BAB I PENDAHULUAN. baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Penyebab yang sering disampaikan adalah stres subjektif atau biopsikososial

BAB I PENDAHULUAN. kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana individu tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) di dalam satu atau lebih. fungsi yang penting dari manusia (Komarudin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. sehat, maka mental (jiwa) dan sosial juga sehat, demikian pula sebaliknya,

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah salah satu masalah kesehatan yang masih. banyak ditemukan di setiap negara. Salah satunya adalah negara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. meliputi keadaan fisik, mental, dan sosial, dan bukan saja keadaan yang bebas dari

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

TINGKAT KECEMASAN KELUARGA DALAM MENGHADAPI ANGGOTA KELUARGA PENDERITA GANGGUAN JIWA DI POLI JIWA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA KOTA KEDIRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang Undang No. 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, mampu memberikan kontribusi pada komunitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

B A B 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa merupakan suatu penyakit yang disebabkan karena adanya

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan bangsa yang signifikan tidak terlepas dari Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN. gangguan tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG GANGGUAN JIWA DENGAN DUKUNGAN KELUARGA YANG MEMPUNYAI ANGGOTA KELUARGA SKIZOFRENIA DI RSJD SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat menjadi tahun. Dalam hal ini secara demografi struktur umur

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular atau NCD (Non-Communicable Disease) yang ditakuti karena

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. perubahan struktur umur penduduk yang ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat PTM mengalami peningkatan dari 42% menjadi 60%. 1

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung. Di tahun 2008, stroke dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang. mencerminkan kedewasaan kepribadiannya (WHO, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, merasa gagal

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Menkes, 2005). Masyarakat (Binkesmas) Departemen Kesehatan dan World Health

BAB I PENDAHULUAN. mengalami gangguan kesehatan jiwa (Prasetyo, 2006). pasien mulai mengalami skizofenia pada usia tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. prevalensi penyakit infeksi (penyakit menular), sedangkan penyakit non infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. yang mengarah pada kestabilan emosional (Nasir dan Muhith, 2011). mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. oleh penduduk Indonesia. Penyakit ini muncul tanpa keluhan sehingga. banyak penderita yang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel

BAB 1 : PENDAHULUAN. Kanker payudara dapat tumbuh di dalam kelenjer susu, saluran susu dan jaringan ikat

BAB I PENDAHULUAN. berpikir, gangguan perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi

BAB 1 PENDAHULUAN. pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma akibat Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN. dunia menderita skizofrenia selama hidupnya, biasanya bermula dibawah usia 25 tahun, berlangsung

BAB 1 PENDAHULUAN. karena semakin meningkatnya frekuensi kejadiannya di masyarakat. 1 Peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

Syarniah 1, Akhmad Rizani 2, Elprida Sirait 3 ABSTRAK

GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA GANGGUAN JIWA DI WILAYAH BANJARMASIN DAN BANJARBARU TAHUN 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer &

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang seperti Indonesia bertambahnya atau semakin tinggi. Menurut Dr. Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO ( World Health

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. Kesehatan jiwa menurut undang-undang No.3 tahun 1966 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah kumpulan dari keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan mental. Keabnormalan tersebut tidak disebabkan oleh sakit atau rusaknya bagian-bagian anggota badan, meskipun kadang-kadang gejalanya terlihat pada fisik (Aqib, 2013). Menurut Siswono (2001, dalam Contesa 2012) WHO menunjukkan bahwa beban yang ditimbulkan gangguan jiwa sangat besar, dimana terjadi global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa mencapai 8,1%. Angka ini lebih tinggi dari TBC (7,2%), kanker (5,8%), penyakit jantung (4,4%), dan malaria (2,6%). Keluarga merupakan tempat pertama anak mendapatkan pendidikan. Orang tua pada umumnya memberikan pelayanan kepada putri dan putranya sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada kalanya orang-orang tua sangat memanjakan, ada pula yang bertindak keras. Namun demikian, bagi keluarga yang mengerti tentang kesehatan mental akan mendidik putra-putrinya sesuai dengan perkembangan kemampuan dan kesenangan serta kepuasan mereka (Sundari, 2005). Di keluarga, anak berinteraksi dengan orang tua (atau pengganti orang tua) dan segenap anggota keluarga lainnya. Ia memperoleh pendidikan informal, berupa pembentukan pembiasaan-pembiasaan (habit formations). Pendidikan informal dalam keluarga akan banyak membantu dalam meletakkan dasar pembentukan kepribadian anak (Gunawan, 2010).

