BAB I PENDAHULUAN. Bisnis pariwisata di Indonesia cukup potensial mengingat Indonesia secara

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. ketatnya persaingan. Masing-masing restoran harus mampu menyediakan

BAB II LANDASAN TEORI. penjualan adalah aspek pemasaran (Kotler, 2009:10) mengemukakan pengertian

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan industri jasa di Indonesia memberikan kontribusi yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak dulu Bandung merupakan kota yang mampu menarik perhatian para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran saat ini menjadi sangat penting bagi usaha perhotelan, karena

BAB II LANDASAN TEORI. tempat, organisasi dan gagasan (Kotler, 2001:347). Dari definisi diatas. 1. Intangibility (tidak dapat dilihat, dirasakan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Setiap perusahaan bertujuan agar perusahaannya mendapat keuntungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. perbaikan pada beberapa komponen pada sebuah kendaraan. perawatan dan perbaikan salah satu elemen kendaraan misal bengkel Dinamo.

BAB I PENDAHULUAN. Di negara mana pun, termasuk Indonesia, keadaan perekonomian sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor jasa dewasa ini telah mengalami peningkatan yang cukup pesat. Dinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui. Kotler, 2000) dalam bukunya (Tjiptono, 2007:2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. mampu bersaing dan harus memperhatikan kepuasaan konsumen. Masalah

ANALISA PENGARUH KUALITAS JASA TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA LEMBAGA PENDIDIKAN ALFABANK DI SURAKARTA

II. LANDASAN TEORI. penjualan, tetapi dipahami dalam pemahaman modern yaitu memuaskan

BAB 1 PENDAHULUAN. Suatu hal yang banyak menarik perhatian manusia dewasa ini adalah

Bisma, Vol 1, No. 6, Oktober 2016 SERVICE PERFORMANCE PADA HOTEL GRAND MAHKOTA PONTIANAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB 1 PENDAHULUAN. tujuan untuk memuaskan pelanggan. Pemasaran yang tidak efektif (ineffective

BAB I PENDAHULUAN. terhadap perekonomian Indonesia. Industri Ritel memiliki kontribusi terbesar

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Surabaya merupakan kota kedua terbesar di Indonesia. Sebagai ibu kota

BAB I PENDAHULUAN. Kepraktisan sudah menjadi tuntutan utama masyarakat perkotaan saat ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA TENTANG KEPUASAN PELANGGAN, KUALITAS PELAYANAN, PENGARUH DIMENSI KUALITAS PELAYANAN TERHADAP

BAB I PENDAHULUAN. peta dunia karena berada di jalur yang ramai, hal ini dikarenakan letak geografis

BAB II KERANGKA TEORI Pengertian Strategi Pemasaran One Stop Shopping. Menurut Kotler (dalam : 81)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran merupakan elemen penting bagi suatu perusahaan dalam. mempengaruhi proses pengambilan keputusan konsumen.

II. LANDASAN TEORI. dan pertukaran nilai produk dengan lainnya. Sedangkan konsep pemasaran

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki ribuan jenis makanan tradisional dari setiap budaya.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan setiap manusia, terdapat moment-moment khusus yang

Adanya perubahan gaya hidup dan mobilitas yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat lebih menyukai makanan yang praktis tetapi memiliki nilai gizi

BAB II KERANGKA TEORITIS. Webster s 1928 Dictionary, dalam Lupiyoadi (2013), menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Selain menjadi ikon makanan murah dan tempat pariwisata, Bandung juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memberikan pelayanan yang berkualitas dengan mutu yang baik dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

II. TINJAUAN PUSTAKA Pemasaran

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. minat pelanggan terhadap produk (barang) yang ditawarkan. Sesuai. Sehingga makin luas sektor bisnis yang berusaha untuk memenuhi

Nora Tristiana Abstrak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini orientasi pemasaran untuk setiap bidang usaha mulai terlihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi dan indikatornya dapat berbeda diantara orang-orang yang terlibat

