BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang

dokumen-dokumen yang mirip
Krangka Dasar dan Struktur Kurikulum 2013

Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) dalam Implementasi Kurikulum 2013

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang mungkin menggunakan salah satu dari arti kata tersebut sesuai dengan

II. KAJIAN PUSTAKA. anak-anak diberikan bermacam-macam pelajaran untuk menambah pengetahuan. yang dimilikinya, terutama dengan jalan menghafal.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran penemuan (discovery learning) merupakan nama lain

II. KERANGKA TEORETIS. Harlen & Russel dalam Fitria (2007: 17) mengatakan bahwa kemampuan

PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING MENGGUNAKAN TANGRAM GEOGEBRA UNTUK MENEMUKAN LUAS PERSEGI

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. dipelajari oleh pembelajar. Jika siswa mempelajari pengetahuan tentang konsep,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II. Kajian Teoretis

II. TINJAUAN PUSTAKA. dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kurnia (2007: 1.3) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang

UPAYA MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL DISCOVERY LEARNING. Etik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan suatu permasalahan yang diberikan guru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Discovery Learning merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berkaitan dengan perilaku atau tingkah laku. Hasil belajar diukur

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan discovery adalah suatu prosedur mengajar yang dapat. mengalami sendiri bagaimana cara menemukan atau menyelidiki

BAB II LANDASAN TEORI

1. Pengertian Strategi : Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian secara sempit dan pengertian secara luas.

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY (PENEMUAN)

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pendekatan ilmiah atau scientific approach. Dalam implementasi kurikulum

BAB II KAJIAN TEORITIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. berikutnya. Dengan meningkatnya perkembangan tubuh, baik ukuran berat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi pada fisik maupun non-fisik, merupakan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya kurikulum berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. eduaktif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik

Sementara itu, Forrest W. Parkay dan Beverly Hardeastle Stanford dalam

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Matematika

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan pendapat Hamalik (2004: 28) yang menyatakan bahwa belajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam proses belajar disiplin belajar sangat penting dalam menunjang

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

KAJIAN PUSTAKA. makna tersebut dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri atau bersama orang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan mampu menggunakan metode ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. suatu proses terjadinya peristiwa. Menurut Rusminiati (2007: 2) metode

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

II. TINJAUAN PUSTAKA. suatu proses pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada siswa sejatinya

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Pengertian efektivitas pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia dalam masa perkembangan, sehingga perlu

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran saintifik dari kelas I sampai dengan kelas VI. Pembelajaran tematik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

tingkah laku yang dapat dicapai melalui serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133) menyatakan bahwa model

BAB 1 PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK DAN TAKTIK

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam proses pembelajaran selama ini. Prosedur-prosedur Penilaian konvensional

Teori Belajar. Oleh : Putri Siti Nadhiroh Putrinadhiroh.blogs.uny.ac.id

II. TINJAUAN PUSTAKA. dapat menuju kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Slameto

II. TINJAUAN PUSTAKA. Metode discovery adalah suatu prosedur mengajar yang menitikberatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perhatiannya pada aktivitas kehidupan manusia. Pada intinya, fokus IPS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian belajar atau lerning, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran discovery (penemuan) adalah model mengajar yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DI SDN 10 SUNGAI SAPIH PADANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan tujuan dan bahan acuan interaksi. Di dalamnya dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil belajar merupakan sebuah tolak ukur bagi guru untuk dapat mengetahui

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Guru COPE, No. 01/Tahun XVIII/Mei 2014 PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN INKUIRI PADA SISWA SD

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum menurut Gagne dan Briggs (2009:3) yang disebut konstruktivisme

Transkripsi:

