GAMBARAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUAYAN KABUPATEN KEBUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

HUBUNGAN SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TASIKMADU KABUPATEN KARANGANYAR

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

GAMBARAN KARAKTERISTIK SUMUR WARGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEDUNGMUNDU KOTA SEMARANG

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4,48 Ha yang meliputi 3 Kelurahan masing masing adalah Kelurahan Dembe I, Kecamatan Tilango Kab.

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB 1 : PENDAHULUAN. dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan masyarakat tersebut. (1) Selain

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

BAB I PENDAHULUAN. bersih, cakupan pemenuhan air bersih bagi masyarakat baik di desa maupun

Riki Nur Pratama. Universitas Diponegoro. Universitas Diponegoro

Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

HUBUNGAN KOMPONEN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS NIKI-NIKI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA LEYANGAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG ARTIKEL

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI


ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

ANALISIS LETAK SUMBER AIR RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MIJEN, SEMARANG TERHADAP BAKTERI ESCHERICHIA COLI. Abstrak

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

BAB 5 : PEMBAHASAN. penelitian Ginting (2011) di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Kalimantan Barat mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1

The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Diare adalah penyebab kematian yang kedua pada anak balita setelah

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA RANOWANGKO KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA TAHUN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel 343 KK. Adapun letak geografis Kecamatan Bone sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Laporan WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa diare masih merupakan

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI TABUK KABUPATEN BANJAR

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN SARANA SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA NGUNUT KABUPATEN TULUNGAGUNG

PENDAHULUAN. Ridha Hidayat

Abstract. Kata Kunci: Environmental sanitation, settlement, clean water supply, diarrhea PENDAHULUAN

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

HUBUNGAN KEPADATAN LALAT, PERSONAL HYGIENE

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diperhatikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu program pemberantasan penyakit menular, salah satunya adalah program

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Lerep Kabupaten Semarang

Zainul Ikhwan 1) 1) Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Tanjungpinang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN KEPEMILIKAN JAMBAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA JATISOBO KECAMATAN POLOKARTO KABUPATEN SUKOHARJO

PENGARUH KONSTRUKSI SUMUR TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI ESCHERCIA COLI PADA AIR SUMUR GALI DI DESA DOPALAK KECAMATAN PALELEH KABUPATEN BUOL

HUBUNGAN PERILAKU PENGGUNA AIR SUMUR DENGAN KELUHAN KESEHATAN DAN PEMERIKSAAN KUALITAS AIR SUMUR PADA PONDOK PESANTREN DI KOTA DUMAI TAHUN

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA DIARE DI KELURAHAN HAMDAN KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN TAHUN : Tidak Tamat Sekolah.

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

Berapa penghasilan rata-rata keluarga perbulan? a. < Rp b. Rp Rp c. > Rp

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kualitas lingkungan dapat mempengaruhi kondisi individu dan

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

Pendahuluan. Sa'diyah., et al, Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare...

BAB 1 : PENDAHULUAN. (triple burden). Meskipun banyak penyakit menular (communicable disease) yang

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAXA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

Hubungan Faktor Lingkungan dengan Kejadian Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kambang Kecamatan Lengayang Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2013

ABSTRAK. Kata Kunci: Karakteristik Umum Responden, Perilaku Mencuci Tangan, Diare, Balita

BAB I PENDAHULUAN. diperhatikan oleh Pemerintah. Kesehatan juga merupakan salah satu indikator penting

Determinan Kepemilikan Jamban Sehat di Desa Sukomulyo Martapura Palembang

FAKTOR RISIKO DENGAN PERILAKU KEPATUHAN IBU DALAM PEMBERIAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

Identitas Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Pendidikan Terakhir : 6. Pekerjaan :

Wati Sitohang 1, Wirsal Hasan 2, Devi Nuraini Santi 2. Departemen Kesehatan Lingkungan

PENGARUH JARAK ANTARA SUMUR DENGAN SUNGAI TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR GALI DI DESA TALUMOPATU KECAMATAN MOOTILANGO KABUPATEN GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dalam sehari. Dengan kata lain, diare adalah buang air besar

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS BATUJAJAR KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB 1 : PENDAHULUAN. Keadaan higiene dan sanitasi rumah makan yang memenuhi syarat adalah merupakan faktor

