BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) menyebutkan bahwa lanjut usia adalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. yang di sebut dengan proses menua (Hurlock, 1999 dalam Kurniawan,

BAB I PENDAHULUAN. harapan hidup, sehingga jumlah populasi lansia juga meningkat. Saat ini

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, menyebabkan jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat. dan cenderung bertambah lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. Padahal deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap depresi dapat

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan masyarakat (Darmodjo, 2000) Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara psikologis dan

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan promotif dan preventif baik sehat maupun sakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel syaraf, sehingga lansia seringkali

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk menjaga homeostatis dan kehidupan itu sendiri. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pengobatan farmakologis dan psikoterapeutik sudah sedemikian maju. Gejalagejala

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT KECEMASAN DENGAN KECENDERUNGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dapat dihindari oleh setiap orang. Sekarang ini banyak orang yang bertahan dari

BAB I PENDAHULUAN. panjang dibandingkan dengan negara berkembang. Perbandingan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berstruktur lanjut usia karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN PADA LANJUT USIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya (Padila, 2013). Pada tahun 2012, UHH penduduk dunia rata rata

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN. lansia di Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,56%. Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. proses alami yang sudah ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa (Nugroho,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menjadi tua ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat

BAB I PENDAHULUAN. tahun Data WHO juga memperkirakan 75% populasi lansia di dunia pada. tahun 2025 berada di negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. periode yang berurutan, mulai dari periode prenatal hingga lanjut usia atau lansia

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa jumlah. jiwa dengan usia rata-rata 60 tahun (Bandiyah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan disegala bidang selama ini sudah dilaksanakan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh

BAB I PENDAHULUAN. psikologis, sosial, dan ekonomi Menurut (BKKBN 2006). WHO dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. hiperkolesterolemia, dan diabetes mellitus. angka kejadian depresi cukup tinggi sekitar 17-27%, sedangkan di dunia

Priyoto Dosen S1 Keperawatan STIKes Bhakti Husada Mulia Madiun ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN di prediksikan jumlah lansia akan mengalami peningkatan sebesar 28,8 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO akan mengalami peningkatan lebih dari 629 juta jiwa, dan pada tahun 2025

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa

BAB I PENDAHULUAN. lansia. Semua individu mengikuti pola perkemban gan dengan pasti. Setiap masa

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu. Jumlah penduduk pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Seseorang mulai memasuki tahap lanjut usia dimulai saat memasuki usia 60

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reni Ratna Nurul Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

Sedeangkan jumlah lansia Sumatera Barat pada tahun 2013 sebanyak 37,3795 jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

BAB I PENDAHULUAN. menurut tingkatan usia lanjut yakni usia pertengahan (45-59), usia lanjut (60-

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Lanjut usia biasanya mengalami perubahan-perubahan fisik yang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. sebaliknya, masa tua dijalani dengan rasa ketidak bahagiaan, sehingga

Perbedaan Kualitas Tidur Lansia yang Tinggal Bersama Keluarga dengan Lansia di PSTW

BAB I PENDAHULUAN. Proses menua adalah proses alami yang dialami oleh mahluk hidup. Pada lanjut usia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Usia lanjut adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari

BAB I PENDAHULUAN. yakni setelah Cina (200 juta), India (100 juta) dan menyusul

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk Indonesia mencapai usia 66,2 tahun, tahun 2008 UHH penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN DALEMAN TULUNG KLATEN SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG AGAMA DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2011, pada tahun UHH adalah 66,4

BAB 1 PENDAHULUAN. organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan perubahan emosi secara

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA LANSIA DI PANTI WREDHA DHARMA BHAKTI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. dua miliar pada tahun 2050 (WHO, 2013). perkiraan prevalensi gangguan kecemasan pada lanjut usia, mulai dari 3,2 %

BAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep

BAB 1 PENDAHULUAN. berjalan secara terus menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial tidak hanya bebas dari. kesehatan dan Keadaan Sejahtera Badan, Jiwa dan Sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DENGAN INSOMNIA PADA LANSIA DI DESA TAMBAK MERANG GIRIMARTO WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terapi lingkungan untuk pasien dengan depresi yaitu Plant therapy di mana tujuan dari

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kehidupan dan memiliki kemampuan akal dan fisik yang. menurun. Menurut World Health Organization (WHO) lansia

BAB I PENDAHULUAN. yang satu akan memberikan pengaruh pada tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dapat dikatakan stres ketika seseorang tersebut mengalami suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan proses perubahan biologis secara terus- menerus, dan terjadi. suatu kemunduran atau penurunan (Suardiman, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. istilah lanjut usia atau yang lebih dikenal sebagai lansia (Tamher dan

BAB I PENDAHULUAN. tercatat paling pesat di dunia dalam kurun waktu Pada tahun 1980

PENGARUH TERAPI MUSIK JAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT INSOMNIA PADA LANSIA DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA MAGETAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Studi penelitian yang dilakukan oleh lembaga demokrafi Universitas

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

IRMA MUSTIKA SARI J

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan bangsa, sesuai Undang Undang Nomor 13 tahun 1998 Bab I pasal 11 ayat 11

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Struktur penduduk dunia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan

HUBUNGAN ANTARA STATUS INTERAKSI SOSIAL DAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN TINGKAT DEPRESI PADA LANJUT USIA DI PANTI WERDHA DARMA BHAKTI SURAKARTA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia (Lansia) menyebutkan bahwa lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas, baik pria maupun wanita. Pada tingkat lansia, individu banyak mengalami perubahan secara biologis, psikologis, dan sosial, khususnya kemunduran berbagai fungsi dan kemampuan yang dahulu pernah dimiliki. Proses penuaan antara lain perubahan penampilan fisik, penurunan daya tahan tubuh, dan penurunan berbagai fungsi organ yang mengancam kesehatan lansia. Mereka juga harus berhadapan dengan kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Kondisi tersebut menyebabkan seorang lansia lebih rentan untuk mengalami berbagai masalah kesehatan (Padila, 2013). Populasi lansia secara global diprediksi akan terus mengalami peningkatan. Menurut WHO, pada tahun 2013 di kawasan Asia Tenggara populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050 diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Pada tahun 2000 jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total populasi, sedangkan pada tahun 2010 jumlah lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi. Sedangkan di Indonesia sendiri pada tahun 1

2 2020 diperkirakan jumlah lansia sekitar 80.000.000 (Kemenkes, 2013). Setelah tahun 2100 populasi lansia di Indonesia diprediksi mengalami peningkatan lebih tinggi dari pada populasi lansia di dunia. Prosentase sebaran populasi lansia di seluruh provinsi di Indonesia, provinsi Jawa Tengah mendapat rangking 2 yang mempunyai jumlah populasi lansia terbanyak (Kemenkes RI, Pusdatin;, 2016). Menurut penelitian Sayekti dan Hendrati (2015), prevalensi insomnia pada lansia cukup tinggi, yaitu lebih dari 60% lansia mengalami insomnia. Munculnya gangguan ini seringkali diabaikan.penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan desain penelitian case control. Lokasi penelitian di Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jombang dan dilakukan pada 40 orang lansia. Sedangkan menurut, survey penelitian Soamole (2017), yang dilakukan di Dukuh Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul Yogyakarta didapatkan hasil 90% lansia mengalami insomnia. Munculnya insomnia ini, disertai dengan riwayat penyakit tertentu. Insomnia merupakan salah satu gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan di dunia praktik kedokteran. Insomnia dapat didefinisikan sebagai kesulitan dalam memulai tidur, mempertahankan tidur, bangun pagi, serta mengantuk di siang hari. Gangguan tidur dapat menyerang semua golongan usia, namun lebih sering menjadi keluhan masalah psikologis yang umum di kalangan lansia (Kim, et al., 2013). Namun beberapa artikel mengatakan bahwa angka kejadian insomnia akan meningkat seiring bertambahnya usia. Dengan kata lain, gejala insomnia

