PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 18 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEMPAT DAN PERALATAN PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN

dokumen-dokumen yang mirip
2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

2016, No Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Ne

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No Pelayanan Kelas Ekonomi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 Tahun 2013 tentang Kelas Jabatan di lingkungan Kementeria

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 43 TAHUN 2010

2017, No logistik guna mengembangkan pertumbuhan ekonomi nasional, perlu menyesuaikan ketentuan permodalan badan usaha di bidang pengusahaan an

JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU PADA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

PERATURAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM. 54 TAHUN 2016 TENT ANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS IDENTITAS SARANA PERKERETAAPIAN

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Ta

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Pera

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

2 2015, No.322 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722) 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publi

2016, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

NOMOR PM 103 TAHUN 2017 TENTANG PENGATURAN DAN PENGENDALIAN KENDARAAN YANG MENGGUNAKAN JASA ANGKUTAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Per

, No.2007 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tamb

2012, No.71 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Kebandarudaraan adalah segala sesuatu yang berkaita

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pe

2017, No nomor B/235/M.SM.04.00/2017 tanggal 28 Agustus 2017 tentang Persetujuan Penetapan Kelas Jabatan di Lingkungan UPT Balai Pengelola Tr

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: KM. 45 TAHUN 2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GEDUNG PERTUNJUKAN SENI

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

BAB II TINJAUAN OBJEK

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara

2015, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 211 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5739); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN M

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2015, No Tidak Sesuai Dengan Tujuan Semula atau Dipindahtangankan kepada Pihak Lain Baik Sebagian atau Seluruhnya Serta Pengenaan Sanksi Atas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 3. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2015 tentang Kementerian Perindustrian (Lembaran Negara R

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

2016, No Mengingat : 1. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 193/PMK.03/2015 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

2016, No Mengingat-----:--1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA WISATA MEMANCING DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5468); 4. Peraturan Presiden Nomor 47

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2016, No Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA SANGGAR SENI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

2018, No Indonesia Nomor 6018); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

2016, No dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik I

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA LAPANGAN TENIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERi ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017

2017, No Bermotor dan Penutupan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor Pada Masa Angkutan Lebaran; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik

BERITA NEGARA. No.1534, 2015 KEMENAKER. Lift. Orang dan Barang. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Syarat. Perubahan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah

d. penyiapan bahan sertifikasi kecakapan personil serta penyiapan sertifikasi peralatan informasi dan peralatan pengamatan bandar udara.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No dalam rangka Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation). Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 te

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA GELANGGANG RENANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR USAHA PANTI PIJAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

Transkripsi:

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 18 TAHUN 2019 TENTANG STANDAR TEMPAT DAN PERALATAN PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 236 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar Tempat dan Peralatan Perawatan Sarana Perkeretaapian; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022);

- 2-3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 4. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 122 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1756); Menetapkan MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG STANDAR TEMPAT DAN PERALATAN PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi Kereta Api. 2. Kereta Api adalah sarana Perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan Sarana Perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan Kereta Api. 3. Sarana Perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. 4. Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan keandalan Sarana Perkeretaapian agar tetap laik operasi.

- 3-5. Pemeriksaan Sarana Perkeretaapian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi dan fungsi Sarana Perkeretapian. 6. Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah balai yasa, depo, atau tempat perawatan lainnya. 7. Peralatan Perawatan adalah peralatan yang terdapat di depo dan balai yasa untuk digunakan dalam melaksanakan Perawatan Sarana Perkeretaapian. 8. Fasilitas Perawatan adalah fasilitas yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan Perawatan Sarana Perekeretaapian. 9. Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian adalah tenaga yang memenuhi kualifikasi kompetensi dan diberi kewenangan untuk melaksanakan Perawatan Sarana Perkeretaapian. 10. Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian adalah tenaga pemeriksa sarana yang memenuhi kualifikasi kompetensi dan diberi kewenangan untuk melaksanakan Pemeriksaan Sarana Perkeretaapian. BAB II JENIS SARANA PERKERETAAPIAN Pasal 2 (1) Sarana Perkeretaapian menurut jenisnya terdiri atas: a. lokomotif; b. kereta; c. gerbong; dan d. peralatan khusus. (2) Lokomotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. lokomotif diesel; dan b. lokomotif elektrik.

