BAB I PENDAHULUAN. Tanaman hortikultura mempunyai fungsi dalam pemenuhan kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BIAYA USAHA TANI DAN HARGA REFERENSI DAERAH KOMODITAS CABAI MERAH DI SUMATERA UTARA

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I. PENDAHULUAN *

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun dengan laju kenaikan lebih dari 20% (Adisarwanto, 2000). Indonesia dengan luas areal bervariasi (Rukmana, 2012).

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN. (b) Mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BPS. 2012

BAB I PENDAHULUAN. sumber vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. datang adalah hortikultura. Hortikultura merupakan komoditas pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki

I. PENDAHULUAN. membangun, dimana 80% penduduknya bermatapencaharian pokok di sektor

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

gizi mayarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat. Produksi hortikultura yaitu sayuran dan buah-buahan menyumbang pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia masih memegang peranan penting dari keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman cabai yang memiliki nama ilmiah Capsicum annuuml. ini berasal dari

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. pangan, tanaman hias, hortikultura, perkebunan dan kehutanan. Potensi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Jagung merupakan komoditi yang penting bagi perekonomian Indonesia,

perluasan kesempatan kerja di pedesaan, meningkatkan devisa melalui ekspor dan menekan impor, serta menunjang pembangunan wilayah.

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, pertanian sayuran sudah cukup lama dikenal dan dibudidayakan.

BAB I PENDAHULUAN. Program kebijakan revitalisasi pertanian menitikberatkan pada program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar mata

V. GAMBARAN UMUM KERAGAAN BAWANG MERAH Perkembangan Produksi Bawang Merah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang subur tanahnya dan berada di

BOKS LAPORAN SURVEI LAPANGAN PRODUKSI DAN PEMBENTUKAN HARGA KOMODITAS CABAI DI KABUPATEN MAGELANG DAN WONOSOBO

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RELEASE NOTE INFLASI DESEMBER 2017

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu mempunyai peran cukup besar dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

PEMETAAN STRUKTUR PASAR DAN POLA DISTRIBUSI KOMODITAS STRATEGIS PENYUMBANG INFLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yudohusodo (2006) mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi produksi pertanian tropis dan potensi pasar pangan

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

BAB 1. PENDAHULUAN. Indonesia. Bawang merah bagi Kabupaten Brebes merupakan trademark

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. bawang merah belum terasa nikmat (Rahayu, 1998).

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data strategis Kabupaten Semarang tahun 2013, produk sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

POLICY BRIEF KAJIAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN IMPOR PRODUK HORTIKULTURA. Dr. Muchjidin Rahmat

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN. Indonesia menurut lapangan usaha pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sektor

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH

ANALISIS KERAGAAN PERMINTAAN DAN PENAWARAN CABAI RAWIT DI KOTA GORONTALO JURNAL ILMIAH MEIKO SAIDI

ANALISIS TATANIAGA BERAS

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp:// [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian merupakan sektor yang mendasari kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian adalah salah satu sektor yang selama ini masih

BAB I PENDAHULUAN. politik. Oleh karena itu, ketersediaan beras yang aman menjadi sangat penting. untuk mencapai ketahanan pangan yang stabil.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

Sartika Krisna Panggabean* ), Satia Negara Lubis** ) dan Thomson Sebayang** ) Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Unversitas

III KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Produksi (kg)

Boks 2. Pembentukan Harga dan Rantai Distribusi Beras di Kota Palangka Raya

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH TAHUN 2013

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura terdiri dari kelompok tanaman sayuran (vegetables), buah (fruits),

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman hortikultura mempunyai fungsi dalam pemenuhan kebutuhan vitamin, mineral, penyegar, pemenuhan kebutuhan akan serat dan kesehatan lingkungan. Salah satu komoditi hortikultura yang sangat dibutuhkan manusia dan merupakan salah satu pangan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat hampir setiap hari adalah sayuran. Banyaknya manfaat sayuran ini menyebabkan sayuran menjadi bagian dari komoditas hortikultura yang terus diproduksi. Perkembangan tanaman hortikultura terutama sayuran dari tahun ke tahun terus meningkat, baik dari segi luasan lahan panen, produktivitas dan produksi setiap tahun di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup baik (Hermanto, Fadholi. 1996). Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000 ( Rachmat, Muchjidin. 2005). 3

