BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 (0,3 juta km 2 perairan teritorial; dan 2,8 juta km 2 perairan nusantara) atau 62 % dari luas teritorialnya. Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia. Hal ini karena memiliki ekosistem pesisir seperti hutan mangrove, terumbu karang (coral reefs), padang lamun (sea grass beds), yang sangat luas dan beragam. Selain itu, kekayaan yang dimiliki oleh pesisir dan lautan Indonesia adalah bahan tambang dan mineral, seperti : minyak dan gas, timah, bijih besi, bauksit, dan pasir kwarsa (Dahuri, 2004). Segara Anakan merupakan sebuah teluk di bagian selatan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, yang di depannya membentang sepanjang kurang lebih 30 kilometer arah timur - barat adalah Pulau Nusakambangan yang melindungi teluk tersebut dari gelombang Samudera Hindia. Kondisi pasang surut dan kadar garamnya masih mencirikan sifat - sifat laut, tetapi gelombang dan arusnya sudah teredam sehingga menjadi perairan yang tenang dan banyak orang yang menyebut Segara Anakan sebagai lagoon atau laguna. Permasalahan yang dihadapi pada Laguna Segara Anakan adalah tingkat sedimentasi tinggi dan penebangan vegetasi mangrove secara bebas. Sedimentasi di Laguna Segara Anakan berasal dari sungai Citanduy dan sebagian kecil lainnya dari sedimentasi pantai. Sedimen dari Sungai Citanduy sebanyak 5,00 juta m³/th (jumlah angkutan sedimen); 4,26 juta m³/th (langsung ke laut); dan 0,74 juta m³/th diketahui mengendap di Segara Anakan (Sukardi, 2010). Sedimentasi yang meningkat ini akan menurunkan kapasitas dan aliran air menuju Samudera Hindia serta dapat mengganggu kondisi ekosistem kawasan pesisir terutama hutan mangrove. 1
Penelitian Ardli dan Wolff (2008) menyatakan bahwa terjadi perubahan luasan hutan mangrove yang terjadi dari tahun 1984 2003 sebesar 44% (gambar.1) yang dialokasikan sebagai lahan pertanian padi dan pertambakan serta pemukiman. Perubahan tersebut diakibatkan adanya aktivitas manusia, salah satunya penebangan vegetasi mangrove yang tidak terkontrol. Lebih lanjut (Sukardi, 2010) menunjukkan bahwa angka penebangan vegetasi mangrove di Segara Anakan mencapai 14,23 m³ per hari. Hal ini menunjukkan hasil yang sangat besar dalam perubahan luasan hutan mangrove yang ada di Segara Anakan. Kondisi perubahan penyusutan hutan mangrove yang terjadi ini perlu dilakukan pemetaan hutan mangrove sehingga diperoleh data yang terkini (up to date). Hal ini dapat dilihat melalui tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di tahun terbaru. Perlu adanya teknik yang cepat dan akurat agar kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan efisisen karena perubahan luasan hutan mangrove terjadi relatif cepat dan lokasinya sulit dijangkau. Kemajuan teknologi penginderaan jauh sistem satelit pada saat ini mampu menyediakan citra penginderaan jauh yang mempunyai resolusi spasial, spektral, dan temporal yang cukup tinggi. Selain itu, penginderaan jauh saat ini pun menjadi suatu alat bantu dalam menyelesaikan berbagai permasalahan aspek keruangan, lingkungan, dan kewilayahan karena luasnya lingkup penginderaan jauh. Adanya salah satu satelit terbaru yang bisa dimanfaatkan untuk mendeteksi hutan mangrove adalah Landsat 8. Satelit ini melanjutkan misi satelit Landsat 7 (ETM+) sebelumnya. Landsat 8 merupakan salah satu teknologi penginderaan jauh yang diluncurkan pada awal Februari 2013 di California, Amerika Serikat. 2
Gambar 1.1 Perubahan Luas Segara Anakan berdasarkan Penginderaan Jauh (Ditjen SDA, Dept. Pekerjaan Umum dalam Ardli dan Wolff, 2008) Keberadaan satelit Landsat 8 ini dilengkapi oleh 2 buah sensor yang merupakan hasil pengembangan serta peningkatan dari sensor pada satelit-satelit sebelumnya. Guna memaksimalkan fungsi sensor yang ada, Landsat 8 memiliki 9 saluran pada sensor OLI (Operational Land Imager) dan 2 saluran pada sensor TIRS (Thermal Infrared Sensor). Jumlah keseluruhan dari sensor Landsat 8, ada 11 saluran yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda sehingga mampu mengenali objek secara lebih meluas, dibandingkan dengan Landsat sebelumnya. Keunggulan Landsat 8 dibandingkan seri-seri sebelumnya adalah terkait oleh spesifikasi saluran-saluran yang dimiliki maupun panjang rentang spektrum gelombang elektromagnetik yang ditangkap. Tidak hanya itu saja, tingkat keabuan yang dimiliki Landsat 8 juga lebih besar dibandingkn seri-seri 3
