40 BAB IV ANALISIS TERHADAP RELASI AGAMA DAN ILMU PENGETAHUAN Berangkat dari uraian yang telah dikemukakan dan di paparkan pada babbab sebelumnya, maka uraian selanjutnya penulis analisis sehingga mendapatkan secara garis besar terhadap relasi agama dan ilmu pengetahuan menurut Prof. Dr. Harun Nasution serta relevansi pemikiran Harun Nasution terhadap pemikiran zaman klasik tentang relasi agama dan ilmu pengetahuan. A. Analisis Terhadap Relasi Agama dan Ilmu Pengetahuan menurut Prof. Dr. Harun Nasution Agama dipandang Harun Nasution sebagai suatu ikatan yakni ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia sehingga ikatan tersebut memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Agama, termasuk di dalamnya Islam, berisikan ajaran kepercayaan kepada Tuhan, wahyu, kiamat, malaikat, setan,surga dan neraka serta hal-hal yang gaib yang tidak dapat diamati langsung dengan indera. Percaya akan semua hal-hal yang bersifat gaib itu diawali dengan kepercayaan dan hal ini tidak bisa diganggu gugat, sebab agama didasarkan pada otoritas wahyu. Agama yang inti ajarannya didasarkan pada wahyu, kalam Tuhan, masih memerlukan penfsiran-penafsiran menuju realisasi inti ajaran Tuhan. Dalam hal inilah dapat dilihat peran ilmu pengetahuan dalam menafsirkannya. Ilmu pengetahuan (sains) yang didasarkan pada akal pikiran dan pengalaman melalui indera, keberadaannya sangat diperlukan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran ajaran agama. Pengetahuan dalam Islam dapat diperoleh dari dua jalan, yakni jalan wahyu dalam arti komunikasi dari Tuhan kepada manusia dan dengan jalan akal yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Hubungan antara agama yang berdasarkan pada wahyu dan ilmu pengetahuan yang mendasarkan pada akal pikiran menurut Harun seharusnya tidak ada pertentangan, bahkan sebaliknya apabila akal digunakan secara
41 optimal akan dapat memperdalam iman. Agama akan dapat menemukan kembali vitalitas dan kemampuannya untuk menghadapi tantangan-tantangan jaman bila ditunjang dengan akal. Ilmu pengetahuan tidak dimaksudkan untuk mendirikan atau merobohkan satu bagian tertentu dari kepercayaan atau iman, tetapi untuk menguji dengan kritis apa saja yang datang kepadanya di dalam dunia dan untuk mengakui dengan jujur. Meskipun daerah agama dan ilmu pengetahuan yang nyata terpisah satu sama yang lainnya, namun antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Agama yang memiliki ajaran yang absolut dan mutlak ternyata masih memiliki ajaran yang relatif yang memberi ruang pada peran ilmu pengetahuan. Agama menetapkan tujuan, namun agama tetap belajar dari ilmu pengetahuan dalam arti yang seluas-luasnya. Dalam perkembangan Islam, akal memainkan peran yang penting, bukan dalam bidang kebudayaan saja, tetapi dalam bidang agama itu sendiri, ulama-ulama Islam tidak semata-mata berpegang pada wahyu, tetapi banyak pula berpegang pada akal. Hal ini dapat dijumpai dalam bidang fiqih dan tauhid. Dalam bidang fiqih, akal digunakan untuk memberikan pemahaman, serta pengetahuan yang belum jelas dalam ayat-ayat Al-Qur an, karena sebenarnya ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Qur an itu belum memberikan penjelasan-penjalasan yang terperinci dalam pengertian serta pelaksanaannya khususnya dalam ayat-ayat Ahkam (hukum). Sedangkan dalam ilmu tauhid akal dipergunakan untuk mengetahui sifat-sifat Allah bukan zatnya. Dalam masalah tauhid ini, menimbulkan berbagai macam aliran teologi dalam Islam, yang kesemuanya memiliki pendapat yang berbeda-beda. Walaupun demikian, semua aliran teologi yang timbul dalam agama Islam tetap berpegang pada nas Al-Qur an untuk memperkuat pendapat-pendapat mereka. 1 1 Harun Nasution, Akal dan Wayu Dalam Al-Qur an, ed. 1, cet. 2, Jakarta, Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hlm. 78