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

FAKTOR LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA SUMBER BENING KECAMATAN BRINGIN KABUPATEN NGAWI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH


*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

GAMBARAN SANITASI JAMBAN DI SEKOLAH DASAR NEGERI DI WILAYAH KECAMATAN KIKIM TIMUR TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu

HUBUNGAN KUALITAS SANITASI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA KELUARGA DI KELURAHAN KLEDUNG KARANG DALEM KECAMATAN BANYUURIP KABUPATEN PURWOREJO

ABSTRAK GAMBARAN BEBERAPA FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSIDENSI DIARE PADA BALITA DI RSU SARASWATI CIKAMPEK PERIODE BULAN JULI 2008

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. World Health

SOSIALISASI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA ANAK-ANAK TINGKAT SEKOLAH DASAR DI DESA TABORE KECAMATAN MENTANGAI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TENTANG SANITASI DASAR DAN RUMAH SEHAT

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

Transkripsi:

GAMBARAN KONDISI SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BUAYAN KABUPATEN KEBUMEN Minanda Oktariza, Suhartono, Dharminto Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro Email : oktarizaminanda@gmail.com Abstract : Diarrhea is still the leading cause of death among toodler in Indonesia. Puskesmas Buayan is the working area with the discovery of the highest case of diarrhea in Kebumen regency in 2016, and in 2017 with 729 cases for diarrhea in toodler. Low environmental sanitation conditions become one of the dominant factors causing diarrhea. The purpose of this research is to know the relation of environmental sanitation condition of house with diarrhea occurrence at toddler in working area of Puskesmas Buayan Kebumen. This research use cross sectional approach with 68 samples. The results showed that there were 39.7% of underfives suffering from diarrhea with unsafe drinking water source 52,9%, clean water supply did not fulfill requirement 33,8%, latrine condition did not fulfill requirement 23,5%, condition of garbage dump not qualified 47.1% and SPAL conditions did not meet the requirements 57.4%. The result of bivariate analysis shows that drinking water source has p-value=0,919, clean water supply p-value =0,037, latrine condition p-value=0,015, garbage dump condition p-value=0,060, and SPAL condition p-value=0,012. It can be concluded that there is a significant correlation between clean water supply, latrine condition and SPAL condition with diarrhea occurrence in toddler in Puskesmas Buayan Kebumen. Keywords : toodler, diarrhea, sanitation of household environments. PENDAHULUAN Latar Belakang Diare merupakan kondisi buang air besar lebih dari tiga kali dalam sehari dengan konsistensi lebih cair dibandingan dengan biasanya. 1 Diare dapat terjadi pada semua usia, namun tingginya angka kesakitan dan kematiannya disumbang oleh bayi dan balita. Penyakit ini membunuh 2.195 anak setiap harinya dan membunuh 801 ribu anak setiap tahunnya di dunia. 2 Pada tingkat global angka kematian diare mencapai 16%. Sedangkan pada tingkat regional atau negara berkembang, angka kematian diare mencapai 18% dari 3.070 juta balita. 3 Di Indonesia diare menduduki posisi pertama penyebab kematian balita sebesar 25,2%, lebih tinggi dari pneumonia yang menempati posisi kedua dengan angka kematian balita sebesar 15,5%. 4 Pada tahun 2015 terjadi 18 kali KLB diare dengan jumlah penderita 1.213 orang, dan terdapat 30 kasus kematian yang tersebar di 11 provinsi pada 18 kabupaten/kota. Angka kematian (CFR) saat KLB dari tahun 2013 2015 selalu mengalami peningkatan masingmasing sebesar 1,11%, 1,14%, dan 2,47%. Hal ini terlihat bahwa CFR 476