- 4 - (3) Kereta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. kereta yang ditarik lokomotif; dan b. kereta dengan penggerak sendiri. (4) Gerbong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas: a. gerbong datar; b. gerbong tertutup; c. gerbong terbuka; dan d. gerbong tangki. (5) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. peralatan khusus yang ditarik lokomotif; dan b. peralatan khusus dengan penggerak sendiri. BAB III PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN Pasal 3 (1) Setiap jenis Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib dilakukan Perawatan Sarana Perkeretaapian. (2) Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh penyelenggara Sarana Perkeretaapian. (3) Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. (4) Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan oleh Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian. Pasal 4 (1) Jadwal Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) meliputi: a. perawatan berkala; dan b. perbaikan untuk mengembalikan fungsinya.

- 5 - (2) Perawatan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. perawatan harian; b. perawatan bulanan; c. perawatan 6 (enam) bulanan; d. perawatan tahunan; e. perawatan 2 (dua) tahunan; dan f. perawatan 4 (empat) tahunan. (3) Perbaikan untuk mengembalikan fungsinya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap konstruksi dan komponen yang mengalami kerusakan untuk dapat berfungsi kembali dan dilakukan dengan tidak terjadwal. (4) Perawatan berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disesuaikan dengan teknologi Sarana Perkeretaapian. Pasal 5 (1) Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dilakukan terhadap: a. peralatan pengereman; b. peralatan perangkai; c. peralatan keselamatan; dan d. kelistrikan. (2) Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f dilakukan terhadap: a. rangka dasar; b. badan; c. bogie; d. peralatan perangkai; e. peralatan pengereman; f. peralatan keselamatan; g- kabin masinis; h. peralatan penerus daya; i. peralatan penggerak; dan j- peralatan pengendali.

- 6 - BAB IV STANDAR TEMPAT PERAWATAN SARANA PERKERETAAPIAN Pasal 6 (1) Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilaksanakan di Tempat Perawatan Sarana Pekeretaapian. (2) Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bersifat tetap dan memenuhi persyaratan: a. sesuai dengan rencana umum tata ruang; b. sesuai dengan rencana induk Perkeretaapian; dan c. tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup. (3) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian harus memenuhi persyaratan: a. bebas banjir; b. memiliki permukaan yang datar; c. memiliki jalur lengkung yang mampu dilewati Sarana Perkeretaapian; d. memiliki sistem instalasi air bersih; e. berdekatan dengan stasiun; f. memiliki sistem pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan g. memiliki sistem keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 7 (1) Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 terdiri atas: a. depo; dan b. balai yasa.

- 7 - (2) Depo sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tempat untuk melaksanakan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretaapian yang meliputi: a. perawatan harian; b. perawatan bulanan; c. perawatan 6 (enam) bulanan; dan d. perawatan tahunan. (3) Balai yasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tempat melaksanakan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretaapian yang meliputi: a. perawatan 2 (dua) tahunan atau semi perawatan akhir; b. perawatan 4 (empat) tahunan atau perawatan akhir; dan c. rehabilitasi atau modifikasi. (4) Fungsi depo sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan balai yasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan dalam satu Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian. Pasal 8 Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 paling sedikit dilengkapi dengan Fasilitas Perawatan berupa: a. jalur untuk perawatan; b. bangunan utama untuk perawatan; c. bangunan untuk peralatan bantu; d. bangunan kantor; dan e. fasilitas umum. Pasal 9 Jalur untuk perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a paling sedikit terdiri atas: a. jalur masuk dan/atau jalur keluar; b. jalur stabling-, c. jalur pelaksanaan perawatan;