Di sisi lain wilayah sentra produksi pertanian hortikultura khususnya cabai merah memiliki topografi yang beragam, ketersediaan sarana prasarana yang mendukung sektor tersebut (produksi, pengolahan, penyimpanan) bervariasi dari satu wilayah dengan wilayah lain, waktu panen yang tidak bersamaan di beberapa wilayah, dan iklim yang kurang mendukung pada saat tanam maupun panen raya, sehingga petani, kelompok tani (Poktan) maupun Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) selalu dihadapkan pada berbagai masalah: (a) Keterbatasan modal usaha untuk melakukan kegiatan pengolahan, penyimpanan, pendistibusian/pemasaran; (b) Posisi tawar petani yang rendah pada saat panen raya yang bersamaan dengan datangnya hujan, sehingga petani terpaksa menjual produknya dengan harga rendah kepada para pelepas uang (pedagang perantara); (c) Keterbatasan akses saat paceklik yang disebabkan karena tidak memiliki cadangan yang cukup. Dampak dari ketidakberdayaan petani, Poktan dan Gapoktan dalam mengolah, menyimpan dan mendistribusikan/memasarkan hasil produksinya dapat menyebabkan: (a) ketidakstabilan harga di wilayah sentra produksi pertanian pada saat terjadi panen raya, dan (b) kekurangan pangan pada saat musim paceklik. Untuk mengatasi permasalahan harga, kebiajakan yang dilakukan oleh pemerintah Sumatera Utara adalah dengan menetapkan Harga Referensi Daerah (HRD). (Anonimous. 2007). 4

Dari tabel 1, kita dapat melihat produksi cabai dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2010, produksi tertinggi tercapai pada tahun 2010 yaitu sebanyak 196.347 ton. Sedangkan produksi terendah terdapat di tahun 2005 yaitu sebanyak 104.089 ton. Luas panen cabai di sumatera utara juga meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan luas panen ini meningkat sekitar 10 hingga 20 persen setiap tahun. Sedangkan untuk rata-rata produksi, komoditi cabai di Sumatera Utara mengalami fluktuasi rata-rata produksi setiap tahun. Pada tahun 2008, rata-rata produksi cabai tidak mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu tahun 2007. Rata-rata produksi cabai tahun 2008 adalah sebesar 85,74 Kw/ha sedangkan rata-rata produksi cabai tahun 2007 adalah sebesar 85,30 Kw/ha. Rata-rata produksi cabai Sumatera Utara dari tahun 2005 sampai tahun 2010 adalah sebesar 84,06 Kw/ha (Pusat Data dan Informasi Pertanian. Volume 5, Nomor 2. 2006). Tabel 1. Produksi Cabai Sumatera Utara Pada Tahun 2010 Tahun Luas Panen Produksi Rata-rata Produksi (Ha) (Ton) (Kw/Ha) 2005 13.313 104.089 78,19 2006 14.628 117.591 80,38 2007 13.229 112.843 85,30 2008 15.911 136.415 85,74 2009 18.350 154.799 84,36 2010 21.711 196.347 90,44 Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara tahun 2012 (diolah) 5