42 Ilmu pengetahuan merupakan produk kegiatan berpikir sebagai obor dan semen bagi peradaban di mana manusia menemukan dirinya dan menghayati hidupnya dengan lebih sempurna. Berbagai kegiatan dikembangkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan jalan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya. Hal ini terkadang dilakukan oleh manusia tanpa didasari agama. Sehingga yang terjadi adalah semangat sekularisasi nilai agama dalam kehidupan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan. Ketika persoalan ini terjadi dalam kehidupan masyarakat, yang terjadi bukan kemajuan tetapi malah menjadi sebuah malapetaka, sehingga yang harus dilakukan oleh para saintis adalah menyesuaikan ilmu pengetahuan dengan agama, dengan hal ini akan berkembang ilmu pengetahuan yang benar-benar memikirkan kepentingan umum, bukan kepentingan atau ambisi pribadi. Sehingga ilmu pengetahuan dan agama tidak ada pertentangan satu dengan yang lainnya. Apabila dirasa ada pertentangan kemungkinan besar justru ilmu belum dapat menjangkau permasalahannya. Prof. Dr. Harun Nasution dikenal sebagai pembaharu pemikiran Islam Indonesia yang kerap kali memberi pendapat tentang upaya membangun masyarakat muslim Indonesia. Menurutnya, kebangkitan muslim Indonesia tidak hanya ditandai dengan emosi keagamaan, tetapi didasarkan pada pemikiran yang mendalam tentang agama Islam 2. Harun Nasution sangat menjunjung tinggi peranan akal dalam pengembangan ilmu pengetahuan serta agama dalam pengertian dan pelaksanaannya. Hal ini dapat dilihat dari pendapatnya yang mengatakan bahwa, pengetahuan-pengetahuan dalam bidang keagamaan bukan hanya harus berdasarkan dengan wahyu saja, tetapi seperti juga halnya pengetahuan yang bersifat ilmiah, bahwa agama juga 2 Ade Armando, dkk., Ensiklopedi Indonesia untuk pelajar menggunakan huruf Helvetika dan souvenir Light, Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, hlm. 90.
43 diperoleh dengan mempergunakan bukti-bukti historis, argumen-argumen rasionil dan pengalaman-pengalaman pribadi. 3 Ilmu pengetahuan dalam Islam, khususnya di Indonesia memang kurang dapat berkembang dengan pesat seperti halnya di negara-negara barat, ini bukan berarti Islam menutup diri untuk perkembangan Ilmu pengetahuan dan modernisasi, melaikan karena sebagian besar umat Islam menganggap bahwa ajaran-ajaran yang ada dalam agama Islam, mengandung dogmadogma yang sulit menerima perubahan tersebut, padahal ajaran-ajaran yang dogmatis dalam agama Islam hanya sedikit jumlahnya. Hal lain yang menghambat perkembangan modernisasi dalam Islam yaitu umat Islam banyak menganggap bahwa tradisi yang sudah ada sejak jaman dulu dianggap sebagai dogma yang tidak dapat dilanggar dan diubah, padahal dalam Islam membuka pintu ijtihad bagi umatnya, karena tradisi yang ada sebelumnya belum tentu sesuai dengan jaman sekarang. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, agama dengan permasalahan-permasalahannya tetap membutuhkan peranan akal. Ilmu pengetahuanpun masih butuh dengan agama untuk mengontrol terjadinya kerusakan-kerusakan yang sebabkan olehnya. Jadi antara agama dan ilmu pengetahuan memang saling membutuhkan dan melengkapi. Namun konsep pemikiran Harun Nasution tentang relasi Agama dan ilmu pengetahuan masih bersifat abstrak, kurang jelas. Agama dalam pandangan Harun Nasution adalah suatu ikatan yang harus dipatuhi oleh manusia yang didasari dengan kepercayaan kepada tuhan yang mengatur segalanya. Dengan dasar kepercayaan itu manusia akan patuh dan tunduk dalam menjalankan ajaran-ajaran yang ada dalam agama, sehingga tanpa adanya pengaruh dari luarpun manusia tetap percaya dengan adanya tuhan. Ilmu pengetahuan disini hanya berperan sebagai penjelas dari ajaranajaran yang ada dalam agama. Ilmu pengetahuanpun dapat berkembang dengan sendirinya tanpa adanya pengaruh dari luar keilmuannya, karena ilmu pengetahuan bersifat 3 Harun Nasution, Falsafat Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1973, hlm. 14.