10 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran Pada prinsipnya teori belajar Behaviorisme dalam Lapono (2007) menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu beriteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri individu banyak ragamnya, baik sifat maupun jenisnya. Perubahan dalam diri individu tidak semua merupakan perubahan dalam arti belajar, misalnya tangan seorang anak bengkok karena jatuh dari sepada motor, maka perubahan seperti itu tidak dapat dikategorikan sebagai perubahan hasil belajar. Perubahan tingkah laku seseorang karena mabuk tidak dapat dikategorikan sebagai hasil perubahan tingkah laku karena belajar. Atas pijakan yang demikian, maka karakterisitik perubahan tingkah laku dalam belajar, menurut penjelasan Tim Dosen Pengembang MKDK-IKIP Semarang (1989) mencakup hal-hal seperti dikutip berikut ini:

11 a. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar Setiap individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan tingkah laku atau sekurang-kurangnya merasakan telah terjadi perubahan dalam dirinya. Seseorang dapat dikatakan belajar jika dalam diri orang terjadi suatu aktivitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat diamati relative lama. Perubahan tingkah laku tidak muncul begitu saja, tetapi sebagai akibat dari usaha tersebut. Oleh karena itu, menurut Ruminiati (2008: 13-14) proses terjadinya perubahan tingkah laku tanpa usaha tidak disebut belajar. b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional Slameto dalam Kurnia (2007: 130) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya. Misalnya jika seseorang anak belajar menulis, maka ia akan memahami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik. c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Menurut Skinner dalam Ruminiati (2008: 13) belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.

12 Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar dilakukan makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. d. Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara Winkel dalam Kurnia ( 2007: 13) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Itu berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seseorang memainkan piano setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang jika terus dipergunakan atau dilatih. e. Perubahan dalam belajar bertujuan Menurut Lapono (2007) perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

13 f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Kurnia (2007: 13) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang menghasilkan perubahan sikap yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jadi aspek perubahan tingkah laku berhubungan erat dengan aspek lainnya. Sedangkan pembelajaran menurut Morgan (dalam Kurnia, 2008) merupakan interaksi antara guru dan peserta yang menghasilkan perubahan tingkah laku peserta didik karena hasil pengalaman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi situasi selanjutnya dengan cara yang berbeda-beda. Menurut Suprijono (2009: 13) pembelajaran berpusat pada peserta didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanik. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar diartikan sebagai perolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan. Perubahan ini bersifat menetap, menyeluruh, dan dilakukan secara sadar. Pembelajaran merupakan interaksi antara guru dan peserta didik, sehingga terjadi dialog interaktif. Sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi berbagai permasalahan dengan cara yang berbeda-beda.

14 2.1.1 Aktivitas Belajar Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi yang mempengaruhi siswa dalam mendorong terjadinya belajar. Sardiman (2003:95) mengemukakan bahwa pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk merubah tingkah laku atau melakukan kegiatan untuk merubah tingkah laku. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas, sebab aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Nasution (2003:85) mengatakan bahwa aktivitas adalah segala sesuatu tingkah laku atau usaha manusia atau apa saja yang dikerjakan, diamati, oleh seseorang mencakup kerja pikiran dan badan. Hal ini menunjukkan bahwa semua yang dipikirkan dan dilakukan oleh siswa dalam proses belajar merupakan aktivitas. Sardiman (2010: 23) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan belajar kedua aktivitas itu harus selalu terkait. Kunandar (2010: 277) menyebutkan bahwa aktivitas belajar adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas belajar adalah segala bentuk keterlibatan siswa baik fisik maupun mental yang ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku dalam proses pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

15 2.1.2 Hasil Belajar Berakhirnya suatu proses pembelajaran, maka siswa akan memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) menyatakan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diadakan oleh adanya usaha belajar. S. Nasution (Kunandar, 2010 : 276) berpendapat bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pada individu yang belajar, tidak hanya mengenai pengetahuan, tetapi juga membentuk kecakapan dan penghayatan dalam diri pribadi individu yang belajar. Hamalik (2001: 30) menyatakan bahwa hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Perubahan perilaku tersebut mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yakni sisi siswa dan guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkatan tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2002: 250 251). Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu perubahan pengetahuan, sikap, ketrampilan siswa yang dilakukan melalui penilaian proses dan hasil belajar yang telah dilakukan berulang-ulang.