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa

BAB II KAJIAN TEORI. 2.1 Pengertian Pemasaran. Persaingan dalam dunia usaha yang semakin ketat menyebabkan banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Rahmi, 2012:1 ) (Rahman, 2005:1)

II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pelayanan menurut Kotler dan Keller (2007:42) merupakan setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian yang dilakukan Selvy Normasari dkk (2013) mengenai Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor jasa di seluruh dunia dewasa ini telah mengalami

BABA II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. yang sangat berarti pada kualitas pelayanan sehingga mempengaruhi pada tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. nasional, mengakibatkan suatu perusahaan yang ingin berkembang atau paling tidak

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia bisnis telah semakin ketat. Setiap perusahaan saling

BAB I PENDAHULUAN UKDW. tersebut mempengaruhi kondisi perkembangan dunia bisnis. Setiap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang word of mouth

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sebagai suatu jenis usaha yang memiliki nilai ekonomi, maka

BAB I PENDAHULUAN. juga berlangsung pesat. Hal ini ditunjukan dengan meningkatnya persentase

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. selling, (Anderassen et al, 1997) dengan tujuan membangun citra yang kuat

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat. Banyak negara-negara didunia menjadikan pariwisata sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya yang

BAB I PENDAHULUAN. dan penghasilan masyarakat menambah kesadaran pelanggan untuk mendapatkan

BAB II LANDASAN PUSTAKA. kepemilikan sesuatu (Kotler, 1999 : 195). Selanjutnya menurut Kotler, Bowen,

PENGARUH LOKASI, PELAYANAN, DAN KEPUASAN TERHADAP LOYALITAS PELANGGAN WARUNG SEAFOOD YU YEM PANTAI JATIMALANG. Ely Septiadi

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai kegiatan manusia yang berlangsung dalam kaitannya dengan pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA. dengan menciptakan, menawarkan, dan bertukar sesuatu yang bernilai satu sama

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bisnis pariwisata di Indonesia cukup potensial mengingat Indonesia secara alami memiliki banyak potensi keindahan alam, keragaman dan keunikan budaya dan lain sebagainya. Semua potensi tersebut menjadi modal dalam industri pariwisata dan masih tetap terjaga kelestariannya. Melihat lingkungan Indonesia yang memiliki banyak tempat tujuan wisata, maka dapat dikatakan bahwa peluang bisnis perhotelan dan pariwisata di Indonesia masih sangat besar. Peluang bisnis pariwisata tersebut mendorong pengusaha perhotelan mengembangkan jaringan perhotelannya di perkotaan besar di Indonesia, termasuk diantaranya adalah Kota Bandung. Perkembangan industri hotel di Kota Bandung yang tumbuh pesat menimbulkan rasa khawatir bagi para pengusaha Resort dan Hotel yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Resort Indonesia (PHRI) Jawa Barat. Pemerintah Kota Bandung telah membuat moratorium agar pembangunan hotel di dalam kota dihentikan untuk sementara. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengendalikan jumlah hotel yang sudah terlalu banyak menurut perhitungan PHRI. 1

2 Data PHRI Jawa Barat menjelaskan bahwa jumlah hotel di Bandung telah mencapai 473 hotel, dengan total kamar sebanyak 26.000 unit. Tahun 2016, ada sekitar 30 hotel baru tengah dibangun di Bandung. Alhasil, pada akhir 2016, jumlah hotel diperkirakan bertambah menjadi 500 hotel dengan total kapasitas 30.000 kamar. http://www.prfmnews.com/berita.php?detail=phri-minta-moratoriumhentikan-sementara-pembangunan-hotel-di-bandung Diantara perhotelan di Kota Bandung, terdapat beberapa jenis/tipe hotel, mulai dari hotel kelas ekonomi, menengah dan ekonomi atas. Hotel dengan jenis kelas ekonomi dibandrol dengan harga senilai 455.000 rupiah per malamnya, sementara itu hotel dengan jenis kelas menengah dibandrol dengan harga senilai 548.000 rupiah per malamnya, sedangkan hotel dengan dengan jenis kamar ekonomi atas dibandrol dengan harga senilai 1.390.000 rupiah per malamnya. https://sultra.antaranews.com/berita/278662/lima-hotel-bintang-4-terbaik-dibandung Secara umum, dapat dikatakan bahwa tingkat hunian untuk hotel kelas ekonomi berada dikisaran 70% dan untuk kelas menengah berada dikisaran 80%. Angka ini bukan hanya didorong oleh jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara namun juga karna dukungan pemerintah setempat yang menyelenggarakan beberapa event di hotel tersebut seperti seminar, rapat lokakarya dan kegiatan MICE lainnya.

