BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat membuat kebijakan dimana pemerintah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan prinsip

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain Good Governance, terdapat salah satu aspek di dalamnya yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan otonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan umum pada Undang-Undang. Nomor 22 Tahun 1999 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah, namun di sisi lain memberikan implikasi tanggung jawab yang

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

2014 ANALISIS POTENSI PENERIMAAN PAJAK PENERANGAN JALAN DI KOTA BANDUNG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. dalam lingkungan Pemerintah kabupaten Karanganyar yang berkedudukan

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

EFEKTIVITAS PAJAK RESTORAN UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA PEMERINTAH DAERAH KOTA KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, melalui pengeluaran-pengeluaran rutin dan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya dari tahun ke tahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. semua itu kita pahami sebagai komitmen kebijakan Pemerintah Daerah kepada. efisien dengan memanfaatkan sumber anggaran yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Puspitasari dkk (2016) menjelaskan bahwa 1. Proses pemungutan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam era globalisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam rangka mewujudkan tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan yang sebaik mungkin. Untuk mencapai hakekat dan arah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana. mandiri menghidupi dan menyediakan dana guna membiayai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia disamping sektor migas dan ekspor barang-barang non migas. untuk membiayai kegiatan pemerintah (budgeter), maupun untuk

Isfatul Fauziah Achmad Husaini M. Shobaruddin

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan baik melalui administrator pemerintah. Setelah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah dalam rangka menyelenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. daerah menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 yaitu PAD. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD, adalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tempat pusat pemerintahan. Dahulunya pemerintahan pusat harus mengurusi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pembangunan nasional, Indonesia menganut

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. nyata dan bertanggung jawab. Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. diberi kewenangan untuk menjalankan pemerintahan, 1 pembangunan. nasional merupakan serangkaian upaya pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang mensejahterakan rakyat dapat dilihat dari tercukupinya

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa orde baru, pembangunan yang merata di Indonesia sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

ABSTRAK. Oleh : ROSNI. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, tiap-tiap daerah dituntut untuk mampu

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan potensi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Setiap provinsi terbagi dari beberapa Kabupaten maupun Kota.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi mencari sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

tatanan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Pusat maupun

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah Republik

ANALISIS KONTRIBUSI PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BANJARMASIN

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. didalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu Negara, ketersediaan data dan informasi menjadi sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. tersebut dibutuhkan sumber-sumber keuangan yang besar. Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah pusat. Pemerintah pusat membuat kebijakan dimana pemerintah daerah diberikan kekuasaan untuk mengelola keuangan daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan desentralisasi, pada hakekatnya desentralisasi adalah mengotonomikan suatu masyarakat yang berada dalam teritorial tertentu. Sesuai dengan arahan konstitusi, otonomi tersebut dilakukan dengan menjadikan masyarakat tersebut sebagai provinsi, kabupaten dan kota (Hoessein, 2003). Era otonomi daerah yang secara resmi mulai diberlakukan di Indonesia sejak 1 Januari 2001 menghendaki daerah untuk berkreasi dalam mencari sumber penerimaan yang dapat membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan (Siahaan,2010). Salah satu landasan yuridis bagi pembangunan otonomi daerah di Indonesia yaitu Undangundang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No 9 tahun 2015, disebutkan bahwa otonomi daerah yaitu hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 1

2 Dengan adanya kebijakan otonomi daerah ini diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan sendiri dan tidak bergantung kepada Pemerintah Pusat. Otonomi daerah memiliki implikasi yang luas pada kewenangan daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber pendapatan daerah dalam rangka pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah (Abdul, Tjahjanulin, Ratih, 2013). Pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan daerah terdiri dari (1) Pendapatan Asli Daerah, (2) Pendapatan transfer Dana Perimbangan (Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus), transfer pemerintah pusat lainnya, transfer pemerintah provinsi dan (3) Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Salah satu sumber pendapatan daerah yang paling potensial adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sumber pendapatannya berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. PAD bertujuan memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi. Dalam kaitannya dengan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah, PAD selalu dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur ketergantungan suatu daerah kepada pusat.

