BAB I PENDAHULUAN. pemuda yang ingin menikah. Perspektif pemuda tersebut didasari oleh fakta

dokumen-dokumen yang mirip
Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Penduduk Laki Laki dan Wanita Usia 15 Tahun Ke Atas menurut Jenis Kegiatan Utama, (ribu orang)

PRODUKSI BERAS PROVINSI ACEH HASIL INDUSTRI PENGGILINGAN PADI JAN APR 2012

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 29TAHUN 2016 TENTANG

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Besarnya jumlah mahar sangat mempengaruhi faktor hamil di luar nikah. Dalam

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 32 TAHUN 2016 TENTANG

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI ACEH

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Banyak wilayah-wilayah yang masih tertinggal dalam pembangunan.

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 27 TAHUN 2016 TENTANG

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

Proyeksi Penduduk Kabupaten/Kota Provinsi Aceh. UNITED NATIONS POPULATION FUND JAKARTA 2015 BADAN PUSAT STATISTIK

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2014

SIKAP TERHADAP JINAMEE TINGGI PADA MASYARAKAT ACEH

BERITA RESMI STATISTIK

Fortifikasi Garam Beriodium dalam Rangka Peningkatan Angka KGBI Aceh

Analisis Belanja Infrastruktur D i a n t a r a J a l a n B e r l u b a n g. T. Triansa Putra Banda Aceh, 26 Februari 2013

PECAPP. Now or Never. Pengelolaan Sumber Daya Keuangan Aceh yang Lebih Baik Analisa Belanja Publik Aceh 2012

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

BAB I PENDAHULUAN. Sabang, Langsa, Lhokseumawe dan Subulussalam. generasi ke generasi berikutnya, yang kemudian menjadi sebuah identitas dan

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BADAN INVESTASI DAN PROMOSI ACEH. Oleh: Kabid Pengembangan Investasi. Sosialisasi RUPM Aceh 29 Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. Adat Mahar telah menjadi suatu momok yang menakutkan bagi sebagian besar

GUBERNUR ACEH. 7. Peraturan./2 MW\DATAWAHED\2009\PER.GUB\AGUSTUS.

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan, sebuah tindakan yang telah disyari atkan oleh Allah SWT

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PENETAPAN MAHAR BAGI PEREMPUAN DI DESA KAMPUNG PAYA, KECAMATAN KLUET UTARA, KABUPATEN ACEH SELATAN

I. PENDAHULUAN. perumusan dari berbagai kalangan dalam suatu masyarakat. Terlebih di dalam bangsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting yang terjadi dalam

Tipologi Wilayah Hasil Pendataan Potensi Desa (Podes) 2014

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

PETA PENCAPAIAN PB TERHADAP PPM PB PER KAB/KOTA S/D JULI 2009

BAB I PENDAHULUAN. Humbang Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Samosir.

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

POTRET BELANJA PUBLIK ACEH TENGAH TAHUN Public Expenditure Analysis & Capacity Strengthening Program (PECAPP) Takengon, 19 Desember 2013

PETA PENCAPAIAN PB TERHADAP PPM PB PER KAB/KOTA S/D NOPEMBER 2008

Pemulihan dan Peningkatan Kesejahteraan Anak dan Perempuan

EXECUTIVE SUMMARY KAJIAN KESEIMBANGAN PEMBANGUNAN ACEH

BAB I PENDAHULUAN. kebanggaan bangsa Indonesia pada umumnya dan khususnya masyarakat Aceh

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DATA PRODUKSI TANAMAN PANGAN 2015

BAB I PENDAHULUAN UKDW

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2014\PER.GUB.

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

I. PENDAHULUAN. Suku Lampung terbagi atas dua golongan besar yaitu Lampung Jurai Saibatin dan

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

GUBERNUR ACEH MW\DATAWAHED\2010\PER.GUB\JUNI.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental karena

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI ACEH (ANGKA SEMENTARA)

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup umat manusia. 1. nafkah sehari-hari berupa lahan pertanian atau perladangan.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semenjak dua puluh tahun terakhir, dengan kemajuan besar dalam bidang teknologi informasi khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Yang berlandaskan

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB I PENDAHULUAN. Makna dari mahar pernikahan yang kadang kala disebut dengan belis oleh

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA) SERENTAK Tingkat provinsi (7 daerah) Tingkat kabupaten / kota. Aceh (Kota, 4 daerah dan Kabupaten, 16 daerah)

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan minuman internasional dan digemari oleh bangsa-bangsa di

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB III Tinjauan Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Kabupaten/Kota Provinsi Aceh 33 Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang dimiliki, kebudayaan merujuk pada berbagai aspek manusia

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 12 TAHUN 2004 TENTANG KEBUDAYAAN ACEH BISMILLAHIRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015

EVALUASI PROGRAM KB NASIONAL TAHUN 2008

DAFTAR PENERIMA SURAT Kelompok I

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

CAKUPAN LAPORAN FEBRUARI 2014

BAB I PENDAHULUAN. perempuan di Indonesia. Diperkirakan persen perempuan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. akal dan pikiran untuk dapat memanfaatkan isi dunia ini. Selain itu manusia. yang dilalui untuk dapat mempertahankan dirinya.