3 Berdasarkan kondisi pariwisata dan pola pengembangan perkotaannya, Kota Bandung dapat dikatakan sebagai kota yang merupakan tujuan utama wisata yang memiliki banyak atribut menarik bagi wisatawan yang merupakan konsumen utama pengembangan pariwisata yang dimiliki Kota Bandung. Sektor pariwisata yang berkembang di Bandung antara lain, wisata heritage, wisata pendidikan, wisata belanja dan kuliner, wisata rekreasi dan hiburan, wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition). http://jabar.tribunnews.com/2017/10/16/okupansi-hotel-di-kota-bandungmenurun-ini-alasannya-menurut-ketua-phri-jabar Bauran Pemasaran digunakan dalam strategi pemasaran sebagai cara untuk mempengaruhi konsumen agar mau membeli produk yang dihasilkan suatu perusahaan. Unsur-unsur yang membentuk Bauran Pemasaran tersebut, dapat dijadikan strategi oleh perusahaan untuk dapat menarik konsumen dan menciptakan keunggulan bagi perusahaan. Menurut Kotler dan Armstrong (2012:58), Bauran Pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran taktis terkontrol-produk, harga, promosi, dan distribusi, yang dipadukan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran.

4 Kotler dan Keller (2012:47) mengklasifikasikan Bauran Pemasaran ke dalam empat kelompok yang disebut 4P, yaitu price, place, product, and promotion. 1. Product Suatu barang, jasa, atau gagasan yang dirancang dan ditawarkan perusahaan untuk kebutuhan konsumen. 2. Price Jumlah uang yang harus dibayar pelanggan untuk mendapatkan produk. 3. Place Penempatan suatu produk agar tersedia bagi target konsumen, sejenis aktivitas yang berkaitan dengan bagaimana menyampaikan produk dari produsen ke konsumen. 4. Promotion Aktivitas mengkomunikasikan dan menyampaikan informasi mengenai produk kepada konsumen, dan membujuk target konsumen untuk membeli produk. Organisasi yang bergerak di bidang jasa (service) menggunakan Bauran Pemasaran Jasa untuk membantu strategi mereka dalam mencapai nilai jasa/ konsumen yang tinggi bagi konsumen (customer value) yang akhirnya menentukan posisi persaingan (competitive position) pada pasar sasarannya" (Haksever, dkk, 2000).

5 Menurut Zeithalm dan Bitner yang dikutip oleh Lupiyoadi dan Hamdani (2001:18), Bauran Pemasaran Jasa ke dalam 3 kelompok yang disebut 3P, yaitu people, physical evidence, process. 1. People (orang) Semua orang yang mengambil bagian dalam pemberian serta yang ikut memberikan pengaruh terhadap persepsi pembeli, misalkan: petugas atau pegawai perusahaan, konsumen dan pelanggan lain dalam lingkungan jasa bersangkutan, bagaimana penampilan, sikap, kebiasaan, orang-orang yang terlibat dalam suatu jasa, terutama dari pihak penyedia jasa, merupakan fokus dari alat Bauran Pemasaran jasa ini. 2. Physical Evidence (bukti fisik) Alat Bauran Pemasaran jasa berupa lingkungan dimana perusahaan dan pelanggan berinteraksi, serta segala komponen fisik atau nyata (tangible) yang memfasilitasi proses/hasil atau komunikasi jasa. Physical Evidence merupakan alat yang memberikan peluang bagi perusahaan jasa untuk menyampaikan pesan tentang tujuan organisasi, segmen, sasaran, dan hakekat jasanya. 3. Process (proses) Alat Bauran Pemasaran Jasa yang merupakan mekanisme prosedur berjalan, dan diluar aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam penyampaian jasa. Pada jasa yang memerlukan keterlibatan tinggi dari pelanggan. Peran proses sangat pentingg, karna keterlibatan konsumen sebagai bagian dari jasa itu memberikan pengaruh besar dalam penilaiannya terhadap jasa yang bersangkutan.