Notoatmodjo (2010) mengatakan keluarga merupakan lingkungan sosial yang paling dekat dengan pasien. Proses penyembuhan dan terutama pemulihan terjadi bukan hanya semata-mata karena faktor rumah sakit, tetapi juga faktor keluarga. Semua anggota keluarga terlibat di dalam problem yang dihadapi, karena itu seharusnya perlu untuk mendapatkan solusinya. Sebagian para ahli terapi keluarga mempertimbangkan bahwa problem seorang anggota keluarga disebabkan oleh hubungannya dalam keluarga, sementara yang lain melihat problem seorang anggota keluarga sebagai neurotik dari seluruh anggota keluarga (Aqib, 2013). Karakteristik keluarga dapat dikembangkan berdasarkan pendidikan orang tua, penghasilan orang tua, dan tipe keluarga. Orang tua yang memiliki pendidikan tinggi cenderung akan mendapatkan informasi yang lebih banyak sehingga dalam memberikan keputusan yang berkaitan dengan pendidikan dan permasalahan dalam keluarga akan lebih baik pula (Harlock, 1999 dalam Anonim, 2012). Pendidikan yang tinggi pada ibu, ibu sangat mempengaruhi perilaku remaja, ibu yang berpendidikan tinggi memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dan mendapatkan informasi yang lebih baik, sehingga mampu memberikan keputusan yang terkait dengan masalah remaja ( Harlock, 1999 ). Ibu sebagai pilar rumah tangga tentu memiliki peran formal yaitu sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai pengasuh anak. Mendidik dan mengasuh anak bukanlah suatu hal

yang mudah, mengingat anak-anak terutama remaja memiliki keunikan masingmasing (Anonim, 2012). Pendidikan yang tinggi pada ibu, juga memiliki peluang bagi ibu untuk mendapatkan pekerjaan. Ibu yang bekerja pada umumnya memiliki pendidikan yang lebih baik, sehingga kualitas pengasuhan juga lebih baik, meskipun dalam segi kuantitas frekuensi keberadaan didalam rumah lebih sedikit dibandingkan ibu yang tidak bekerja (Ariani, 2006 dalam Anonim 2012). Posisi seorang ayah dalam keluarga memilki peran formal sebagai pencari nafkah dan peran informal sebagai pelindung keluarga, pendorong, dan pengambil keputusan. Budaya Indonesia peran bapak masih dominan dalam berbagai segi kehidupan dan pengambil keputusan. Keputusan-keputusan yang diambil berkaitan dengan pengasuhan yang diberikan pada anggota keluarga masih banyak ditentukan oleh bapak. Keputusan akan semakin baik apabila bapak memilki wawasan dan pendidikan yang memadai (Ariani, 2006, dalam Anonim, 2012). Secara garis besar penyebab gangguan jiwa dibagi menjadi tiga, yaitu faktor organobiologi, psikoedukatif dan sosiodemografi. Faktor sosiodemografi meliputi usia, jenis kelamin, kepadatan penduduk, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, ekonomi keluarga dan persepsi peringkat sosial. Menurut Riskesdas (2013), prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Tengah. Proporsi RT yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat 14,3 persen, terbanyak pada penduduk yang tinggal di perdesaan (18,2%), serta pada kelompok penduduk dengan kuintil indeks kepemilikan terbawah (19,5%). Prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan prevalensi ganguan mental emosional tertinggi adalah

Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Data dari 33 rumah sakit jiwa (RSJ) di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang (Mubarta, 2011). Kepadatan penduduk yang tinggi merupakan suatu stresor lingkungan yang memberikan dampak bagi manusia baik secara fisik, sosial, maupun psikis. Dampak psikis meliputi perasaan negatif, cemas, stres, menarik diri dan perilaku agresif. Gangguan jiwa ringan banyak diderita kaum perempuan, yaitu dua kali lebih banyak dibanding laki-laki. Sedangkan gangguan jiwa berat pada perempuan lebih ringan dibanding laki-laki. Gangguan jiwa banyak dialami oleh penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun karena pada usia tersebut memiliki pola psikis yang labil kemudian dilanjutkan dengan beban psikis yang lebih banyak (Mubarta, 2011). Jenis-jenis gangguan jiwa yang termasuk dalam ruang lingkup kesehatan jiwa masyarakat tercantum dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Edisi Ketiga (PPDGJ-III) tahun 1995 atau chapter F00-F99 dari International Classification of Diseases (ICD-X) antara lain: Gangguan mental dan perilaku, skizofrenia, gangguan neurosis lainnya (gangguan psikosomatik dan ansietas), gangguan mental organik (demensia/alzheimer, delirium, epilepsi, paska stroke dan lain-lain), gangguan jiwa anak dan remaja serta retardasi mental (Mubarta, 2011). Penelitian Brenner (1979, dalam Hawari, 2011), mengemukakan bahwa untuk setiap 1% kenaikan pengangguran di Amerika Serikat tercatat jumlah

pasien baru laki-laki yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa naik 4,3%, jumlah pasien baru perempuan yang dirawat di Rumah Sakit Jiwa naik 2,3%. Penelitian Yip (2005, dalam Contesa, 2012) yang dilakukannya di Cina terhadap keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa, diperoleh bahwa 90% keikutsertaan keluarga dalam pengobatan psikiatris dan rehabilitasi klien mampu mengembalikan kondisi klien ke keadaan normal. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan 18 Nopember 2013 pada beberapa orang dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di RS Jiwa Propsu Medan diketahui bahwa ada beberapa masalah yang teridentifikasi pada keluarga dengan karakteristik usia orang tua yang masih muda, pendidikan rendah, orang tua yang bekerja di swasta dengan penghasilan rendah dan mempunyai jumlah anggota keluarga yang banyak (lebih dari 2 orang), kebiasaan dan kepercayaan suku bangsa dan agama tertentu pada orang yang mengalami gangguan jiwa, kondisi yang dapat dilihat yaitu meningkatnya stres dan tingkat kecemasan keluarga, sesama keluarga saling menyalahkan, kesulitan pemahaman (kurangnya pengetahuan keluarga) dalam menerima sakit yang diderita oleh anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa dan pengaturan sejumlah waktu dan energi keluarga dalam menjaga serta merawat penderita gangguan jiwa dan jumlah keuangan keluarga yang akan dihabiskan untuk biaya perobatan pada penderita gangguan jiwa. Melihat kondisi ini peneliti ingin melakukan pengkajian yang lebih lanjut tentang seberapa dalam karakteristik keluarga dapat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi klien gangguan jiwa.

Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan karakteristik keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa di Poliklinik RS Jiwa Propsu Medan. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah diatas, maka penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik keluarga penderita gangguan jiwa? 2. Bagaimana tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa? 3. Bagaimana hubungan karakteristik keluarga terhadap tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? 1.3. Tujuan Penelitian a. Untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga klien gangguan jiwa. b. Untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan keluarga dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. c. Untuk mengidentifikasi hubungan usia kepala keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. d. Untuk mengidentifikasi hubungan pendidikan kepala keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

e. Untuk mengidentifikasi hubungan pekerjaan kepala keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. f. Untuk mengidentifikasi hubungan penghasilan kepala keluarga dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Praktik Keperawatan Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga klien gangguan jiwa yang berkaitan dengan peningkatan kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah. 1.4.2. Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya. 1.4.3. Bagi Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga gangguan jiwa.