sebelumnya. Jika sebelumnya Landsat memiliki tingkat keabuan sebesar 8 bit, kini di Landsat 8 tingkat keabuan meningkat menjadi dua kali lipat, yaitu 16 bit. Resolusi spasial yang dimiliki oleh Landsat 8 tidak mengalami peningkatan dibandingkan seri sebelumnya, yaitu 30 meter untuk saluran multispectral dan 15 meter untuk saluran pankromatik. Adanya kombinasi tingkat keabuan yang meningkat dua kali lipat, membuat perbedaan kenampakan objek-objek di permukaan bumi semakin lebih jelas. Hal ini tentu membuat interpretasi akan semakin meningkat dan berpengaruh terhadap peningkatan kerincian peta yang akan dihasilkan. Satelit Landsat 8 ini menyediakan data citra time series meliputi seluruh wilayah Indonesia yang gratis untuk diunduh. Resolusi spasial, temporal, serta resolusi radiometrik yang tergolong baik, menjadi 3 keunggulan yang dimiliki oleh citra Landsat 8 dibandingkan dengan citra-citra lainnya. Hal ini tentu saja sangat membantu pelaksanaan pemetaan kerapatan kanopi hutan mangrove dengan lebih efisien dibandingkan pemetaan secara konvensional. Hasil interpretasi hutan mangrove dalam hal ini diperoleh dari citra penginderaan jauh yang dikaitkan dengan hasil lapangan sehingga memberikan gambaran kondisi daerah penelitian. Selanjutnya, hasil interpretasi citra diambil sampel dan dapat dihitung efektivitas hasilnya. Oleh sebab itu, penggunaan citra Landsat 8 sangat membantu dalam berbagai kebutuhan aspek, salah satunya untuk studi vegetasi hutan mangrove. 1.2. Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Hutan mangrove merupakan ekosistem di kawasan pesisir yang mampu berperan sebagai penahan ombak, penahan intrusi dan abrasi air laut. Selain itu, hutan mangrove juga berperan sebagai sumber penghasilan masyarakat desa di kawasan pesisir, sebagai habitat biota laut, serta dapat dikembangkan sebagai kawasan wanawisata untuk kepentingan pendidikan dan hiburan. Akan tetapi, wilayah Segara Anakan mengalami tekanan yang besar yaitu tingginya laju sedimentasi dari daratan dan penebangan liar yang mengakibatkan penurunan hutan mangrove baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini bahkan dapat menyebabkan hilangnya fungsi lindung lingkungan dari hutan mangrove tersebut. 4
Pengelolaan hutan mangrove yang terencana dengan baik merupakan cara terbaik dalam pemanfaatan dan upaya untuk menjamin kelestarian hutan mangrove di Segara Anakan. Adanya teknologi penginderaan jauh yang semakin berkembang pesat, tentu saja diharapkan dapat membantu dalam penyelesaian permasalahan yang ada terutama penurunan besarnya luasan hutan yang berdampak pada kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang ditujukan untuk mengukur kerapatan kanopi hutan mangrove yang ada dengan memanfaatkan citra Landsat 8. Kerapatan kanopi hutan mangrove yang diukur akan menjadi indikator kerusakan hutan mangrove yang terjadi. Penelitian yang dilakukan berupa pemetaan kerapatan kanopi hutan mangrove yang diperoleh dari data penginderaan jauh berupa citra satelit penginderaan jauh. Kerapatan kanopi hutan mangrove dapat diidentifikasi dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh, dimana letak geografi hutan mangrove yang berada pada daerah peralihan darat dan laut memberikan efek perekaman yang khas jika dibandingkan objek vegetasi darat lainnya. Adanya teknologi penginderaan jauh akan membantu mempermudah dalam proses pemantauan yaitu dengan bantuan citra penginderaan jauh berupa citra satelit. Penerapan teknologi penginderaan jauh merupakan alternatif dalam menyediakan informasi biofisik lahan kelautan sebagai salah satu upaya inventarisasi kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. Penggunaan data citra penginderaan jauh dengan resolusi spasial menengah mampu menyediakan informasi biofisik secara akurat sehingga dapat digunakan untuk mengindentifikasi objek hutan mangrove dengan objek vegetasi lainnya di Segara Anakan. Selain itu, citra penginderaan jauh juga digunakan untuk mengetahui akurasi dan tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove pada wilayah kajian secara lebih akurat. Kerapatan kanopi hutan mangrove sendiri dapat diketahui melalui perhitungan algoritma indeks vegetasi yang didapatkan dari interaksi pola spektral vegetasi mangrove. Informasi pola dan nilai spektral pada citra satelit dapat diekstraksi menjadi informasi objek jenis mangrove pada kisaran spektrum tampak dan inframerah dekat. Hal ini nanti yang akan diproses 5