3 sering terjadi pada orang lanjut usia (lansia) bahkan hampir setengah dari jumlah lansia dilaporkan mengalami kesulitan memulai tidur dan mempertahankan tidurnya (Stanley M, 2007). Kelainan tidur menyebabkan efek negatif yang signifikan terhadap kesehatan mental dan fisik, terutama di kalangan Lansia (Luo, et al., 2008). Menurunnya kualitas tidur lansia akan berdampak buruk terhadap kesehatan, karena dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit, stres, konfusi, disorientasi, gangguan mood, kurang fresh, menurunnya kemampuan berkonsentrasi, kemampuan membuat keputusan (Potter & Perry, 2009). Dampak lebih lanjut dari penurunan kualitas ini menyebabkan menurunnya kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang nantinya akan berujung pada penurunan kualitas hidup pada lansia (Lo C & Lee, 2012). Mengingat kondisi dan permasalahan lansia tersebut, maka penanganan masalah lansia harus menjadi prioritas. Adanya gangguan tidur, membuat para lansia tidak dapat mengembalikan kondisi tubuhnya dengan baik sehingga mengakibatkan kondisi mudah marah, kelelahan, pusing, cemas serta stress yang mengakibatkan bunuh diri. Gangguan tidur juga sering ditemukan pada lansia yang tinggal di panti jompo, terutama lansia yang biasa bekerja dan setelah di panti jompo tidak bekerja, suasana berkabung, ataupun hidup sendiri tanpa keluarga (Dewi & Ardani, 2013). Berdasarkan berbagai permasalahan insomnia yang terjadi pada lansia tersebut, keluarga merupakan support system utama bagi usia lanjut

4 dalam mencegah timbulnya insomnia pada lansia. Peran keluarga dalam perawatan usia lanjut antara lain menjaga atau merawat usia lanjut, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangan usia lanjut. Keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan biologis, imperative (saling menguatkan), budaya dan aspirasi, serta nilai nilai keluarga (Jaya & Rosmina, 2010). Sementara itu, meningkatnya mobilitas pekerja usia produktif menyebabkan pengasuhan para lanjut usia di dalam keluarga menjadi makin sulit. Pergeseran struktur keluarga dan kekerabatan dari keluarga besar (extended family) ke arah keluargkecil (nuclear family) berdampak pada berkurangnya atau hilangnya fungsi-fungsi tertentu dalam keluarga seperti fungsi perawatan untuk para lanjut usia, menurunnya tanggung jawab moral keluarga untuk menyediakan tempat bagi anggota/kerabat lain; padahal selama ini, kekerabatan dan sistem kekeluargaan yang extended senantiasa menyediakan tempat bagi semua anggota keluarga atau kerabat untuk penampungan, perawatan ataupun perlindungan (Syamsuddin, 2008). Tempat tinggal dan lingkungan merupakan hal yang penting karena mempunyai dampak utama pada kesehatan lansia. Keluarga harus terlibat aktif dalam mempertahankan dan meningk.atkan status kesehatan lansia

