempat; b. Surat keterangan masih berstatus mahasiswa atau belum bekerja; c. berasal dari Daerah (dinyatakan dengan bukti identitas diri yang sah); d. surat pernyataan belum menikah; e. surat pernyataan bersedia mematuhi tata tertib asrama; dan f. surat persetujuan orang tua/wali.

(2) Mahasiswa yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Surat Persetujuan Penghunian Asrama Mahasiswa dari Pemerintah Daerah yang ditetapkan oleh Pengelola Barang. (3) Surat Persetujuan Penghunian Asrama Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki masa berlaku paling lama 4 (empat) tahun. (4) Dalam menunjang pengelolaan asrama, penghuni asrama membentuk Organisasi Asrama Mahasiswa. (5) Ketentuan Organisasi Asrama Mahasiswa tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Bagian Kedua Hak dan Kewajiban Penghuni Asrama Mahasiswa Pasal 15 Penghuni Asrama Mahasiswa mempunyai hak : a. menempati asrama sesuai peraturan serta tata tertib yang berlaku di asrama; b. memanfaatkan fasilitas asrama sesuai peraturan yang berlaku di asrama; dan c. mengajukan usulan dan saran yang bersifat membangun. Pasal 16 Penghuni Asrama Mahasiswa mempunyai kewajiban : a. mentaati segala peraturan dan tata tertib yang ada; b. menjaga kedisiplinan dan kebersihan; c. menjalani kerukunan dan persaudaraan; d. menjaga keamanan fasilitas asrama maupun barang milik penghuni lainnya; e. mengikuti program kegiatan asrama secara optimal; f. bersikap sopan, tenggang rasa dan saling menghormati antar sesama penghuni; g. memperbaiki kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh kelalaian penghuni dan kerusakan lain yang ringan; h. membayar segala pemakaian listrik, air PDAM dan telepon.

Pasal 17 Penghuni Asrama Mahasiswa tidak diperkenankan : a. melakukan kegiatan yang melanggar hukum; b. mengubah sebagian atau seluruh bentuk asrama tanpa izin tertulis dari Pengelola Barang; c. menyerahkan sebagian atau seluruh asrama kepada pihak lain; d. menggunakan asrama tidak sesuai dengan fungsi yang ditetapkan; e. menyewakan sebagian atau seluruh bangunan asrama kepada pihak lain; dan f. merusak kondisi bangunan dan fasilitas pada asrama. Bagian Kedua Berakhirnya Penghunian Asrama Mahasiswa Pasal 18 Penghunian Asrama Mahasiswa berakhir apabila: a. telah berakhirnya Surat Persetujuan Penghunian Asrama Mahasiswa; b. telah berhenti melaksanakan perkuliahan di daerah tersebut; c. mencemarkan nama baik Pemerintah Daerah dan Asrama Mahasiswa; d. tidak melakukan kewajiban dan/atau melakukan tindakan yang tidak diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, serta melakukan tindakan-tindakan lain yang melanggar peraturan perundang-undangan; e. melanggar peraturan dan tata tertib yang berlaku di lingkungan asrama dan masyarakat; f. bertindak membahayakan asrama dan penghuni lainnya; g. atas permintaan sendiri; h. sudah menikah; i. cuti kuliah; dan j. berpenyakit menular yang membahayakan.

BAB IV PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 19 (1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap penghunian Rumah Negara dan Asrama Mahasiswa dilakukan agar terciptanya tertib penghunian Rumah Negara dan Asrama Mahasiswa. (2) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap penghunian Rumah Negara dan Asrama Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur. (3) Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat didelegasikan kepada Perangkat Daerah yang membidangi pengelolaan Barang Milik Daerah. BAB V SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 20 (1) Keterlambatan pembayaran sewa Rumah Negara akan dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan dan denda. (2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 2% (dua persen) dari besar nilai sewa setiap bulannya. Pasal 21 (1) Penghuni atau organisasi Asrama Mahasiswa yang tidak melakukan kewajiban dan/atau melakukan tindakan yang tidak diperkenankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 merupakan tanggung jawab Pengurus Asrama untuk melaporkannya kepada Pengelola Barang. (2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengelola Barang melakukan : a. teguran lisan; b. teguran tertulis; atau

c. pemutusan Surat Persetujuan Penghunian Asrama. Pasal 22 Pengelola Barang melalui Pejabat Penatausahaan Barang dapat melakukan Monitoring dan Evaluasi setiap tahunnya. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 11 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penghunian Rumah Dinas Daerah Provinsi Bali (Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2010 Nomor 11), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 24 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Bali. Ditetapkan di Denpasar pada tanggal 26 April 2018 GUBERNUR BALI, ttd MADE MANGKU PASTIKA Diundangkan di Denpasar pada tanggal 26 April 2018 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI BALI, ttd DEWA MADE INDRA BERITA DAERAH PROVINSI BALI TAHUN 2018 NOMOR 26