dengan algoritma indeks vegetasi lalu akan menghasilkan informasi kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. Penggunaan citra satelit penginderaan jauh Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) yang merupakan Landsat generasi ke-8, diharapkan dapat membantu dalam mengindentifikasi objek hutan mangrove dengan objek vegetasi lainnya di Segara Anakan serta mengetahui akurasi dan tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove pada wilayah kajian secara lebih akurat. Selain itu, dengan adanya saluran spektral yang lengkap dari visible, near infrared, shortwave infrared, dan thermal infrared, identifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove dinilai sangat baik karena ketersediaan kemampuan panjang gelombang dari saluran yang ada pada Landsat 8. Identifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove dapat memanfaatkan beberapa transformasi indeks vegetasi yang memiliki karakteristik masing-masing. Akan tetapi dalam penelitian ini, transformasi indeks vegetasi yang dimanfaatkan adalah transformasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Hal tersebut karena transformasi NDVI merupakan transformasi yang paling efektif digunakan untuk monitoring atau pemantauan kondisi dan kerapatan mangrove (Faizal et al., 2005) Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Berapa akurasi citra satelit Landsat 8 OLI dalam mengekstrasi informasi objek kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi NDVI (Normalized Difference Vegetation Index)? 2. Bagaimana tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan? 6
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tingkat akurasi citra satelit Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) untuk mengindentifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove dengan menggunakan transformasi indeks vegetasi NDVI. 2. Memetakan tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Teoritis 1. Memberikan informasi mengenai tingkat akurasi citra satelit Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) untuk mengindentifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan melalui pendekatan transformasi indeks vegetasi NDVI. 2. Memberikan visualisasi mengenai tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. 1.4.2. Praktis 1.4.2.1. Bagi Penulis a. Menambah wawasan baru mengenai pemanfaatan citra satelit Landsat 8 OLI untuk mengindetifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. b. Memperjelas pemahaman tentang penggunaan transformasi indeks vegetasi NDVI yang diterapkan dalam vegetasi mangrove. 1.4.2.2. Bagi Lembaga Pendidikan a. Sebagai data masukan yang dapat digunakan untuk penentu kebijakan dalam lembaga pendidikan, serta pemerintah secara umum. 7
b. Sebagai bahan pertimbangan yang dapat diterapkan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan berkurangannya lahan hutan mangrove di Segara Anakan. 1.4.2.3. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Menambah wawasan keilmuan tentang tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan tahun 2016 dengan memanfaatkan transformasi indeks vegetasi NDVI. b. Sebagai bahan referensi dalam ilmu bidang kelautan dan perikanan khususnya vegetasi mangrove sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan. 1.4.2.4. Bagi Peneliti Berikutnya Sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis yaitu pemanfaatan citra Landsat 8 OLI untuk pemetaan kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan. 1.5. Hasil Yang Diharapkan 1. Tabel tingkat akurasi citra satelit Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) untuk mengindentifikasi kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan melalui pendekatan transformasi indeks vegetasi NDVI. 2. Peta tingkat kerapatan kanopi hutan mangrove di Segara Anakan skala 1 : 100.000. 8