16 Perubahan perilaku tersebut mencakup tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapun indikator hasil belajar yang ingin dikembangkan dalam penelitian ini adalah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, dan evaluasi. 2.1.3 Model Pembelajaran Discovery Learning ( Kemendikbud, 2013:31). a. Definisi/Konsep Model Discovery Learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas. Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, \prediksi, penentuan dan inferi. Disimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa dan guru hanya sebagai pembimbing/fasilitator yang mengarahkan siswa menemukan konsep, dalil dan prosedur.

17 b. Kelebihan Penerapan Discovery Learning (Kemendibud, 2013:32) 1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya. 2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer. 3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil. 4. Model ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatannya sendiri. 5. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri. 6. Membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya. 7. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan sebagai peneliti di dalam situasi diskusi. 8. Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena mengarah padakebenaran yang final dan tertentu atau pasti. 9. Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

18 10. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru. 11. Mendorong siswa berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri. 12. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri. 13. Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik. 14. Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang. 15. Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan manusia seutuhnya. 16. Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa. 17. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar. 18. Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu. c. Kelemahan Penerapan Discovery Learning (Kemendikbud, 2013:33) (a) Menimbulkan asumsi bahwa ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berpikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan menimbulkan frustasi. (b) Tidak efisien untuk mengajar jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.

19 (c) Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama. (d) Pengajaran Discovery lebih cocok untuk mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep, keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian. (e) Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur gagasan yang dikemukakan oleh para siswa (f) Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untukberpikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru. d. Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran (Kemendibud, 2013:34) 1. Langkah Persiapan Metode Discovery Learning a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya) c. Memilih materi pelajaran. d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi) e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contohcontoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.

20 f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa. e. Prosedur Aplikasi Metode Discovery Learning (Kemendikbud, 2013:33) Pengaplikasikan Discovery Learning di kelas, ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara umum sebagai berikut: 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan) Pertama-tama pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan tanda tanya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Guru dapat memulai kegiatan proses pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan, anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan pemecahan masalah. 2) Problem Statement (Pernyataan/Identifikasi Masalah) Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas pertanyaan masalah).

21 Permasalahan yang dipilih itu selanjutnya harus dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, atau hipotesis, yakni pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan yang diajukan. Memberikan kesempatan siswa untuk mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan yang mereka hadapi, merupakan teknik yang berguna dalam membangun siswa agar mereka terbiasa untuk menemukan suatu masalah. 3) Data Collection (Pengumpulan Data) Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis. Pada tahap ini berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya hipotesis. Siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan (collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati objek, wawancara dengan narasumber, melakukan uji coba sendiri dan sebagainya. Konsekuensi dari tahap ini adalah siswa belajar secara aktif untuk menemukan sesuatu yang berhubungan dengan permasalahan yang dihadapi, dengan demikian secara tidak disengaja siswa menghubungkan masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

22 4) Data Processing (Pengolahan Data) Semua informasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu. Data processing disebut juga dengan pengkodean/kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep dan generalisasi. Generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan pengetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat pembuktian secara logis. 5) Verification (Pembuktian) Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing. Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak.

23 6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi) Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi. Proses menarik kesimpulan siswa harus memperhatikan proses generalisasi yang menekankan pentingnya penguasaan pelajaran atas makna dan kaidah atau prinsip-prinsip yang luas yang mendasari pengalaman seseorang, serta pentingnya proses pengaturan dan generalisasi dari pengalaman-pengalaman itu. 2.1.4. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu(Kemendibud, 2013:16-19 ) Pembelajaran tematik terpadu dilaksanakan dengan menggunakan prinsip pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu menggunakan tema sebagai pemersatu kegiatan pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran sekaligus dalam satu kali tatap muka, untuk memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Peserta didik dalam memahami berbagai konsep yang mereka pelajari selalu melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dikuasainya. Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu berawal dari tema yang telah dipilih/dikembangkan oleh guru yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

