INTENSITAS PELAKSANAAN PROGRAM PIK-R DAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI SISWA DI SMA KABUPATEN TABANAN BALI TAHUN 2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. data BKKBN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. bonus demografi, dimana penduduk usia produktif yaitu penduduk dengan usia 15

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Terjadinya kematangan seksual atau alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang berusia tahun. Remaja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB 1 : PENDAHULUAN. sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I. PENDAHULUAAN. pada masa ini terjadi peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa (Batubara,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan tahap kehidupan seseorang mencapai proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di berbagai penjuru dunia. Hal

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB 1 PENDAHULUAN. harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang saling bertentangan.

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. Indonesia, sejak tahun Kementerian Kesehatan telah mengembangkan model pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia sesuai Visi Indonesia Sehat 2010 ditandai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah remaja usia tahun di Indonesia menurut data SUPAS 2005 yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual. Pada

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya remaja. Berdasarkan laporan dari World Health

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit HIV/AIDS dan penularannya di dunia meningkat dengan cepat, sekitar 60 juta orang di dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut, remaja cenderung untuk menerima tantangan atau coba-coba melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. keberadaan kelompok remaja tidak dapat diabaikan begitu saja. World Health

BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa adalah remaja usia tahun (BkkbN,2014). Menurut bidang

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seksual yang memuaskan dan aman bagi dirinya, juga mampu. berapa sering untuk memiliki keturunan (Kusmiran, 2012 : 94).

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. serta proses-prosesnya, termasuk dalam hal ini adalah hak pria dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PELAJAR TERHADAP PROGRAM GENERASI BERENCANA DI SMA NEGERI 13 MEDAN TAHUN 2015

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ke masa dewasa, yang disertai dengan berbagai perubahan baik secara fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja adalah penduduk yang berusia tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

KUESIONER KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PONDOK PESANTREN GEDONGAN KABUPATEN CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. saat usia remaja terjadi peningkatan hormon-hormon seksual. Peristiwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. populasi yang terbesar dari penduduk dunia. Sekitar seperlima penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang

SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan. Oleh : ROBBI ARSYADANI J

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. meninggal akibat HIV/AIDS, selain itu lebih dari 6000 pemuda umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam kurun waktu adalah memerangi HIV/AIDS, dengan target

BAB I PENDAHULUAN. selain jumlah sangat besar (menurut BPS tidak kurang dari 43,6 juta j iwa atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. individu mulai berkembang dan pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemahaman masyarakat tentang seksualitas sampai saat ini masihlah kurang.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Kelompok usia remaja menurut WHO (World Health Organization) adalah kelompok umur tahun (Sarwono, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta jiwa. Sebesar 63,4 juta jiwa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Remaja mempunyai permasalahan yang sangat kompleks seiring dengan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua dengan remaja,

Transkripsi:

