BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dasar yang akan mendasari proses pendidikan di jenjang berikutnya. Pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah

BAB I PENDAHULUAN. bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga terpaksa menganggur. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. wanita dari masyarakat dan pengusaha pun semakin tinggi. Di Amerika Serikat,

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan berdasarkan jenis kelamin yang sangat luas di semua Negara (Anker,

BAB I PENDAHULUAN. keduanya merupakan peran bagi pria, sementara bagi wanita akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pekerjaan dan keluarga adalah dua area dimana manusia menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. wanita yang ikut dalam aktifitas bekerja. Wanita sudah mempunyai hak dan

BAB I PENDAHULUAN. pengertian antara suami dan istri, sikap saling percaya-mempercayai dan sikap saling

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan keluarga dibagi oleh gender, dimana pria bertanggung jawab atas

BAB I PENDAHULUAN. daya saing dalam dunia usaha. Hal ini merupakan suatu proses kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan jaman, saat ini banyak wanita yang mengenyam

BAB V FAKTOR PEMICU KONFLIK PEKERJAAN-KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. area, seperti di area pekerjaan dan keluarga. Demikian juga dengan para pegawai

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang menarik di banyak negara, termasuk negara-negara

BAB VI DAMPAK DARI WORK FAMILY CONFLICT. bekerja. Dampak dari masalah work family conflict yang berasa dari faktor

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu mampu menjalankan segala aktivitas kehidupan dengan baik. Kesehatan juga

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era globalisasi saat ini semakin mendorong wanita untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kehidupan masyarakatnya dan menyebabkan kebutuhan hidup

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah tenaga kerja hampir terjadi di seluruh kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. serta tanggung jawab sosial untuk pasangan (Seccombe & Warner, 2004). Pada

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. yang sesuai dengan permintaan pasar. Apabila permintaan pasar mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, baik pria maupun wanita berusaha untuk mendapatkan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan keprihatinan tentang kesejahteraan psikologis perempuan dan

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja. Dengan beralihnya peran gender ini, maka seorang wanita tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga adalah unit sosial terkecil di masyarakat. Peran keluarga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini Kota Bandung telah menjadi salah satu dari sekian banyak kota di

BAB I PENDAHULUAN. dalam menemukan makna hidupnya. Sedangkan berkeluarga adalah ikatan perkawinan untuk

BAB VII CARA MENGHADAPI MASALAH WORK FAMILY CONFLICT. Walaupun berbagai dampak yang muncul akibat dari masalah work family

BAB I PENDAHULUAN. Dalam detikfinance (2 februari 2008), partisipasi wanita Indonesia di dunia kerja

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

Puji Hastuti F

BAB 4 HASIL DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. berperan dalam mengelola urusan keluarga. Sedangkan dalam rumah tangga

2016 WORK FAMILY CONFLICT - KONFLIK PERAN GANDA PADA PRAMUDI BIS WANITA

BAB I PENDAHULUAN. faktor, salah satu diantaranya adalah faktor ekonomi keluarga. Hal ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Sejak awal tahun 70-an, isu mengenai

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. individu yang belajar di Perguruan Tinggi. Setelah menyelesaikan studinya di

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan keluarga menjadi fenomena yang sudah lazim terjadi pada era

BAB II LANDASAN TEORI. Work-Family Conflict (WFC) adalah salah satu dari bentuk interrole

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. peran sosial dimana dapat bekerja sesuai dengan bakat, kemampuan dan. antara tugasnya sebagai istri, ibu rumah tangga.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Wanita karir mengacu pada sebuah profesi. Karir adalah karya. Jadi, ibu

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN SIKAP TERHADAP KARAKTERISTIK PEKERJAAN DENGAN KETAKUTAN AKAN SUKSES PADA WANITA KARIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perubahan-perubahan yang terjadi di kedua domain (pekerjaan personal).

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan jaman akhir-akhir ini mulai dari teknologi, pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. bagi wanita. Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan

BAB II LANDASAN TEORI. (2003), work-family conflict (WFC) merupakan suatu bentuk konflik peran

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pengetahuan kepada anak didik (Maksum, 2016). pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bekerja bukanlah suatu hal yang baru di kalangan masyarakat. Berbeda dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dijalani. Harapan ganda yang tidak tercapai dapat memicu konflik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengubah keadaan tertentu menjadi kondisi yang lebih baik. Perubahan itu harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah membuat sebagian besar wanita ikut

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

BAB I PENDAHULUAN. atau organisasi. Menurut Robbins (2008) perusahaan atau organisasi ini

Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Bekerja Yang Menyusui. Rizky Wijayanti

BAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, lingkup penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa point penting