3 Kemampuan keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya PAD (Udin Rinaldi, 2012: 105). Berikut disajikan penerimaan dari pendapatan daerah Kota Bandung : Tabel 1.1 Pendapatan Daerah Kota Bandung Periode 2009-2014 Tahun Jenis Pendapatan Penerimaan Pencapaian PAD 360.152.627.690 15,0% Dana Perimbangan 1.448.863.491.100 60,3% 2009 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 593.450.860.935 24,7% 2010 2011 2012 2013 2014 Total 2.402.466.979.725 PAD 441.863.068.294 18,1% Dana Perimbangan 1.459.244.804.313 59,8% Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 539.052.488.107 22,1% Total 2.440.160.360.714 PAD 833.254.175.288 26,7% Dana Perimbangan 1.406.734.260.136 45,2% Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 875.308.088.481 28,1% Total 3.115.296.523.905 PAD 1.005.583.424.429 27,4% Dana Perimbangan 1.807.075.186.302 49,3% Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 854.034.798.869 23,3% Total 3.666.693.409.600 PAD 1.442.775.238.323 33,3% Dana Perimbangan 1.778.972.208.159 41,1% Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 1.110.341.500.294 25,6% Total 4.332.088.946.776 PAD 1.716.057.298.378 39,6% Dana Perimbangan 1.886.016.264.020 43,5%

4 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah 1.351.867.067.046 31,2% Total 4.953.940.629.444 Sumber : Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Berdasarkan tabel 1.1 terlihat bahwa Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung dari tahun 2009 2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dengan menyumbang pada daerah sebesar 15,0%, 18,1%, 26,7%, 27,4%, 33,3%, 39,6%. Dana perimbangan mengalami fluktuatif setiap tahunnya selama tahun 2009 2014, dengan menyumbang pada daerah sebesar 60,3%, 59,8%, 45,2%, 49,3%, 41,1%, 43,5%. Sedangkan Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah menyumbang pada daerah selama tahun 2009 2014 sebesar 24,7%, 22,1%, 28,1%, 23,3%, 25,6%, 31,2%. Terlihat bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung masih didominasi oleh Dana Perimbangan dari pemerintah pusat. Namun, Pendapatan Asli Daerah tiap tahunnya juga mengalami peningkatan, dengan peningkatan tertinggi tahun 2014 yaitu sebesar 39,6%. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran merilis hasil kajiannya tentang potensi pajak di Kota Bandung. Berdasarkan hasil kajian peneliti LPPM Unpad dalam seminar Kajian Laporan Akhir Potensi Pajak dan Retribusi Daerah Kota Bandung, Menurut Muhamad Ardya mengungkapkan bahwa potensi Pajak Daerah Kota Bandung belum tergali optimal, secara keseluruhan potensi pajak kota bandung hampir Rp 2 triliun. meskipun potensinya mencapai hampir Rp 2 triliun, namun Pemkot Bandung sendiri ternyata hanya berani mamatok penerimaan dari sektor pajak sekitar Rp1,6 triliun saja (www.koran-sindo.com,28/10/2015). Dengan adanya kajian tersebut

5 bedampak pada tidak optimalnya pencapaian penerimaan PAD dimana penyumbang PAD terbesar berasal dari sektor Pajak Daerah. Konsekuensi dari penerapan otonomi daerah yaitu setiap daerah dituntut untuk meningkatkan PAD guna membiayai urusan rumah tangganya sendiri. Peningkatan ini ditujukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik sehingga dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan penerimaan dari sumber sumber penerimaan daerah, salah satunya dengan meningkatkan PAD. Untuk mengoptimalkan Pendapatan Asli Daerah beberapa pos pendapatan asli daerah harus ditingkatkan antara lain pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. Semakin tinggi PAD yang dimiliki oleh daerah maka semakin tinggi kemampuan daerah untuk melaksanakan desentralisasi (Marselina,2012). Salah satu penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berasal dari sektor pajak daerah. Pajak daerah di Indonesia menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dengan Peraturan Daerah (Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan di daerah (Siahaan, 2009).

6 Pajak bagi pemerintah daerah berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary function) yang utama dan juga sebagai alat pengatur (regulatory function). Pajak sebagai salah satu sumber pendapatan daerah digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah, seperti membiayai administrasi pemerintah, membangun dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan kesehatan, membiayai kegiatan pemerintah daerah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dapat disediakan oleh pihak swasta yaitu berupa barang-barang publik. Melihat dari fenomena tersebut dapat dilihat bahwa pentingnya pajak bagi suatu daerah, terutama dalam menyokong pembangunan daerah itu sendiri merupakan pemasukan dana yang sangat potensial karena besarnya penerimaan pajak akan meningkat seiring laju pertumbuhan penduduk, perekonomian dan stabilitas politik. Dalam pembangunan suatu daerah, pajak memegang peranan penting dalam suatu pembangunan. Kota Bandung merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Barat yang pemerintah daerahnya senantiasa berupaya meningkatkan daerahnya dari tahun ketahun sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan baik oleh Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, maupun oleh Pemerintah Pusat. Adapun upaya peningkatan daerah tersebut adalah upaya untuk meningkatkan Penerimaan Pendapatan Daerah yang pada garis besarnya ditempuh dengan usaha intensifikasi yang artinya suatu usaha atau tindakan memperbesar penerimaan dengan cara melakukan pemungutan yang lebih ketat dan teliti. Usaha intensifikasi ini mempunyai ciri utama yaitu usaha untuk memungut sepenuhnya