6 Menurut Phd. Turgay Bucak (2014), kualitas layanan yang diharapkan mengacu pada ekspektasi pelanggan yang terkait dengan layanan dan fitur yang diinginkan oleh pelanggan agar layanan diproses sesuai keinginan pelanggan. Dengan demikian, apakah pelanggan puas dengan layanan yang diterima atau tidak, terkait erat dengan apakah harapan mereka terwujud atau tidak (Yılmaz 2007: 26). Oleh karena itu, kualitas layanan yang disediakan harusnya dapat memenuhi harapan pelanggan. Bila berada di bawah ekspektasi, maka kualitas dipersepsikan rendah (Çiftçi 2006: 34). Kualitas layanan yang dirasakan berdampak pada dua hal yaitu, kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan (Gil, Hudson dan Quintana, 2006: 48). Saat ini, dimensi pengukuran kualitas layanan yang paling banyak digunakan dan diterima dengan baik dalam banyak literatur/referensi Pemasaran Jasa adalah dimensi Zeithaml. Oleh karena itu, penelitian ini mengacu pada dimensi Kualitas Layanan SERVQUAL sebagai berikut.

7 Tabel 1.1 Dimensi Kualitas layanan Dimensi Penampilan Fisik Pengertian Bangunan, fasilitas, peralatan, staf dan materi komunikasi. Penuh Keyakinan Penerapan layanan yang ditawarkan secara handal dan akurat. Keinginan/Kesabaran Kesediaan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan tepat pada waktunya. Jaminan/Keamanan Karakteristik staf yang baik dan menyampaikan informasi dengan baik sehingga, tercipta rasa percaya. Empati Perhatian dan sikap sopan terhadap pelanggan Parasuraman, A., Zeithaml, V.A. ve Berry, L.L. (1988). SERVQUAL: A Multiple- Item Scale for Measuring Consumer Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, 64(1), 12-37. Peranan jasa layanan saat ini sangat memegang peranan penting dalam bidang perhotelan. Jasa menurut Kotler (2010 : 83) merupakan: Setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan pada satu produk fisik,

8 sehingga dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sesuatu hal yang intangible (tidak berwujud) atau dapat pula dikatakan jasa adalah bersifat abstrak. Menurut Kotler dan Armstrong (2012;223), karateristik-karateristik jasa dapat diuraikan ke dalam hal berikut seperti: 1. Tidak berwujud (intangibility) Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud. Tidak seperti halnya produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, dicium sebelum jasa itu dibeli. Untuk mengurangi ke tidak pastian tersebut, maka para calon pembeli akan mencari tanda atau bukti dari mutu jasa. 2. Bervariasi (variability) Jasa bersifat nonstandard dan sangat variable. Berbeda dengan kualitas produk fisik yang sudah terstandar, kualitas layanan jasa bergantung pada siapa penyedianya, kapan, dimana, dan bagaimana jasa itu diberikan.oleh karena itu, jasa sangat bervariasi dan berbeda satu dengan lainnya. 3. Tidak dapat dipisahkan (inseparability) Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada waktu yang bersamaan dengan partisipasi konsumen di dalamnya. 4. Tidak dapat disimpan (pershability) Jasa tidak mungkin disimpan dalam bentuk persediaan. Nilai jasa hanya ada pada saat jasa tersebut diproduksi dan langsung diterima oleh si penerimanya. Karakteristik seperti ini berbeda dengan barang berwujud yang dapat diproduksi terlebih dahulu, disimpan dan dipergunakan lain waktu.