INTENSITAS PELAKSANAAN PROGRAM PIK-R DAN PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI SISWA DI SMA KABUPATEN TABANAN BALI TAHUN 2017 Kadek Sri Ariyanti 1,2 Made Dewi Sariyani 1,2 1 Program Studi DIII Kebidanan, 2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Advaita Medika Tabanan Korespodensi penulis: ariyanthi.midwife@gmail.com Abstrak Latar belakang dan tujuan: Masa remaja merupakan periode kritis. Mereka memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar, sehingga sangat rentan terhadap perilaku berisiko. Perilaku berisiko tersebut antara lain penggunaan narkoba dan alkohol, serta hubungan seks pranikah. Proporsi penyalahgunaan narkoba dengan tingkat pendidikan SMA sangat tinggi, yaitu 64% pada tahun 2015. Persentase seks pranikah pada remaja cukup tinggi, yaitu 4,5% pada laki-laki usia 15-19 tahun dan 14,6% pada usia 20-24 tahun. Sedangkan pada remaja perempuan usia 15-19 tahun sekitar 0,7% dan 1,8% pada usia 20-24 tahun. Pemerintah Kabupaten Tabanan Provinsi Bali melaksanakan program kesehatan reproduksi ( PIK-R) sejak tahun 2010, namun belum pernah dilakukan evaluasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran intensitas pelaksanaan Program PIK-R dan perilaku kesehatan reproduksi siswa di SMA Kabupaten Tabanan. Metode: Penelitian survei cross sectional dilakukan pada 150 siswa dari tiga SMA Negeri di Kabupaten Tabanan yang mengikuti kegiatan ekstrakurikuler PIK-R dan siswa dipilih secara purposive. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Intensitas pelaksanaan program PIK-R yang diukur meliputi kegiatan wajib dan tidak wajib. Siswa dikatakan memiliki intensitas yang cukup apabila pernah melakukan kegiatan wajib minimal 1 kali. Perilaku siswa diukur dengan kuesioner. Analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil: Intensitas pelaksanaan Program PIK-R pada siswa SMA di Kabupaten Tabanan sebagian besar dalam kategori kurang ( 86,00%). Kegiatan wajib yang paling jarang diikuti adalah penyuluhan ke luar sekolah ( 80,67%). Sedangkan kegiatan tidak wajib yang paling jarang diikuti adalah jambore PIK-R (86,00%). Perilaku kesehatan reproduksi siswa sebagian besar positif (78%). Simpulan: Intensitas pelaksanaan Program PIK-R pada siswa SMA di Kabupaten Tabanan masih kurang baik, sedangkan perilaku siswa sebagian besar positif. Kata kunci: intensitas, PIK-R 1. Pendahuluan Masa remaja merupakan periode yang sangat kritis. Pada periode ini, terjadi pertumbuhan fisik, psikologis dan intelektual yang sangat pesat. Sifat khas remaja adalah memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka lebih berani mengambil risiko atas perbuatannya tanpa mempertimbangkan secara matang. Jika remaja mengambil keputusan yang tidak tepat, maka remaja akan terjerumus dalam perilaku berisiko (Gunarsa, 2008). Perilaku berisiko remaja di Indonesia menurut penelitian Lestary dan Sugiharti (2007) adalah penggunaan narkoba dan alkohol, serta hubungan seks pranikah. Perilaku seks tersebut menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pengetahuan, sikap, pendidikan seks, akses terhadap media informasi serta lingkungan, seperti orang tua dan perilaku teman sebaya yang berisiko. Proyeksi penyalahgunaan narkoba tahun 2008-2015 menurut BNN akan terus Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 21

