BAB V PENUTUP Ponta dari setiap sesinya mengajak orang untuk mengingat peran Allah dalam hidup ini. Sehingga manusia itu punya ketergantungan penuh pada Allah. Karena itu hasil akhir menjadi Ponta itu adalah persembahan. Saat diberikan kepada banyak orang pun tujuannya untuk mengajak orang mengucap syukur. Dan tetap juga bertujuan untuk menempatkan ketergantungan manusia pada Allah itu sangat tinggi. Sehingga filosofi yang dikandung oleh Ponta itu sebenarnya adalah mau bersaksi pada dunia bahwa masa depan itu sepenuhnya ada ditangan Tuhan. Siapa yang bisa menyenangkan Allah, dia punya masa depan. GPIB mengaktualkan nilai nilai Injil itu dalam semangat kontekstualisasi. Dan GPIB mengakarkan Injil itu pada budaya budaya lokal sebagai cara member nilai nilai dan makna baru padanya. Sehingga setiap orang tetap berada dalam budayanya namun tetap beriman dengan kesungguhan. Inilah yang kemudian terwujud nyata dalam Ponta. bahwa proses penginjilan sejak awalnya hingga saat inilah yang membuat Ponta kemudian memperoleh makna dan nilai baru dalam Injil. Catatan penting dari tulisan ini adalah sebagai Pendeta GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) mau mengatakan bahwa liturgi GPIB secara prinsip sangat terbuka untuk mengakomodir perayaan budaya semisal ini. Bahwa sesungguhnya teologi GPIB membuka diri sehingga budaya budaya 1 terjaga dengan nilai dan makna baru dalam 1 Dr. Masao Takenaka, Nasi dan Allah (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996),29. Secara harfiah kata Culture berarti pengolahan, atau sedang diolah. Cult berarti pemujaan dan upacara keagamaan. Antara jenis jenis pekerjaan yang berbeda yang kita lakukan sehubungan dengan alam terdapat daya tarik menarik: pertanian dan cara memuja, upacara keagamaan dan kebudayaan, ungkapan ungkapan artistic yang beraneka ragam dari orang orang. Page 1
kekristenan. Apa yang Injil Matius dan Lukas catat sebagaimana terurai dibawah ini menjadi hal yang perlu direnungkan: 1. Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-nya kepada-nya. 2. Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-nya: 3. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 4. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. 5. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. 6. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. 7. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. 8. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. 9. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. 10. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. 11. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 12. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu." Judul Perikop Garam dunia dan terang dunia Page 2
13. "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. 14. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. 15. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. 16. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga." Atau semisal Lukas 6: 10-17 tentang Yesus memberi makan lima ribu orang 10. Sekembalinya rasul-rasul itu menceriterakan kepada Yesus apa yang telah mereka kerjakan. Lalu Yesus membawa mereka dan menyingkir ke sebuah kota yang bernama Betsaida, sehingga hanya mereka saja bersama Dia. 11. Akan tetapi orang banyak mengetahuinya, lalu mengikuti Dia. Ia menerima mereka dan berkata-kata kepada mereka tentang Kerajaan Allah dan Ia menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan. 12. Pada waktu hari mulai malam datanglah kedua belas murid-nya kepada-nya dan berkata: "Suruhlah orang banyak itu pergi, supaya mereka pergi ke desa-desa dan kampungkampung sekitar ini untuk mencari tempat penginapan dan makanan, karena di sini kita berada di tempat yang sunyi." 13. Tetapi Ia berkata kepada mereka: "Kamu harus memberi mereka makan!" Mereka menjawab: "Yang ada pada kami tidak lebih dari pada lima roti dan dua ikan, kecuali kalau kami pergi membeli makanan untuk semua orang banyak ini." Page 3