saat KLB masih cukup tinggi (>1%), sebab CFR saat KLB diare diharapkan <1%. 5 Diare merupakan penyakit yang banyak diderita penduduk Jawa Tengah di tahun 2015 sebanyak 489.124 kasus, dan mengalami peningkatan di tahun 2016 sebesar 911.901 kasus. Hal ini menjadikan Jawa Tengah menempati urutan nomor 3 dengan kasus penemuan diare di fasilitas kesehatan tertinggi setelah Jawa Barat dan Jawa Timur dari 34 provinsi di Indonesia. 6 Kabupaten Kebumen menjadi kabupaten di Jawa Tengah dengan kasus penemuan diare tertinggi yaitu 51.352 kasus dengan prevalensi 202,5% di tahun 2015. 7 Angka ini meningkat dua kali lipat lebih dari di tahun 2014 dengan prevalensi sebesar 94,7%. 8 Berdasarkan data Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen tahun 2016, dari 35 puskesmas yang tersebar dalam 26 kecamatan di Kabupaten Kebumen, Puskesmas Buayan menjadi wilayah kerja dengan penemuan kasus diare tertinggi sejumlah 1.506 kasus dari 54.688 jumlah penduduk dengan prevalensi 2,13%. 9 Tahun 2017 penemuan kasus diare di wilayah kerja Puskesmas Buayan menurun menjadi 1.151 kasus, namun masih berada pada 3 besar wilayah kerja dengan penemuan kasus diare tertinggi. Tingginya kasus diare di Kecamatan Buayan dihubungkan dengan PHBS dan kondisi sanitasi lingkungan. Kondisi sanitasi lingkungan di wilayah Kecamatan Buayan pada tahun 2017 masih tergolong rendah. Penduduk yang memiliki akses berkelanjutan terhadap air minum layak memiliki perentase sebesar 80,53%, dimana cakupan tersebut masih di bawah rata-rata target sebesar 86,38%. Cakupan kepemilikan jamban leher angsa di Kecamatan Buayan yaitu sejumlah 82,072% dan untuk jamban cemplung sebesar 77%. Sehingga persentase kepemilikan jamban sehat di Kecamatan Buayan sebesar 74,52% dimana perentase tersebut masih di bawah capaian penduduk dengan akses jamban sehat yaitu 77,34%. Kabupaten Kebumen belum memiliki Desa STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), namun sudah melaksanakan STBM. Kecamatan Buayan dalam pelaksanaan STBM baru mencapai presentasi 70%, dimana masih berada di bawah ratarata sebesar 75%. Sedangkan untuk tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan, persentase Kecamatan Buayan yaitu sebesar 70%, yang memiliki arti bahwa capaian tersebut belum memenuhi target syarat higiene sanitasi sebesar 90,65%. Kemudian Tempat Pengolahan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat Kecamatan Buayan memiliki persentase sebesar 53,41% dimana mengalami penurunan dari tahun 2015 yaitu 53,76%. Capaian tersebut belum mencapai target TPM memenuhi syarat higiene sanitasi sebesar 61,22%. Berdasarkan faktor risiko dan data yang telah ada, dapat diketahui bahwa balita memiliki risiko terkena penyakit diare. Sehingga peneliti tertarik untuk mengambil judul Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan Rumah dengan Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Pendekatan ini merupakan 477