meningkat. Proporsi penyalahgunaan narkoba dengan tingkat pendidikan SMA sangat tinggi, yaitu 64% pada tahun 2015. Jumlah kasus penyalahgunaan narkoba pada remaja menurut data BNN tahun 2014 adalah 1,7% pada usia 16-19 tahun dan 11,22% pada usia 20-24 tahun (BNN, 2015). Pada tahun 2011, sekitar 2,5 juta penduduk dunia meninggal karena minumminuman keras. Dari angka tersebut, sebesar 9% kematian terjadi pada usia 15-29 tahun (WHO, 2015). Penggunaan alkohol pada remaja di Indonesia cukup tinggi, yaitu 3,5% pada wanita dan 30,2% pada laki-laki usia 15-19 tahun. Sedangkan penggunaan alkohol di usia 20-24 tahun lebih tinggi, yaitu 7,1% pada wanita dan 52,9% pada laki-laki (SDKI, 2012). Penggunaan rokok pada remaja perempuan usia 15-19 tahun sebanyak 8,9% dan 74,4% pada remaja laki-laki. Sedangkan penggunaan rokok pada remaja usia 20-24 tahun lebih tinggi, yaitu 14,0% pada perempuan dan 89,2% pada laki-laki (SDKI, 2012). Persentase seks pranikah pada remaja di Indonesia cukup tinggi, yaitu 4,5% pada lakilaki usia 15-19 tahun dan 14,6% pada usia 20-24 tahun. Sedangkan pada remaja perempuan usia 15-19 tahun sekitar 0,7% dan 1,8% pada usia 20-24 tahun. Alasan tertinggi remaja melakukan seks pranikah adalah penasaran/ingin tahu (57,5% pria). Pada usiausia tersebut remaja belum memiliki keterampilan hidup dan masih labil (Infodatin, 2012). Seks pranikah akan menyebabkan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) terutama pada remaja. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, masih didapatkan kehamilan di usia sangat muda yaitu kurang dari 15 tahun, meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%). Sedangkan proporsi kehamilan di usia 15-19 tahun adalah 1,97%, terutama di pedesaan. Kehamilan pada remaja akan berujung pada pernikahan usia muda. Menurut (UNDESA, 2010), Indonesia merupakan negara dengan persentase tertinggi pernikahan usia muda dengan peringkat ke- 37 di dunia, serta peringkat kedua di Asia Tenggara setelah Kamboja. Pada tahun 2010, 158 negara melegalkan usia menikah yaitu 18 tahun ke atas. Sedangkan di Indonesia, Undang-Undang Perkawinan mengizinkan pria yang berusia 19 tahun dan wanita berusia 16 tahun untuk melakukan pernikahan. Sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000 wanita usia 10-14 tahun di Indonesia sudah berstatus menikah. Pernikahan usia muda sangat berisiko karena masih kurangnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental, emosional, pendidikan, sosial ekonomi dan kesehatan reproduksi. Pernikahan usia muda menggambarkan kualitas penduduk yang rendah dan menjadi fenomena di masyarakat (BKKBNa, 2012). Menanggapi permasalahan remaja yang begitu kompleks dewasa ini, pemerintah berupaya dengan mencanangkan berbagai program terkait kesehatan reproduksi remaja. Program-program tersebut antara lain Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN), Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan Pusat Info rmasi dan Konseling Remaja (PIK -R). Program Pusat Informasi dan Konseling Remaja ( PIK-R) merupakan salah satu wadah yang dikembangkan dari program Generasi Berencana (GenRe). Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan informasi dan konseling kesehatan reproduksi, pendewasaan usia perkawinan, delapan fungsi keluarga, Tiga Risiko Kesehatan Reproduksi yang Dihadapi Remaja (TRIAD KRR), kecakapan hidup, gender serta kemampuan advokasi dan KIE. Peran PIK-R bagi remaja sangatlah penting. Salah satunya adalah memudahkan remaja mengakses informasi dan layanan konseling tentang kehidupan berkeluarga bagi siswa (BKKBNc, 2012). Hal ini sesuai dengan tujuan program PIK-R yaitu Tegar Remaja untuk mencapai keluarga kecil bahagia sejahtera. Tegar remaja didefinisikan sebagai remaja yang memiliki perilaku hidup sehat, menghindari risiko TRIAD KRR, pendewasaan usia perkawinan, memiliki rencana kehidupan berkeluarga dalam mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Selain itu, remaja diharapkan dapat menjadi sumber informasi Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 22

