BAB I PENDAHULUAN. pembangunan tersebut. Tetapi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah masih belum

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2014

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2013

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN KONSUMSI MARET 2017

Pertumbuhan Simpanan BPR/BPRS. Semester I Tahun 2013

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf hidup

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2012

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Pertumbuhan Simpanan BPR dan BPRS

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK BANTEN SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. yang baik. Perencanaan berfungsi sebagai alat koordinasi antar lembaga pemerintahan

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

Pertumbuhan Simpanan BPR Dan BPRS

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak


SURVEI NASIONAL LITERASI DAN INKLUSI KEUANGAN 2016

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

BAB I PENDAHULUAN. sejarah ekonomi dan selalu menarik untuk dibicarakan. Pengangguran adalah

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

BERITA RESMI STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER Provinsi DKI Jakarta TAHUN 2012

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

2

KEADAAN KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA SEPTEMBER, 2014

KEPUTUSAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR HK.03.01/VI/432/2010 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Pelimpahan Urusan Pemerintahan. Gubernur. Dekonsetrasi. Perubahan.

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 041/P/2017 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN,

BAB I PENDAHULUAN. hasil berupa suatu karya yang berupa ide maupun tenaga (jasa). Menurut Dinas. kualitas kerja yang baik dan mampu memajukan negara.

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

DATA STATISTIK TENTANG PERKAWINAN DI INDONESIA

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 220/MENKES/SK/VI/2013 TENTANG TIM BINAAN WILAYAH BIDANG KESEHATAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

DATA MENCERDASKAN BANGSA

BERITA RESMI STATISTIK

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL

2 menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendahar

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi telah dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Hal tersebut tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 alinea keempat, mengamanatkan bahwa tugas pokok Pemerintah Republik Indonesia adalah memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pemerintah melakukan upaya dalam menyusun rencana pembangunan tersebut. Tetapi upaya-upaya yang dilakukan pemerintah masih belum mendapatkan hasil yang maksimal, masih banyak persoalan yang perlu diselesaikan oleh pemerintah seperti kemiskinan dan permasalahan sosial lainnya. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang atau sekelompok orang untuk baik laik-laki maupun perempuan dalam memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermatabat. Hak-hak dasar tersebut meliputi terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman, dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.

Todaro dan Smith (2006: 232) berpendapat bahwa penanggulangan kemiskinan adalah salah satu inti dari masalah pembangunan. Penelitian oleh World Bank (2006: 48-53) menemukan faktor-faktor penentu kemiskinan di Indonesia dari sisi nonpendapatan yaitu: 1. Pendidikan, terutama pendidikan dasar 2. Pekerjaan, terutama pekerjaan di bidang pertanian sangat terkait dengan kemiskinan. 3. Isu-isu gender, perempuan sebagai kepala keluarga lebih rentan terhadap kemiskinan. 4. Akses terhadap pelayanan dasar dan infrastruktur. 5. Lokasi geografis, lokasi yang kurang strategis dan terpencil dapat menimbulkan ketimpangan antarwilayah. Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama negara yang sedang berkembang. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan, pendidikan, akses terhadap barang dan jasa, lokasi, geografis, gender, dan lokasi lingkungan. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan, selain menyebabkan timbulnya banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Kemiskinan yang tinggi akan menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pembangunan ekonomi menjadi lebih besar, sehingga secara tidak langsung akan menghambat pembangunan ekonomi. Tingkat kemiskinan di Indonesia dapat dilihat melalui data persentase kemiskinan dalam satuan persen. Dalam Grafik 1.1 disajikan data tingkat kemiskinan Indonesia tahun 1998-2015. Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2015 cenderung mengalami penurunan di setiap tahunnya. Untuk lebih jelasnya, berikut grafik tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2015:

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Maret 2011 Sep-11 maret 2012 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Grafik 1.1 Tingkat Kemiskinan Indonesia tahun 1998-2015 (dalam persen) 24,20 23,43 18,41 17,20 19,14 15,97 16,58 18,20 16,66 17,75 15,42 14,15 12,49 11,96 13,33 11,37 12,36 11,66 11,47 11,25 10,96 11,22 11,33 Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah) Grafik 1.2 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia tahun 1998-2015 (Juta Orang) 49,50 47,97 38,74 37,87 38,39 37,34 36,15 39,30 37,17 35,10 34,96 32,53 31,02 30,02 29,89 29,13 28,59 28,07 28,55 28,28 28,59 27,27 28,51 Sumber: Statistik Indonesia, 2014 (data diolah) Jumlah Penduduk miskin di Indonesia cenderung menurun selama periode 1998-2014. Pada tahun 1998, presentase penduduk miskin sebanyak 24,23 persen (49,5 juta orang). Tingginya angka kemiskinan tersebut dikarenakan krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang berakibat pada melonjaknya harga-harga kebutuhan dan

berdampak parah pada penduduk miskin. Selama periode 1999-2002 jumlah penduduk miskin menurun sebanyak 9,57 juta orang dari 48 juta (23,43 persen dari total penduduk) menjadi 38,4 juta orang (18,20 persen dari total penduduk) pada tahun 2002. Sebagai akibat dari kebijakan pemerintah menaikkan harga-harga kebutuhan dasar, kemiskinan tercatat mencapai 17,75 persen (39,3 juta orang) pada tahun 2006, atau meningkat sebanyak 4,2 juta orang dibanding tahun 2005. Selanjutnya dalam periode 2006-2015, angka kemiskinan menunjukkan perkembangan yang menurun. Pada periode ini jumlah penduduk miskin turun sebanyak 10,71 juta jiwa, yaitu dari 39,30 juta jiwa pada tahun 2006 menjadi 28,51 juta jiwa pada September 2015. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 17,75 persen pada tahun 2006 menjadi 11,33 persen pada September 2015. (Perhitungan dan Analisis Kemiskinan Makro Indonesia tahun 2015).

Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi tahun 2007-2015 (ribu jiwa) Propinsi Jumlah penduduk miskin (000) Mar-07 Mar-08 Mar-09 2010 2011 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14 Mar-15 Sep-15 Aceh 1 083,7 959,7 892,9 861,9 894,81 909 876,6 840,7 855,71 881,26 837,42 851.59 859.41 Sumatera Utara 1 768,5 1 613,8 1 499,7 1 490,90 1 481,31 1 407,20 1 378,40 1339,16 1390,8 1286,67 1360,6 1463.67 1508.14 Sumatera Barat 529,2 477,2 429,3 430 442,09 404,7 397,9 407,47 380,63 379,2 354,74 379.61 349.53 Riau 574,5 566,7 527,5 500,3 482,05 483,1 481,3 469,28 522,53 499,89 498,28 531.39 562.92 Jambi 281,9 260,3 249,7 241,6 272,67 271,7 270,1 266,15 281,57 263,8 281,75 300.71 311.56 Sumatera Selatan 1 331,8 1 249,6 1 167,9 1 125,70 1 074,81 1 057,00 1 042,00 1110,37 1108,21 1100,83 1085,8 1145.63 1112.53 Bengkulu 370,6 352 324,1 324,9 303,6 311,7 310,5 327,35 320,41 320,95 316,5 334.07 322.83 Lampung 1 661,7 1 591,6 1 558,3 1 479,90 1 298,71 1 253,80 1 219,00 1163,06 1134,28 1142,92 1143,93 1163.49 1100.68 Kepulauan Bangka Belitung 95,1 86,7 76,6 67,8 72,06 71,4 70,2 69,22 70,9 71,64 67,23 74.09 66.62 Kepulauan Riau 148,4 136,4 128,2 129,7 129,56 131,2 131,2 126,67 125,02 127,8 124,17 122.40 114.83 DKI Jakarta 405,7 379,6 323,2 312,2 363,42 363,2 366,8 354,19 375,7 393,98 412,79 398.92 368.67 Jawa Barat 5 457,9 5 322,4 4 983,6 4 773,70 4 648,63 4 477,50 4 421,50 4297,04 4382,65 4327,07 4238,96 4435.70 4485.65 Jawa Tengah 6 557,2 6 189,6 5 725,7 5 369,20 5 107,36 4 977,40 4 863,40 4732,95 4704,87 4836,45 4561,83 4577.04 4505.78 DI Yogyakarta 633,5 616,3 585,8 577,3 560,88 565,3 562,1 550,19 535,18 544,87 532,59 550.23 485.56 Jawa Timur 7 155,3 6 651,3 6 022,6 5 529,30 5 356,21 5 071,00 4 960,50 4771,26 4865,82 4786,79 4748,42 4789.12 4775.97 Banten 886,2 816,7 788,1 758,2 690,49 652,8 648,3 656,24 682,71 622,84 649,19 702.40 690.67 Bali 229,1 215,7 181,7 174,9 166,23 168,8 161 162,51 186,53 185,2 195,95 196.71 218.79

