ANALISIS DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKEMANDIRIAN

dokumen-dokumen yang mirip
KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan peningkatan ketahanan pangan nasional. Hasil Sensus Pertanian 1993

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pertanian sudah pasti tidak dapat dilakukan. perbaikan cara bercocok tanam. (Varley,1993).

INFORMASI IKLIM UNTUK PERTANIAN. Rommy Andhika Laksono

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan

BAB I PENDAHULUAN. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah memproyeksikan

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura,dan 12,77 juta rumah tangga dalam perkebunan. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

BAB I PENDAHULUAN. memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau. paling terasa perubahannya akibat anomali (penyimpangan) adalah curah

OPINI MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SUNGAI DI DAERAH HILIR SUNGAI BERINGIN KOTA SEMARANG

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada kegiatan industri yang rumit sekalipun. Di bidang pertanian air atau yang

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Kebutuhan yang paling banyak memerlukan air yaitu lahan pertanian.

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bab V Analisis, Kesimpulan dan Saran

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan bahan makanan yang menghasilkan beras. Bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara yang bergerak dibidang pertanian.

BAB I PENDAHULUAN I - 1. Resti Viratami Maretria, 2011 Perencanaan Bendung Tetap Leuwikadu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita (Meiviana, dkk., 2004). Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

Drought Management Untuk Meminimalisasi Risiko Kekeringan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi Masyarakat Dalam..., Faizal Utomo, FKIP, UMP, 2016

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

KAJIAN LAHAN. Oleh: Djoko Trijono

ARAHAN PERENCANAAN KETAHANAN PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG. Maswirahmah Fasilitator PPSP Kabupaten Soppeng

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN II 2016

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. khusunya di kawasan perumahan Pondok Arum, meskipun berbagai upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PRODUKSI PADI DAN PALAWIJA (Angka Tetap 2013 dan Angka Ramalan I 2014)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Sosio Ekonomika Bisnis ISSN

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menjadikan Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan fakta

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

BAB III LAPORAN PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

I. PENDAHULUAN. sumber pangan utama penduduk Indonesia. Jumlah penduduk yang semakin

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Azwar Wahirudin, 2013

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGUATAN PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN DARI GANGGUAN OPT DAN DPI TRIWULAN I 2016

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UPAYA DEPARTEMEN PERTANIAN DALAM ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DI WILAYAH PESISIR DAN. Direktur Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. di negara ini berada hampir di seluruh daerah. Penduduk di Indonesia

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

BAB I PENDAHULUAN. Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya tetap merupakan agenda

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

1 LAYANAN KONSULTASI PADI IRIGASI Kelompok tani sehamparan

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

DINAMIKA PRODUKSI PADI SAWAH DAN PADI GOGO : IMPLIKASINYA TERHADAP KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI. Bambang Irawan

5. PEMBAHASAN 5.1. Penerimaan Kotor Varietas Ciherang, IR-64, Barito Dan Hibrida

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha di Indonesia Tahun (Persentase)