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB 1 PENDAHULUAN. Siswa-siswi yang sedang berada di tingkat pendidikan SMA. seringkali menjadi kekhawatiran bagi orang tua dan guru, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen bila ditinjau sebagai suatu proses merupakan suatu rangkaian tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. individu, dan dapat mengganggu pikiran, perasaan dan aktifitas harian (Mahfar,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini permasalahan mengenai kerja dan interaksi keluarga menarik untuk diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. pesat seiring berkembangnya kemajuan teknologi. Persaingan dan tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan tinggi adalah salah satu lembaga pendidikan, idealnya harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. dimasuki oleh kaum wanita baik sebagai dokter, guru, pedagang, buruh, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia, sama seperti halnya dengan semua binatang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

I. PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang setidak-tidaknya menawarkan tiga iklim: perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perekonomian keluarga, mengisi waktu luang daripada menganggur,

BAB I PENDAHULUAN. segera setelah menyelesaikan pendidikan yang ditempuh. Menurut Anoraga (2009:11, dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. zaman sekarang dapat melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum pria.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini banyak wanita yang ikut bekerja untuk membantu mencari

BAB I PENDAHULUAN. pada bidang-bidang pekerjaan yang sebelumnya jarang diminati oleh wanita.

Hubungan Work Family Conflict Dengan Quality Of Work Life Pada Karyawan Wanita Perusahaan X

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia seringkali terjadi konflik yang tidak dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan Indonesia bisa lebih tumbuh dan berkembang dengan baik disegala

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan dasar dinilai sangat penting karena tingkatan ini memberikan proses pendidikan dasar yang akan mendasari proses pendidikan di jenjang berikutnya. Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberi dasar pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang perlu dikembangkan guna meningkatkan kualitas peserta didik. Dalam pendidikan jenjang Sekolah Dasar (SD) peserta didik diberi bekal kemampuan-kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung yang akan sangat mereka perlukan dalam memenuhi tuntutan di jenjang pendidikan yang selanjutnya. Selain kemampuan dasar tersebut, pada jenjang ini juga diajarkan mengenai pengetahuan-pengetahuan dasar dan keterampilan-keterampilan dasar yang juga dibutuhkan untuk memasuki tingkat pendidikan selanjutnya. Guna mencapai tujuan tersebut, diperlukan pendidik atau yang biasa disebut dengan guru untuk memfasilitasi kegiatan belajarmengajar. Selama beberapa tahun ini, hampir seluruh sekolah telah menggunakan kurikulum yang baru, yakni Kurikulum 2013. Kurikulum 2013 menuntut siswa menjadi lebih aktif mencaritahu mengenai hal-hal yang telah dijelaskan oleh guru dan guru dianggap sebagai fasilitator bagi siswa-siswanya. Sebagai seorang guru, terdapat kompetensi pedagodik yang perlu dimiliki seperti menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik, mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/ bidang pengembangan yang diampu, menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memfasilitasi pengembangan potensi 1

2 peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki seperti menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal, serta menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Secara tradisional, pria merupakan sosok yang perlu mencari nafkah sementara wanita berperan sebagai caretakers. Pada zaman yang modern ini, pria yang dapat mencari nafkah, melainkan wanita juga dapat menjalankan peran ini, begitu pula sebaliknya. Ketika wanita mulai memasuki dunia kerja, wanita ditantang untuk tetap mampu menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga yakni menjadi pengurus rumah tangga, istri, dan sebagai seorang ibu (Hochschild, dalam Korabik 2008). Dalam menjalankan perannya sebagai seorang ibu yang bekerja, wanita belakangan ini memilih untuk menitipkan anaknya setiap pagi dan pergi bekerja. Hal ini membuat wanita menjadi tidak dapat meluangkan waktu untuk anak dan mengurus rumah tangga. Jika dibandingkan dengan pria, wanita disebut-sebut cenderung lebih mudah mengalami peran yang dianggap overload sehinga memengaruhi pekerjaan dan kehidupan keluarganya (Atri, 2015). Salah satu profesi yang dipilih oleh wanita pekerja adalah guru. Profesi guru dianggap merupakan suatu profesi yang ideal bagi wanita karena pekerjaan ini dianggap tidak memiliki beban kerja yang terlalu padat sehingga guru wanita dapat menjalankan peran di tempat kerja dan di rumah secara optimal dengan tingkat konflik yang rendah (Cinamon dan Rich dalam Nurmayanti, 2014). Meskipun pekerjaan ini dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang tidak akan mengalami konflik antara keluarga dan pekerjaan, namun pekerjaan sebagai guru dan menjalankan peran dalam keluarga bukanlah suatu hal yang mudah (Claesson dan Brice dalam Nurmayanti, 2014). Ahghar (dalam Khan 2012), menyatakan bahwa profesi pengajar merupakan salah satu profesi yang diperhadapkan dengan gaji yang rendah, kondisi pekerjaan yang tidak