pendekatan yang dilakukan dalam satu waktu. Artinya observasi subjek hanya dilakukan satu kali dan peneliti melakukan pengukuran variabel saat pemeriksaan tersebut dilakukan. 10 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh balita (0-59 bulan) yang berdomisili dan terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupatan Kebumen yaitu dengan jumlah 4036 balita. 2. Sampel Jumlah sampel diperoleh melalui perhitungan sampel penelitian cross sectional dengan menggunakan rumus Lemeshow. Berikut merupakan perhitungan besar sampel penelitian dengan lameshow : ₁ α n= 2 (1 )N d (N 1)+ ₁ α 2 (1 ) Keterangan : n = Besar sampel minimal N = Besar populasi P = Proporsi pada populasi berdasarkan data adalah 20% (0,2) d = Ketelitian (eror) (10%) ₁ α = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) (₁ α = 1,96 untuk α=0,05) Perhitungan jumlah sampel minimal dengan menggunakan berdasarkan rumus di atas, adalah sebagai berikut : n 1,96².0,2 (1 0,2).4036 = 0,1² (4036 1)+ 1,96².0,2(1 0,2) n = 60,6 61 3. Teknik Sampling Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan alokasi wilayah yang dikategorikan berdasarkan radius wilayah antara desa dengan pusat kantor Kecamatan Buayan. Didapatkan 6 desa yaitu Adiwarno, Rangkah, Rogodadi, Buayan, Purbowangi, Jatiroto. 4. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuisioner dan lembar observasi. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan dimana responden harus menjawab secara lisan berdasarkan pilihan jawaban yang disediakan. Instrumen penelitian ini digunakan untuk mengamati penyediaan air bersih bersih, kondisi jamban, kondisi tempat pembuangan sampah dan kondisi saluran pembuangan air limbah (SPAL). HASIL DAN PEMBAHASAN Puskesmas Buayan adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen yang terdiri dari 20 desa dengan luas 78,9 km 2. Gambaran Umum Ibu Balita Rata-rata umur ibu adalah 31,74 tahun dengan standar deviasi 7,590. Umur terendah ibu yaitu 18 tahun dan umur tertinggi yaitu 49 tahun. Frekuensi tertinggi pada tingkat pendidikan ibu adalah tamat SLTA sebanyak 28 (41,2%) dan frekuensi terendah adalah tidak tamat SD sebanyak 2 (2,9%) orang. Frekuensi tertinggi pada pekerjaan ibu adalah sebagai ibu rumah tangga sebanyak 54 orang (79,4%) dan frekuensi terendah adalah buruh sebanyak 1 orang (1,5%). Keluarga yang memiliki pendapatan <Rp.1.558.793 (dibawah UMR Kabupaten Kebumen) yaitu sebanyak 36 keluarga (52,9%) dan keluarga yang memiliki pendapatan >Rp.1.558.793 yaitu sebanyak 32 keluarga (47,1%) Gambaran Umum Balita Balita berjenis kelamin laki-laki terdiri dari 37 balita (54,4%) dan balita berjenis kelamin perempuan terdiri 31 balita (45,6%). Rata-rata umur balita yaitu 31,43 bulan 478

dengan standar deviasi 15,720. Umur terendah balita yaitu 12 bulan dan umur tertinggi yaitu 59 bulan. Rata-rata berat badan balita yaitu 12,1 kg dengan standar deviasi 2,266, berat badan terendah yaitu 8 kg dan berat badan tertinggi yaitu 17 kg. Gambaran Umum Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen Kejadian diare pada balita menunjukkan bahwa dari 68 subjek penelitian terdapat 27 balita (39,7%) yang menderita diare dan 41 balita (60,3%) tidak menderita diare selama bulan Februari-Maret 2018. Hubungan Sumber Air Minum dengan Kejadian Diare pada Balita Jumlah balita dengan sumber air minum tidak aman (52,9%) sedangkan balita dengan sumber air minum aman (47,1%). Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chisquare menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen, dimana nilai p value (0,919) > α (0,05). Nilai RP (95% Ci) yaitu 1,119 (0,615-2,007). Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wandasari (2013) bahwa ada hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare, dimana nilai p value yang dihasilkan adalah 0,008. Sumber air minum dikatakan aman apabila dapat langsung dikonsumsi tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu. Apabila melihat hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa dari 27 balita yang menderita diare, 15 balita diantarnya menggunakan sumber air minum tidak aman. Dapat diketahui bahwa balita yang menderita diare adalah balita yang menggunakan air minum berasal dari mata air, sumur gali ataupun sumur bor. Hal ini dapat terjadi karena adanya kandungan bakteri patogen penyebab diare yang terkandung dalam air minum yang tidak bersih dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan sebagai air minum. Sumber air minum tidak aman lebih rentan mengalami kontaminasi dari pencemaran. Sumber air memiliki hubungan erat dengan sumber pencemaran limbah maupun persampahan. Sumber air yang memiliki jarak <10 meter dengan sumber pencemaran baik itu dari pembuangan jamban, pembuangan limbah rumah tangga, pembuangan sampah, kandang hewan maupun sumber pencemaran lain akan mempengaruhi kualitas sumber air yang berada di tempat tersebut. Air buangan limbah maupun persampahan yang mengandung berbagai zat-zat kimia maupun mikroorganisme terutama patogen penyebab diare akan meresap menuju sumber air di sekitarnya dan menjadikan air tersebut memiliki kualitas yang tidak baik dari segi kualitas fisik, biologis dan kimia. Sumber air tersebut apabila digunakan untuk air minum tentu akan menjadi media masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh. Sumber air yang digunakan rumah tangga harus memiliki tingkat keamanan yang baik. Keamanan yang baik tidak hanya dilihat berdasarkan darimana sumber air minum itu berasal, namun tetap harus memperhatikan pula jarak yang dianjurkan agar sumber air tersebut dapat terbebas dari sumber pencemaran, dan air harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Selain itu air minum memenuhi persyaratan fisik, persyaratan 479

