BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sumber Daya Manusia 2.1.1. Pengertian Sumber Daya Manusia SDM merupakan terjemahan dari human resource, namun ada pula ahli yang menyamakan sumber daya manusia dengan manpower (tenaga kerja). Menurut Sutrisno (2009:3) sumber daya manusia merupakan satu-satunya sumber daya yang memiliki akal perasaan, keinginan, keterampilan, pengetahuan, dorongan, daya dan karya (rasio, rasa dan karsa). Werther dan Davis dalam Sutrisno (2009:4) menyatakan bahwa Sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu dan siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Menurut Ndraha dalam Sutrisno (2009:4) sumber daya manusia berkualitas tinggi adalah: Sumber daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai komparatif tetapi juga nilai kompetitif-generatif-inovatif dengan menggunakan energi tertinggi seperti: intelligence, creativity dan imagination; tidak lagi semata-mata menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot dan sebagainya. Bagi perusahaan, ada tiga sumber daya strategis yang mutlak harus dimiliki untuk dapat menjadi sebuah perusahaan unggul. Tiga sumber daya kritis menurut Ruku dalam Sutrisno (2009:5) adalah: 1. Financial resource, yaitu sumber daya berbentuk dana/ modal financial yang dimiliki. 6
7 2. Human resource, yaitu sumber daya yang berbentuk dan berasal dari manusia yang secara tepat dapat disebut sebagai modal insani. 3. Informational resource, yaitu sumber daya yang berasal dari berbagai informasi yang diperlukan untuk membuat keputusan strategis ataupun taktis. Dari ketiga resources yang bersifat strategis diatas, hampir semua pimpinan perusahaan besar dan modern mengakui bahwa paling sulit diperoleh dan dikelola ialah human resource (sumber daya manusia/ modal insani) yang mempunyai kualitas sesuai yang diinginkan oleh perusahaan. 2.2. Disiplin 2.2.1. Pengertian Disiplin Pegawai Singodimedjo dalam Sutrisno (2009:86) mengatakan: Disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin kerja karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Menurut Haiman dalam Baharuddin (2013:59) mengemukakan Disiplin adalah suatu kondisi yang tertib, dengan anggota organisasi yang berperilaku dan memandang peraturan-peraturan organisasi sebagai perilaku yang dapat diterima. Latainer dalam Sutrisno (2009:87), mengartikan Disiplin sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.
8 Sedangkan bagi Beach dalam Sutrisno (2009:87) Disiplin mempunyai dua pengertian. Arti yang pertama, melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan menerapkan imbalan atau hukuman. Arti kedua lebih sempit lagi, yaitu disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap pelaku kesalahan. Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Sulistiani dalam Baharuddin (2013:59) Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur, disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja dalam sebuah organisasi. Sutrisno (2009:89) menyimpulkan bahwa Disiplin pegawai adalah perilaku seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin kerja adalah sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun tidak tertulis. Menurut Handoko (2008:208) ada dua tipe kegiatan pendisiplinan, yaitu: 1. Disiplin Preventip Adalah kegiatan yang dilaksananakan untuk mendorong para karyawan agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan-penyelewengan dapat dicegah. Sasarannya pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan. Dengan cara itu para karyawan menjaga disiplin diri mereka bukan semata-mata karena dipaksa manajemen. 2. Disiplin Korektip Adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturanaturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut.
9 Kegiatan korektip sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan (disciplinary action). Sebagai contoh, tindakan pendisiplinan bisa berupa peringatan atau skorsing. Berbagai sasaran tindakan pendisiplinan, secara ringkas, adalah sebagai berikut: a. Untuk memperbaiki pelanggaran b. Untuk mengahalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa c. Untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektip. Perusahaan bisa menerapkan suatu kebijakan disiplin progresif yang berarti memberikan hukuman-hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Tujuannya adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mengambil tindakan korektip sebelum hukuman-hukuman yang lebih serius dilaksanakan. Disiplin progesif juga memungkinkan manajemen untuk membantu karyawan memperbaiki kesalahan. Sebuah contoh sistem disiplin progresif secara ringkas dapat ditunjukkan sebagai berikut, menurut Handoko (2008:211): 1. Teguran secara lisan oleh penyelia 2. Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia 3. Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari 4. Skorsing satu minggu atau lebih lama 5. Diturunkan pangkatnya (demosi) 6. Dipecat.