44 otonom, sedangkan agama hanya berperan dalam memberikan penjelasan moral dalam penerapannya dan sekaligus sebagai pertimbangan dan kadangkadang akan mempunyai pengaruh pada proses perkembangannya lebih lanjut. Dalam hal ini terjadi keharusan untuk memperhatikan kodrat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, dan bertanggung jawab pada kepentingan umum. B. Analisis Terhadap Relevansi Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution terhadap Pemikiran Zaman Klasik Tentang Relasi Agama dan Ilmu Pengetahuan Pada BAB III di atas telah dijelaskan, bahwa agama Islam sulit menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, sehingga tidak ada keharmonisan antara keduanya, oleh sebab itu Harun Nasution mencoba untuk mengubah pandangan umat Islam yang masih bersifat tradisional untuk dijadikannya sebagai umat yang modern, agar dapat berkembang dan menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dalam hal ini Prof. Dr. Harun Nasution berpendapat bahwasanya peranan akal (ijtihad) sangatlah diperlukan dalam mendampingi pengetahuanpengatahuan dalam bidang agama (wahyu). Wahyu yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW secara keseluruhan bukanlah suatu hal yang mutlak atau harga mati sehingga tidak bisa diotak-atik akan tetapi ada bagian-bagian tertentu dari wahyu yang perlu dijelaskan secara terperinci. Dalam menjelaskan atau menjabarkan bagian-bagian dari wahyu tersebut inilah masih diperlukannya rasio (akal) sehingga wahyu tersebut dapat dimengerti serta dipahami sesuai dengan tujuan dari diturunkan wahyu. Dalam Islam ajaran-ajaran yang bersifat dogmatis sebenarnya tidak banyak, ajaran-ajaran itu hanya menyangkut hal-hal seperti Tuhan Maha Esa, Nabi Muhammad rasul Tuhan, Al-Qur an adalah wahyu Tuhan, dan lain sebagainya. Dalam ayat Al-Qur an yang jumlahnya kurang lebih 6.600 ayat, hanya kira-kira ada 240 ayat yang mengandung ketentuan-ketentuan tentang
45 hidup kemasyarakatan. Pada umumnya ayat-ayat itu datang dalam bentuk prinsip-prinsip dan garis besarnya saja. Dalam memahami perincian dan pelaksanaanya banyak dipakai akal oleh para ulama yang dalam Islam disebut ijtihat. Tetapi perlu diperhatikan bahwa tiap agama umumnya, dikalangan umat Islam ada kecenderungan keras untuk menganggap hasil ijtihad atau pemikiran ulama bersifat absolut, sehingga kaburlah pengertian tentang ajaran-ajaran agama. Ilmu pengetahuan sendiri merupakan produk dari akal pikiran manusia yang bertujuan untuk mencari penemuan-penemuan baru guna memberikan kesejahteraan bagi kehidupan manusia, akan tetapi terkadang para saintis menutup diri dalam mencari ilmu pengetahuan, tanpa menghiraukan dimensi etik bagi kemasyarakatan, sehingga yang terjadi adalah ilmu pengetahuan yang sekuler, dan tidak menghiraukan akibat dari penemuannya itu. Maka di sinilah peran agama untuk memberikan arahan bagi ilmu pengetahuan agar dapat menghasilkan kontribusi yang positif bagi manusia. Untuk mengatasi munculnya ilmu pengetahuan yang sekuler dalam perkambangannya maka Harun Nasution memberikan alternatif, yaitu: 1. Menyesuaikan filsafat dan sains yang sekuler dengan agama, sehingga yang terjadi adalah filsafat dan sains yang agamis. 2. mengutamakan pendidikan moral umat beragama, disamping pengajaran ibadah dan syari ah, sehingga terciptalah umat beragama yang berakhlak mulia. Keselarasan antara ilmu pengetahuan yang bersumber pada akal dan agama yang berdasarkan pada wahyu, sebenarnya sudah ada dalam Islam pada zaman klasik, yaitu pada masa abad delapan dan sembilan masehi. Pada zaman itu Islam mengalami masa kejayaannya. Harun Nasution mencoba untuk menghidupkan kembali teologi rasional pada zaman klasik yang berkembang sekitar abad 8 dan 13 masehi. Dalam teologi ini manusia diberi kebebasan oleh Tuhan dalam menentukan kemauan dan perbuataannya. Dengan kata lain manusia bersifat dinamis dan aktif, bukan statis dan pasif.