Nusa Tenggara Barat 1 118,6 1 080,6 1 050,9 1 009,40 894,77 852,6 828,3 830,84 802,45 820,82 816,62 823.89 802.29 Nusa Tenggara Timur 1 163,6 1 098,3 1 013,1 1 014,10 1 012,90 1 012,50 1 000,30 993,56 1009,15 994,68 991,88 1159.84 1160.53 Kalimantan Barat 584,3 508,8 434,8 428,8 380,11 363,3 355,7 369,01 394,17 401,51 381,92 383.70 405.51 Kalimantan Tengah 210,3 200 165,9 164,2 146,91 148 141,9 136,95 145,36 146,32 148,83 147.70 148.13 Kalimantan selatan 233,5 218,9 176 182 194,62 189,9 189,2 181,74 183,27 182,88 189,5 198.44 189.16 Kalimantan Timur 324,8 286,4 239,2 243 247,9 253,3 246,1 237,96 255,91 253,6 252,68 212.89 209.99 Sulawesi Utara 250,1 223,5 219,6 206,7 194,9 189,1 177,5 184,4 200,16 208,23 197,56 208.54 217.15 Sulawesi Tengah 557,4 524,7 489,8 475 423,63 418,6 409,6 405,42 400,09 392,65 387,06 421.62 406.34 Sulawesi Selatan 1 083,4 1 031,7 963,6 913,4 832,91 825,8 805,9 787,67 857,45 864,3 806,35 797.72 864.51 Sulawesi Tenggara 465,4 435,9 434,3 400,7 330 316,3 304,3 301,71 326,71 342,26 314,09 321.88 345.02 Gorontalo 241,9 221,6 224,6 209,9 198,27 186,9 187,7 192,58 200,97 194,17 195,1 206.84 206.51 Sulawesi Barat 189,9 171,1 158,2 141,3 164,86 160,5 160,6 154,01 154,2 153,89 154,69 160.48 153.21 Maluku 404,7 391,3 380 378,6 360,32 350,2 338,9 321,84 322,51 316,11 307,02 328.41 327.78 Maluku Utara 109,9 105,1 98 91,1 97,31 91,8 88,3 83,44 85,82 82,64 84,79 79.90 72.65 Papua Barat 266,8 246,5 256,8 256,3 249,84 230 223,2 224,27 234,23 229,43 225,46 225.36 225.54 Papua 793,4 733,1 760,3 761,6 944,79 966,6 976,4 1017,36 1057,98 924,41 864,11 859.15 898.21 Indonesia 37168,3 34963,3 32530 31023,4 30018,93 29132,4 28594,6 28066,55 28553,93 28280,01 27727,78 28556,19 28472.64

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat jumlah penduduk miskin di Indonesia per provinsinya. Jumlah penduduk miskin tersebut berdasarkan dari jumlah penduduk miskin di desa dan kota. Dapat kita ketahui Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan wilayah setingkat provinsi yang memiliki luas wilayah administrasi terkecil kedua di Republik Indonesia, setelah Provinsi DKI Jakarta. Luas wilayah administrasi DIY mencapai 3.185,80 km2, atau 0,17 persen dari seluruh wilayah daratan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (Statistik Daerah 2014). DIY yang terdiri dari 4 kabupaten/kota memiliki jumlah penduduk miskin yang cenderung menurun setiap tahunnya dari tahun 2007-2015 yaitu maisng masing: 633,50; 616,30; 585,80; 577,30; 560,88; 565,30; 562,10; 550,19; 535,18; 544,87; 532,59; 550,23; 485,56 (ribu jiwa). Tabel 1.2 Variabel Penelitian tahun 2010-2015 (%) Variabel 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Tingkat Kemiskinan 16,83 16,08 15,88 15,03 14,55 13,16 IPM 75,37 75,39 76,15 76,44 76,81 77,59 TPT 6,02 4,32 3,86 3,24 3,33 4,07 Pertumbuhan Ekonomi 5,16 5,21 5,37 5,49 5,18 4,91 Berikut adalah tabel variabel penelitian yang menjelaskan besaran angka dari masing masing variabel dalam penelitian ini. Selanjutnya akan dijelaskan satu persatu dengan lebuh rinci melalui grafik dibawah ini.

