BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang merupakan salah satu penyebab paling umum pada kasus akut abdomen yang memerlukan tindakan pembedahan (sekitar 10% dari seluruh tindakan pembedahan darurat pada abdomen). Risiko seseorang terkena apendisitis akut sepanjang hidupnya adalah sekitar 6-9% (Andersson, 2012). Apendisitis akut merupakan penyakit yang memerlukan penanganan segera dimana penanganan kasus apendisitis akut sering mengalami keterlambatan diakibatkan karena diagnosis yang kurang cepat dan akurat serta dapat juga oleh karena ketidaktahuan penderita sehingga penderita sering datang setelah terjadi komplikasi seperti peritonitis umum (Chen, et al., 1996; Humes dan Simpson, 2006). Angka kejadian kasus apendisitis akut di Amerika Serikat mencapai 11 per 10.000. Angka kematian dari penderita apendisitis akut sebesar 0,2-0,8% dan semakin meningkat diatas 20% pada penderita usia tua (>70 tahun), hal ini terjadi karena keterlambatan diagnosis yang seringkali kurang cepat dan akurat sehingga timbul komplikasi (Lawrence, 2003; Khan, 2005; Buckius, M.T., et al., 2011). Apendisitis akut sering terjadi pada usia 20 30 tahun, dengan rasio laki- laki dibandingkan dengan perempuan 1,4:1, dengan risiko terjadi angka kekambuhan pada laki-laki 8,6% dan perempuan 6,7 % di USA (Humes dan Simpson, 2006). Simpson dan Scholefied, (2008) menyebutkan insiden terjadinya apendisitis akut 1
2 di UK pada laki-laki 1,5% dan 1,9% pada perempuan per 1000 populasi setiap tahunnya dengan angka kekambuhan 6-20%. Kesalahan diagnosis sering terjadi dimana insiden terjadinya komplikasi sebesar 20%. Penegakkan diagnosis apendisitis akut masih sulit meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti. Diagnosis klinis apendisitis masih mungkin salah dan merupakan salah satu problem pada bidang bedah. Selama ini apendisitis akut didiagnosa berdasarkan anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium. Beberapa penelitian menyarankan USG sebagai penunjang diagnosis apendisitis akut dengan nilai prediksi positif USG 78-91% namun, modalitas yang mahal, efektivitas yang tergantung dari pemeriksa dan mungkin tidak mudah tersedianya fasilitas ini menyebabkan adanya penundaan dalam diagnostik dan pembedahan. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi angka negative appendectomy berkisar 20 35% (Lubis, R., 1998). Andersson, (2008) mendapatkan angka apendisektomi negatif 10%. Kesalahan dalam mendiagnosis lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering mengalami gangguan yang hampir menyerupai dengan apendisitis. Sheikh Muzamil, (2008) bahkan melaporkan tingkat apendisitis negatif hingga 50% pada wanita kelompok usia reproduksi. Beberapa sistem penilaian telah dikembangkan untuk membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut. Skor Alvarado adalah sistem skor yang paling umum digunakan dalam mendiagnosa kasus apendisitis akut, skor dengan nilai 7 atau lebih merupakan diagnostik untuk perlunya dilakukan tindakan operasi.