3 sesuai, beban kerja yang berlebihan, dan masalah-masalah lainnya. Selain itu, permasalahan seperti kurangnya training pada guru dapat memengaruhi kualitas dan kompetensi guru, adanya nepotisme dalam proses recruitment, dan pengembangan kompetensi dan karier yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional membuat guru menjadi kehilangan passion dalam mengajar dan akibatnya guru menjadi ingin cepat pulang ke rumah, mudah bosan, malas mengajar, sehingga hal ini dapat berdampak buruk bagi siswanya (Nurmayanti, 2014). Padahal, pada Kurikulum 2013 ini, guru dituntut untuk dapat menyelesaikan tugas-tugasnya di sekolah pada saat itu juga sehingga tidak ada pekerjaan yang dibawa ke rumah. Kelurahan X Bandung merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kota Bandung bagian Selatan. Terdapat 14 sekolah dasar yang berada di kawasan kelurahan ini, namun hanya 2 sekolah dasar yang berstatus sekolah dasar negeri. Kedua sekolah ini kini telah menerapkan sistem pembelajaran dengan kurikulum 2013. Dalam sistem kurikulum 2013 ini, guru memiliki kekuasaan waktu untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif, yang memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran penyampaian informasi karena siswa perlu berlatih untuk mengamati, bertanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi (Kemendikbud, 2013) sehingga siswa dapat menerapkan apa yang sudah dipelajari ke lingkungan masyarakat. Menurut penuturan para guru, mereka masih belum terbiasa dengan kurikulum 2013 karena hal ini termasuk hal baru bagi mereka. Setelah jam mengajar selesai, guru perlu melanjutkan membuat rencana kegiatan untuk keesokan harinya di sekolah sehingga mereka perlu berada di sekolah hingga sore hari. Selain itu, guru juga diwajibkan untuk menyelesaikan pelajaran yang diajarkannya di sekolah pada hari itu juga tanpa memberi beban latihan ke siswasiswinya.

4 Selain mengajar, tugas lain guru di sekolah adalah mengatur administrasi kelas, atau menyiapkan rencana pembelajaran, para guru juga memiliki tugas tambahan lain seperti menjadi pengurus bagian kurikulum, menjadi bagian kesiswaan, menjadi wakil kepala sekolah, pengurus Bela Negara, maupun sebagai pengurus BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang juga menjadi beban tambahan dalam pekerjaannya. Tugas-tugas administrasi kelas yang perlu dikerjakan oleh seorang guru meliputi pengecekan absensi siswa, penilaian tugas-tugas sekolah, penilaian hasil ujian harian maupun ujian tengah semester dan akhir semester, dan melakukan pembuatan laporan akhir siswa (berupa pembuatan rapor siswa). Rata-rata siswa di sekolah-sekolah ini adalah 40 siswa di setiap kelasnya dengan jumlah kelas yang berbeda-beda. Selain itu, kedua sekolah ini merupakan sekolah yang memiliki prestasi di lingkungan Kelurahan X, yakni SDN Y mendapat predikat sebagai Sekolah Adiwiyata se-kota Bandung sementara SDN Z merupakan sekolah yang berprestasi di lingkungan kelurahan ini. Sebagai sekolah Adiwiyata, maka sekolah ini dituntut untuk selalu menjaga lingkungan sekolah supaya tetap bersih dan bisa menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain di Kota Bandung. Hal ini membuat para guru di SDN Y menjadi harus lebih aktif memberikan keterampilan pada siswa dalam hal menjaga lingkungan sekitar. Maka, guru seringkali mengadakan kegiatan pelatihan di hari Sabtu atau Minggu untuk mempersiapkan program pengajaran keterampilan guna meningkatkan prestasi sekolah sebagai Sekolah Adiwiyata. Sementara itu, SDN Z dikenal sebagai sekolah yang seringkali mengirimkan perwakilan murid untuk mewakili Kelurahan X dalam perlombaan-perlombaan akademik. Lomba yang pernah diikuti oleh sekolah ini antara lain Lomba Calistung, Lomba Menulis Puisi, dan perlombaan berbasis Teknologi Informatika seperti membuat game sederhana. Hal tersebut membuat para guru di SDN Z seringkali diminta oleh Kepala Sekolah meluangkan waktunya

5 setelah jam mengajar untuk memberi pelajaran tambahan dan memberi latihan khusus pada beberapa siswa yang akan mewakili sekolah. Di Kelurahan X ini, terdapat beberapa guru SD wanita yang mengajar di sekolah negeri. Para guru wanita ini memiliki peran bukan hanya di sekolah, melainkan juga memiliki peran dalam rumah tangga. Sama halnya dengan wanita lain, guru SD wanita juga perlu mengurusi kehidupan rumah tangganya yakni mengurus rumah tangga, menjadi seorang istri, dan juga menjadi seorang ibu. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang guru wanita, 7 diantaranya menyatakan bahwa mereka tidak terbebani dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan sekolah kepadanya. Namun, mereka merasa masih terjadi kesulitan untuk memenuhi peran dalam mengurus keluarga dan pekerjaannya secara bersamaan. Hal ini karena mereka menjadi tidak dapat mengerjakan tugas-tugas pekerjaan rumah dan hanya bisa dilakukan satu minggu sekali. Guru lain menuturkan bahwa ia membutuhkan pembantu yang dapat membantunya meringankan bebannya untuk mengurus keperluan rumah. Berdasarkan hasil wawancara pada 3 orang guru wanita yang telah memiliki anak yang berusia dewasa, hal pemenuhan peran ini tentu tidak menjadi masalah besar karena guru dapat lebih berfokus pada pekerjaannya. Bagi guru wanita yang telah memiliki anak usia dewasa dan telah menikah, tanggung jawabnya adalah pada sang suami yang perlu diperhatikan kebutuhankebutuhanya seperti menyiapkan makanan, pakaian, atau menjaga suaminya ketika sakit. Para guru ini sudah tidak perlu mengurus kebutuhan anaknya yang sudah menikah, karena guru wanita menganggap bahwa anak-anaknya sudah dapat bertanggung jawab atas keluarganya sendiri.