CAKUPAN LAPORAN JANUARI 2014

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PROSEDUR KEABSAHAN PEKAN OLAHRAGA DAN SENI (PORSENI) XIII KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI ACEH TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan baik itu oleh masyarakat sendiri

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

BAB I PENDAHULUAN. pandangan hidup bagi suatu kelompok masyarakat (Berry et al,1999). Pandangan

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain. 1. Pertalian darah menurut garis bapak (Patrilineal)

SKRIPSI ANALISIS SPASIAL KASUS MALARIA DI KELURAHAN PAYA SEUNARA KECAMATAN SUKAKARYA KOTA SABANG PROPINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Sudah menjadi sunatullah seorang manusia diciptakan untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses dan pemaknaan tentang arti perkawinan itu sendiri selama pasangan

ANALISIS KINERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI ACEH BERDASARKAN RASIO KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

RENCANA UMUM PENGADAAN. Melalui Swakelola. 54 Dayah/BP/TPA. 205 Dayah/BP/TPA. 180 Dayah/BP/TPA. 127 Dayah/BP/TPA. 162 Dayah/BP/TPA.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Adat Mahar telah menjadi suatu hal yang ditakuti oleh sebagian besar pemuda yang ingin menikah. Perspektif pemuda tersebut didasari oleh fakta yang sebagian besar perempuan saat inimeminta mahar dalam jumlah yang tinggi (Ayu, 2010). Ar-Rahli (2014) mengatakan bahwa tingginya kadar mahar telah menjadi masalah sosial yang mencakup seluruh masyarakat, baik yang tinggal di pedalaman maupun di daerah yang sudah berperadaban tinggi. Fenomena ini menanamkan sebuah tradisi dan budaya pada masyarakat sehingga menjadi tuntutan yang tidak bisa dihindarkan. Apabila ada yang tidak mengikuti maka akan menjadi bahan celaan orang lain. Lebih lanjut Ar-Rahli (2014) juga menyatakan fenomena tingginya kadar mahar telah menjadi sebuah hambatan bagi pasangan yang ingin menikah. Para laki-laki merasa tertekan, sementara wanita hanya diam dan putus asa menghadapinya. Hal ini menyebabkan keengganan banyak laki-laki untuk menikah. Di Indonesia pemberian mahar pada calon pengantin wanita dikenal dengan istilah yang bermacam-macam seperti pada masyarakat Batak disebut ujung, sinamot, pangolin, boli, tuhor, Jawa tukon Nias beli niha, Bugis sunrang, Bali petuku n luh, Dayak pekaian Ambon beli dan Timor belis. Jaya Pura pada suku Kemtuk disebut Kiwo. Motif pemberian ini

juga bermaksud sebagai imbalan dalam hal melepas wanita dari lingkungan keluarganya. Pemberian ini dapat berupa barang bernilai dan pada masyarakat yang masih terkebelakang dapat berupa manik-manik, barang pusaka yang bernilai magic atau binatang piaraan (Ismail & Daud, 2012). Aceh yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah menyebut mahar ini dengan jinamee. Jinamee merupakan syarat mutlak bagi pasangan yang akan menikah. Sama halnya dengan mahar, jinameeini menjadi suatu hak yang diterima oleh dara baro (calon pengantin wanita), dan menjadi kewajiban bagi linto baro (calon mempelai laki-laki). Jinamee tersebut kemudian menjadi hak istri dan tidak diperuntukkan keluarganya (Sufi, 2004). Jinamee dalam adat Aceh disimbolkan dengan bentuk emas. Sangat jarang dan hampir tidak pernah ditemui dalam adat Aceh memberikan jinamee dalam bentuk selain emas. Hal ini dikarenakan dalam masyarakat Aceh emas adalah simbol dari kemewahan dan kekayaan. Tradisi ini menjadi kesepakatan sosial dan kebudayaan yang diwarisi dari generasi ke generasi (Rizal, 2013). Jumlah jinamee biasanya ditentukan menurut jumlah jinamee dari generasi keluarga sebelumnya. Apabila anak yang akan dinikahkan anak pertama, maka ukuran jinamee didasarkan pada ukuran jinamee orangtuanya. Biasanya jinamee berkisar dari 5 sampai 25 24 karat. Mayam adalah ukuran emas untuk orang Aceh. Satu mayam kira-kira sama dengan 3,30 gram. Emas 24 karat adalah emas 90% sampai 97%, yang jika