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

PENDAHULUAN. mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR TA 2017 ANALISIS DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN BERKEMANDIRIAN Bambang Sayaka Tahlim Sudaryanto Ening Ariningsih Bambang Prasetyo Wahyuning K. Sejati PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Kinerja sektor pertanian dan pangan di banyak negara berkembang yang didominasi oleh petani kecil dihadapkan oleh posisi yang sangat rawan terhadap gangguan, yaitu bentuk risiko di sektor pertanian yang dihadapi oleh rumah tangga petani dan komunitasnya. Gangguan-gangguan tersebut di antaranya perubahan iklim (kekeringan dan banjir), bencana alam, serangan hama dan penyakit, gejolak pasar (fluktuasi harga, instabilitas permintaan, dan penawaran produk pertanian), krisis ekonomi dan finansial, serta konflik sosial dan politik. Sebagian dari gangguan tersebut intensitasnya semakin tinggi dan frekuensinya makin sering. 2. Gangguan yang berlangsung lama akan berdampak terhadap ketahanan pangan suatu negara. Ketahanan pangan memiliki empat dimensi yaitu ketersediaan, stabilitas, akses, dan pemanfaatan. Dampak yang ditimbulkan dari setiap gangguan selayaknya diukur dari keempat dimensi di atas. Sektor pertanian di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia memiliki fungsi sebagai sumber pangan dan sumber pendapatan. 3. Perubahan iklim seperti musim kemarau yang berkepanjangan atau curah hujan yang terlalu tinggi sangat mempengaruhi produksi pertanian dan dapat menyebabkan gangguan pendapatan petani maupun ketahanan pangan. Pada tahun 2016 fokus penelitian dilakukan untuk mengukur daya tahan sektor pertanian terhadap kekeringan. Pada tahun 2017 penelitian diarahkan kepada perubahan iklim yang mengakibatkan banjir di beberapa sentra produksi pangan. Tujuan Penelitian 4. Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis daya tahan sektor pertanian, khususnya usaha tani padi, terhadap gangguan faktor eksternal, khususnya banjir, dan kebijakan untuk mengatasinya. Tujuan khusus penelitian ini adalah: (i) Memperoleh data dan informasi tentang fenomena banjir sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi sektor pertanian, khususnya pangan; (ii) Mengidentifikasi dampak banjir terhadap kondisi infrastruktur, aset produktif, produksi pertanian, dan pendapatan petani; (iii) Mengukur daya tahan petani terhadap gangguan banjir; (iv) Mengetahui berbagai upaya yang dilakukan petani dan masyarakat setempat dalam mengatasi banjir; dan (v) Menganalisis implementasi dan dampak kebijakan pemerintah dalam mengatasi gangguan banjir viii

Metodologi 5. Penelitian dilakukan di tiga provinsi, yaitu Jawa Barat (Ciamis, Indramayu, dan Subang), Jawa Timur (Bojonegoro dan Lamongan), dan Sulawesi Selatan (Pinrang dan Sidrap). Responden meliputi petani padi, kelompok tani, PPL (Penyuluh Pertanian Lapang), POPT (Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman), Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura di Provinsi dan Kabupaten, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Data primer sumber daya petani diolah menggunakan indeks untuk mengukur daya tahan petani. Pengaruh paparan banjir terhadap pendapatan total petani diestimasi menggunakan rasio komponen pendapatan. HASIL PENELITIAN Fenomena Banjir di Sektor Pertanian 6. Perubahan intensitas curah hujan secara ekstrem menyebabkan kerusakan tanaman padi akibat Dampak Perubahan Iklim (DPI) berupa banjir dan kekeringan. Informasi kerusakan tanaman akibat banjir dianalisis menjadi dua kriteria penilaian kerusakan, yaitu terkena (T) dan puso (P). Pada penilaian kerusakan akibat banjir, kriteria kerusakan tanaman (Terkena) di dalamnya terdapat kerusakan yang menyebabkan gagal panen/puso (P). 7. Rata-rata tahun 2007-2016, secara nasional luas areal padi yang mengalami kebanjiran per tahun mencapai 269,2 ribu hektare, dengan 28 persen (75,3 ribu hektare) di antaranya mengalami puso atau 2 persen dari luas tanam padi nasional (13,6 juta ha). Lima provinsi yang memiliki areal kebanjiran terluas adalah Jawa Tengah (41.376 ha; puso 7.994 ha), Jawa Timur (37.275 ha; puso 10.960 ha), Aceh (36.549 ha, puso 5.912 ha), Jawa Barat (29.675 ha; puso 5.766 ha), dan Sumatera Selatan (22.693 ha; puso 11.502 ha) atau 60,9 persen dari total luas areal yang terkena banjir secara nasional. Banjir di Sulawesi Selatan pada tahun 2016 seluas 12.676 ha (puso 4.521 ha). 8. Di Jawa Barat, luas areal padi yang mengalami kebanjiran menurun dari rata-rata 57.163 hektare pada tahun 2004-2009 menjadi 38.958 hektare (puso 34,5%), tahun 2009-2014 dan menurun lagi menjadi hanya 13.433 hektare (puso 39% dan 22% masing-masing pada 2009-2014 dan 2014-2017). Di Jawa Timur, luas areal padi yang mengalami kebanjiran menurun dari rata-rata 32.112 hektare (puso 33,0%) pada tahun 2007-2012 menjadi 26.430 hektare (puso 24,2%) pada tahun 2013-2017. Rata-rata luas areal padi yang mengalami kebanjiran di Sulawesi Selatan menurun dari 23.068 hektare (puso 24,5%) pada 2009-2016 menjadi 19.649 hektare (36,1% puso) pada 2013-2016. ix