24 Pembelajaran konvensional jika dibandingkan dengan pembelajaran tematik ini tampak lebih menekankan pada tema sebagai pemersatu berbagai mata pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Keterlibatan peserta didik dalam belajar lebih diprioritaskan dan pembelajaran bertujuan untuk mengaktifkan peserta didik, memberikan pengalaman langsung serta tidak tampak adanya pemisahan antar mata pelajaran satu dengan lainnya. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran tematik terpadu berfungsi untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam memahami dan mendalami konsep materi yang tergabung dalam tema serta dapat menambah semangat belajar karena materi yang dipelajari merupakan materi yang nyata (kontekstual) dan bermakna bagi peserta didik. Tujuan pembelajaran tematik terpadu adalah: 1. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu 2. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama 3. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan 4. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik 5. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas

25 2.1.5 Penilaian Autentik (Kemendikbud, 2013: 35-41) 1. Pengertian Penilaian Autentik Penilaian autentik adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif yang memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas-tugas, menyelesaikan masalah, mengekspresikan pengetahuan dan keterampilannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan sekolah. Dalam hal ini adalah simulasi yang dapat mengekspresikan prestasi (performance) siswa yang ditemui di dalam praktik dunia nyata. Wiggins (1993) mendefinisikan penilaian autentik sebagai upaya pemberian tugas kepada peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran seperti meneliti, menulis, merevisi, dan membahas artikel, memberikan analisis moral terhadap peristiwa, berkolaborasi dengan antar sesama melalui debat, dan sebagainya. Penilaian autentik harus mampu menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remedial harus dilakukan.

26 2. Jenis-jenis Penilaian Autentik Dalam rangka melaksanakan penilaian autentik yang baik, guru harus memahami secara jelas tujuan yang ingin dicapai. Guru harus bertanya pada diri sendiri, khususnya berkaitan dengan: (1) sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang akan dinilai; (2) fokus penilaian akan dilakukan, misalnya, berkaitan dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan; dan (3) pengetahuan apa yang akan dinilai, seperti penalaran, memori, atau proses. a. Penilaian sikap, yaitu: observasi penilaian sikap percaya diri, b. Penilaian pengetahuan, yaitu: tes tulis. c. Penilaian keterampilan yaitu penilaian kinerja. 2.2 Penelitian terdahulu yang relevan Hasil penelitian terdahulu yang relevan oleh Susanti, Desi (2012) menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran bercerita dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dengan metode Discovery mengalami peningkatan, dan oleh Haldiansyah (2013) menyimpulkan bahwa penggunaan metode Discovery dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi luas bangun datar pada siswa di kelas VB SD Negeri 5 Sumberejo.

27 2.3 Kerangka Pikir Penelitian Berdasarkan kajian pustaka menunjukkan bahwa dalam pembelajaran tematik terpadu dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Dari uraian di atas, maka dapat divisualisasikan dalam bentuk kerangka pikir sebagai berikut: Guru Siswa Kondisi awal Tindakan di kelas Pembelajaran menggunakan pembelajaran Learning. Pembelajaran menggunakan pembelajaran Learning. belum model Disovery model Discovery Nilai kelas II sangat rendah Siklus I Menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang didemonstrasikan oleh guru, siswa mengamati. Siklus II Menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang didemonstrasikan oleh guru, siswa mengikuti. Kondisi Akhir Diduga menggunakan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.. Siklus II Menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang didemonstrasikan oleh guru, siswa ikut berperan. Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

28 2. 4 Hipotesis Tindakan Penelitian Berdasarkan kajian pustaka di atas dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas sebagai berikut: 1. Apabila dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang sesuai dengan langkah- langkah secara tepat dan benar, maka dapat meningkatkan aktivitas belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung. 2. Apabila dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran Discovery Learning yang sesuai dengan langkah- langkah secara tepat dan benar, maka dapat meningkatkan hasil belajar tematik terpadu pada siswa kelas II SD Negeri 1 Kota Baru Bandar Lampung.