6 Berbeda dengan hal tersebut, bagi guru wanita yang masih memiliki anak usia balita hingga usia sekolah, mereka masih harus tetap membagi fokusnya antara pekerjaan dan kehidupan keluarga supaya anak-anaknya dapat tumbuh dengan baik. Para guru wanita yang memiliki anak usia sekolah masih perlu mengontrol pendidikan anak seperti mengingatkan anak untuk mengerjakan PR dan mengingatkan anak untuk mengulang pembelajaran supaya dapat mengerjakan ujian dengan baik. Selain mengurus pendidikan anaknya, guru wanita ini juga perlu mengurus suaminya dan urusan rumah tangga lain, seperti mencuci pakaian yang harus digunakan suaminya bekerja, menyiapkan sarapan, dan tugas rumah tangga lainnya. Kedua peran tersebut, yakni peran dalam pekerjaan maupun keluarga, menuntut guru wanita untuk dapat mengerjakan keduanya dengan baik dan seimbang. Jika terjadi ketidakseimbangan, akibatnya adalah guru akan mengalami interrole conflict, yakni adanya serangkaian pressure yang berlawanan dari peran yang berbeda dan hal ini muncul ketika pressure dari satu peran yang tidak sesuai dengan peran lainnya (Greenhaus dan Beutell, 1985). Interrole conflict ini dapat menyebabkan individu mengalami kebingungan dan kesulitan untuk menjalankan perannya dalam keluarga dan pekerjaan karena adanya tuntutan yang saling bertentangan (Khan dalam Nurmayanti, 2014). Kesulitan dalam menjalankan peran ini bisa terbentuk karena individu merasa waktu yang dimiliki tidak cukup untuk menjalankan peran dalam keluarga dan pekerjaan, individu merasa kelelahan untuk memenuhi tuntutan dari kedua peran, atau karena adanya pola perilaku dalam suatu peran yang berbeda dengan harapan pola perilaku yang ada dalam peran lain. Kebingungan atau kesulitan yang dialami individu dapat berupa individu berusaha memenuhi tuntutan dalam pekerjaan sehingga individu kesulitan dalam memenuhi tanggung jawab dalam keluarga atau individu berusaha memenuhi tuntuan dalam keluarga sehingga kesulitan dalam memenuhi tuntutan pekerjaannya. Adanya interrole conflict

7 yang membuat individu menjadi kesulitan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan tugas rumah tangga disebut sebagai work-family conflict (Greenhaus dan Beutell, 1985). Meskipun work-family conflict dapat terjadi pada pria maupun wanita, Khan (2012) menyatakan bahwa wanita yang berprofesi sebagai pengajar mengalami derajat work-family conflict yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria yakni pria mengalami work-family conflict sebesar 44%, sementara wanita sebesar 46%, karena wanita mememiliki tanggung jawab dalam menjalankan perannya di rumah selain mengajar, berbeda dengan pria. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nurmayanti (2014), guru wanita juga dapat mengalami workfamily conflict dengan derajat yang berbeda-beda karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan, motivasi, karakteristik pekerjaan sebagai seorang guru, terjadinya workload, dan budaya yang akan memengaruhi guru. Work-family conflict yang dialami guru wanita akan berbeda dengan work-family conflict yang dialami dalam pekerjaan lain, namun profesi sebagai pengajar juga rentan terhadap terjadinya work-family conflict. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 10 orang guru SD wanita di Kelurahan X Bandung, 100% menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan untuk menjalankan kedua perannya tersebut secara bersamaan. Secara khusus, para guru SD wanita ini lebih banyak memenuhi tanggung jawab dalam pekerjaannya dibandingkan dengan memenuhi tanggung jawab dalam keluarga. Hal ini terjadi karena para guru SD wanita menganggap profesi ini perlu dilaksanakan sebaik-baiknya supaya siswa-siswinya dapat melanjutkan pendidikan di jenjang berikutnya dengan lebih baik. Dalam hal pembagian waktu, 100% guru wanita menyatakan bahwa mereka mengalami kesulitan dalam membagi waktu untuk menjalankan perannya dalam keluarga, namun dengan derajat yang berbeda-beda. Secara umum, seluruhnya menyatakan bahwa tanggung jawab

