dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan nasional. Meskipun masih belum menjadi program prioritas utama

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan (Keliat, 2006). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

1

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai. salah satunya adalah pembangunan dibidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. sangat signifikan, dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. membuat arti ketidakmampuan serta identitas secara individu maupun kelompok akan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh semua orang. Menurut Yosep (2007), kesehatan jiwa adalah. dan kecakapan dalam beradaptasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami kekambuhan. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan Nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang. kebutuhan dasar manusia termasuk di bidang kesehatan.

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

2015 GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. melanjutkan kelangsungan hidupnya. Salah satu masalah kesehatan utama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. halusinasi, gangguan kognitif dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. jiwa menjadi masalah yang serius dan memprihatinkan, penyebab masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP INTERAKSI SOSIAL PADA PENDERITA EPILEPSI DI KECAMATAN MANYARAN DAN KECAMATAN JATIPURNO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun

BAB I PENDAHULUAN. penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita Psikosis tidak

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap manusia lainnya. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

BAB I 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAULUAN. morbiditas dan mortalitas di perkirakan pada abad ke-21 akan terjadi

PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Secara umum timbulnya gangguan jiwa pada seseorang

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah kondisi sehat emosional psikologis, konsep diri yang positif, kestabilan emosional, sosial yang terlihat dari hubungan perilaku yang afektif dan hubungan interpersonal yang memuaskan (Videbeck, 2008). Kesehatan manusia tidak hanya dilihat dari fisiknya saja, namun kondisi manusia yang mempunyai jiwa sehat sangat diperlukan pada seseorang. Seseorang yang dikatakan memiliki jiwa yang sehat apabila seseorang memiliki sikap yang positif terhadap diri sendiri, penguasaan lingkungan seorang merasa berhasil diterima oleh masyarakat, mempunyai persepsi realitas individu mampu menguji asumsi tentang dunia, otonomi yang melibatkan kemandirian, pertumbuhan, aktualisasi diri dan ketahanan diri (Stuart, 2013). Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di dunia, termasuk pada Indonesia (Kemenkes RI, 2016). Salah satunya adalah gangguan jiwa kondisi ini merupakan keadaankeadaan yang abnormal baik berhubungan dengan fisik atau mental. Keabnormalan tersebut terbagi dalam dua golongan diantaranya gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) gejala keabnormalan tersebut bisa berupa ketegangan, gelisah, takut, pikiran-pikiran buruk, cemas, murung atau putus asa, rasa lemah dan sebagainya (Yosep, 2013). Gangguan kesehatan jiwa sendiri digolongkan menjadi tiga. Pertama gangguan biologis, fisik dan organik, kedua gangguan kejiwaan atau emosional dan mental disebabkan karena pola pengasuhan yang salah dan yang ketiga gangguan problem orang tua, masalah keuangan, pekerjaan, faktor keluarga, hukum dan lainnya (Yosep, H. Iyus & Sutini, 2014). Word Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2016, jumlah penderita depresi terdapat sekitar 35 juta, 21 juta terkena skizofrenia, 60 juta orang terkena bipolar (Kemenkes RI, 2016). Di Indonesia jumlah kasus orang dengan gangguan jiwa terus bertambah. 1

2 Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, prevelensi pada gangguan mental emosional dengan gejala anxietas dan depresi usia 15 tahun ke atas mencapai 14 juta orang (6% dari jumlah penduduk Indonesia). Sedangkan pada prevelensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia sebanyak 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Gangguan jiwa terbanyak berada di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah. Berdasarkan data proporti RT yang pernah memasung ART (Anggota Rumah Tangga) tersebut diantaranya 14,3% sekitar 57.000 orang yang sedang atau pernah dipasung. Angka pemasungan lebih tinggi dilakukan dipedesaan 18,2% dibandingkan dengan angka pemasungan di kota sebesar 10,7% (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Pada tahun 2015 jumlah penderita ODGJ yang tercatat berobat di Rumah sakit dan Puskesmas di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 317.504 jiwa (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2015). Berdasarkan Profil Kesehatan Semarang tahun 2015 jumlah penderita ODGJ yang berobat di Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Semarang sebanyak 50.965 jiwa (Dinkes Semarang, 2015). Jumlah ini mengalami penurunan pada tahun 2016 yaitu sebanyak 33.248 jiwa (Dinkes Semarang, 2016). Menurut data statistik Dinas Kesehatan Kota Semarang (DKK), (2016) diperoleh data yang terkena Skizofrenia sebanyak 511 jiwa, gangguan cemas atau anxietas 549 jiwa, gangguan neurotik 104 jiwa, gangguan Psikotik akut dan sementara 1.021 jiwa, retardasi mental 10 jiwa, gangguan mental dan perilaku akibat zat multi dan psikoaktif lain 18 jiwa, gangguan Skizoafektif 10 jiwa, episode depresif 47 jiwa dan gangguan depresi berulang 22 jiwa. Angka tersebut menunjukkan jumlah penderita gangguan jiwa di masyarakat masih sangat tinggi. Ada beberapa penyebab masalah kesehatan orang dengan gangguan jiwa berupa kekerasan fisik dan emosional dikarenakan masyarakat kurang peduli terhadap orang dengan gangguan jiwa (Kemenkes RI, 2015). Pada penderita gangguan jiwa dinyatakan sembuh kemudian dikembalikan ke keluarganya, namun sering