tentang kesehatan reproduksi bagi teman sebayanya (BKKBNa, 2012). Program PIK-R di Kabupaten Tabanan telah disosialisasikan sejak tahun 2010. Proporsi SMA yang sudah melaksanakan ekstrakurlikuler PIK-R di Kabupaten Tabanan adalah 67%. Sampai saat ini, terdapat 17 PIK-R yang terdiri dari enam PIK-R di SMP, 10 PIK-R di SMA dan satu PIK-R di desa yaitu Desa Pitra Kecamatan Penebel. Dari 10 PIK-R yang ada di SMA, terdapat enam PIK-R dalam kategori Tumbuh, satu PIK-R dalam kategori Tegak dan tiga PIK-R dalam kategori Tegar. PIK-R yang ada di Desa Pitra masih dalam kategori Tegak. Sedangkan PIK-R yang ada di SMP seluruhnya masih dalam kategori Tumbuh. Menilai efektifitas suatu program merupakan hal yang penting untuk menentukan apakah program tersebut dilaksanakan sebagaimana yang dimaksud serta mengidentifikasi hambatan pelaksanaan program dan bagaimana mengatasinya. Informasi ini sangat penting untuk menentukan alasan keberhasilan atau kegagalan suatu program (Robinson dan Rogstad, 2002). Pengetahuan mengenai efektifitas program sangat penting bagi pemegang program kesehatan sehingga dapat ditentukan apakah program tersebut perlu dilanjutkan atau tidak. Hal ini dapat dinilai dengan melakukan evaluasi program untuk mengetahui apakah pencapaiannya telah sesuai dengan tujuan program. Sosialisasi dan ekstrakurikuler PIK-R telah dilaksanakan di SMA-SMA di Kabupaten Tabanan. Ada yang sudah mencapai tahap Tegar dan yang masih berada pada tahap Tumbuh. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pemegang Program PIK-R dari BKKBN, belum pernah dilakukan evaluasi terkait keberhasilan program PIK-R di Kabupaten Tabanan. Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan studi untuk mengetahui gambaran intensitas pelaksanaan Program PIK-R dan perilaku kesehatan reproduksi siswa di SMA Negeri Kabupaten Tabanan. 2. Metode Penelitian Penelitian survei cross sectional dilaksanaakan pada Bulan September 2016 sampai dengan Juli 2017. Sampel diambil secara purposive yaitu SMA yang telah mencapai tahap Tegar, dengan pertimbangan pada tahap Tegar kegiatan yang dilakukan telah menyeluruh sehingga intensitas pelaksanaannya dapat dinilai lebih baik. Jumlah sampel diambil berimbang dari siswa kelas X dan XI di tiga SMA dengan jumlah total 150 orang. Pengumpulan data umur, jenis kelamin, intensitas pelaksanaan Program PIK-R dan pengetahuan kesehatan reproduksi dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden yang sebelumnya telah diberikan penjelasan mengenai prosedur dan tujuan penelitian. Responden yang bersedia berpartisipasi telah menandatangani lembar persetujuan sebelum mengisi kuesioner. Intensitas pelaksanaan Program PIK-R diukur dengan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan yang terkait dengan kegiatankegiatan PIK-R dan dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan wajib dan tidak wajib. Kegiatan wajib diukur dari proporsi cakupan enam komponen yaitu mengikuti pembinaan dari BKKBN setiap satu tahun sekali dan dari guru pembina seminggu sekali. Selain itu siswa wajib mengadakan seminar, melakukan penyuluhan di dalam dan luar sekolah, serta menyelenggarakan lomba mading dengan tema kesehatan reproduksi remaja setidaknya satu kali dalam setahun. Sedangkan yang termasuk dalam kegiatan tidak wajib antara lain melakukan diskusi dan konseling kesehatan reproduksi remaja serta mengikuti jambore PIK-R. Kuesioner intensitas pelaksanaan Program PIK-R terdiri dari tiga pilihan jawaban dengan perolehan skor 0 (tidak pernah), 1 (pernah satu kali) dan 2 (pernah lebih dari satu kali). Kegiatan wajib dinyatakan memiliki intensitas yang cukup jika skor yang diperoleh 6, dengan syarat ke enam kegiatan tersebut harus diikuti minimal satu kali. Kegiatan tidak wajib dideskripsikan berdasarkan persentase jawaban responden. Variabel perilaku diukur dengan 11 butir pertanyan dengan 2 pilihan jawaban. Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 23