5 (Nugroho, 2015). Namun, Beberapa keluarga mempertimbangkan untuk menggunakan perawatan jompo saat perawatan di rumah dirasakan semakin sulit. Para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri sehingga kebersamaan ini dapat mengubur kesepian yang biasanya mereka alami. Akan tetapi jauh di lubuk hati mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya (Maryam, Ekasari, Rosidawati, & Jubaedi. A, 2008). Bagi masyarakat Indonesia, menitipkan orangtua di panti jompo merupakan hal yang sangat tidak pantas. Tapi ternyata banyak orangtua yang justru lebih memilih tinggal di panti jompo ketimbang di rumah anak sendiri. Tapi bagaimanapun, menitipkan orangtua ke panti jompo tetap menjadi alternatif terakhir (Sa'adah, 2015). Perbedaan tempat tinggal ini memunculkan perbedaan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, psikologis dan spiritual religius. Perbedaan dari segi lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi status kesehatan penduduk usia lanjut yang tinggal di dalamnya. Perbedaan jenis tempat tinggal disebutkan sebagai faktor prediktor independen untuk terjadinya depresi pada lanjut usia (Syamsuddin, 2008). Lansia yang tinggal dipanti cenderung mengalami penurunan psikologis karena kurang mendapatkan dukungan keluarga, sehingga dapat memunculkan berbagai masalah kesehatan salah satunya insomnia karena

6 keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi lansia. Apabila terjadi suatu masalah, keluarga menjadi tujuan pertama lansia untuk meminta pertolongan, setelah itu teman dan tetangga, sedangkan tempat pelayanan sosial merupakan pilihan terakhir (Abdullah, Arsin, & Yahya, 2012). Dukungan keluarga sangat penting terutama jika terjadi perubahan fisik atau fungsi mental lansia dan keluarga memegang tanggung jawab untuk menolonglansia mengidentifikasi masalahnya dari berbagai sumber. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam melaksanakan peran anggota keluarga terhadap lansia yaitu mempertahankan kehangatan keluarga, bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia, serta tidak dianggap sebagai beban. Perawatan lansia di dalam maupun di luar panti dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kondisi kesehatan para lansia. Dari hasil penelitian yang dilakukan di sebuah panti wredha di Jakarta Barat terdapat penurunan fungsi kognitif dan depresi pada lansia yang tinggal di panti wredha dibandingkan lansia yang tinggal bersama keluarga (Wreksoatmodjo, 2013). Berdasarkan observasi awal yang telah peneliti lakukan, dari hasil wawancara 10 orang lansia yang tinggal dipanti wredha 6 diantaranya mengalami insomnia. Dari 6 lansia diatas, mengatakan sulit tidur dan sering terbangun pada malam hari. Mereka juga mengatakan jika sudah terbangun mereka sulit untuk tidur lagi dan dipagi harinya sering merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur. Empat orang lansia mengatakan tinggal dipanti karena kemauannya sendiri, mereka takut merepotkan

7 keluarganya di rumah, dan 2 lainnya mengatakan tinggal di Dinas Sosial Panti Werdha bukan keinginan mereka sendiri tetapi keinginan keluarganya. 3 orang lansia mengatakan tidak pernah dikunjungi keluarganya sama sekali, adapun yang dirasakan oleh lansia yang tidak pernah dikunjungi oleh keluarganya yaitu mereka sering mengalami kesedihan, merasakan kesepian yang tentunya akan menjadi salah satu beban pikiran mereka. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara terhadap 5 orang lansia yang tinggal bersama keluarga. Hasil observasi yang dilakukan adalah 3 orang lansia mengalami insomnia. Mereka mengatakan sering terbangun pada malam hari, karena memiliki riwayat penyakit tertentu yang membuat tidur kurang nyenyak, Berdasar pada latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Perbedaan Kejadian Insomnia Pada Lansia Yang Tinggal Di Panti WredhaDengan Yang Tinggal Bersama Keluarga. B. Perumusan Masalah Merujuk pada uraian latar belakang masalah tersebut, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah perbedaan kejadian insomnia pada lansia yang tinggal di panti wredha dengan yang tinggal bersama keluarga?

8 C. Tujuan Penelitian A. Tujuan umum : Untuk mengetahui perbedaan kejadian insomnia pada lansia yang berada di panti wredha dengan yang di lingkungan keluarga. B. Tujuan khusus : a. Untuk mengetahui karakteristik responden. b. Untuk mengetahui kejadian insomnia lansia di panti wredha. c. Untuk mengetahui kejadian insomnia lansia di lingkungan keluarga. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini akan memberikan manfaat teoritis, bagi : a. Institusi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan untuk lebih mengembangkan Ilmu Pengetahuan terutama kejadian insomnia. b. Peneliti Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dan menambah pengalaman dan pengetahuan dalam penelitian tentang keperawatan pada lansia terutama (insomnia).

