1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan bergizi merupakan hal sangat penting bagi tumbuh kembang manusia. Salah satu gizi yang sangat penting untuk dikonsumsi adalah protein. Semakin meningkatnya permintaan pasar terhadap kebutuhan daging sebagai protein hewani yang diikuti dengan tingginya harga daging sapi, mengakibatkan masyarakat mensubstitusi daging sapi dengan daging unggas salah satunya yaitu puyuh. Puyuh dikembangkan sebagai salah satu jenis ternak unggas yang berperan penting dalam penyediaan sumber protein hewani bagi masyarakat baik sebagai penghasil telur maupun daging. Tahun 2015 konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia mencapai 21,8 gram untuk setiap harinya, lebih tinggi dari yang tersedia (18,23 gram) (Litbang, 2017). Populasi puyuh secara nasional pada tahun 2016 dibandingkan dengan populasi pada tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu 14,1 juta ekor (peningkatan 2,36 persen) (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2017). Berdasarkan data tersebut, puyuh di Indonesia memiliki pontensi untuk terus dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun daging. Pemeliharaan puyuh dikatakan mudah, sederhana, dan cepat karena tidak memerlukan lahan/ruang yang luas, telur puyuh dapat ditetaskan dengan waktu 14 17 hari dan pada usia 41 hari puyuh betina sudah dapat menghasilkan telurdan sudah dapat dipotong pada umur 6-7 minggu. Puyuh yang berkembang di Indonesia secara umum memiliki ciri-ciri bulu berwarna hitam atau coklat. Puyuh Padjadjaran
2 merupakan hasil pembentukan galur murni yang terdiri dari puyuh betina galur murni hitam yang memiliki sifat utama produksi telur serta puyuh jantan galur murni coklat yang memiliki sifat berat telur. Hasil persilangan puyuh Padjadjaran yang dihasilkan memiliki keunggulan tetasan autosexing. Puyuh Padjadjaran yang terdapat di Breeding Center Puyuh Fakultas Peternakan telah memasuki generasi 6. Puyuh Padjadjaran merupakan puyuh penghasil telur yang baik, selain itu puyuh Padjadjaran jantan juga dimanfaatkan sebagai penghasil daging. Pada puyuh jantan proporsi bagian edible dan inedible sangat penting diketahui karena akan menentukan kualitas sebagai puyuh yang dimanfaatkan dagingnya. Edible adalah bagian yang dapat dikonsumsi sedangkan inedible adalah bagian yang tidak dapat dikonsumsi. Untuk mengetahui proporsi bagian edible dan inedible puyuh Padjadjaran yang dikembangkan di Breeding Centre Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Bagian Edible dan Inedible Puyuh Padjadjaran Jantan Galur Murni Hitam, Coklat Serta Silangannya Pada Umur Potong Tujuh Minggu. 1.2. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah dari penelitian ini adalah berapa proporsi dan bobot bagian edible dan inedible puyuh Padjadjaran jantan galur murni hitam, coklat serta silangannya pada umur potong tujuh minggu. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui proporsi dan bobot bagian edible dan inedible puyuh Padjadjaran jantan galur murni hitam, coklat serta silangannya pada umur potong tujuh minggu
3 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa informasi dasar dan kajian ilmiah tentang bobot edible dan inedible puyuh Padjadjaran yang dipotong pada umur tujuh minggu. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya dalam upaya mengembangkan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia. 1.5. Kerangka Pemikiran Puyuh merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah mengalami domestikasi. Puyuh terdiri dari beberapa jenis diantaranya adalah puyuh Japonica (Coturnix coturnic japonica). Jenis puyuh ini yang paling popular diternakkan oleh masyarakat sebagai penghasil telur dan daging. Puyuh pedaging biasanya diperoleh dari puyuh petelur berjenis kelamin jantan atau puyuh betina yang sudah tidak memproduksi telur/afkir. Puyuh yang biasa diternakan yaitu puyuh berjenis kelamin betina untuk menghasilkan telur, sedangkan puyuh jantan selain digunakan sebagai pejantan dapat dimanfaatkan sebagai sumber daging. Baik telur maupun daging puyuh cukup digemari oleh masyarakat sehingga memudahkan bagi produsen dalam memasarkan produk yang dihasilkan. Puyuh jantan memiliki ciri terdapat tonjolan kecil di kloaka, yaitu struktur bulat khas pada pinggir atas anus yang mengeluarkan bahan pewarna putih dan berbuih dan dapat diketahui saat puyuh mulai dewasa kelamin sekitar 6 minggu (Listiyowati dan Roospitasari, 2009). Puyuh betina lebih berat dari pada yang jantan, tetapi tampak setelah puyuh berumur 6 minggu lebih yaitu puyuh betina beratnya sekitar 110-160 g per ekor sedangkan jantan 100-140 g per ekor (Nugroho dan Mayun, 1990). Puyuh Padjadjaran sudah autosexing dimulai dari
