1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pemetaan sumberdaya alam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil selalu dibutuhkan dalam berbagai instansi, sesuai dengan apa yang tertera pada UU No. 1 Tahun 2014 bahwa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki keragaman potensi sumber daya alam yang tinggi, dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi, budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa.oleh karena itu perlu dikelola secara berkelanjutan.pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil juga sudah tertuang dalam Pasal 1.1. UU No. 1 Tahun 2014 yaitu suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Widhiasta, 2014). Kepulauan Karimunjawa sebagai salah satu objek wisata bahari di Indonesia yang terkenal hingga mancanegara menyajikan berbagai objek wisata bahari yang beragam, mulai dari ekosistem terumbu karang yang juga merupakan habitat ikanikan karang dan invertebrata, ekosistem padang lamun, ekosistem hutan mangrove, ekosistem hutan pantai, serta makro alga (Karimunjawa Escort, 2005). Turis-turis baik dari lokal maupun mancanegara yang semakin bertambah tiap tahunnya membuat kekayaan bahari Taman Nasional Karimunjawa perlu untuk dimonitor karena kekayaan tersebut merupakan potensi utama wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Taman Nasional Karimunjawa. Meningkatnya aktivitas manusia seperti halnya keluar masuk kapal, eksploitasi sumberdaya alam, pembangunan infrastruktur, budidaya perikanan, dan pariwisata menjadi tekanan di wilayah pesisir. (Nicholls et al. 2007; El-Askary et al. 2014). Semua kegiatan diatas merupakan bagian dari pengelolaan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk dapat mengevaluasi kesesuaian pengelolaan dan melihat bagaimana dampak lingkungan yang disebabkan oleh 1
aktivitas pengelolaan tersebut, maka perlu dibangun sebuah informasi dasar mengenai sumberdaya alam yang berada diwilayah tersebut. Salah satu wilayah pesisir di pulau-pulau kecil yang mulai mengalami tekanan-tekanan tersebut adalah Kepulauan Karimunjawa. Saat ini pulau-pulau di Kepulauan Karimunjawa mendapat tekanan dari aktivitas pariwisata yang mulai meningkat sejak tahun 2008, diiringi dengan meningkatnya pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir Karimunjawa. Kondisi ini berpotensi untuk memberikan dampak negatif terhadap komposisi dan kesehatan habitat bentik di wilayah tersebut, seperti yang terjadi di wilayah pesisir lain (Green et al. 2000; Goodman et al. 2013; El-Askary et al. 2014). Sehingga perlu dilakukan inventarisasi data habitat bentik, dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran utuh dari kondisi sumberdaya alam pesisir di Pulau Kemujan yang dapat dijadikan baseline dalam menilai dan mengevaluasi kebijakan pengelolaan di masa mendatang. Pentingnya sumberdaya alam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil akan berdampak pula pada pentingnya inventarisasi pemetaan secara real-time dan berkelanjutan guna melakukan monitoring terhadap objek kajian.peran penginderaan jauh akan sangat membantu dalam hal tersebut, mengingat bahwa kajian ilmu dan terapan penginderaan jauh mampu mengakomodir monitoring berbagai jenis fenomena dipermukaan bumi tanpa harus melakukan survei lapangan.apabila kegiatan monitoring kekayaan bahari Indonesia dilakukan dengan survei lapangan secara real-time maka akan dibutuhkan biaya yang sangat tinggi mengingat bahwa Indonesia memiliki kekayaan bahari yang sangat luas di samping wilayahnya keseluruhan yang luas.solusi terbaik dalam menjawab kebutuhan monitoring kekayaan bahari tersebut adalah penggunaan data penginderaan jauh multispektral (Green et al. 2000).Citra penginderaan jauh multispektral berbasis satelit mampu menyediakan informasi spasial secara rutin multitemporal, menjangkau area yang sulit diakses, mencakup area yang luas, menyediakan data pada berbagai tingkat kedetilan dan mengurangi jumlah data yang harus dikumpulkan melalui survei lapangan (Wicaksono, 2014).Sistem multispektral lebih ditekankan karena saat ini datanya jauh lebih banyak tersedia 2