3 Sensitivitas dari skor Alvarado pada beberapa penelitian dilaporkan 59-83,7% dengan spesifisitas sekitar 23-87,5% dan negative appendectomy rate 11,3% (Khan, 2004 dan Chong, 2011). Dari penelitian yang dilakukan oleh Stefanus Dhe Soka, (2010) di RS Sanglah didapatkan sensitivitas, spesifisitas dan akurasi dari skoring Alvarado 85,2%, 62,5% dan 82,3%, nilai prediksi positif 93,9% serta nilai prediksi negatif 38,5%. Penelitian yang dilakukan oleh Untung, (2001) didapatkan nilai sensitifitas, spesifisitas dan akurasi dari skoring Alvarado 71,4%, 69,1% dan 69,4%. Wani, et al., (2006) dalam penelitian menyebutkan bahwa skor Alvarado masih memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang rendah dalam mendiagnosis penderita dengan kecurigaan apendisitis akut terutama pada pasien wanita dengan usia produktif, anak-anak dan orang tua. Hal ini dikarenakan skor Alvarado dibuat menggunakan data retrospektif, dan beberapa variabelnya bersifat subjektif, dan tidak spesifik. Skor AIR (Appendicitis Inflammatory Response score) ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2008 oleh Manne E. Andersson dan Roland E. Andersson. Sistem skoring AIR ini dalam penggunaannya pada anak-anak, wanita reproduksi dan penderita orang tua memiliki keunggulan daripada Alvarado skor oleh karena variabel yang terkandung di dalamnya lebih bersifat objektif dan spesifik serta data yang didapatkan berdasarkan data prospektif dengan nilai prognostik independen sehingga secara matematis memiliki keakurasian yang lebih baik daripada skor Alvarado. Dari penelitian Castro de, et al., (2012) menyebutkan area under receiver operating characteristic curve (ROC) dari skor AIR 0,96 lebih baik daripada skor Alvarado 0,82. Anderson, (2008) menyebutkan
4 nilai sensitivitas, spesifisitas dan akurasi dari skoring AIR 96 %, 99%, dan 97%. Pada skor AIR didapatkan variabel C Reactive Protein (CRP) yang tidak terdapat pada skor Alvarado, dimana banyak penelitian telah membuktikan peranan protein ini dalam penilaian penderita dengan apendisitis akut. C-Reactive Protein (CRP), adalah komponen penting sistem imun yang merupakan kompleks protein yang dibuat oleh tubuh ketika menghadapi infeksi mayor (Cylne dan Oishaker, 1999; Pepsy dan Gideon, 2003; Iskandar Henry Rosita, dkk., 2010). Chen dan Wang, (1996) menyebutkan CRP memiliki tingkat akurasi yang tinggi hingga 91%. Bila didapatkan peningkatan jumlah leukosit dan CRP, ini akan meningkatkan diagnosis klinis apendisitis akut sebesar lima kali lipat. Skor AIR juga memiliki kemampuan diskriminasi yang kuat dibandingkan skor Alvarado. Skoring AIR cukup menjanjikan dan memiliki sensitivitas, spesifisitas, serta akurasi diagnostik yang baik dan lebih unggul daripada skor Alvarado (Andersson, M., 2008; Chong,C.F., et al., 2011; Castro de., et al., 2012). Berdasarkan kelebihan yang dimiliki oleh skor AIR seperti yang telah diuraikan diatas dibandingkan dengan skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut, maka peneliti ingin melihat validitas skor AIR dalam mendiagnosis apendisitis akut di RSUP Sanglah Denpasar Bali. Apabila ternyata skor AIR memiliki kelebihan dibandingkan dengan skor Alvarado dalam mendiagnosis apendisitis akut di RSUP Sanglah Denpasar Bali, maka di harapkan skor AIR dapat menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan di RSUP Sanglah Denpasar Bali dalam mendiagnosis penderita apendisitis akut.
5 1.2 Tujuan Penelitian 1.2.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui validitas diagnosis skor AIR pada penderita apendisitis akut di RSUP Sanglah Denpasar Bali. 1.2.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui sensitivitas skor AIR pada apendisitis akut. 2. Untuk mengetahui spesifitas skor AIR pada apendisitis akut. 3. Untuk mengetahui akurasi skor AIR pada apendisitis akut. 4. Untuk mengetahui nilai prediktif positif skor AIR pada apendisitis akut. 5. Untuk mengetahui nilai prediktif negatif skor AIR pada apendisitis akut. 1.3 Manfaat Penelitian 1.3.1 Manfaat Klinis Skor AIR dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut secara bermakna di RSUP Sanglah Bali sehingga tindakan operasi dapat dipertanggungjawabkan. 1.3.2 Manfaat ilmiah Menambah khasanah ilmu terutama dalam bidang bedah dan ikut berperan memajukan bidang penelitian tingkat fakultas. Hasil penelitian yang
6 didapatkan juga dapat digunakan sebagai data dasar untuk melakukan penelitian penelitian lebih lanjut terutama tentang upaya peningkatan akurasi diagnosis apendisitis akut serta data dasar dapat digunakan untuk membandingkan dengan sistem skoring yang lain dalam mendiagnosis apendisitis akut.