7 dan dalam batas-batas yang ada. Sedangkan usaha ekstensifikasi adalah usaha untuk mencari dan menggali potensi sumber-sumber pendapatan daerah yang baru atau belum ada. Pajak Daerah sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, merupakan sumber keuangan riil bagi pemerintah daerah. Suatu daerah mempunyai hak untuk mengatur, mendapatkan, dan memelihara aspek sumber Pendapatan Asli Daerahnya yang hasilnya 100% (seratus persen) dikelola oleh pemerintah daerah itu sendiri (Saputro, Sudjana, Azizah, 2014). Dengan terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah kini mempunyai tambahan sumber pendapatan asli daerah (PAD) yang berasal dari Pajak Daerah, sehingga saat ini Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari sebelas jenis pajak, yaitu Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, dan Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, dan Bea perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (untuk selanjutnya disingkat PBB P2) yang sebelumnya merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah pusat dilimpahkan pengelolaannya kepada pemerintah daerah. Pengalihan pengelolaan PBB P2 dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah merupakan suatu bentuk tindak lanjut kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dengan adanya pengalihan tersebut maka pengelolaan PBB P2 diserahkan dan menjadi wewenang sepenuhnya masing-masing kabupaten/kota. Oleh karena

8 itu, PBB P2 menjadi pajak daerah yang berpotensi meningkatkan PAD dan bertujuan meningkatkan local taxing power kabupaten dan kota (Ardiyanto,Fauzan, 2012). Berikut ini diperlihatkan data mengenai target dan realisasi PBB P2 Kota Bandung Tahun 2009-2015 : Tahun Anggaran Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan PBB P2 Kota Bandung Tahun 2009-2015 Anggaran Rasio Efektivitas (%) Target (Rp) Realisasi (Rp) 2009 142.418.448.000 156.850.048.468 110,13% 2010 154.418.448.000 183.457.145.582 118,81% 2011 186.871.654.970 203.908.555.209 109,12% 2012 206.720.256.187 229.816.402.959 111,17% 2013 277.000.000.000 280.104.269.023 101,12% 2014 360.000.000.000 372.575.609.204 103,49% 2015 422.000.000.000 399.912.248.339 94,77% Sumber : Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Berdasarkan tabel 1.2 terlihat bahwa realisasi PBB P2 dari tahun 2009 sampai dengan 2015 terus mengalami peningkatan dalam segi jumlah penerimaan. Sebelum ditetapkan menjadi pajak daerah yaitu pada tahun 2009 sampai dengan 2012 realisasi PBB P2 selalu melebihi dari target yang telah ditetapkan dan pada tahun 2013 sampai dengan 2014 setelah menjadi pajak daerah hasil yang diterima masih melebihi target sedangkan pada tahun 2015 tidak melampaui target yang telah ditetapkan. Berikut disajikan penerimaan PBB P2 dan PAD Kota Bandung Tahun 2013-2015 :

9 Tahun Tabel 1.3 Penerimaan PBB P2 dan PAD Kota Bandung serta Kontribusi PBB P2 terhadap PAD Tahun 2013-2015 Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Rp) Penerimaan PBB P2 (Rp) Kontribusi PBB P2 terhadap PAD (Persentase) 2013 1.442.775.238.323 280.104.269.023 19,41% 2014 1.716.057.298.378 372.575.609.204 21,71% 2015 1.859.694.643.505 399.912.248.339 21,50% Sumber : Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung Rata-Rata 20,87% Berdasarkan tabel 1.3 dapat dilihat penerimaan PBB P2 kota Bandung dari tahun 2013-2015 mengalami peningkatan pada setiap tahunnya. Namun apabila dilihat berdasarkan presentasenya mengalami penurunan di tahun 2015 yaitu sebesar 21,50%. Kontribusi penerimaan PBB P2 terhadap PAD tertinggi yaitu pada tahun 2014 sebesar 21,71% dan terendah tahun 2013 sebesar 19,41%. Ratarata kontribusi penerimaan tersebut termasuk kriteria sedang. Angka tersebut masih bisa ditingkatkan dengan melakukan beberapa upaya seperti intensifikasi dan ekstensifikasi. Pengembangan potensi PBB P2 di kota Bandung masih terbuka lebar terlihat dari penerimaan pajaknya selama tiga tahun yaitu tahun 2013 hingga 2015 selalu mengalami peningkatan. Pengalihan keseluruhan PBB-P2 baik pemungutan maupun pengelolaan diharapkan akan membawa dampak positif terhadap peningkatan pemasukan PAD Kota Bandung. Beberapa penelitian tentang PBB-P2 yang sebelumnya telah dilakukan oleh para peneliti antara lain oleh Saputro, dkk (2014) yang meneliti tentang