Axis Title Grafik 1.3 Presentase Penduduk Miskin Indonesia tahun 2007-2015 (dalam persen) 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 0,00 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 DKI Jakarta 4,61 4,29 3,62 3,48 3,75 3,70 3,72 4,09 3,61 Jawa Barat 13,55 13,01 11,96 11,27 10,65 9,89 9,61 9,18 9,57 Jawa Tengah 20,43 19,23 17,72 16,56 15,76 14,98 14,44 13,58 13,32 DI Yogyakarta 18,99 18,32 17,23 16,83 16,08 15,88 15,03 14,55 13,16 Jawa Timur 19,98 18,51 16,68 15,26 14,23 13,08 12,73 12,28 12,28 Banten 9,07 8,15 7,64 7,16 6,32 5,71 5,89 5,51 5,75 Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah) Grafik 1.3 memperlihatkan persentase penduduk miskin di Pulau Jawa tahun 2007-2015. Dapat kita ketahui pada gambar tersebut terlihat bahwa persentase penduduk miskin di DIY dari Maret 2007 hingga September 2015 menunjukkan kecenderungan menurun. Namun, jika dibandingkan dengan persentase provinsi lainnya di pulau jawa, angka tersebut masih relatif lebih tinggi. Selama enam tahun terakhir, tingkat kemiskinan DIY menurun sebesar 5,83 persen dari posisi Maret 2007 sebesar 18,99 persen menurun menjadi 13,16 persen pada posisi September 2015. Gambar di atas menunjukkan perkembangan persentase angka kemiskinan DIY dari tahun 2007-2015. Permasalahan yang diuraikan di atas, tingkat kemiskinan di Provinsi D I Yogykarta yang relatif masih tinggi menjadi fokus dalam penelitian ini. Di dalam penelitian ini juga bermaksud untuk mengkaji faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi DI Yogyakarta yaitu kualitas hidup manusia yang dicerminkan melalui angka IPM, pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran. Berdasarkan beberapa penilitian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mempunyai peranan dalam mengurangi kemiskinan. Dengan meningkatnya kualitas hidup manusia maka

akan pula meningkatkan produktifitas masyarakat, sehingga hal tersebut dapat menjadi faktor pengurang terjadinya penduduk miskin. Angka Indeks Pembangunan (IPM), mencakup tiga komponen dasar yang mengukur kualitas hidup mansuia yaitu kesehatan, pendidikan, dan standar hidup yang layak di dalam masyarakat. Angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang semakin meningkat menandakan kualitas hidup manusia yang semikn tinggi yang digambarkan dengan adanya peningkatan kesehatan yang dicerminkan dari umur panjang dan sehat, peningkatan pengetahuan yang dicerminkan dari tingkat pendidikan serta peningkatan kehidupan yang layak, maka hal ini dapat pula meningkatkan pendapatan yang pada akhirnya masyarakat tersebut akan dapat keluar dari lingkaran kemiskinan. Serta mewujudkan upaya pembangunan suatu negara.

Grafik 1.4 Indeks Pembangunan Manusia Provinsi DIY dan Indonesia 2010-2015 (dalam persen) DIY Indonesia 75,37 75,39 76,15 76,44 76,81 77,59 66,53 67,09 67,70 68,31 68,90 69,55 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka Grafik diatas menunjukkan Provinsi DIY memiliki IPM yang lebih tinggi dibanding dengan IPM di Indonesia. IPM yang tinggi disertai dengan peningkatan jumlah penduduk miskin, menjadikan fenomena tersebut relatif tidak sesuai dengan beberapa pendapat pakar. (Loujouw, 2001) yang menyatakan jika IPM tinggi akan mengakibatkan penurunan kemiskinan. Rendahnya IPM akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin (BPS, 2016). Seperti diketahui bersama bahwa kemiskinan dan keberhasilan pembangunan disuatu negara juga sangat terkait dengan masalah pengangguran, Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pengangguran yang dalam hal ini penangguran terbuka merupakan bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (yaitu orang-orang

yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah pernah bekerja), atau sedang mempersiapkan suatu usaha, kemudian orang-orang yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan orang-orang yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja. (www.datastatistik-indonesia.com). Grafik 1.5 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi DIY dan Indonesia 2010-2015 (dalam persen) DIY Indonesia 7,41 7,48 6,02 6,13 6,17 5,94 6,18 4,32 3,86 3,24 3,33 4,07 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka Grafik diatas menunjukkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Provinsi DIY dan Indonesia dalam periode 2010-2015. Dilihat dari TPT tersebut, persentase pengangguran di Provinsi DIY berada dibawah rata-rata persentase pengangguran di Indonesia, namun Tingkat Kemiskinan di Provinsi DIY masih tinggi dari tahun 2010-2015. Menurut Tambunan (2001), pengangguran dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan dengan berbagai cara, diantara (1) konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka pengangguran akan secara langsung mempengaruhi tingkat pendapatan dengan tingkat konsumsi. (2) konsumsi saat ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pendapatan saat ini, maka peningkatan pengangguran akan menyebabkan peningkatan kemiskinan dalam jangka panjang, tetapi tidak terlalu berpengaruh dalam jangka pendek.

Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi DIY dan Indonesia 2011-2015 (dalam persen) DIY Indonesia 6,17 6,03 5,21 5,37 5,49 5,56 5,18 5,02 4,91 4,79 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Daerah Istimewa Yogyakarta dalam angka Berdasarkan grafik diatas, pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY selama periode 2011-2015 menunjukkan kinerja yang kurang baik. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonominya, yang hanya tumbuh pada rata rata 5,23 persen. Pertumbuhan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang rata ratanya selama 5 tahun terakhir ini sebesar 5,51 persen. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu prioritas pembangunan suatu negara pula, yang merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi juga digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja ekonomi suatu negara. Menurut Mankiew (2007: 17) pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari pertumbuhan produk domestik bruto adalah rangkuman aktivitas ekonomi suatu masyarakat selama periode waktu tertentu. Dengan meningkatnya aktivitas ekonomi maka akan meningkatkan jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian, sehingga akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dalam masyarakat yang akan diikuti dengan penurunan tingakat kemiskinan.

1.1 Rumusan Masalah Masalah kemiskinan masih menjadi salah satu masalah utama dalam pembangunan negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Berbagai upaya dan kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah sebagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut. Banyak dampak negatif yang disebabkan oleh kemiskinan, selain menyebabkan timbulnya banyak masalah-masalah sosial, kemiskinan juga dapat mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu negara. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki tingkat kemiskinan yang tergolong relatif tinggi apabila dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Peningkatan IPM di Provinsi DIY pada tahun 2010-2015 tidak diimbangi dengan penurunan tingkat kemiskinan di DIY. Tingkat Penganguran Terbuka (TPT) di Provinsi DIY yang lebih rendah jika dibandingkan dengan TPT di Indonesia tidak memberikan penurunan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi DIY. Selain permasalahan tingkat kemiskinan, IPM, dan TPT, pertumbuhan ekonomi DIY yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia kini memberikan permasalahan lain terhadap kemiskinan. Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah di dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelirian ini adalah untuk mengetahui: 1. Pengaruh dari Indkes Pembangunan Manusia (IPM), Pengangguran, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap kemisikinan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2010-2015.

1.3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Bagi Penulis, mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pengangguran dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2010-2015. 2. Sebagai tambahan kajian dan bahan belajar tentang pengaruh indeks pembangunan manusia, pengangguran dan pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. 3. Sebagai bahan pembanding, informasi tambahan dan menambah wawasan pengetahuan bagi pembaca 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan digunakan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai penelitian yang dilakukan. Sistematika penulisan berisi informasi mengenai materi dan hal yang dibahas dalam tiap-tiap bab. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab pertama menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,manfaat penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II GAMBARAN UMUM DAN TINJAUAN PUSTAKA Pada bab kedua menjelaskan mengenai gambaran umum dan tinjauan pustaka yang digunakan sebagai dasar dari analisis penelitian, penelitian terdahulu.

BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ketiga menjelaskan jenis dan sumber data, lingkup wilayah objek penelitian, metode penelitian, metode analisis, model penelitian, variabel penelitian, hipotesis, dan analisis yang dipakai dalam penelitian ini. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Pada bab keempat diuraikan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data, dan pembahasan atas hasil pengolahan data. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir merupakan kesimpulan dari seluruh penelitian dan juga saran yang direkomendasikan oleh peneliti kepada masyarakat.