- 8 - d. jalur perpindahan; dan e. jalur pemeriksaan. Pasal 10 (1) Jalur masuk dan/atau jalur keluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a digunakan untuk masuk dan/atau keluar Sarana Perkeretaapian. (2) Jalur masuk dan/atau jalur keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. terhubung dengan jalur Kereta Api; b. dilengkapi dengan fasilitas operasi Kereta Api; dan c. dapat terpisah atau menyatu antara jalur masuk dan keluar. Pasal 11 (1) Jalur stabling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b digunakan untuk tempat stabling Sarana Perkeretaapian sebelum dan sesudah dilakukan perawatan atau yang akan dioperasikan. (2) Jalur stabling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. tidak menggunakan jalur masuk, jalur keluar, dan/atau jalur pelaksanaan perawatan; b. dapat menampung jumlah Sarana Perkeretaapian sebelum dan sesudah perawatan, serta sesuai dengan kebutuhan; dan c. terlindungi dari tindakan perusakan dan pencurian. Pasal 12 (1) Jalur pelaksanaan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c digunakan untuk melakukan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretaapian. (2) Jalur pelaksanaan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. jalur pelaksanaan perawatan jenis normal; dan/atau b. jalur pelaksanaan perawatan jenis kolong.

- 9 - Pasal 13 (1) Jalur pelaksanaan perawatan jenis normal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a berfungsi untuk melakukan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretaapian mulai dari bagian rangka bawah sampai dengan bagian atas Sarana Perkeretaapian. (2) Jalur pelaksanaan perawatan jenis kolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b berfungsi untuk melakukan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretaapian bagian bawah Sarana Perkeretaapian. (3) Jalur pelaksanaan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus memenuhi persyaratan: a. berada di dalam bangunan utama untuk perawatan; b. memiliki sistem drainase; c. memiliki sistem penerangan yang memadai; d. mudah untuk melakukan perawatan; e. dapat digolongkan berdasarkan jenis perawatan; f. memiliki ketinggian rel yang rata atau sama (levelling track)-, dan g. memiliki tanda yang berbeda untuk area berjalan dan area bekerja. (4) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jalur pelaksanaan perawatan jenis normal juga harus memenuhi persyaratan: a. panjang jalur pelaksanaan perawatan jenis normal paling sedikit dapat menampung 1 (satu) rangkaian Kereta Api atau sesuai dengan kebutuhan; dan b. dapat dilengkapi dengan fasilitas untuk melakukan perawatan bagian atas Sarana Perkeretaapian. (5) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), jalur pelaksanaan perawatan jenis kolong juga harus memenuhi persyaratan: a. mampu menahan beban Sarana Perkeretaapian yang sedang dilakukan perawatan; b. panjang jalur pelaksanaan perawatan jenis kolong paling sedikit dapat menampung 1 (satu) rangkaian Kereta Api atau sesuai dengan kebutuhan; dan

- 10 - c. area jalur pelaksanaan perawatan jenis kolong mempermudah Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian beraktifitas di bagian bawah Sarana Perkeretaapian. Pasal 14 (1) Jalur perpindahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d digunakan untuk melakukan perpindahan Sarana Perkeretaapian antarjalur pada Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian. (2) Jalur perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tambangan; b. jalur atau meja putar; dan/atau c. wesel. (3) Jalur perpindahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a. memudahkan perpindahan Sarana Perkeretaapian; b. memiliki sistem drainase; c. mudah dalam perawatan; dan d. mudah dioperasikan. Pasal 15 (1) Jalur pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e digunakan untuk melakukan kegiatan Pemeriksaan Sarana Perkeretaapian sebelum dan sesudah dilakukan perawatan. (2) Jalur pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. jalur pemeriksaan kondisi statis; dan/atau b. jalur pemeriksaan kondisi dinamis. (3) Jalur pemeriksaan kondisi statis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a. memiliki akses untuk memeriksa komponen bagian bawah dan atas Sarana Perkeretaapian; b. memiliki penerangan yang memadai;