3 kambuh lagi karena terdapatnya stigma masyarakat yang beranggapan jika mereka tidak dapat sembuh, mereka sering dikucilkan di lingkungannya, tidak diberi peran serta dukungan sosial kemudian di bully (Noorkasiani., Heryati & Ismail, 2009). Hingga kini, kesehatan jiwa masih memprihatinkan karena kurangnya kepedulian masyarakat, masih adanya diskriminasi dan stigma pada orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) dan ketidaktahuan masyarakat dalam menjaga kesehatan jiwa (Kemenkes RI, 2016). Selama ini keluarga beranggapan bahwa ODGJ dikarenakan oleh gangguan roh dan kutukan setan. Keluarga lainnya merasa ikut dikutuk, sehingga anggota keluarga sering bersikap tidak baik atau tidak wajar terhadap keluarganya yang sakit. Seperti, mereka melakukan pemasungan kemudian memperlakukan orang dengan gangguan jiwa tersebut seperti binatang. Hal tersebut dikarenakan keluarga yang mengalami frustasi serta stres yang berat menanggung aib, selalu mengawasi serta mengeluarkan banyak biaya dan waktu bagi penderita (Simanjuntak, 2008). Masyarakat atau keluarga memandang orang dengan gangguan jiwa identik disebut sebagai orang gila serta setan yang dianggap sebagai penyebabnya, individu yang terganggu jiwanya dianggap kerasukan setan (Videbeck, 2008). Orang dengan gangguan jiwa selalu dianggap menyimpang serta dipandang rendah. Terdapatnya stigma negatif tersebut, menyebabkan dalam penyembuhan mengalami hambatan, hampir dua pertiga orang dengan gangguan jiwa tidak mencari bantuan profesional serta minimnya pengetahuan serta kepedulian masyarakat dalam pencegahan kemudian penanggulangan gangguann jiwa. Masyarakat sudah terlanjur beranggapan negatif pada orang dengan gangguan jiwa, masyarakat terkadang bahkan ada yang justifikasi masyarakat untuk menyingkirkan dan mengisolasi (Thong, 2011). Masalah Kesehatan jiwa di Indonesia adalah masalah kesehatan yang perlu mendapatkan perhatian sunguh-sunguh dan masalah yang sangat penting dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah serta perhatian

4 dari seluruh masyarakat. Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sering mendapatkan diskriminasi serta stigmanisasi oleh masyarakat disekitarnya, mereka beranggapan bahwa mereka berbeda pada masyarakat umumnya sehingga sering mendapatkan perlakuan yang berbeda seperti diberhentikan dari pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, ditelantarkan oleh keluarganya, dikeluarkan dari sekolah bahkan ada yang sampai dipasung serta dirampas harta bendanya (Kemenkes RI, 2014). Stigma pada orang dengan gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan konsekuensi negatif pada penderitanya bahkan pada keluarganya yang meliputi seperti sikap-sikap penyangkalan, penolakan, diisolasi serta disisihkan (Efendi, 2009). Hasil penelitian Asti, (2016) menyatakan bahwa masyarakat masih memberikan prasangka dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa mereka sering mendapat cemooh, dijauhi, diabaikan, dikucilkan dan dianggap aib di masyarakat. Masyarakat masih banyak yang beranggapan buruk terhadap orang dengan gangguan jiwa, masyarakat menganggap ODGJ adalah orang yang mengerikan, memalukan, menakutkan, dan aib yang harus disembunyikan. Sebagian warga juga masih ada yang melakukan diskriminasi seperti isolasi sosial (pengasingan), kekerasan dan bullying. Salah satu penyebabnya karena rendahnya pendidikan serta pengetahuan masyarakat tentang kesehatan jiwa. Masyarakat dan keluarga masih jarang memberikan penanganan yang tepat terhadap ODGJ. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nasriati, (2017) mengenai stigma dan dukungan keluarga dalam merawat ODGJ menyebutkan bahwa stigma yang dialami keluarga sebagian besar tinggi dan dukungan keluarga yang memberikan perawatan dalam ODGJ sebagian besar memberikan dukungan buruk. Penelitian Purnama, (2016) mengatakan jika masyarakat lebih banyak yang beranggapan jika penderita gangguan jiwa harus diperlakukan kasar. Stigma yang dialami masyarakat mayoritas tinggi, dikarenakan pendidikan terahir sekolah dasar mengakibatkan pengetahuan terhadap ODGJ rendah.