10 Urutan tindakan pendisiplinan tersebut disusun atas dasar tingkat berat atau kerasnya hukuman. Untuk pelanggaran-pelanggaran serius tertentu, seperti berkelahi dalam perusahaan atau mencuri, biasanya dikecualikan dari disiplin progresip. Seorang karyawan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran itu bisa langsung dipecat. 2.2.2. Pentingnya Disiplin Kerja Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah salah satu metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Menurut Tohardi dalam Sutrisno (2009:88) Disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi tindakan-tindakan individu dalam iktikad tidak baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respon yang dikehendaki. Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Adapun bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya.
11 Ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seorang pegawai akan ikut disiplin, tetapi jika lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seorang pegawai akan ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin ingin menerapkan kedisiplinan, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para pergawai. Moenir dalam Baharuddin (2013:59) mengemukakan bahwa Disiplin kerja dalam pelaksanaannya harus senantiasa dipantau dan diawasi di samping hal itu seharusnya sudah menjadi perilaku yang baik setiap karyawan dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Panji Anoraga dalam Fuanida (2012:1) Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala peraturan yang telah ditentukan. Menurut Tohardi dalam Sutrisno (2009:96) Disiplin kerja atau kebiasaankebiasaan baik yang harus ditanamkan dalam diri karyawan sebaiknya bukan atas dasar paksaan semata, tetapi harus lebih didasarkan atas kesadaran dari dalam diri karyawan. Menurut Sutrisno (2009:97) menyimpulkan bahwa: Disiplin kerja merupakan alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma social yang berlaku.
12 2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009:89), faktor yang memengaruhi disiplin pegawai adalah: 1. Besar kecilnya pemberian kompensasi Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berfikir mendua dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan lain di luar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. Namun, pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam kegelisahan para karyawan, disamping banyak lagi halhal yang diluar kompensasi yang harus mendukung tegaknya disiplin kerja dalam perusahaan. 2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan, perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin
13 yang sudah ditetapkan. Misalnya, bila aturan jam kerja pukul 08.00, maka si pemimpin tidak akan masuk kerja terlambat dari waktu yang sudah ditetapkan. Peranan keteladanan pimpinan sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang memengaruhi disiplin dalam perusahaan, karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Para bawahan akan selalu meniru yang dilihatnya setiap hari. Apapun yang dibuat pimpinannya. Oleh sebab itu, bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan, maka ia harus lebih dulu mempraktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh karyawan lainnya. 3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak dapat ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Para karyawan akan mau melakukan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja atau untuk berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi peraturan tersebut. Oleh sebab itu, disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, para karyawan akan mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.
14 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya, bila pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah ada terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegur/ dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan. Para karyawan akan berkata: untuk apa disiplin, sedangkan orang yang melanggar disiplin saja tidak pernah dikenakan sanksi. 5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apa pun juga. Denga adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan seperti ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin
15 masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan. Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut WASKAT. Pada tingkat mana un ia berada, maka seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan melekat ini, sehigga tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan. 6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan penerimaan kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar pada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan.
16 7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain: a. Saling menghormati, bila ketemu dilingkungan pekerjaan. b. Melontarkan pujian sesuai tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut. c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka. d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan menginformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekaligus. Peraturan yang ada pada perusahaan dibuat oleh pimpinan guna menciptakan disiplin yang baik, selama peraturan yang dibuat bersahaja, para karyawan pun akan menerima serta mematuhinya sebagai jalan menuju keberhasilan pekerjaan dan kesejahteraan pribadi mereka (Black dalam Sutrisno, 2009:92). 2.2.4. Pelaksanaan Disiplin Kerja Disiplin yang paling baik adalah disiplin diri. Seseorang yang memiliki disiplin diri, ia akan melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan menepati setiap peraturan yang ada. Suatu waktu orang mengerti apa yang dibutuhkan dari mereka, dimana mereka diharapkan untuk selalu melakukan tugasnya secara efektif dan efisien dengan senang hati. Kini banyak orang yang mengetahui bahwa kemungkinan yang terdapat dibalik disiplin adalah meningkatkan diri dari kemalasan.