-11 - c. memiliki ketinggian rel yang rata atau sama (levelling track)] dan d. memiliki sistem drainase. (4) Jalur pemeriksaan kondisi dinamis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit harus memenuhi persyaratan: a. spesifikasi teknis jalur Kereta Api sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. panjang jalur dapat menghasilkan fungsi percepatan dan pengereman; c. panjang jalur dapat mengetahui fungsi peralatan operasional dan peralatan pemantau; dan d. berada di luar bangunan utama untuk perawatan. Pasal 16 (1) Bangunan utama untuk perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b terdiri atas: a. jalur pelaksanaan perawatan; b. jalur pemeriksaan; c. ruang perawatan komponen; dan d. ruang pengawasan. (2) Bangunan utama untuk perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memiliki: a. luasan dan tinggi sesuai dengan kebutuhan perawatan; b. sistem drainase; c. penerangan yang memadai; d. sistem sirkulasi udara; e. sistem pencegahan kebakaran; dan f. fasilitas keamanan dan keselamatan. Pasal 17 (1) Ketentuan mengenai jalur pelaksanaan perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 13 berlaku secara mutatis mutandis terhadap jalur pelaksanaan perawatan dalam bangunan utama untuk perawatan.

- 12 - (2) Ketentuan mengenai jalur pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berlaku secara mutatis mutandis terhadap jalur pemeriksaan dalam bangunan utama untuk perawatan. Pasal 18 (1) Ruang perawatan komponen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c berfungsi sebagai tempat untuk melakukan perawatan komponen Sarana Perkeretaapian. (2) Ruang perawatan komponen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. disesuaikan dengan prosedur perawatan komponen Sarana Perkeretaapian; b. lokasi berada di dalam bangunan utama untuk perawatan; dan c. akses yang mudah dari dan ke jalur perawatan. Pasal 19 (1) Ruang pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d berfungsi sebagai tempat untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan proses Perawatan Sarana Perkeretaapian. (2) Ruang pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. bebas pandang ke arah jalur pelaksanaan perawatan; dan b. mampu meredam kebisingan. Pasal 20 (1) Bangunan untuk peralatan bantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c terdiri atas: a. gudang suku cadang; b. ruang penyimpanan Peralatan Perawatan; c. ruang pembangkit listrik; d. tempat pengelolaan limbah; dan

- 13 - e. tempat penyimpanan dan pengisian pelumas dan bahan bakar. (2) Bangunan untuk peralatan bantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. luasan dan tinggi sesuai dengan kebutuhan; b. sistem drainase; c. sirkulasi udara; d. penerangan yang memadai; dan e. lokasi dapat berada di dalam atau di luar bangunan utama untuk perawatan. (3) Gudang suku cadang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a juga harus memiliki: a. akses yang mudah untuk keluar masuk suku cadang; dan b. ruang untuk administrasi. (4) Ruang penyimpanan Peralatan Perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b juga harus memiliki: a. akses yang mudah ke jalur perawatan; dan b. fasilitas untuk pencucian peralatan. (5) Ruang pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c juga harus memiliki: a. sistem pemadaman api; dan b. sistem peredam kebisingan. (6) Tempat pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilengkapi dengan fasilitas pengolahan limbah untuk toilet ramah lingkungan. (7) Tempat penyimpanan dan pengisian pelumas dan bahan bakar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e harus memenuhi persyaratan: a. terbuat dari bahan yang tidak mudah bocor; b. dapat tertanam di tanah atau tidak tertanam; c. dilengkapi dengan sistem bongkar muat yang tidak mencemari lingkungan; d. aman dari bahaya kebakaran; dan e. memiliki akses yang mudah untuk pengisian ke Sarana Perkeretaapian.

- 14 - (8) Tempat pengelolaan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan tempat penyimpanan dan pengisian pelumas dan bahan bakar sebagaimana dimaksud pada ayat (7) harus memenuhi spesifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 21 (1) Bangunan kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d berfungsi sebagai: a. penyimpanan dokumen; dan b. ruang manajerial. (2) Bangunan kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. memiliki luasan dan tinggi sesuai dengan kebutuhan; b. memiliki penerangan yang memadai; c. memiliki sirkulasi udara; d. memiliki sistem drainase; dan e. lokasi dapat berada di dalam atau di luar bangunan utama untuk perawatan. Pasal 22 (1) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e terdiri atas: a. tempat ibadah; b. tempat mandi dan toilet; c. tempat parkir; d. tempat makan; dan e. area evakuasi. (2) Fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki: a. sistem drainase; b. sirkulasi udara yang cukup; dan c. penerangan yang memadai. (3) Tempat ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a juga harus memenuhi persyaratan:

- 15 - a. lokasi dapat berada di dalam atau di luar bangunan utama; b. luasan dan tinggi ruangan sesuai dengan kebutuhan; dan c. memiliki instalasi air bersih. (4) Tempat mandi dan toilet sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b juga harus memenuhi persyaratan: a. lokasi dapat berada di dalam atau di luar bangunan utama; b. jumlah sesuai dengan kebutuhan; c. terpisah laki laki dan perempuan; dan d. memiliki instalasi air bersih. (5) Tempat parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c juga harus memenuhi persyaratan: a. memiliki luasan yang memadai; b. tidak mengganggu kegiatan perawatan; dan c. dilengkapi dengan fasilitas keamanan. (6) Tempat makan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d juga harus memenuhi persyaratan: a. tidak terhubung langsung dengan bangunan utama untuk perawatan dan bangunan untuk peralatan bantu; dan b. memiliki instalasi air bersih dan limbah. (7) Area evakuasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e juga harus memenuhi persyaratan: a. berada di area terbuka; dan b. dilengkapi petunjuk keselamatan. BAB V STANDAR PERALATAN PERAWATAN Pasal 23 Untuk melaksanakan kegiatan Perawatan Sarana Perkeretapian diperlukan: a. Peralatan Perawatan; dan b. fasilitas pendukung perawatan.

- 16 - Pasal 24 Peralatan Perawatan dan fasilitas pendukung perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memperhatikan: a. jenis Sarana Perkeretaapian yang dirawat; b. beban kerja; c. teknologi; dan d. kehandalan. Pasal 25 Peralatan Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf a digunakan untuk melaksanakan perawatan komponen meliputi: a. rangka dasar; b. badan; c. bogie; d. peralatan perangkai; e. peralatan pengereman; f. peralatan keselamatan; g. peralatan kelistrikan; h. kabin masinis; i. peralatan penerus daya; j. peralatan penggerak; dan k. peralatan pengendali. Pasal 26 Peralatan Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dibedakan berdasarkan fungsi Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian yang terdiri atas: a. Peralatan Perawatan depo; dan b. Peralatan Perawatan balai yasa. Pasal 27 (1) Peralatan Perawatan depo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dibedakan menjadi: a. depo sarana tanpa penggerak; b. depo sarana penggerak; dan/atau

- 17 - c. depo sarana tanpa penggerak dan dengan penggerak. (2) Depo sarana tanpa penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tempat perawatan untuk jenis Sarana Perkeretaapian meliputi gerbong, kereta yang ditarik lokomotif, dan peralatan khusus yang ditarik lokomotif. (3) Depo sarana penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tempat perawatan untuk jenis Sarana Perkeretaapian meliputi lokomotif, kereta berpenggerak sendiri, dan peralatan khusus yang berpenggerak sendiri. (4) Depo sarana tanpa penggerak dan dengan penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tempat perawatan untuk seluruh jenis Sarana Perkeretaapian. Pasal 28 (1) Peralatan Perawatan pada depo sarana tanpa penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. peralatan angkat komponen; b. peralatan angkat sarana; c. tool kit, d. alat ukur dimensi; e. alat pemeriksa keretakan; f. alat pemeriksa kelistrikan; g. alat ukur diameter roda; h. alat ukur profil roda; i. alat ukur temperatur bearing dan ruangan; j. alat ukur ketinggian peralatan perangkai; k. alat ukur tekanan udara tekan; dan l. alat ukur waktu. (2) Peralatan Perawatan pada depo sarana penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas:

- 18 - a. peralatan angkat komponen; b. peralatan angkat sarana; c. tool kit; d. alat ukur dimensi; e. alat pemeriksa keretakan; f. alat pemeriksa kelistrikan; g. alat ukur diameter roda; h. alat ukur profil roda; i. alat ukur temperatur bearing dan ruangan; j. alat ukur ketinggian peralatan perangkai; k. alat ukur tekanan udara tekan; l. alat ukur waktu; m. battery charger, n. tool diagnosa test; dan o. load test. Pasal 29 (1) Peralatan Perawatan balai yasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dibedakan menjadi: a. balai yasa sarana tanpa penggerak; b. balai yasa sarana penggerak; dan/atau c. balai yasa sarana tanpa penggerak dan dengan penggerak. (2) Balai yasa sarana tanpa penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tempat perawatan untuk jenis Sarana Perkeretaapian meliputi gerbong, kereta yang ditarik lokomotif, dan peralatan khusus yang ditarik lokomotif. (3) Balai yasa sarana penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tempat perawatan untuk jenis Sarana Perkeretaapian meliputi lokomotif, kereta berpenggerak sendiri, dan peralatan khusus yang berpenggerak sendiri. (4) Balai yasa sarana tanpa penggerak dan dengan penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan tempat perawatan untuk seluruh jenis Sarana Perkeretaapian.