bakteriologis dan persyaratan kimia sesuai aturan yang telah ditetapkan. Hubungan Penyediaan Air Bersih dengan Kejaian Diare pada Balita Balita yang memiliki penyediaan air bersih tidak memenuhi syarat (42,9%) dan balita yang memiliki penyediaan air bersih memenuhi syarat (38,3%). Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen, dimana nilai p value (0,037) < α (0,05). Penyediaan air bersih menjadi faktor risiko terjadinya diare karena didapatkan nilai RP (95% Ci)=2,846 (1,593-5,085). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Langit (2016). Penyediaan air bersih yang memenuhi syarat adalah penyediaan sarana sumber daya berbasis air yang bermutu baik yang memenuhi persyaratan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Kualitas air harus memenuhi persyaratan-persyaratan, salah satunya adalah persyaratan kualitas fisik seperti tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak keruh. Air bersih yang digunakan juga harus dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan secara kontinuitas dapat diambil secara terus-menerus dari sumbernya. Selain itu hal yang harus diperhatikan agar kualitas air bersih tetap terjaga adalah perlunya menggunakan sumber air yang terlindungi dan menjaga air bersih tersebut bebas dari kontaminasi baik kontaminasi oleh limbah, binatang maupun kontaminasi langsung oleh manusia. Sumber air bersih sangat rentan akan pencemaran karena berkaitan dengan sarana pembuangan air limbah dan persampahan. Apabila pengaturan sarana air limbah dan persampahan buruk, maka akan mencemari sumber air dan menjadi media penyebaran patogen penyebab diare. Untuk itu perbaikan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air bersih sangatlah diperlukan untuk mengurangi kemungkinan adanya penularan mikroorganisme patogen penyebab diare. Masyarakat dengan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat akan memiliki risiko lebih kecil terkena diare dibandingkan dengan masyarakat dengan penyediaan air bersih yang tidak memenuhi syarat. Hubungan Kondisi Jamban dengan Kejadian Diare pada Balita Balita yang memiliki kondisi jamban tidak memenuhi syarat (68,8%) dan balita yang memiliki kondisi jamban memenuhi syarat (30,8%). Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan kondisi jamban dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen, dimana nilai p value (0,015) < α (0,05). Kondisi jamban menjadi faktor risiko terjadinya diare karena didapatkan nilai RP (95% Ci)= 2,234 (1,322-3,776). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Saleh (2014). Kondisi jamban dapat dikatakan memenuhi syarat apabila telah memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan diantaranya adalah memiliki jarak >10 meter dengan sumber air, memiliki septic tank, bebas dari vektor, dudukan mudah digunakan, mudah dibersihkan, bebas dari bau, dan tidak mencemari permukaan tanah. Kondisi di lapangan menggambarkan bahwa hampir keseluruhan responden memiliki jamban dengan jarak <10 meter dari 480