Jawaban pernah diberi skor 0 dan jawaban tidak pernah diberi skor 1. Hanya 6 pertanyaan yang diberi skor, sedangkan 5 pertanyaan lainnya hanya dideskripsikan berdasarkan persentase jawaban responden. Skor tertinggi adalah 6 dan skor terendah adalah 1. Kemudian setiap item pertanyaan dari variabel perilaku dijabarkan untuk melihat distribusi perilaku responden pada setiap item pertanyaan. Penyajian hasil analisis menggunakan tabel distribusi frekuensi dengan menampilkan nilai frekuensi relatif dan persentase (%). Setelah itu variabel perilaku akan dikelompokkan ke dalam dua kategori. Jika total skor <6 maka siswa dikategorikan memiliki perilaku yang negatif, sebaliknya jika siswa memperoleh skor 6 atau lebih maka dikategorikan memiliki perilaku positif. Analisis dilakukan dengan cara deskriptif menggunakan Program STATA 12.1. Penelitian ini sudah mendapatkan kelaikan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah serta ijin penelitian dari Pemerintah Kabupaten Tabanan dan masing-masing Kepala SMA terkait. 3. Hasil dan Pembahasan Rata-rata umur responden adalah 16,25 tahun (SD=0,67) dan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (62,67%). Pada Tabel 1 disajikan deskripsi intensitas pelaksanaan Program PIK-R pada siswa SMA di Kabupaten Tabanan. Kegiatan wajib yang paling jarang diikuti oleh siswa adalah penyuluhan kesehatan reproduksi ke luar sekolah ( 80,67%). Sedangkan kegiatan tidak wajib yang paling jarang diikuti oleh siswa adalah jambore PIK-R (86,00%). Secara keseluruhan, pelaksanaan Program PIK-R pada siswa SMA di Kabupaten Tabanan memiliki intensitas yang kurang (86,00%), dengan perincian 60,42% pada siswa SMA Negeri 1 Kerambitan,,23% pada siswa SMA Negeri 1 Marga dan 80,00% pada siswa di SMA Negeri 1 Kediri. Tabel 1. Deskripsi Intensitas Pelaksanaan Program PIK-R Kegiatan PIK-R Tidak Pernah Pernah 1x Pernah >1x Wajib N % N % n % Pembinaan dari BKKBN (1x/tahun) 30 20,00 52 34,67 68 45,33 Pembinaan dari guru pembina (1x/minggu) 11 7,33 89 59,33 50 33,33 Lomba mading (1x/tahun) 68 45,33 81 54,00 1 0,67 Penyuluhan (>1x/tahun) 21 14,00 85 56,67 44 29,33 Penyuluhan ke luar sekolah (1x/tahun) 121 80,67 28 18,67 1 0,67 Seminar (1x/tahun) 55 36,67 82 54,67 13 8,67 Tidak Wajib Diskusi terkait kesehatan reproduksi 3 2,00 62 41,33 85 56,67 Konseling 37 24,67 69 46,00 44 29,33 Jambore PIK-R 129 86,00 21 14,00 0 0,00 Konseling melalui SMS 65 43,33 61 40,67 24 16,00 Intensitas Pelaksanaan Program PIK-R SMAN 1 Kerambitan SMAN 1 Marga SMAN 1 Kediri Cukup 19 39,58 3 5,77 10 20,00 Kurang 29 60,42 49,23 40 80,00 Pelaksanaan Program PIK-R pada siswa di tiga SMA di Kabupaten Tabanan ditemukan sebagian besar (86,00%) dalam kategori kurang intensif. Kegiatan wajib yang paling jarang diikuti oleh siswa adalah penyuluhan ke luar sekolah, yaitu 80,67%. Penyuluhan ke luar sekolah merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas PIK-R. Kegiatan ini ditujukan untuk melatih keterampilan advokasi dan KIE siswa (BKKBNa, 2012). Sebagian besar siswa tidak pernah melakukan penyuluhan ke luar sekolah, karena berbagai faktor. Berdasarkan keterangan pembina Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 24