46 Dalam teologi rasional ini juga diajarkan bahwa alam diatur oleh Tuhan menurut hukum alam ciptaan-nya, yang dalam al-qur an disebut sunnatullah. Yang dimaksud dengan sunnatullah adalah ciptaan Tuhan atas kehendak-nya, maka alam manusia yang mengikuti sunnatullah, yang pada hakekatnya mengikuti kehendak Tuhan. Dengan adanya sunnatullah yang mengatur alam semesta pada zaman itu banyak menghasilkan ahli-ahli ilmu pengetahuan. Sehingga berkembanglah ilmu pengetahuan duniawi secara pesat, karena dalam Islam akal sebenarnya memiliki kedudukan yang tinggi. Ayat al-kawniyyah dalam Al-Qur an, ayat-ayat yang mengajarkan manusia supaya memperhatikan fenomena alam, mendorong ulama-ulama Islam zaman klasik untuk mempelajari dan meneliti alam sekitar. Ulama Islam dan cendekiawan pada zaman itu bukan hanya menguasai ilmu dan filsafat yang mereka peroleh dari peradaban Yunanai klasik, tetapi mereka kembangkan dan tambahkan kedalam hasil-hasil pemikiran mereka sendiri. Sehingga timbullah ilmuwan-ilmuwan dan filosoffilosof Islam, di samping ulama-ulama dalam bidang agama. Untuk mengembangkan ilmu-ilmu itu di dirikan Universitas-universitas, yang terkenal diantaranya adalah Universitas Andalus di Cordoba (Spayol Islam), Universitas Al-azhar di Kairo dan Universitas Al-Nizamiah di Baghdad. Ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh ilmuwan Islam itu tidak mendapat tantangan dari ulama-ulama, bahkan ilmu pengetahuan dan agama pada waktu itu hidup berdampingan dengan damai. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemikiran-pemikiran Harun Nasution banyak kesamaannya dengan teologi rasional yang berkembang pada zaman klasik, hal ini dapat dilihat dari pemikiran-pemikiran Harun Nasution yang banyak mengacu pada ketajaman akal dalam masalah agama, seperti juga dalam teologi rasional zaman klasik yang menjunjung tinggi peranan akal. Perkembangan agama yang tertinggal jauh dengan ilmu pengetahuan dewasa ini dalam agama Islam, menurut Harun Nasution, bukan karena
47 ajaran-ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur an membatasi diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan melainkan karena pandangan umat Islam yang sempit dalam memahami isi dari kandungan Al-Qur an, sehingga Harun Nasution mencoba untuk menyesuaikan antara agama dan ilmu pengetahuan. Pada zaman klasikpun terdapat keserasian antara agama dan ilmu pengetahuan, karena kedudukan akal pada saat itu sangat tinggi sehingga banyak filosof dan ilmuwan yang lahir dari umat Islam. Hubungan antara ilmu pengetahuan dan agama sangat harmonis dan tidak ada pertentangan. Dalam memahami ajaran-ajaran Islam serta pelaksanaannya Harun Nasution mencoba untuk menghapus pandangan umat Islam yang menganggap bahwa tradisi yang datang dari ulama-ulama zaman silam merupakan suatu dogma yang tidak bisa diubah dan tidak boleh dilanggar, padahal tradisi tersebut belum tentu sesuai dengan zaman sekarang, dengan konsep ini Harun Nasution membuka kembali pintu ijtihad bagi ulama Islam pada zaman sekarang. Seperti juga yang terjadi pada zaman klasik, bahwa pintu ijtihad tetap terbuka bagi umat Islam, namun tetap berpegang pada sumber utama yaitu Al-Qur an dan Hadits. Jelas sudah bahwa konsep-konsep atau pemikiran-pemikiran Harun Nasution memiliki banyak kesamaan serta memiliki relavansi dengan pemikiran-pemikiran teologi rasional zaman klasik dalam banyak hal, seperti pemikiran-pemikiran Harun Nasution tentang kedudukan akal dan wahyu dalam Islam, pandangannya tentang agama, ilmu pengetahuan serta tujuannya dalam mengharmonisasikan ilmu pengetahuan dan agama, untuk menperoleh kehidupan yang lebih sempurna.