8 pekerjaan yang banyak membuat guru memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menjalankan perannya dalam pekerjaan disamping tugas pokoknya yakni mengajar, melakukan evaluasi penilaian, dan administrasi kelas lainnya. Misalnya, guru yang memiliki tugas tambahan sebagai bagian kurikulum perlu mempersiapkan bahan-bahan untuk ujian siswa, disamping itu guru tersebut juga perlu mempersiapkan materi ajar untuk keesokan harinya. Guru lain yang mendapat tugas tambahan sebagai pengurus Bantuan Operasional Sekolah (BOS) membuat mereka perlu bekerja lebih awal dan pulang terlambat di hari Jumat karena harus membuat pembukuan keuangan. Guru wanita lain yang memiliki tugas tambahan sebagai penanggung jawab musik di salah satu sekolah, membuatnya perlu meyiapkan konser musik atau latihan-latihan para siswa. Terdapat juga guru wanita yang memiliki tugas tambahan sebagai pengurus Bela Negara yang membuatnya sering ditugaskan ke berbagai kota dan jarang berada di rumah sehingga sering mendapat protes dari anaknya karena dirasa jarang meluangkan waktu untuk anak-anaknya. Guru-guru wanita lainnya menyatakan bahwa waktu yang digunakan untuk bekerja lebih banyak dibandingkan dengan menjalankan peran dalam keluarga karena guru perlu mempersiapkan bahan ajar untuk esok hari di sekolah hingga persiapan benar-benar terselesaikan, barulah guru wanita akan pulang. Hal-hal tersebut membuat para guru wanita kesulitan menjalankan perannya dalam mengurus rumah tangga seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, atau menemani anak belajar. Dalam hal kelelahan untuk memenuhi tuntuan tugas dalam suatu peran, 30% guru menyatakan tidak merasa kelelahan untuk menjalankan perannya dalam keluarga walaupun pekerjaannya cukup banyak menyita waktu. Guru-guru ini selalu mengusahakan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya walau jam pulangnya melebihi batas jam kerja karena ia merasa bahwa hal tersebut sudah menjadi tanggung jawabnya.

9 Sementara dengan banyaknya pekerjaan sebagai seorang guru yang perlu diselesaikan, hal ini membuat 70% guru menyatakan bahwa mereka kelelahan sehingga urusan rumah tangga tidak dapat terselesaikan secara optimal seperti lebih sering membeli makanan dibanding memasak, pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian hanya dilakukan satu kali dalam seminggu. Hal ini membuat beberapa guru wanita menyewa pekerja untuk dapat memenuhi tuntutantuntutan tersebut. Selain itu, pekerjaan rumah tangga juga biasanya mereka limpahkan kepada anggota keluarga lainnya dengan cara membagi-bagi tugas rumah tangga bersama dengan anak dan suami. Dalam hal pemenuhan tuntutan perilaku, sebanyak 70% guru menyatakan bahwa belum dapat memenuhi tuntutan perilaku yang diberikan oleh keluarganya, karena mereka memiliki cara berperilaku yang dirasa berbeda ketika berada dalam keluarga dan dalam pekerjaan. Misalnya, terdapat guru yang lebih sabar ketika mengajar siswanya, namun ketika di rumah, guru tersebut menjadi lebih keras ketika menjelaskan materi kepada anaknya karena menganggap bahwa anaknya lebih sulit diatur dibandingkan dengan siswa-siswa yang diajarnya di sekolah. Menurut penuturan beberapa guru, mereka seringkali mendapat protes dari suaminya karena terlihat lebih keras ketika mengajar anaknya sehingga dapat dikatakan bahwa pola perilaku yang ditampilkan oleh guru wanita dalam keluarganya tidak sesuai dengan tuntutan pola perilaku yang diharapkan oleh keluarga. Selain itu, terdapat juga guru yang seringkali mendapat protes dari anaknya karena dirasa terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga jarang memperhatikan anaknya. Fenomena di atas yakni bahwa setiap guru wanita dapat mengalami konflik peran dengan derajat yang berbeda-beda serta bagaimana peran seorang guru wanita dalam menjalankan profesinya sebagai guru dan ketika menjalankan peran dalam keluarga dapat memengaruhi

10 keseimbangannya dalam mengurus kedua hal tersebut. Berdasarkan pada fenomena tersebut, peneliti bermaksud untuk meneliti mengenai work-family conflict pada guru SD wanita di Kelurahan X Bandung. 1.2. Identifikasi Masalah Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana gambaran work-family conflict pada guru SD wanita Kelurahan X Bandung. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai work-family conflict pada guru SD wanita Kelurahan X Bandung. 1.3.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai dimensi-dimensi work-family conflict, yakni time-based FIW, strain-based FIW, behavior-based FIW, time-based WIF, strain-based WIF, dan behavior-based WIF pada guru SD wanita Kelurahan X Bandung.