dikonversikan ke nilai mata uang rupiah berkisar puluhan juta rupiah. Harga emas juga selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan harga rupiah terhadap dolar. Jinamee ini tidak termasuk ke dalam seserahan atau hantaran lainnya yang berupa keperluan hidup sehari-hari si wanita, seperti makanan, pakaian, sepatu, tas, kosmetika dan sebagainya (Sufi, 2004). Jinamee tersebut juga tidak boleh dikurangi dari ketentuan adat yang berlaku sebab ia dapat menjadi aib bagi keluarga tersebut (Muhammad Umar, dalam Ayu, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2010) mengenai makna jinamee dalam penghargaan keluarga istri pada sistem pernikahan suku Aceh di Krueng Mane Kecamatan Muara Batu Aceh Utara, menunjukan bahwa jinamee memiliki arti yang sangat besar bagi wanita suku Aceh yakni berupa harga diri seorang wanita. Hal ini disebabkan karena dalam prosesnya yang lebih menentukan adalah jumlah jinamee yang harus dibayar. Tingginya jinamee di tentukan oleh keluarga perempuan dan disepakati lagi dengan pihak keluarga laki-laki. Jumlah jinamee yang berlaku di Krueng Mane yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita berkisar 15 mayam (4,5 gram), 30 mayam (9 gram), sampai dengan 50 (15 gram). Jinamee tinggi tersebut memiliki maksud dimana sebagai balasannya, pihak keluarga perempuan akan memberikan peunulang (pemberian setelah dipisahkan), yaitu berbentuk rumah atau sepetak tanah sawah sesuai dengan kemampuan orang tua si gadis. Pasangan yang telah menikah tersebut juga akan tinggal dirumah orang tua istri sampai mereka diberi rumah sendiri. Selama masih bersama-sama tinggal dengan mertua, maka suami tidak

mempunyai tanggung jawab terhadap rumah tangga, melainkan ayah dari pihak perempuan (Syamsuddin, 2004). Fenomena jinamee tinggi ini menjadi topik hangat di kalangan masyarakat Aceh sehingga muncul daftar jumlah jinamee untuk setiap daerah di Aceh. Tabel ini muncul dalam media sosial facebook dan media sosial lainnya di internet. Tabel 1. Jumlah jinamee di Provinsi Aceh No Area Tipe-A Tipe-B Tipe-C Tipe-D 1. Pidie 60 s/d 50 40 s/d 30 25 s/d 20 19 s/d 10 2. Pidie Jaya 40 s/d 30 25 s/d 20 19 s/d 15 14 s/d 10 3. Bireuen 40 s/d 30 25 s/d 20 19 s/d 15 14 s/d 10 4. Aceh Besar 50 s/d 40 30 s/d 20 19 s/d 15 14 s/d 10 5. Banda Aceh 60 s/d 50 40 s/d 30 25 s/d 20 19 s/d 10 6. Sabang 35 s/d 25 9 s/d 6 7. Lhokseumawe 35 s/d 25 9 s/d 6 8. Aceh Utara 35 s/d 25 9 s/d 6 9. Langsa 30 s/d 25 9 s/d 6 10. Aceh Timur 30 s/d 25 9 s/d 6 11. Aceh Tamiang 30 s/d 25 9 s/d 5 12. Aceh Jaya 30 s/d 25 9 s/d 5

13. Aceh Barat 30 s/d 25 9 s/d 5 14. Aceh Selatan 15. Aceh Tengah 16. Aceh Barat Daya 9 s/d 4 17. Nagan Raya 30 s/d 20 9 s/d 4 18. Simeulue 19. Bener Meriah 20. Gayo Luwes 21. Aceh Tenggara 22. Subulussalam 23. Singkil Tabel diatas menunjukkan jumlah jinamee untuk setiap daerah, dari tipe A yang tertinggi hingga tipe D yang terendah. Jumlah-jumlah tersebut bila dirupiahkan berkisar jutaan hingga puluhan juta rupiah. Muhadzdzier (2013) menyatakan tingginya jinamee di Aceh menjadi faktor penghambat pasangan yang akan menikah sehingga meningkatkan perzinaan, hamil di luar nikah, dan bertambahnya laki-laki dan wanita yang melajang di Aceh. Selain itu, karena tingginya jinamee untuk melamar wanita