9 2. Manfaat Praktis Penelitian ini, akan memberikan manfaat praktis bagi : a. Tempat penelitian Memberikan pengetahuan kepada keluarga dan lansia tentang peran terutama keluarga dalam mengatasi gangguan tidur (insomnia) pada lansia. b. Iptek Dapat digunakan sebagai panduan serta sumber pengetahuan baru tentang pemenuhan kebutuhan kesehatan. E. Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud. Penelitian dengan pokok bahasan sejenis pernah dilakukan antara lain: 1. Al Azis, Wildan F & Maliya, A (2016). Pengaruh Masase Kaki dan Aromaterapi Sereh terhadap Penurunan Insomnia pada Lansia Di Panti Wredha Daerah Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh masase kaki dan aromaterapi sereh terhadap penurunan insomnia pada lansia. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasy eksperiment dengan rancangan pre and post test with kontrol. sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 sampel, terdiri dari 15 kelompok kontrol dan 15

10 kelompok intervensi yang sesuai kriteria. Penelitian ini dilakukan di Panti Pajang Surakarta dan Griya PMI Peduli Surakarta. Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Uji paired sample t- test dan Uji independent sample t-test. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh masase kaki dan aroma terapi sereh terhadap penurunan insomnia pada lansia di Panti Wredha Dharma Bhakti Pajang Surakarta yaitu pre test kelompok kontrol dengan kelompok ekseperimen sebesar t hitung 1,639 (p-value = 0,112). Dan post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebesar t hitung 3,919 (p-value = 0,001). Pemberian terapi masase kaki dan aroma terapi sereh efektif dalam menurunkan tingkat insomnia pada lansia ditunjukkan dengan Hasil uji paired sample t-test insomnia pre test dan post test kelompok eksperimen diperoleh sebesar thitung sebesar 7,544 (p-value = 0,000) dan hasil uji insomnia pre test dan post test kelompok kontrol diperoleh nilai t hitung sebesar 1,740 (p-value = 0,104). 2. Surilena, dkk (2016). Pengaruh Stressor Psikososial, Depresi, dan Demensia terhadap Insomnia pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia II Jakarta. Sejumlah 103 lansia dengan rerata usia 70,8 dan sebanyak 52,4% nya perempuan. Sebagian besar (57,3%) dan insomnia (42,7%). Pada analisis regresi logistik multivariat, faktor signifikan yang berperan terhadap insomnia pada lansia adalah depresi, penyakit fisik kronis dan stressor

11 psikososial (p<0,05), paling dominan adalah depresi (p=0,000, or 16, 18). Simpulan: depresi memiliki pengaruh paling bermakna terjadi insomnia pada lansia. 3. Wahyuningrum, Saudah, & Hermansyah (2015). Hubungan Tingkat Depresi Dengan Gangguan Tidur (Insominia) Pada Lansia Di Upt Panti Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto, dengan hasil penelitian Tingkat depresi pada lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto yaitu setengah dari responden mengalami depresi ringan, Gangguan tidur (insomnia) pada lansia di panti werdha mojopahit mojokerto lebih dari setengah responden mengalami gangguan tidur (insomnia) yang ringan, Terdapat Hubungan Tingkat Depresi Dengan Gangguan Tidur (Insomnia) pada Lansia di Panti Werdha Mojopahit Kabupaten Mojokerto. Dari beberapa penelitian terdahulu di atas telah dilakukan penelitian dengan mengambil pokok bahasan mengenai Gangguan Tidur (Insomnia) pada Lansia dengan perbedaan waktu tempat penelitian yang berbeda.