5 Masyarakat perlu memiliki pengetahuan, persepsi dan sikap dalam meningkatkan kepedulian serta respon yang baik masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa yang ada di lingkungan sekitarnya. Pengetahuan adalah penginderaan hasil manusia dari hasil seseorang tahu terhadap objek melalui indra yang dimilikinya berupa mata, hidung, telinga dan sebagainya. Penginderaan dengan sendirinya menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas persepsi terhadap pengetahuan melalui indra telinga (pendengaran), mata atau indra penglihatan. Pengetahuan seseorang dengan objek mempunyai intensitas tingkah laku yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Persepsi adalah proses penginderaan dimana proses diterima stimulus dengan individu melalui alat indera atau bisa juga disebut proses sensoris, stimulus itu kemudian diteruskan serta proses selanjutnya adalah proses persepsi. Sebab proses persepsi tidak lepas dari proses penginderaan (Walgito, 2010). Sikap merupakan kecenderungan individu dalam melakukan respon tertutup pada stimulus atau objek yang ada di lingkungan sekitarnya (Sunaryo, 2013). Pengetahuan, persepsi dan sikap yang baik perlu dimiliki oleh masyarakat, dengan memiliki pengetahuan dan persepsi yang baik diharapkan sikap masyarakat tersebut dapat memiliki sikap yang baik terhadap Orang dengan gangguan jiwa (Azwar, 2016). Hasil penelitian menurut Nondyawati, (2015) bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan motivasi dalam memberikan dukungan pada klien gangguan jiwa dan ada hubungan antara sikap dengan motivasi dalam memberikan dukungan pada klien gangguan jiwa. Keluarga klien gangguan jiwa yang mempunyai pengetahuan rendah maka akan menurunkan motivasi dalam memberikan dukungan, sedangkan keluarga klien gangguan jiwa yang memiliki sikap negatif maka akan menurunkan motivasi dalam memberikan dukungan pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil peneliti lain yang dilakukan oleh Lestari, (2012) menunjukkan, masyarakat masih banyak yang mempunyai persepsi negatif tentang gangguan jiwa, namun

6 sikap masyarakat tentang gangguan jiwa sebagian besar memiliki sikap positif. Persepsi negatif pada keluarga disebabkan mayoritas pendidikan reponden adalah SD, sehingga tingkat pengetahuan masih dibawah pendidikan menengah. Hal ini karena responden dengan pendidikan rendah menjadikan persepsi gangguan jiwa sulit untuk disembuhkan dan tidak dapat disembuhkan. Persepsi responden bisa mempengaruhi sikap keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa (ODGJ). Berdasarkan data di Puskesmas Rowosari Kota Semarang ditemukan sebanyak 21 kasus Orang dengan gangguan jiwa, sementara hasil penelitian pendahuluan yang dilakukan pada bulan Agustus 2017 terdapat kasus orang dengan gangguan jiwa dikelurahan Rowosari sebanyak 14 orang. Peneliti telah melakukan studi pendahuluan pada tanggal 9-10 agustus 2017 di Kelurahan Rowosari Kota Semarang dengan cara wawancara singkat terpisah pada 10 orang dan diperoleh 75% dari masyarakat yang sudah diwawancarai memiliki pengetahuan, persepsi dan sikap yang kurang baik terhadap orang dengan gangguan jiwa. Dari beberapa masyarakat di Kelurahan Rowosari Semarang diketahui banyak dari masyarakat beranggapan bahwa orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) merupakan aib dari sebuah keluarga kemudian lebih baik disembunyikan didalam rumah dan dipasung atau dikunci dalam rumah. Banyak dari masyarakat yang berangapan ODGJ adalah orang yang aneh kemudian masyarakat merasa tidak mau berkumpul dan takut dengan orang dengan gangguan jiwa, sehingga pada kenyataan masyarakat sering mengucilkan orang dengan gangguan jiwa dianggap berbahaya serta ada beberapa yang mengejeknya sebagai sebutan orang yang tidak waras. Tidak sedikit pula orang beranggapan bahwa ganggguan jiwa itu disebabkan karena digunaguna oleh orang lain dan ketempelan setan atau roh-roh halus ditempat yang keramat. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengambil sebuah studi kasus dengan judul Tingkat Pengetahuan, Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) di Kelurahan Rowosari Kota Semarang.