Dampak Banjir terhadap Kondisi Infrastruktur, Aset Produktif, Produksi Pertanian, dan Pendapatan Petani 9. Banjir menyebabkan kerusakan sawah karena tanaman padi terendam air, lahan sawah juga kemasukan lumpur yang dibawa oleh air banjir. Saluran irigasi, baik primer, sekunder, maupun tersier menjadi lebih dangkal dan lebar saluran rigasi semakin sempit. Sebagian tanggul jebol karena diterjang banjir dan memerlukan perbaikan yang cukup banyak biayanya. Kerugian utama yang dialami petani akibat banjir adalah rusaknya tanaman padi jika banjir terjadi setelah padi ditanam. Hal ini memaksa petani menanam ulang hingga beberapa kali, atau menyulam tanaman yang mati. 10. Di Jawa Barat, misalnya, banjir menyebabkan menurunnya nilai produksi hingga nilai 29 persen dan keuntungan berkurang sebesar 39 persen. Di Jawa Timur banjir mengakibatkan produksi petani padi turun hingga 83 persen dan petani rugi atau mengalami penurunan keuntungan hingga 112 persen. Petani padi di Sulawesi Selatan mengalami penurunan produksi hanya kurang dari 1 persen tetapi keuntungan berkurang hingga 16 persen dibanding musim normal karena kualitas gabah menjadi lebih buruk. Kerugian terbesar terjadi jika padi sudah siap panen dan dilanda banjir sehingga bulir padi membusuk. 11. Paparan banjir menyebabkan pendapatan rumah tangga terganggu secara relatif. Total pendapatan rumah tangga petani berkisar antara Rp13,1 juta per tahun di Lamongan hingga Rp30,9 juta per tahun di Bojonegoro. Besarnya gangguan paparan banjir terhadap total pendapatan rumah tangga petani padi dapat dilihat dari nilai paparan gangguan pendapatan (E). Semakin besar nilai E maka semakin besar dampak banjir terhadap pendapatan rumah tangga petani. Nilai E berkisar dari 0,10 di Bojonegoro hingga 0,91 di Sidrap. 12. Diversifikasi atau ragam sumber pendapatan rumah tangga petani diindikasikan oleh nilai diversifikasi (K). Semakin besar nilai K maka akan semakin besar pendapatan relatif dari nonusaha tani padi. Daya tahan petani terhadap banjir semakin baik jika nilai K semakin tinggi. Kisaran nilai K adalah dari 0,10 di Sidrap hingga 9,34 di Bojonegoro. Nilai K (diversifikasi pendapatan) berbanding terbalik dengan nilai E (gangguan pendapatan). Daya Tahan Petani dan Usaha Tani terhadap Dampak Banjir 13. Banjir diakibatkan oleh kombinasi kondisi saluran air yang tidak optimal dan fenomena La Nina. Kondisi ini menyebabkan upaya antisipasi maupun penanganan banjir menjadi sulit dilakukan oleh petani karena di luar kapasitas petani, seperti upaya pengerukan sungai/waduk yang mengalami pendangkalan dan penyempitan. Di beberapa tempat, petani berkelompok bergotong-royong membersihkan saluran air sebelum waktu tanam dan memperbaiki tanggul-tanggul yang rusak. x