9 Kualitas yang dihasilkan oleh barang atau jasa, sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kualitas dapat memberikan dorongan kepada pelanggan untuk menjalin hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang, hubungan yang terjalin dapat memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka. Kualitas jasa menurut Wyckop (Tjiptono, 2000:54) adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas seringkali disamakan dengan mutu pendapat demikian diperkuat dengan apa yang dikatakan dalam American Society for Quality Control (Kotler, 2007: 49), bahwa mutu sama dengan kualitas di mana mutu adalah keseluruhan ciri dari atribut produk atau kemampuan layanan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1985) dalam Tjiptono (2005), kualitas layanan dapat dinilai melalui lima dimensi layanan yaitu: 1. Bukti langsung (tangibles) Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. 2. Reliabilitas (reliability) Kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. 3. Daya tanggap (responsiveness) Keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan layanan sebaik mungkin.

10 4. Jaminan/keyakinan (assurance) Pengetahuan dan kesopansantunan para pegawai perusahaan serta kemampuan menumbuhkan rasa percaya para konsumennya kepada perusahaan. 5. Empati (empathy) Meliputi kemudahan melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan para pelanggan. Berdasarkan pendapat ahli diatas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa perusahaan tidak dapat mengklaim diri telah memberikan kualitas terbaik lewat produk atau jasa pada pelanggan, sebab yang dapat mengambil kesimpulan baik dan tidaknya kinerja sebuah produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan hanyalah konsumen dan pelanggan. Tidak berlebihan jika sering dikatakan bahwa konsumen adalah raja. Loyalitas pelanggan dapat dicapai dengan menciptakan kepuasan pelanggan. Tjiptono (2008:40) menilai bahwa pelanggan yang loyal belum tentu puas, tetapi pelanggan yang puas cenderung untuk menjadi pelanggan yang loyal. Menurut Engel, et al (1990), kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purnabeli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, dan ketidak puasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Zeithaml dan Bitner (1996) menyatakan bahwa faktor utama penentu kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan. Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006:174), dalam menentukan tingkat kepuasan, pelanggan sering kali melihat nilai lebih

11 suatu produk maupun kinerja pelayanan yang diterima dari suatu proses pembelian produk (jasa). Nilai pelanggan berkaitan erat dengan perbandingan antara manfaat yang didapat dan pengorbanan yang dikeluarkan pelanggan. Jika manfaat (benefit) yang diterima pelanggan lebih besar dari pengorbanan yang dikeluarkannya maka pelanggan akan memperoleh keuntungan dan jika manfaat (benefit) lebih kecil dari pengorbanan yang dikeluarkan pelanggan maka pelanggan merasa rugi. Menurut Phd. Turgay Bucak (2014), dalam penelitian berjudul THE Effect Of Service Quality On Customer Satisfaction: A Research on Hotel Businesses, menjelaskan bahwa kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan sebesar 17,01% serta H1 dinyatakan diterima yaitu kualitas layanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan pada industri bisnis hotel. Berdasarkan isu bisnis dan referensi jurnal diatas, maka peneliti mencoba menganalisis aspek kualitas layanan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung.

12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti menyusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut: 1. Besar pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung? 2. Aspek/dimensi kualitas layanan manakah yang paling berperan/berpengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung? 1.3 Tujuan penelitian Setelah menyusun rumusan masalah diatas, maka peneliti dapat menyusun tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui besar pengaruh kualitas layanan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung. 2. Mengetahui aspek/dimensi kualitas layanan yang paling berperan/berpengaruh signifikan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung.

13 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini disusun untuk memberikan manfaat bagi beberapa pihak, sebagai berikut ini: 1. Bagi untuk akademisi Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain di masa akan datang yang menganalisis terkait topik/variabel penelitian kualitas layanan terhadap kepuasan tamu hotel X di Kota Bandung. 2. Bagi bagi perusahaan Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi pihak manajemen hotel dalam usaha meningkatkan kualitas layanan agar dapat memberikan kinerja layanan terbaik kepada para tamu hotel agar para tamu hotel tetap merasa puas dan hal ini akan meningkatkan jumlah hunian hotel sehingga kapasitas hotel dapat penuh dengan maksimal.