Aceh, seharusnya Pemerintah mencetuskan program Jaminan Mahar Aceh (JMA) bagi laki-laki yang ingin menikah sebab jinamee dalam adat turun temurun masyarakat Aceh dianggap memberatkan setiap laki-laki lajang di Aceh yang ingin menikah. Jinamee yang terlalu tinggi juga dinilailebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan dengan manfaat, seperti terhambatnya pernikahan karena tidak semua laki-laki dapat memenuhi permintaan tersebut. Selain itu,jinamee yang berlebihan berpotensi menimbulkan hal yang negatif setelah menikah. Seorang laki-laki bisa saja merasa berhak melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa telah memberikan jinamee yang tinggi (Marwan Idris, 2011). Permasalahan mengenai baik atau tidaknya, manfaat dan kerugian, serta tujuan jinamee tinggi bagi pasangan yang menikah di Aceh tergambar dari hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap beberapa warga Aceh, sebagaimana dikutip dibawah ini. Berikut komunikasi personal dari seorang warga Aceh yang tergabung dalam Lembaga Majelis Adat Aceh (2014). Kalau calon pasangan dari pihak laki-laki sanggup memenuhi syarat jumlah jinamee dari calon pasangan pihak wanita maka tak ada salahnya mereka menikah dengan jinamee tinggi. (Komunikasi personal, 12 Desember 2014) Subjek selanjutnya yang peneliti wawancara adalah wargalaki-laki di kota Bireun: Tidak setuju memberikan jinamee tinggi terhadap wanita sebelum menikah. Karena itu memberatkan kami orang laki-laki. (Komunikasi personal, 12 Desember 2014)

Fenomena jinamee tinggi di Aceh menyebabkan pro dan kontra, kesenjangan sosial yang terjadi akibat jinamee tinggi, jumlah-jumlah jinamee yang bervariatif di setiap daerah di Aceh, serta dampak dan manfaat yang dirasakan terkait jinamee tinggi, membentuk sebuah sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh dalam melihat fenomena ini. Berdasarkan pemaparan berbagai fenomena di atas, maka dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh. B. RUMUSANMASALAH Berdasarkan fenomena diatas peneliti ingin mengetahui beberapa hal yang dirumuskan dalam beberapa pertanyaan dibawah ini: a. Bagaimana gambaran umum sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh. b. Bagaimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh dilihat dari jenis kelamin. c. Bagaimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh dilihat dari tingkat pendidikan. d. Berapa jumlah jinamee tinggi menurut masyarakat Aceh. e. Berapa jumlah jinamee rendah menurut masyarakat Aceh. C. TUJUANPENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagimana gambaran umum sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh. b. Untuk mengetahui bagimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh dilihat dari jenis kelamin. c. Untuk mengetahui bagimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh dilihat dari tingkat pendidikan. d. Untuk mengetahui berapa jumlah jinamee tinggi menurut masyarakat Aceh. e. Untuk mengetahui berapa jumlah jinamee rendah menurut masyarakat Aceh. D. MANFAATPENELITIAN 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana dalam ilmu psikologi, khususnya dibidang Psikologi Sosial dalam menjelaskan sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh. Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah sumber kepustakaan dan penelitian Psikologi Sosial sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penunjang untuk bahan penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis a. Sebagai masukan bagi Lembaga Adat Aceh dan pengamat sosial mengenai bagaimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada

masyarakat Aceh. b. Sebagai masukan dan informasi bagi masyarakat Aceh sehingga dapat mengetahui dan memahami bagaimana gambaran sikap terhadap jinamee tinggi pada masyarakat Aceh. E. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan adalah struktur penulisan secara garis besar yang ada dalam penelitian. Bab I : Pendahuluan Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat peneltian, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori Bab ini menguraikan tentang landasan teoritis, yakni pembahasan teori sikap, jinamee, dan masyarakat Aceh. Bab III : Metode Penelitian Bab ini menguraikan tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, uji validitas, uji daya beda aitem, uji reliabilitas, prosedur pelaksanaan penelitian, dan metode analisa data. Bab IV : Analisa data dan Pembahasan Bab ini terdiri dari analisa dan interpretasi data yang berisikan mengenai subjek penelitian dan hasil penelitian.

Bab V : Kesimpulan dan Saran Bab ini menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian serta saran untuk pihak terkait dan penelitian selanjutnya.