17 Organisasi atau perusahaan harus mempunyai peraturan atau tata tertib yang akan menjadi petunjuk bagi seluruh karyawannya agar tidak terjadi sebuah pelanggaran dalam mencapai tujuan perusahaan. Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009:94) peraturan-peraturan yang berkaitan dengan disiplin, antara lain: 1. Peraturan jam masuk, pulang dan jam istirahat. 2. Peraturan dasar tentang berpakaian dan bertingkah laku dalam pekerjaan. 3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain. 4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya. Disiplin perlu untuk mengatur tindakan kelompok, di mana setiap anggotanya harus mengendalikan dorongan hatinya dan bekerja sama demi kebaikan bersama. Dengan kata lain, mereka harus secara sadar tunduk pada aturan perilaku yang diadakan oleh kepemimpinan organisasi, yang ditujukan pada tujuan yang hendak dicapai. Dalam pelaksanaan disiplin kerja, peraturan dan ketetapan perusahaan hendaknya masuk akal dan bersifat adil bagi seluruh karyawan. Selain itu, hendaknya peraturan tersebut juga dikomunikasikan sehingga para karyawan tahu apa yang menjadi larangan dan apa yang tidak. Menurut Cordon dan Watkins dalam Sutrisno (2009:95) suatu program disiplin yang konstruksi harus dikembangkan disekitar elemen-elemen penting, sebagai berikut:
18 1. Rumus ketetapannya jelas, aturannya masuk akal, dipublikasikan dan dijalankan secara hati-hati. 2. Pelaksanaannya adil dengan menggunakan peringatan dan hukum yang dimaklumkan, dengan tujuan memberi koreksi, seimbang dengan pelanggaran, tidak keras pada permulaan dan ditetapkan secara seragam. 3. Kepemimpinan penyeliaan yang disesuaikan pada aturan-aturan pendisiplinan dan prosedur-prosedur, penuh pengertian tetapi teguh dalam menangani masalah pendisiplinan dan kepemimpinan penyeliaan itu sendiri merupakan suatu contoh bagi perilaku karyawan. 4. Pelaksanaan yang adil dan seragam untuk penyelidikan pelanggaran yang tampak, di mana pelaksanaannya tergantung pada tinjauan tingkat manajemen yang lebih tinggi, termasuk cara minta banding terhadap putusan pendisiplinan yang dianggap tidak adil. 2.2.5. Absensi Karyawan Salah satu jenis disiplin karyawan adalah kedatangan dan pulang yang sesuai dengan peraturan perusahaan. Absensi merupakan sebuah cara untuk mengetahui jumlah kehadiran seseorang. Absensi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan menggunakan lembar absensi. Karyawan perlu mencatat lagi untuk membuat rekap dari absensi tersebut. Menurut Pintasari (2014:4) Absensi adalah suatu cara untuk mengetahui sejauh mana tingkat disiplin kerja pegawai, apakah pegawai tersebut bisa mentaati peraturan yang diterapkan atau tidak.
19 Menurut Hasibuan dalam Wijaya dan Agus Safitri (2013:3) Absen adalah tidak bekerjanya seorang karyawan pada saat hari kerja, karena sakit, izin, alpa atau cuti. Absensi adalah daftar administrasi ketidakhadiran pekerja (absen). Absensi atau tidak hadirnya karyawan ditunjukkan karena karyawan sedang sakit, kesehatan menurun, atau izin untuk alasan pribadi. Absensi dapat dibilang sebuah pelanggaran apabila karyawan tidak datang kerja tanpa ada alasan tertentu seperti, menonton pertandingan, liburan melewati batas waktu yang diberikan dan lain-lain. Hal tersebut dikarenakan kurangnya rasa tanggung jawab pada diri karyawan dan banyak terjadi pada karyawan muda, juga dapat terjadi pada karyawan baru atau tua, disamping lokasi yang jauh. Adapun tujuan absensi menurut Pintasari (2014:4) adalah sebagai berikut: 1. Untuk melihat kehadiran pegawai 2. Untuk meningkatkan kedisiplinan pegawai 3. Untuk meningkatkan semangat kerja pegawai 4. Untuk mengetahui keadaan bawahan dihari kerja 5. Untuk mengetahui apakah bawahan mempunyai semangat kerja dengan melihat kehadiran karyawan dihari kerja.