PIK-R, pelaksanaan penyuluhan ke luar sekolah biasanya dilakukan hanya setahun sekali, bahkan pernah tidak dilakukan. Dari hasil studi dijumpai penyuluhan ke luar sekolah memang jarang dilakukan, baik siswa kelas X (81,44%) dan siswa kelas XI (79,25%) tidak pernah mengikuti kegiatan tersebut. Jika dilihat intensitas pelaksanaan Program PIK-R tanpa mewajibkan kegiatan penyuluhan ke luar sekolah, dijumpai lebih sedikit proporsi siswa (60,00%) yang memiliki intensitas program PIK-R yang kurang. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Program PIK-R memang masih kurang intensif. Sedangkan kegiatan tidak wajib yang paling jarang diikuti oleh siswa adalah jambore PIK-R (86,00%). Jambore PIK-R merupakan kegiatan tidak wajib dalam ekstrakurikuler PIK-R. Kegiatan ini hanya dilakukan maksimal satu kali dalam setahun. Tidak semua siswa berkesempatan mengikuti kegiatan ini, sebab setiap pelaksanaan jambore hanya mengirim satu atau dua orang siswa. Tabel 2. Deskripsi Perilaku terkait Kesehatan Reproduksi pada Siswa SMA di Kabupaten Tabanan Komponen Penilaian Perilaku Pernah n (%) Tidak Pernah n (%) terkait Kesehatan Reproduksi L (%) P (%) Jumlah (%) L (%) P (%) Jumlah (%) Seks oral 13 (23,21) 1 (1,06) 14 (9,33) 43 (76,79) 93 (98,) 136 (90,67) Seks vaginal 4 (7,14) 0 (0,00) 4 (2,67) 52 (92,86) 146 (97,33) Seks anal 1 (1,79) 0 (0,00) 1 (0,67) 55 (98,21) 149 (99,33) Mansturbasi/onani 18 (32,14) 0 (0,00) 18 (12,00) 38 (67,86) 132 (88,00) Minum alkohol/minuman keras 29 (51,79) 2 (2,13) 31 (20,67) 27 (48,21) 92 (97,87) 119 (79,33) Menggunakan narkoba 0 (0,00) 0 (0,00) 0 (0,00) 56 150 Menggunakan rokok 16 (28,57) 0 (0,00) 16 (10,67) 40 (71,43) 134 (89,33) Menonton film porno 34 (60,71) 7 (7,45) 41 (27,33) 22 (39,29) 87 (92,55) 109 (72,67) Perilaku terkait Kespro n % Positif 117 78,00 Negatif 33 22,00 Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat bahwa beberapa siswa melakukan perilaku negatif antara lain hubungan seks oral pada responden laki-laki (23,21%) dan responden perempuan (1,06%). Hubungan seks vaginal pada responden laki-laki (7,14%). Hubungan seks anal pada responden laki-laki (1,79%). Alasan melakukan aktifitas seksual pranikah sebagian besar adalah karena keinginan bersama (64,29%) dan sisanya karena ingin tahu (35,71%). Umur pertama kali melakukan hubungan seks pranikah sebagian besar 15 tahun (50%). Minum alkohol/minuman keras pada responden laki-laki (51,79%) dan responden perempuan (2,13%). Merokok pada responden laki-laki (28,57%). Selain komponen di atas, dalam penelitian ini juga dikaji mengenai perilaku mansturbasi/onani dan menonton film porno. Sebanyak 32,14% responden laki-laki pernah melakukan onani. Sebanyak 60,71% responden laki-laki dan 7,45% pernah menonton film porno. Perilaku mansturbasi/onani dan menonton film Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 25