14. Dengan menggunakan lima macam variabel sumber daya, yaitu sumber daya manusia, sosial, alam, fisik dan keuangan, diperoleh indeks daya tahan petani padi terhadap risiko banjir. Daya tahan petani terhadap banjir bervariasi antardaerah dan tergantung sumber daya yang mereka miliki. Secara umum daya tahan petani padi di daerah penelitian tergolong cukup, yaitu memiliki nilai indeks lebih dari 0,60 dengan rincian Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan masing-masing 0,61; 0,62; dan 0,67. Daya tahan petani terendah dijumpai di Ciamis, Subang, dan Lamongan masingmasing sebesar 0,60 dan tertinggi di Sidrap, yaitu 0,68. Upaya yang Dilakukan Petani dalam Mengatasi Gangguan Banjir 15. Upaya petani dalam menghadapi banjir meliputi penangangan (antisipatif), tanggap (responsif), dan pemulihan (recovery). Antisipasi petani terhadap banjir antara lain dilakukan melalui memajukan musim tanam. Hal ini untuk berjaga-jaga supaya tanaman sudah lebih tinggi dan lebih kuat jika terjadi banjir. Petani juga menanam varietas padi yang lebih tahan genangan, baik varietas lokal maupun varietas unggul. Sebelum musim tanam sebagian kelompok tani bergotong royong membersihkan saluran tersier dan saluran cacing yang menuju ke hamparan sawah mereka. 16. Jika tanaman padi tergenang air, upaya responsif petani antara lain menanam ulang jika seluruh tanaman mati atau menyulam jika hanya sebagian tanaman yang mati. Sebagian petani bekerja di sektor lain sementara menunggu banjir surut. 17. Tindakan pemulihan yang dilakukan petani antara lain melakukan irigasi terputus (intermitten) dengan membuat drainase serta perbaikan saluran irigasi. Pupuk urea yang sebelumnya banyak digunakan diganti atau dicampur dengan pupuk organik. Kinerja dan Dampak Kebijakan Pemerintah dalam Mengatasi Gangguan Banjir 18. Dinas Kehutanan Provinsi dan Kabupaten melakukan reboisasi di daerah hulu, tetapi kurang optimal. Dampaknya adalah debit air yang sangat tinggi pada musim hujan yang menyebabkan banjir dan erosi sehingga terjadi pendangkalan waduk, sungai, dan saluran irigasi. BBWS (Balai Besar Wilayah Sungai) secara tidak rutin mengeruk sungai saluran primer. Tidak ada lagi pengerukan waduk atau danau. Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten juga tidak rutin melakukan normalisasi dan pengerukan saluran sekunder maupun tersier sehingga saluran irigasi semakin sempit dan dangkal. 19. Perbaikan pintu air yang rusak dilakukan agar berfungsi baik, tetapi umumnya perbaikan sangat lambat sehingga pintu air tidak berfungsi dalam waktu lama. Perbaikan tanggul yang jebol juga dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Debit air yang semakin tinggi pada musim hujan dan xi

pendangkalan karena erosi membuat tanggul yang diperbaiki mudah jebol lagi. Di samping itu, tanggul yang baru diperbaiki tidak berfungsi optimal atau kurang tinggi selama musim hujan. IMPLIKASI KEBIJAKAN 20. Pemerintah dalam jangka pendek perlu melakukan perbaikan sarana irigasi secara rutin. Tindakan tersebut meliputi normalisasi dan pengerukan sungai maupun saluran irigasi primer, saluran sekunder, saluran tersier, dan saluran cacing. Pintu air yang tidak berfungsi dan tanggul yang jebol harus segera diperbaiki agar kerugian petani akibat banjir tidak semakin besar. 21. Penanganan jangka panjang harus dilakukan untuk menghadapi banjir yang makin sering terjadi dengan intensitas makin tinggi akibat DPI (dampak perubahan iklim). Perbaikan daerah hulu dan pengerukan waduk harus menjadi prioritas. Penataan daerah hulu selain mengelola vegetasi dan daerah resapan secara baik, juga dilakukan dengan penataan ruang yang lebih baik dengan memperhatikan rasio ruang terbuka hijau terhadap luas lahan total. Pembangunan perumahan maupun bangunan lain di daerah hulu harus dibatasi supaya tidak mengganggu daerah resapan air. Pembangunan waduk baru juga perlu dilakukan untuk mengendalikan banjir pada musim hujan dan menyalurkan air pada musim kemarau. 22. Petani padi harus terus didorong mengikuti asuransi usaha tani padi (AUTP) untuk menekan risiko banjir. Dinas Pertanian Provinsi maupun Kabupaten/Kota perlu lebih giat melakukan sosialisasi AUTP. Hal yang sama harus dilakukan oleh PT Jasindo sebagai penyelenggara AUTP. 23. Diversifikasi atau ragam sumber pendapatan petani padi perlu ditingkatkan. Di samping sumber utama pendapatan rumah tangga dari usaha tani padi, petani perlu didorong untuk meningkatkan sumber pendapatan dari usaha tani tanaman lain, off farm, maupun kegiatan nonpertanian untuk mengurangi risiko pendapatan. xii