14. Sebab di situ ada kira-kira lima ribu orang laki-laki. Lalu Ia berkata kepada murid-murid- Nya: "Suruhlah mereka duduk berkelompok-kelompok, kira-kira lima puluh orang sekelompok." 15. Murid-murid melakukannya dan menyuruh semua orang banyak itu duduk. 16. Dan setelah Ia mengambil lima roti dan dua ikan itu, Ia menengadah ke langit, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-nya supaya dibagi-bagikannya kepada orang banyak. 17. Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian dikumpulkan potonganpotongan roti yang sisa sebanyak dua belas bakul. Budaya Ponta kemudian menyerap nilai nilai Injil. Dan budaya itu pun menjadi sekarakter dengan Injil pada perjalanannya hingga sekarang. Jadi, nilai sosial didalamnya karena pengaruh Injil bukan sebab unsur kekerabatan semata. Namun lebih mengarah pada bentuk nyata kesaksian iman selaku pengikut Yesus. Pada akhirnya tidak ada satu pun bagian dari kebudayaan yang lepas dari nilai nilai kekristenan. Sama seperti kisah Coolen 2 yang mengakomodir budaya dan kemudian mengisi maknanya dengan nilai - nilai Injil, 3 maka demikian juga teologi GPIB serta liturginya. 2 Dr. Th. Van den End dan Dr. J. Weitjens, SJ, Ragi Carita 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2013), 248-259. Sebenarnya kalau mengikuti cara berpikir Coolen, maka menurut penulis, mungkin Jawa Timur menjadi basis Kristen saat ini. Namun akibat metode yang disajikan Emde maka tidak terjadi. Dimana letak persoalannya? Karena Emde tidak memahami budaya yang ada saat itu sehingga sarung diganti dengan celana dan jas. Hal inilah yang dimaksudkan oleh van den End juga bahwa keadaan itu bisa terjadi karena pemimpin pemimpin gereja dari Eropa, para imam serta pendeta, kurang mengenal adat dan tidak mau tahu tentangnya. Tetapi main larang saja tidak cukup untuk memusnahkan adat. Dalam konteks tulisan saya saat ini, pergumulan memaknai budaya dalam terang iman Kristen, saya tidak ingin mengulangi kesalahan sebagaimana terurai diatas. Makna budaya itu yang seharusnya dirohanikan. Sehingga orang percaya kepada Kristus dan jadi pengikut Yesus tanpa harus tercabut dari akar budayanya. 3 John A. Titaley, Religiositas Di Alinea Tiga, (Salatiga: Satya wacana University Press,2013),114-115). Itu sebabnya menurut penulis, ponta di masyarakat desa Long Gelang harus diberi makna agar orang Kristen di Desa Long Gelang tidak hanya hadir begitu saja tetapi menjadi orang Kristen Long Gelang yang bermanfaat atau bersaksi Page 4
Tujuannya agar setiap orang tidak meninggalkan budayanya. Tetap memelihara budayanya tanpa memiskinkan semangat berimannya pada Kristus. Ini adalah misinya. Tulisan ini kiranya menjadi tambahan yang memperkaya kajian tentang Persembahan. Tulisan ini juga kiranya menjadi ajakan untuk banyak orang kemudian hari memperdalam makna Persembahan dalam berbagai unsure budaya bahkan duia sosial lainnya. Sehingga Nampak jelas bahwa iman Kristen memiliki nilai nilai dan makna yang mampu menggantikan semangat dari nilai nilai dan makna sebelumnya. dengan beriman yang benar. Hal itu sebenarnya yang menurut penulis orang Kristen di Long Gelang di manusiakan melalui injil. Menurut Michael, Deberri, Peter bahwa orang Kristen perlu berefleksi untuk mendaratkan injil dengan tepat. (Lihat Schultheis, Michael; Deberri Ed; Henriot, Peter, Pokok Pokok Ajaran Sosial Gereja (Yogyakarta: Kanisius, 2001). Sebab injil harus dipahami dengan benar agar benar prakteknya. Sama halnya seperti yang dikatakan oleh Becker bahwa kita berbicara tentang injil di dunia bukan berbicara tentang dunia yang dipaksakan kepada injil, sebab bisa terjadi kesalahpahaman. Sehingga mengakibatkan kesalahan praktek. Melalui injil juga, orang dididik untuk memahami bahwa hanya satu Allah oleh karena itu injil yang harus diberitakan dengan benar (Tissa Balasuriya, Teologi Siarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 168. Page 5