pornografi tidak digolongkan dalam perilaku negatif, namun apabila dilakukan dalam intensitas yang berlebihan maka dapat mengarah pada gangguan mental. Menonton film porno dalam intensitas yang berlebihan menyebabkan remaja berkeinginan untuk meniru apa yang mereka saksikan sehingga cenderung akan melakukan hubungan seks pranikah. Sebagian besar siswa SMA di Kabupaten Tabanan memiliki perilaku positif terkait kesehatan reproduksi, yaitu sebanyak 117 orang ( 78%). Skor minimal yang diperoleh siswa adalah 1 dan skor maksimal adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada siswa yang melakukan hal-hal negatif terkait dengan kesehatan reproduksi. Menurut Lestary dan Sugiharti (2011) berdasarkan SKRRI tahun 2007, menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan perilaku berisiko remaja di Indonesia antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, status ekonomi, sikap, akses terhadap informasi, komunikasi dengan orang tua dan perilaku teman sebaya yang berisiko. Faktor jenis kelamin adalah faktor yang paling dominan. Peluang remaja laki-laki untuk merokok 30 kali lebih besar, minum alkohol 10 kali lebih besar, penyalahgunaan narkoba 20 kali lebih besar dan seksual pranikah 5 kali lebih besar jika dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yaitu sebesar 23,21% siswa laki-laki di Kabupaten Tabanan mengatakan pernah melakukan oral seks sedangkan siswa perempuan hanya 9,33%, 7,14% siswa laki-laki pernah melakukan hubungan seksual per vagina, 51,79% siswa laki-laki pernah minum alkohol sedangkan siswa perempuan sebesar 2,13%, siswa laki-laki yang pernah menggunakan rokok sebesar 28,57%, siswa laki-laki yang pernah melihat tayangan pornografi sebesar 60,71% dan siswa perempuan sebesar 7,45%. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Anniswah (2012) berdasarkan SDKI tahun 2012, faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja adalah umur, tingkat pendidikan, pengetahuan, sikap, peran sekolah sebagai penyedia informasi dan pengaruh teman sebaya. Pendidikan kesehatan melalui pendekatan pendidik sebaya (peer educator) berhubungan dengan perubahan perilaku kesehatan reproduksi remaja (Rai vi, 2015). Mengembangkan pendidik sebaya diharapkan dapat membantu remaja dalam mengatasi permasalahan terkait kesehatan reproduksi. Mengingat perilaku remaja yang sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, maka hal ini merupakan langkah yang sangat penting. Remaja akan memiliki rasa tanggungjawab terhadap kesehatan reproduksinya karena mereka merasa dihargai, didengar dan dilibatkan (Anas, 2010). Hubungan seks pranikah memberikan dampak negatif bagi remaja, misalnya kehamilan yang tidak diinginkan, putus sekolah, pencemaran nama baik keluarga, pandangan negatif dari masyarakat dan pernikahan di usia muda. Penelitian Musthofa dan Winarti (2010) yang dilakukan pada mahasiswa di Pekalongan, mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks pranikah pada remaja antara lain umur, jenis kelamin, religiusitas, sikap permisif terhadap seksualitas, efikasi diri, akses media pornografi dan kontrol orang tua. Remaja yang memiliki sifat permisif terhadap seksualitas cenderung melakukan hubungan seks pranikah. Perlu dilakukan upaya khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman remaja tentang perilaku seksual yang sehat dan bertanggungjawab, mengurangi tabu terhadap seksualitas, serta meningkatkan efikasi diri terhadap seksualitas sehingga mampu mengambil keputusan yang tepat terkait dengan kehidupan seksualnya. Materi kesehatan reproduksi yang lebih ditekankan pada Program PIK-R antara lain seksualitas, napza dan HIV/AIDS. Seksualitas mencakup emosi, perasaan, kepribadian, serta sikap yang berhubungan dengan seksual dan orientasi seksual. Napza mencakup materi mengenai golongan napza, dampak penggunaan napza, serta tindakan yang dilakukan bagi pengguna napza. HIV/AIDS mencakup materi mengenai pencegahan, penularan, pengobatan serta Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 26