dan, biaya, waktu dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk memperoleh dan mengolahnya jauh lebih rendah dibanding data hiperspektral. (Wicaksono, 2014) Tujuan lain dari penggunaan data multispektral adalah supaya penelitian ini dapat diterapkan secara luas, yang artinya dengan menggunakan data multispektral maka prosedur dan hasil penelitian ini dapat diulangi untuk diterapkan di daerah lain dengan hasil yang relatif sama karena datanya tersedia. Data penginderaan jauh yang digunakan untuk mewakili data multispektral adalah Worldview-2 (WV2) yang merupakan data multispektral resolusi tinggi dan kualitas data terbaik yang tepat digunakan untuk pemetaan secara detil.dengan melihat pentingnya pemetaan habitat bentik di lakukan di Indonesia untuk keperluan manajemen maka perlu dibuat peta eko-morfologi untuk dapat mendukung kebutuhan tersebut.dalam melakukan pemetaan eko-morfologi, kelas ekologi terlebih dahulu dibuat berdasarkan nilai spektral, terdapat klasifikasi terselia yang digunakan untuk memperoleh hasil, dari 4 jenis yang ada, 3 jenis metode klasifikasi di gunakan dan dimungkinkan hasilnya akan berbeda satu sama lain, sehingga perlu diketahui jenis klasifikasi mana yang paling tepat untuk dijadikan input peta eko-morfologi. 1.2. Perumusan Masalah 1. Citra Worldview-2 merupakan salah satu resolusi tinggi yang dinilai tepat digunakan untuk pemetaan skala detil, namun belum diketahui hasilnya jika yang digunakan adalah citra terkompresi. 2. Belum diketahui metode klasifikasi multispektral yang paling tepat untuk pemetaan habitat bentik dengan sudut pandang ekologis. 3. Citra sebelumya telah melalui proses kompresi, akan terdapat perbedaan akurasi dari masing masing kompresi citra yang digunakan. 1.3. Pertanyaan Penelitian 1. Dapatkah informasi spasial mengenai distribusi habitat bentik dibuat melalui citra Worldview-2 uang sudah terkompresi? 2. Metode apakah yang paling tepat digunakan untuk menyajikan informasi tersebut jika melihat dari nilai akurasinya? 3. Seberapa baik akurasi citra Worldview-2 dalam menyajikan informasi habitat bentik? 3
1.4. Tujuan Penelitian 1. Memetakan ekologi dan morfologi habitat bentik Pulau Kemujan dengan citra Worldview-2. 2. Membandingkan akurasi metode klasifikasi multispektral untuk pemetaan bentik baik pada kelas major maupun detil. 3. Menguji akurasi citra Worldview-2 dalam menyajikan informasi distribusi habitat bentik di Pulau Kemujan. 1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Manfaat Ilmiah 1. Memberikan informasi kuantiatif sejauh mana akurasi dan kemampuan data penginderaan jauh multispektral dengan resolusi spasial tinggi, dalam memberikan gambaran habitat bentik 2. Memberikan gambaran mengenai keterkaitan klasifikasi multispektral dengan uji akurasi yang terintergrasi dengan hasil lapangan. 1.5.2. Manfaat Praktis 1. Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki area habitat bentik, khususnya Karimunjawa. 2. Membantu dalam menentukan lokasi ideal untuk wisata bahari, dan digunakan sebagai dasar dalam analisis ekologi dan fungsinya secara lebih lanjut. 3. Dapat dijadikan baseline untuk mengevaluasi dampak pengelolaan dimasa mendatang, membantu dalam menentukan jalur keluar masuk kapal. 4
1.6. Batasan Masalah 1. Data yang digunakan adalah citra Worldview-2 yang tidak asli karena sebelumnya sudah terkompresi, terkoreksi kolom air,dan terkoreksi sunglint 2. Klasifikasi ekologi dilakukan dengan mengacu pada klasifikasi insitu berdasarkan data lapangan, sedangkan klasifikasi morfologi mengacu pada klasifikasi yang dikembangkan oleh Mumby & Harborne (1999). 3. Klasifikasi Parallelepiped tidak dilakukan karena hasilnya didapatkan bahwa banyak area yang tidak masuk ke dalam klasifikasi. 4. Daerah spesifik yang dipetakan yaitu Pulau Kemujan yang merupakan bagian dari Taman Nasional Karimunjawa. 5