Walaupun luas lahan, produksi, dan rata-rata produksi cabai di Sumatera Utara cenderung mengalami kenaikan, namun kenaikan ini masih belum menjawab masalah ketersediaannya dalam memenuhi seluruh kebutuhan akan cabai. Ketika panen raya, harga cabai cenderung menurun signifikan. Sedangkan ketika hari-hari besar, permintaan cabai akan meningkat harga cabai juga akan ikut meningkat tajam hingga dua sampai tiga kali lipat. Harga cabai yang rendah akibat panen raya, dirasakan sangat membebani petani. Harga cabai yang dibeli oleh pedagang pengumpul bahkan terkadang tidak sanggup menutupi biaya produksi. Sebaliknya, ketika hari besar dan permintaan cabai meningkat, harga cabai akan meningkat tajam. Namun peningkatan harga cabai ini tidak sepenuhnya dirasakan oleh petani. Petani hanya dapat merasakan sedikit porsi dari kenaikan harga cabai di pasar. Hal ini terjadi akibat tidak efisiennya rantai tataniaga cabai di Sumatera Utara sehingga margin share tidak terbagi secara adil sesuai dengan peran masing-masing pihak di dalam rantai tataniaga cabai ini. Di lain pihak, konsumen akhir cabai di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan harga yang fluktuatif. Konsumen tidak selalu menikmati harga cabai yang rendah ketika musim panen raya. Harga cabai biasanya tidak turun drastis sesuai dan tidak terlalu berbeda jauh dengan harga di tingkat petani. Misalnya ketika harga cabai di tingkat petani turun hingga 70% dari musim sebelumnya, harga cabai di tingkat konsumen akhir hanya turun maksimal hingga 30%. Sedangkan ketika permintaan cabai tinggi yang umumnya terjadi ketika hari-hari besar nasional, konsumen harus menerima harga yang meningkat hingga 2 sampai 3 kali lipat. 6

Melihat kegiatan tataniaga cabai di Sumatera Utara yang masih cukup tidak efisien, maka pemerintah hendaknya mengambil langkah kebijakan dan pelaksanaan kebijakan yang bertujuan meningkatkan efisiensi tataniaga cabai di Sumatera Utara. Bulog, sebagai salah satu lembaga yang bertugas menjaga stabilitas harga dan stok pangan, dapat merumuskan kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) yang berguna untuk stabilisasi harga. Harga Referensi Daerah (HRD) bertujuan untuk melindungi petani dari kerugian akibat penurunan harga cabai yang signifikan. Harga Referensi Daerah (HRD) juga bertujuan untuk melindungi konsumen dari kerugian akibat kenaikan harga cabai ketika permintaannya sangat tinggi. Harga Referensi Daerah (HRD) umumnya dirumuskan berdasarkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan petani cabai di Sumatera Utara dalam memproduksi cabai tersebut. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menyiapkan harga referensi daerah (HRD) cabai sebagai standar pembelian dari petani dengan mencari masukan dari berbagai pihak, termasuk kalangan pengusaha. Harga Referensi Daerah Cabai adalah harga minimum pembelian cabai di tingkat petani yang disepakati sebesar biaya produksi ditambah margin/keuntungan petani sebesar 30% (tiga puluh persen). Landasan kesepakatan Harga Referensi Daerah Cabai tahun 2012 di Provinsi Sumatera Utara adalah : 1) Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu daerah sentra produksi Cabai nasional dengan produksi ± 200.000 ton/tahun. 7

2) Masyarakat Provinsi Sumatera Utara memiliki permintaan yang cukup tinggi akan komoditi cabai. 3) Fluktuasi harga cabai terutama ketika harganya menigkat tajam, selama ini telah terbukti menyebabkan inflasi dan terganggunya perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian, kebijakan Harga Referensi Daerah (HRD) sangat penting di dalam membantu produsen dan konsumen cabai di Sumatera Utara terhindar dari fluktuasi tajam harga cabai (Badan Ketahanan Pangan Sumatera Uatara 2012). 1.2 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimanakah proses awal perencanaan harga referensi daerah cabai di Sumatera Utara. 2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di Sumut. 3. Berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk komoditi cabai di daerah penelitian. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Mengetahui proses awal perencanaan harga referensi daerah cabai di Sumatera Utara. 8

2. Berapa besar biaya biaya produksi (cost price) cabe pada tingkat on-farm di Sumut. 3. Menganalisis berapa rekomendasi Harga Referensi Daerah (HRD) yang tepat untuk komoditi cabai di daerah penelitian? 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di fakultas Pertanian Universutas Sumatera Utara. 2. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk menentukan harga jual cabai dan Harga Referensi Daerah yang layak untuk komoditi cabai merah di Sumatera Utara. 9