11 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis 1. Memberikan informasi mengenai work-family conflict bagi bidang ilmu Psikologi Industri dan Organisasi 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi pada peneliti lain yang akan meneliti topik yang sama sehingga ke depannya dapat berkembang. 1.4.2. Kegunaan Praktis 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan informasi kepada SD negeri di Kelurahan X Bandung agar dapat digunakan untuk meninjau kembali upaya pengembangan kesejahteraan dan kinerja guru SD wanita di Kelurahan X Bandung. 2. Memberi infomasi kepada guru SD wanita Kelurahan X Bandung sehingga dapat mengembangkan karier dan kehidupan rumah tangga dengan lebih baik. 1.5. Kerangka Pikir Guru SD wanita di Kelurahan X Bandung memiliki tugas untuk mengajar, mengatur adminsitrasi, dan menyiapkan rencana pembelajaran yang diperlukan oleh siswa. Selain mengajar, mengatur administrasi kelas, atau menyiapkan rencana pembelajaran, para guru wanita juga memiliki tugas tambahan lain seperti menjadi pengurus bagian kurikulum, menjadi bagian kesiswaan, menjadi wakil kepala sekolah, pengurus Bela Negara, maupun sebagai pengurus BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Sekolah-sekolah ini memiliki dua shift yakni jam sekolah pagi yang dimulai pukul 07.00 hingga 12.00 dan jam sekolah siang yang dimulai pukul 12.00 hingga

12 17.00 dari hari Senin hingga Sabtu. Namun, bagi guru wanita yang memiliki tugas-tugas tambahan, jam kerjanya dapat melebihi waktu shift yang seharusnya. Selain jam mengajar, terkadang guru perlu tetap bekerja di hari Minggu untuk kegiatan-kegiatan tertentu seperti persiapan akreditasi. Selain itu, sekolah-sekolah ini telah menerapkan kurikulum 2013 dimana ketika selesai mengajar, guru dihimbau untuk tidak langsung pulang, melainkan membuat rencana kegiatan mengajar untuk keesokan harinya sehingga dapat terencana dengan baik dan diharapkan tidak ada beban pekerjaan yang perlu dilakukan di rumah. Selanjutnya, guru wanita juga perlu memberikan waktu yang lebih panjang untuk memberi kesempatan kepada siswa supaya siswa lebih aktif dalam mengamati, bertanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi sehingga siswa mampu menerapkan apa yang sudah dipelajari kepada lingkungan sekolah dan masyarakat sehari-hari. Kedua sekolah ini memiliki ciri khas khusus di lingkungan Kelurahan X Bandung. SDN Y yang merupakan sekolah Adiwiyata menuntut para guru untuk dapat mempersiapkan siswa-siswinya keterampilan yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan, sehingga para guru seringkali diwajibkan mengikuti pelatihan yang diadakan di hari Sabtu atau Minggu. Sementara itu, SDN Z yang merupakan sekolah berprestasi akademik di lingkungan Kelurahan X Bandung dituntut untuk member pelajaran tambahan atau latihan pada siswa setelah jam mengajar selesai guna mempersiapkan siswa untuk dapat menjadi wakil daerah dalam perlombaan di bidang akademis. Secara umum, profesi sebagai pengajar dianggap sebagai profesi yang stressful sehingga memungkinkan individu mengalami work-family conflict, terutama bagi seorang wanita. Guru wanita selain memiliki peran yang perlu dijalankan di sekolah, mereka juga perlu memainkan

13 peran dalam keluarga seperti mengurus anak, membersihkan rumah, atau memasak. Hal tersebut (mengurus keluarga dan menjalankan peran dalam pekerjaan) dapat membuat guru SD wanita di Kelurahan X Bandung mengalami kehilangan passion untuk mengajar yang menyebabkan guru wanita malas mengajar, sehingga tentunya hal ini dapat berdampak pada hasil belajar dan prestasi siswa. Padahal, pendidikan dasar sangat penting bagi siswa karena pada jenjang ini siswa diajarkan berbagai pelajaran dasar yang nantinya akan diperlukan dalam jenjang pendidikan menengah. Sejalan dengan hal tersebut, para guru SD wanita di Kelurahan X Bandung yang memiliki dua peran tersebut, yakni peran sebagai guru dan peran sebagai sebagai istri, ibu, atau pengurus rumah tangga dapat menyebabkan guru wanita mengalami work-family conflict yakni sebuah bentuk interrole conflict, dimana tekanan dari pekerjaan dan keluarga saling bertentangan dalam beberapa hal (Greenhaus & Beutell, 1985). Dengan kata lain, guru SD wanita di Kelurahan X Bandung akan mengalami work-family conflict ketika adanya tekanan peran yang berasal dari pekerjaan sebagai guru dan peran dalam keluarga yang mengalami ketidakcocokan. Work-family conflict pada guru SD wanita di Kelurahan X Bandung akan tinggi jika guru SD wanita mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan peran dalam kedua hal tersebut dan akan rendah apabila guru SD wanita tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan kedua perannya. Work-family conflict memiliki dua arah yakni family interfere with work (FIW) dan work interfere with family (WIF). FIW terjadi ketika individu berusaha memenuhi tuntutan dalam keluarga yang mengakibatkan performa dalam mengerjakan tugas-tugas pekerjaan menjadi terganggu yang dapat dilihat ketika guru SD wanita tidak dapat berkonsentrasi mengajar karena memikirkan suami atau anak yang sedang sakit di rumah dan tidak ada yang menjaganya,