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti berkeinginan untuk mengeksplorasi pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) khususnya pada daerah kelurahan Rowosari Kota Semarang, karena peneliti masih menjumpai minimnya pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Masyarakat masih ada yang beranggapan orang dengan gangguan jiwa merupakan orang yang aneh, penyakit yang disebabkan oleh kerasukan setan, diguna-guna oleh orang lain dan sebagainya. Pengertian, pemahaman dan tindakan masyarakat masih salah kaprah terhadap orang dengan gangguan jiwa. Orang dengan gagguan jiwa sering mendapat stigma dan diskriminasi yang lebih besar dari masyarakat disekitarnya. Orang dengan gangguan jiwa sering mendapat perlakuan tidak manusiawi misalnya dipasung, diisolasi dan diasingkan. Dari pengetahuan, persepsi dan sikap yang ada dapat memperoleh berbagai respon positif atau negatif. Respon dari pengetahuan, persepsi dan sikap yang tidak baik inilah yang bisa menyebabkan ODGJ mengalami dampak buruk. Melihat dari dampak pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa sangat penting peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap Orang dengan gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kota Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mendiskripsikan Tingkat pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kota Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap ODGJ di Kelurahan Rowosari Kota Semarang.

8 b. Mendiskripsikan persepsi masyarakat terhadap ODGJ di Kelurahan Rowosari Kota Semarang. c. Mendiskripsikan sikap masyarakat terhadap ODGJ di Kelurahan Rowosari Kota Semarang. d. Menganalisa Tingkat pengetahuan, Persepsi dan sikap masyarakat terhadap ODGJ di Kelurahan Rowosari Kota Semarang. D. Manfaat 1. Bagi masyarakat. Manfaat peneliti ini memberikan gambaran serta tambahan informasi pada masyarakat mengenai pentingnya pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa sehingga bisa berperilaku baik atau bersikap positif terhadap ODGJ. 2. Bagi Institusi Pendidikan. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan memberikan referensi, pengetahuan serta tambahan informasi bagi ilmu keperawatan serta dapat lebih memperhatikan pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan pengalaman nyata dalam melaksanakan penelitian sederhana secara ilmiah dalam rangka mengembangkan diri dalam melaksanakan fungsi perawat sebagai peneliti serta memberikan tambahan database untuk kemudian dikembangkan penelitiannya. 4. Bagi perawat / teman sejawat Dapat memberikan informasi tambahan pada masyarakat dalam bentuk pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Diharapkan bisa mendukung perkembangan praktik asuhan keperawatan jiwa tidak hanya di Rumah Sakit tetapi juga pada komunitas pada lingkungan masyarakat.

9 5. Bagi instansi Pemerintah Manfaat penelitian ini dapat membantu pemerintah dan kepala desa dalam pelayanan kesehatan jiwa, memberikan pendidikan kesehatan, cara perawatan, cara pengobatan yang baik pada masyarakat tentang orang dengan gangguan jiwa dan mendukung proses dalam penyembuhan pada orang dengan gangguan jiwa dalam lingkungan sekitar masyarakat yang ada di lingkungannya E. Bidang Ilmu Penelitian Penelitian ini masuk dalam bidang ilmu keperawatan jiwa. Peneliti akan mengekplorasi hubungan antara tingkat pengetahuan, persepsi dan sikap masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa di Kelurahan Rowosari Kota Semarang.