4 DOQ (Day Old Quail). Hal ini karena aplikasi sifat terpaut kromosom kelamin, sehingga sudah bisa dipisahkan jantan dan betina berdasarkan warna bulu yaitu betina coklat dan jantan hitam. Setelah melakukan persilangan, sexing puyuh dapat dilakukan pada umur satu hari dengan melihat perubahan morfologi warna bulu dengan tingkat keberhasilan 92,72% (Winda dkk., 2014). Pola pertumbuhan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan cepat, terjadi sebelum ternak mencapai dewasa kelamin dan berat hidup terus menerus bertambah dengan cepat. Tahap kedua kecepatan pertumbuhan semakin menurun sampai dengan ternak mencapai dewasa kelamin. Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk dan komponen tubuh. Komponen tubuh meliputi otot, lemak, tulang, daging dan organ. Pertumbuhan pada puyuh terdiri dari fase percepatan pertumbuhan (accelerating phase) yaitu umur 0-56 hari dan fase penghambatan pertumbuhan (retarding phase), kemudian pada fase percepatan pertumbuhan (accelerating phase) puyuh dibagi atas tiga bagian yaitu umur 0-12 hari, 12-40 hari dan 40-56 hari. (Garnida, 1998). Umur potong puyuh yang ideal adalah ketika puyuh mencapai dewasa kelamin yaitu 5-6 minggu (Inayasari, 2003). Semakin bertambahnya umur ternak akan terjadi peningkatan pertumbuhan pada organ-organ tubuh terutama perlemakan dan peningkatan persentase bagian lainnya (Soeparno, 2011). Puyuh akan mengalami pertumbuhan maksimal pada usia 6 minggu yang merupakan titik puncak dan akan menurun setelahnya. Pada umur 0-6 minggu pertama puyuh mengalami pertumbuhan dan perkembangan organ-organ reproduksi puyuh hingga mencapai dewasa kelamin. Pada dewasa kelamin pertumbuhan hewan masih berlanjut walaupun pertumbuhan berjalan dengan lambat tetapi pertumbuhan tulang
5 dan otot pada saat itu telah berhenti (Herren, 2000). Karkas akan relatif konstan apabila dewasa tubuh telah tercapai, pakan yang dikonsumsi akan dialihkan untuk reproduksi dan bukan untuk pembentukan daging sehingga bobot hidup dan persentase karkasnya tidak berbeda. Persentase karkas puyuh mencapai kisaran 60% dari bobot hidupnya (Listyowati dan Roospitasari, 2009). Faktor yang mempengaruhi bobot karkas adalah jenis kelamin, umur, aktivitas, bangsa, jumlah dan kualitas pakan, perlemakan tubuh, berat potong dan konsumsi pakan. Hal yang dapat mempengaruhi persentase karkas adalah zat dalam pakan seperti nutrisi protein yang dikonsumsi ternak untuk menghasilkan daging (Hayse dan Merion, 1973). Bobot potong adalah bobot yang diperoleh dengan menimbang ternak sesaat sebelum dipotong setelah dipuasakan selama kurang lebih 10 jam (Syadiah, 2006). Bobot potong termasuk kedalam parameter ekonomis dalam sebuah usaha peternakan, karena dengan mengetahui bobot potong dapat menunjukkan besarnya nilai yang diperoleh. Bobot potong yang diharapkan oleh konsumen, yaitu mempunyai proporsi bagian edible (bagian yang dapat dikonsumsi) tinggi dan bagian inedible (bagian yang tidak dikonsumsi) rendah. Bagian edible adalah bagian karkas dan giblet (hati, jantung, dan Gizzard ). Bagian inedible adalah berupa darah, bulu, kepala, kaki, leher dan jeroan tanpa giblet (Biyatmoko, 2001). Bulu merupakan bagian inedible yang berfungsi sebagai pelindung kulit dan sebagai insulator dari suhu yang ekstrim. Giblet adalah hasil ikutan yang dapat dimakan, biasanya terdiri dari hati, jantung dan Gizzard. Hati adalah organ yang berfungsi sebagai alat penyaring zatzat makanan yang diserap sebelum masuk dalam peredaran darah dan jaringanjaringan. Faktor- faktor yang mempengaruhi ukuran, konsistensi dan warna hati
6 yaitu bangsa, umur dan status individu ternak dan apabila keracunan warna hati berubah menjadi kuning, warna hati yang normal yaitu coklat kemerahan atau coklat (McLelland, 1990). Persentase bobot hati puyuh berkisar 2,31 % dari bobot tubuhnya (Bayu dkk., 2016). Jantung adalah organ yang berfungsi mempompa darah dan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Berat jantung dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis, umur, besar tubuh serta aktifitas ternak (Ressang, 1998). Persentase bobot jantung puyuh berkisar antara 0,6-0,9% dari bobot tubuhnya (Fritzgeralg, 1969). Hasil penelitian Bayu, dkk., (2016) menunjukkan persentase jantung puyuh berkisar 0.75 %. Gizzard adalah organ yang berfungsi untuk menggiling dan memecah partikel pakan yang mempunyai ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga dapat memundahkan pencernaan pada proses selanjutnya (Tambunan, 2007). Persentase bobot gizard berkisar antara 1,6-2,3% dari bobot hidup (Putnam, 1992). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Bayu, dkk., (2016) yang menunjukkan bahwa persentase jantung puyuh berkisar 2,32 %. 1.6. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 7 minggu mulai dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2018. Penelitian dilaksanakan di Breeding Center Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.