14 sementara WIF merupakan konflik yang terjadi karena individu berusaha memenuhi tuntuan pekerjaannya sehingga mengalami kesulitan untuk memenuhi tanggung jawab dalam keluarga, misalnya guru SD wanita tidak dapat menemani anaknya belajar atau mengerjakan tugas di rumah karena perlu mempersiapkan bahan ajar yang cukup banyak. Selain memiliki arah, work-family conflict juga memiliki bentuk yakni time-based conflict, strain-based conflict, dan behavior-based conflict. Time-based conflict dapat terjadi ketika waktu yang digunakan untuk memenuhi tuntutan pekerjaan sebagai guru wanita berpengaruh pada berkurangnya waktu yang dibutuhkan untuk melakukan peran dalam rumah tangga ataupun sebaliknya. Strain-based conflict dapat terjadi ketika adanya kelelahan yang dialami oleh guru wanita dalam menjalankan peran sebagai seorang guru membuatnya tidak dapat menjalankan peran dalam keluarga, ataupun sebaliknya. Terakhir, behavior-based conflict dapat terjadi ketika tuntutan pola perilaku yang dituntut sebagai seorang guru, berbeda dengan tuntutan pola perilaku yang dituntut dalam keluarga, ataupun sebaliknya. Ketiga bentuk ini jika digabungkan dengan kedua arah dari work-family conflict maka akan menghasilkan enam dimensi yakni time-based FIW, strain-based FIW, behavior-based FIW, time-based WIF, strainbased WIF, dan behavior-based WIF. Time-based FIW yaitu konflik yang terjadi ketika waktu yang dicurahkan individu untuk keluarga tidak dapat dicurahkan untuk aktifitas pekerjaan. Hal ini terjadi ketika guru SD wanita tidak mampu memberikan waktunya pada pekerjaan secara optimal karena waktu yang dimiliki lebih banyak diarahkan pada keluarganya. Guru SD wanita di Kelurahan X Bandung yang memiliki derajat dimensi time-based FIW yang tinggi akan sulit menyeimbangkan waktu yang dimiliki dan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan keluarga dibanding pada pekerjaan.

15 Sementara time-based WIF merupakan terjadinya konflik karena waktu yang dipergunakan untuk melakukan peran dalam sebuah pekerjaan tidak dapat dicurahkan pada keluarga. Guru SD wanita yang mengalami time-based WIF akan kesulitan untuk membagi waktunya dalam mengerjakan peran sebagai ibu dan istri sehingga pekerjaan rumah tidak dapat terselesaikan akibat dari banyaknya tugas dalam perannya sebagai guru dan tugas-tugas tambahan yang diberikan oleh pihak sekolah padanya. Namun, jika time-based WIF guru SD wanita rendah, maka guru SD wanita akan mampu membagi waktu antara pekerjaan dan keperluan rumah tangga, misalnya guru tetap dapat fokus pada pekerjaannya namun ia juga masih tetap mampu memenuhi kebutuhan keluarga seperti memasak, mencuci, atau menyiapkan keperluan setiap anggota keluarga. Dimensi ketiga yakni strain-based FIW yakni konflik yang terjadi akibat kelelahan yang dialami dalam menjalankan peran di keluarga, menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan pekerjaan. Guru SD wanita yang memiliki strain-based FIW yang tinggi akan sulit memenuhi peran sebagai guru SD wanita akibat dari adanya ketegangan yang muncul dari keluarga. Misalnya ketika suami sakit, maka guru menjadi sulit berkonsentrasi mengajar siswanya karena memikirkan suaminya. Sementara itu, strain-based WIF yakni terjadinya konflik karena kelelahan yang dialami oleh individu yang dialami dari pekerjaan menyulitkan usaha pemenuhan tuntutan keluarga. Dalam hal ini, guru SD wanita akan merasa bahwa tuntutan pekerjaannya yang sulit membuat guru merasa lelah sehingga peran dalam keluarga tidak dapat diselesaikan dengan baik. Guru SD wanita yang memiliki strain-based WIF yang tinggi tidak dapat memenuhi tuntuan pekerjaan di rumah seperti memasak atau mengurus suami dan anak karena memiliki pekerjaan yang sangat banyak seperti ketika perlu merancang kurikulum dan membuat laporan pembukuan dana BOS.