10 Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Terhadap Peningkatan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Surabaya tahun 2009-2013. Hasil penelitian diperoleh yaitu rata-rata tingkat efektivitas penerimaan PBB Perkotaan Surabaya pada saat dikelola oleh DJP menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan pada saat PBB tersebut dikelola oleh DPPK Kota Surabaya (2011-2013), yaitu sebesar 86,45% dengan kriteria nilai interpretasi cukup efektif. Sedangkan rata-rata tingkat efektivitas penerimaan PBB Perkotaan Surabaya pada saat dikelola oleh DPPK Kota Surabaya (2011-2013) sebesar 76,38% dengan kriteria nilai interpretasi kurang efektif, serta kontribusi PBB Perkotaan Surabaya terhadap Pajak Daerah dan PAD Kota Surabaya dalam tiga tahun periode 2011-2013 selalu mengalami penurunan. Ratarata kontribusi PBB Perkotaan terhadap Pajak Daerah sebesar 31,10% dengan kriteria nilai interpretasi cukup baik, sedangkan rata-rata kontribusi PBB Perkotaan terhadap PAD sebesar 25,24% dengan kriteria nilai interpretasi sedang. Penelitian Utiarahman, dkk (2013) tentang Analisis Efektifitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan Perkotaan (PBB-P2) Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tomohon pada tahun 2011-2015 hasil penelitian diperoleh yaitu tingkat efektivitas dari tahun ke tahun selalu mengalami perubahan, tidak selalu meningkat atau menurun, dimana PBB yang masih dipungut oleh pemerintah pusat tingkat efektivitas pada tahun 2011-2012 belum efektif, sampai dengan tahun 2013 mengalami peningkatan yang signifikan dengan kriteria tingkat efektivitasnya yaitu sangat efektif, pada tahun 2014 pada saat dimana PBB dipungut oleh pemerintah daerah mengalami peningkatan

11 persentase dari tahun sebelumnya dengan kriteria tingkat efektivitasnya yaitu sangat efektif namun secara nominal lebih rendah dibandingkan tahun 2013, pada tahun 2015 mengalami penurunan yang cukup jauh dari tahun 2014. Realisasi yang diterima sangat jauh dari target karena masalah yang terjadi belum dilakukan penilian pajak kembali atau memperbaharui data yang ada sebelumnya, sedangkan untuk tingkat kontribusi terhadap PAD pada tahun 2014 sebesar 11,85% dengan nilai interpretasi kurang dan pada tahun 2015 sebesar 10,84% mengalami penurunan kontribusi terhadap PAD sebesar 1,01%. Efektivitas penerimaan pajak daerah menggambarkan kinerja suatu pemerintahan daerah, peranan dan kesiapan pemerintah daerah akan sangat terlihat jelas pada jumlah penerimaan pajak yang diterima, Karena PBB-P2 yang telah dikelola oleh Daerah kini akan jauh dari target yang ditetapkan jika pelaksanaanya tidak dilakukan secara baik. Pengalihan keseluruhan PBB-P2 baik pemungutan maupun pengelolaan diharapkan akan membawa dampak positif. Karena dari pajak daerah ini, menjadi salah satu sumber pembangunan kota agar semakin ditingkatkan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang kemudian hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Analisis Efektivitas Dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Survey pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung).

12 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengidentifikasi masalahmasalah sebagai berikut : 1. Bagaimana tingkat efektivitas dan laju pertumbuhan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kota Bandung pada tahun 2009-2015. 2. Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013-2015 (triwulan I-IV). 3. Seberapa besar kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013-2015 (triwulan I-IV). 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain : 1. Mengetahui efektivitas dan laju pertumbuhan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) Kota Bandung selama tahun 2009-2015. 2. Mengetahui efektivitas penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013-2015 (triwulan I-IV).

13 3. Mengetahui seberapa besar kontribusi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2013-2015 (triwulan I-IV). 1.4. Kegunaan Penelitian Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: 1. Bagi penulis Dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan pemahaman lebih mendalam dari teori yang telah diperoleh dengan kenyataan yang terjadi, terutama dalam bidang perpajakan khususnya Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. 2. Bagi pembaca Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi untuk penelitian sejenis. 3. Bagi Instansi Terkait Dapat dijadikan sumbangan pemikiran bagi instansi terkait untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di masa yang akan datang dan sebagai bahan evaluasi sampai sejauh mana kontribusi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kota Bandung.

14 1.5. Waktu dan Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis akan melakukan penelitian pada Dinas Pelayanan Pajak Kota Bandung yang berlokasi di Jl. Wastukencana No.2 Bandung. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober 2016 sampai dengan selesai.