- 19 - Pasal 30 (1) Peralatan Perawatan pada balai yasa sarana tanpa penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. peralatan angkat komponen; b. peralatan angkat sarana; c. alat bongkar bearing roda; d. peralatan bubut roda; e. load bogie test, f. spring test, g. tool kit; h. alat ukur dimensi; i. alat pemeriksa keretakan; j. alat pemeriksa kelistrikan; k. alat ukur diameter roda; l. alat ukur profil roda; m. alat ukur temperatur bearing; n. alat ukur berat sarana; o. alat uji kebocoran sarana; p. alat ukur ketinggian peralatan perangkai; q. alat uji pengereman; r. alat ukur tekanan udara tekan; s. alat ukur waktu; dan t. alat ukur temperatur ruangan. (2) Peralatan Perawatan pada balai yasa sarana penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b paling sedikit terdiri atas: a. peralatan angkat komponen; b. peralatan angkat sarana; c. alat bongkar bearing roda; d. peralatan bubut roda; e. load bogie test; f. spring test; g- tool kit; h. alat ukur dimensi; i. alat pemeriksa keretakan; j- alat pemeriksa kelistrikan;

- 20 - k. alat ukur diameter roda; l. alat ukur profil roda; m. alat ukur temperatur bearing; n. alat ukur berat sarana; o. alat uji kebocoran sarana; p. alat ukur ketinggian peralatan perangkai; q. alat uji pengereman; r. alat ukur tekanan udara tekan; s. alat ukur waktu; t. alat ukur temperatur ruangan; u. battery charger, v. tool diagnosa test; dan w. load test/ bench test. Pasal 31 Peralatan Perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 30 dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan teknologi Sarana Perkeretaapian. Pasal 32 (1) Fasilitas pendukung perawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b paling sedikit terdiri atas: a. pesawat angkut; b. sistem udara tekan; c. instalasi pencucian; d. peralatan mesin perkakas; e. instalasi pengisian bahan bakar atau sumber tenaga dan oli; f. pembangkit listrik cadangan; dan g. peralatan pengelasan. (2) Pesawat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus disertifikasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

- 21 - Pasal 33 Peralatan Perawatan dan fasilitas pendukung Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus dikalibrasi secara berkala oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB VI SUMBER DAYA MANUSIA Pasal 34 Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 paling sedikit memiliki: a. Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian; dan b. Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian. Pasal 35 (1) Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian sebagaimana dalam Pasal 34 huruf a harus memiliki sertifikat kompetensi Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian. (2) Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b harus memiliki sertifikat kompetensi Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian. (3) Dalam hal Tenaga Perawatan Sarana Perkeretaapian dan Tenaga Pemeriksa Sarana Perkeretaapian melakukan kegiatan: a. pengelasan; b. pengoperasian pesawat angkut; c. pengoperasian alat uji keretakan; dan/atau d. pemeriksaan dan perawatan lainnya yang memerlukan kompetensi tertentu, harus memiliki sertifikat kompetensi dari instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

- 22 - BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 36 Tempat Perawatan Sarana Perkeretaapian yang telah beroperasi sebelum Peraturan Menteri ini berlaku harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pengundangan Peraturan Menteri ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 37 Direktur Jenderal Perkeretaapian melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini. Pasal 38 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. %

- 23 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 2019 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd BUDI KARYA SUMADI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 2019 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd WIDODO EKATJAHJANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 337.sesuai dengan aslinya IO HUKUM, UI HERPRIARSONO