16 Sementara, guru SD wanita yang memiliki strain-based WIF yang rendah tidak mengalami kelelahan dalam mengurusi keluarganya walaupun banyak tugas yang perlu dikerjakan dari sekolah. Dimensi selanjutnya yakni behavior-based FIW yakni konflik yang terjadi akibat pola perilaku yang tidak cocok antara harapan dalam keluarga dengan pekerjaan. Hal ini membuat pola perilaku sebagai seorang ibu atau istri berbeda dengan ketika individu berperan dalam pekerjaannya yakni seorang guru wanita. Sementara, behavior-based WIF yakni terjadinya konflik karena pola perilaku yang ditampilkan dalam pekerjaan mengalami ketidakcocokan dengan perilaku yang diharapkan oleh keluarga. Dalam hal ini, jika guru SD wanita memiliki behavior-based WIF yang tinggi, guru SD wanita akan menanamkan sikap yang biasanya ditampilkan kepada muridnya di sekolah seperti menjadi lebih ketat ketika mengajarkan anaknya baik yang berhubungan dengan pendidikan maupun tingkah laku anak. Sementara, jika behavior-based WIF pada guru SD wanita yang memiliki derajat yang rendah, guru wanita tidak menampilkan adanya perbedaan dalam memperlakukan anaknya maupun siswa di sekolah. Prediktor yang dapat memengaruhi work-family conflict adalah general intra-indvidual predictors, family role environment predictors, dan work role environment predictors. General intra-individual predictor dapat berkaitan dengan time management. Ketika guru mampu mengatur waktunya dengan baik dan seimbang, maka baik pekerjaan maupun peran dalam keluarga tidak akan terganggu. Selain itu, usia anak terakhir juga memengaruhi work-family conflict karena ketika anak masih balita, guru perlu mencurahkan waktunya lebih banyak untuk mengurus anaknya. Usia guru juga memengaruhi work-family conflict karena terdapat guru-guru senior yang merasa bahwa energi yang dimilikinya sudah tidak sebanyak dahulu lagi sehingga lebih mudah lelah dan ketika terdapat perubahan kurikulum, guru senior merasa bahwa mereka

17 lebih lambat belajar dibanding dengan guru-guru muda sehingga mereka perlu belajar dengan waktu yang lebih lama. Family role environment predictors merupakan hal yang dapat menyebabkan work-family conflict karena ketika keluarga tidak mendukung seseorang untuk berperan dalam pekerjaannya, stressor ini akan menimbulkan work-family conflict. Dukungan dari keluarga yang didapat oleh guru misalnya suami yang mau mengantar istrinya berangkat ke sekolah dan tidak protes terhadap pekerjaan istrinya walaupun istrinya tetap sibuk mengerjakan tugas-tugas pekerjaan sekolah di akhir pekan. Selain itu, kehadiran anak juga mampu membuat guru mengalami stress yang dapat memunculkan work-family conflict. Namun ketika suami dan istri mampu membagi tugas dalam mengasuh anak juga merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat mencegah terjadinya work-family conflict. Selain itu, stres kerja dapat menyebabkan terjadinya work-family conflict ketika waktu yang digunakan oleh seseorang terlalu banyak dicurahkan untuk pekerjaannya. Hal ini dapat terjadi apabila guru SD wanita Kelurahan X Bandung terlalu banyak menghabiskan waktunya dalam pekerjaannya sehingga pekerjaan rumah menjadi tidak terselesaikan. Selain itu, tuntuan pekerjaan juga dapat menyebabkan terjadinya work-family conflict, ketika kepala sekolah memberikan tuntutan pekerjaan yang besar seperti guru perlu menyelesaikan rencana kegiatan belajar untuk keesokan harinya di sekolah atau guru perlu mempersiapkan hal-hal lain diluar pengajaran di akhir pekan. Hal ini dapat membuat waktu guru untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam keluarga menjadi semakin berkurang dan dapat menimbulkan work-family conflict. Uraian di atas dapat digambarkan melalui kerangka pikir seperti yang dapat dilihat pada bagan 1.1.

18 1. 6. Asumsi Penelitian 1. Guru SD wanita Kelurahan X Bandung dapat mengalami work-family conflict yang dapat terjadi dalam enam dimensi, yakni time-based FIW, strain-based FIW, behavior-based FIW, time-based WIF, strain-based WIF, atau behavior-based WIF. 2. Prediktor yang dapat memengaruhi guru wanita mengalami work-family conflict adalah general intra-individual predictors, family-role environment predictors, dan work-role environment predictors. 3. Setiap guru wanita dapat memiliki derajat work-family conflict yang berbeda-beda.

19 Prediktor: 1. General intra-individual predictors 2. Family role environment predictors 3. Work-role environment predictors Work interfere with family Time-based WIF Strain-based WIF Tinggi Rendah Tinggi Rendah Guru SD wanita Kelurahan X Kota Bandung Work- family conflict Behaviorbased WIF Tinggi Rendah Bentuk: Tinggi 1. Time-based 2. Strain-based 3. Behavior-based Time-based FIW Rendah Family interfere with work Strain-based FIW Tinggi Rendah Behaviorbased FIW Tinggi Rendah Bagan 1.1 Bagan Kerangka Pikir