10 F. Keaslian Penelitian Tabel 1.1 Keaslian Penelitian NO JUDUL PENELITIAN DAN PENELITI NAMA (TAHUN) DESAIN PENELITIAN HASIL 1 Hubungan Persepsi Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Penderita Skizofrenia Di Surakarta. Wiharjo, Gurita Fendi (2014). Metode Deskriptif analisis korelasi product moment. Ada Hubungan positif antara persepsi dengan sikap masyarakat terhadap penderita Skizofrenia, yang artinya semakin positif persepsi, semakin positif pula sikap masyarakat terhadap penderita skizofrenia, sebaliknya semakin negatif persepsi masyarakat, semakin negatif sikap masyarakat terhadap penderita skizofrenia. Perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, tempat penelitian, variabel bebas pengetahuan. Ada Hubungan tingkat pendidikan dengan sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa di RW XX Desa Duwet Kidul, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri. Perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, tempat penelitian, variabel bebas Persepsi. 2 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan Tentang Kesehatan Jiwa Dengan Sikap Masyarakat Terhadap Pasien Gangguan Jiwa Di RW XX Desa Duwet Kidul, Baturetno, Wonogiri. Yulianti, Tanjung Sri & Wijayanti, Wulan Meilina Putri, (2016) Analitik dengan Desain Penelitian Korelasional. Ada Hubungan tingkat pengetahuan masyarakat dengan sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwaa di RW XX Desa Duwet Kidul, Kecamatan Baturetno, Kabupaten Wonogiri dengan nilai significancy 0,000. PERBEDAAN Variabel bebas persepsi dan variabel terikat yaitu Sikap. Namun pada penelitian ini adalah ODGJ bukan pada Skizofrenia. Variabel bebas Tingkat Pengetahuan dan variabel terikat yaitu Sikap masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa.

11 NO JUDUL PENELITIAN DAN PENELITI NAMA (TAHUN) DESAIN PENELITIAN HASIL 3 Public Stigma Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Kabupaten Kebumen. Asti, Arnika Dwi., Sarifudin, Sahrul & Agustin, Ike Mardiati (2016). Metode Deskriptif analitik dengan pendekatan survey. Publik stigma terhadap ODGJ di desa Rogodono masih besar. Salah satu penyebabnya yaitu karena rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan mengenai kesehatan jiwa di masyarakat desa Rogodono. Hal tersebut menyebabkan masyarakat memberikan pelabelan, prasangka dan diskriminasi ODGJ. Adanya public stigma menyebabkan ODGJ semakin menderita, mengalami kesulitan untuk sembuh dan rentan mengalami kekambuhan. Perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, variabel bebas dan variabel terikat. Ada Hubungan antara stigma dengan dukungan keluarga dalam merawat orang dengan gangguan jiwa (ODGJ). Perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, variabel bebas dan variabel terikat. 4 Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Nasriati, Ririn (2017). Korelasi. PERBEDAAN subjek penelitian yaitu ODGJ. subjek penelitian yaitu ODGJ. 5 Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Dengan Motivasi Keluarga Dalam Memberikan Dukungan Pada Klien Gangguan Jiwa. Nondyawati, Kiky Alifathul (2015) Analitik dengan Cross sectional design. Ada hubungan kuat faktor pengetahuan dengan motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa. Perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, variabel bebas persepsi masyarakat. Ada hubungan kuat sikap dengan motivasi dalam memberikan dukungan terhadap klien gangguan jiwa. variabel bebas pengetahuan, akan tetapi dalam penelitian ini pada masyarakat bukan pada keluarga.

12 NO JUDUL PENELITIAN DAN PENELITI NAMA (TAHUN) DESAIN PENELITIAN HASIL PERBEDAAN 6 Hubungan Persepsi Keluarga Tentang Gangguan Jiwa Dengan Sikap Keluarga Kepada Anggota Keluarga Yang Mengalami Gangguan Jiwa Di Rumah Sakit Daerah Surakarta. Lestari, Fitri Sri & Kartinah (2012). Deskriptif corelatif dengan teknik pengambilan data Cross sectional. Ada hubungan persepsi tentang gangguan jiwa dengan sikap keluarga yang mempunyai anggota keluarga gangguan jiwa di RSJD Surakarta. perbedaan terletak pada jenis penelitian serta sasaran penelitian, tempat penelitian dan variabel bebas pengetahuan masyarakat. Gambaran stigma masyarakat terhadap klien gangguan jiwa di RW 09 Desa Cileles Sumedang Purnama, Gilang (2016) 7 variabel bebas persepsi dan variabel terikat sikap, namun pada penelitian ini sasarannya pada masyarakat bukan pada keluarga. Metode Deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Domain otoriterisme adalah domain stigma yang paling tinggi dan pembatasan sosial domain yang paling rendah. Perbedaan terletak pada jenis penelitian tempat penelitian serta sasaran penelitian dan variabel bebas. subjek penelitian yaitu ODGJ.