dampak terinfeksi virus HIV. Penekanan pada materi-materi ini memberikan pengaruh bagi perilaku remaja, sehingga remaja mampu menghindari perilaku berisiko. Remaja yang aktif mengikuti kegiatankegiatan yang positif membuat mereka memiliki sedikit peluang untuk melakukan hal-hal yang negatif. Mereka lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatankegiatan yang ada di dalam Program PIK-R. Selain itu, siswa yang aktif mencari informasi yang dirangsang melalui kegiatan lomba mading, memberikan penyuluhan dan memberikan konseling, membuat siswa mendapatkan rangsangan tidak hanya pada kognitifnya saja, melainkan afektif dan psikomotornya juga, sehingga remaja lebih mampu menentukan keputusan dalam dirinya untuk tidak melakukan perilaku berisiko. Remaja seharusnya memanfaatkan waktunya lebih banyak untuk mengembangkan bakat dan minat pada hal yang positif dan menjauhkan diri agar tidak terjerumus dalam perilaku berisiko. Apabila remaja telah terjerumus pada perilaku berisiko, maka dapat menimbulkan ketagihan, prestasi dan konsentrasi belajar menurun. 4. Simpulan Intensitas pelaksanaan Program PIK-R pada siswa SMA di Kabupaten Tabanan masih kurang baik, sedangkan perilaku siswa sebagian besar positif. Diperlukan evaluasi serupa untuk sekolah-sekolah dengan Program PIK-R yang masih dalam tahap Tumbuh dan Tegak, serta melakukan evaluasi kontribusi program serupa lainnya untuk menurunkan tumpang tindih dan meningkatkan efektivitasnya terhadap perubahan perilaku kesehatan reproduksi remaja. 5. Referensi Anas, SH 2010. Sketsa Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal Studi Gender & Anak. Vol. 5 No. 1 Jan Jun 2010 pp. 199 214. [cited Okt. 2016.14] Available from: http://ejournal.iainpurwokerto.ac.id/index.php Anniswah, N. 2016. Faktor-Faktor Berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko IMS pada Remaja Pria di Indonesia (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012). Skripsi. [cited: May 2017. 4]. Available from: http://repository.uinjkt.ac.id/dsp ace/bitstream Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M). [cited: 2016 Augst 22]. Available from URL: <http://kesra.jatengprov.go.id/file pdf/pikrm.pdf> Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia. Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku tentang Kesehatan Reproduksi dan Seksual pada Remaja di Kota Denpasar. 2016. [http://www.kisara.or.id/ ]. [cited: 2017 July 18]. Available from URL: <http://www.kisara.or.id/artikel/pen elitian-kisara-gambaranpengetahuan-sikap-dan-perilakutentang-kesehatan-reproduksi-danseksual-pada-remaja-di-kotadenpasar.html> Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Pedoman Pengelolaan Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M). [cited: 2016 Augst 22]. Available from URL: <http://kesra.jatengprov.go.id/file pdf/pikrm.pdf> BNN, 2015. Jurnal Data Terkait Narkotika Tahun 2014. [cited Okt 2016. 15] Available at: http://www.bnn.go.id Gunarsa, SD. dan Gunarsa, YSD. 2008. Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 27

Infodatin. 2015. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Kementerian Kesehatan RI. [cited Sept. 2016. 24] Available at: http://www.depkes.go.id Lestary, H dan Sugiharti. 2007. Perilaku Berisiko Remaja di Indonesia Menurut Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) Tahun 2007. Jurnal Kesehatan Reproduksi Vol. 1 No. 3. Agustus 2011 : 136 144. [cited Nov 2016. 11]. Available from: http://download.portalgaruda.org /article Mustofa & Winarti. (2010). Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah Mahasiswa di Pekalongan Tahun 2009-2010. Jurnal. Raivi, A. Hubungan Peran Peer Educator Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK -R) dengan Perubahan Perilaku Kesehatan Reproduksi Remaja.Tesis. [cited Okt 2016. 24]. Available from :Website Online Jurnal Citra Keperawatan: http://ejurnalcitrakeperawatan.com Robinson, AJ dan Rogstad, K, 2002. Adolescence : a Time of Risk Taking. Article. [cited Nov. 2016. 26]. Available from: http://sti.bmj.com/content Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. [cited Des. 2016. 28]. Available at: www.hukumonline.com Undang Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. [cited Des. 2016. 28]. Available at: www.hukumonline.com UNDESA, 2010. Monthly Briefing World Economic Situation an Prospects. [cited Sept. 2016. 24] Available at: http://www.un.org World Health Organization (WHO), 2003. WHO Information Series on School Health : Family Life, Reproductife Health and Population Education. [cited Nov 2016. 28]. Available at: http://www.who.int/school Jurnal Medika Usada Volume 1 Nomor 2 Agustus 2018 28