sumber air dan beberapa responden tidak memiliki septic tank. Jamban dengan dudukan mudah digunakan yaitu jamban yang berasal dari bahan yang kuat dan tahan lama. Seluruh responden telah menggunakan jamban leher angsa baik dalam bentuk jongkok ataupun duduk. Lubang jamban leher angsa tertutup rapat oleh air yang berfungsi untuk meminimalisir timbulnya bau dan mencegah masuknya vektor ke dalam lubang jamban. Kelebihan lain dari penggunaan jamban leher angsa yaitu tidak dapat mencemari permukaan tanah karena kotoran langsung masuk ke dalam lubang pembuangan. Kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat akan mencemari lingkungan dari kotoran manusia dan menjadi media penularan mikroorganisme patogen penyebab diare. Mikroorganisme patogen tersebut akan berpindah menuju pejamu melalui berbagai jalur penularan seperti air, tanah, tangan, serangga yang kemudian mencemari makanan dan minuman atau dapat secara langsung masuk melalui mulut tanpa perantara makanan/minuman. Untuk mengurangi dan mencegah terjadinya diare pada balita, perlu dilakukan peminimalisiran pencemaran dengan meningkatkan pengetahuan akan bahaya pencemaran tinja untuk kesehatan. Dapat pula melakukan pemeliharaan jamban dengan cara selalu rajin membersihkan lantai jamban 2-3 kali dalam seminggu agar jamban bersih, tidak ada kotoran yang terlihat, tidak membiarkan adanya genangan air pada lantai jamban, tidak ada vektor yang berkembang biak di dalam bangunan jamban, tidak ada sampah yang berseraka, tersedia air yang cukup, tersedia sabun dan alat pembersih, serta segera memperbaiki jamban apabila ada bagian yang rusak. Selain itu melihat kondisi wilayah tempat tinggal responden yang berada di pedesaan dengan lahan yang cukup luas, responden dapat membuat septic tank dengan jarak >10 meter dari sumber air. Hubungan Kondisi Tempat Pembuangan Sampah dengan Kejadian Diare pada Balita Balita menderita diare yang memiliki kondisi tempat pembuangan sampah tidak memenuhi syarat (53,1%) dengan balita menderita diare yang memiliki kondisi tempat pembuangan sampah memenuhi syarat (27,8%). Hasil analisis bivariat dengan uji statistik chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kondisi tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen dengan nilai p value 0,060, namun merupakan faktor risiko terjadinya diare pada balita dengan nilai RP (95% Ci) = 1,913 (1,030-3,552). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saleh (2014) dan Langit (2016). Kondisi tempat pembuangan sampah dikatakan memenuhi syarat apabila memenuhi beberapa persyaratan antara lain terdapat pemisahan antara sampah basah dan sampah kering, wadah kuat, wadah tidak mudah bocor, memiliki tutup yang mudah dibuka,mudah dibersihkan dan mudah dibawa. Perbedaan jumlah balita yang menderita diare pada kondisi tempat pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat memang memiliki persentase yang lebih besar dibandingkan dengan balita diare pada kondisi tempat pembuangan sampah yang memenuhi syarat. Namun hal ini tidak menjadi patokan 481

bahwa kondisi tempat pembuangan sampah memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian diare pada balita. Hal ini diduga bahwa sampah-sampah tersebut setiap hari dibakar pada pagi atau sore hari di sebuah galian di pekarangan rumah responden. Sehingga responden tidak menyisakan sampah hingga menumpuk baik di dalam rumah maupun di luar rumah dan tidak ada vektor yang membawa mikroorganisme patogen penyebab diare dari sampah-sampah tersebut. Selain itu sampah-sampah yang dibakar setiap hari tidak akan mencemari sumber air karena tidak ada sampah basah/organik didalamnya. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare pada balita, tidak semata-mata membuat kondisi sanitasinya diabaikan. Usahakan menggunakan tempat pembuangan sampah yang memiliki tutup agar bebas dari bau dan tidak dijadikan tepat perkembangbiakan vektor. Kondisi tempat pembuangan sampah juga harus tetap dipelihara dengan cara rutin dibersihkan agar tidak menarik perhatian vektor untuk membawa mikroorganisme patogen yang menempel pada tempat pembuangan sampah tersebut untuk ditulrakan kepada manusia atau dipindahkan menuju makanan. Tempat pembuangan sampah yang bersih akan meningkatkan higiene sanitasi rumah tangga. Hubungan Kondisi SPAL dengan Kejadian Diare pada Balita Balita menderita diare yang memiliki kondisi SPAL tidak memenuhi syarat (53,8%) dengan balita menderita diare yang memiliki kondisi SPALmemenuhi syarat (20,7%). Hasil analisis bivariat dengan uji chi-square menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen, dengan nilai p value 0,012. Kondisi SPAL merupakan faktor risiko penyebab diare pada balita karena didapatkan nilai RP (95% Ci) = 2,603 (1,206-5,618). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamilla (2012), Saleh (2014), Sidhi (2016), dan Langit (2016). Kondisi SPAL dapat dikatakan memenuhi syarat apabila telah memenuhi beberapa persyaratan diantaranya air buangan SPAL tidak bercampur dengan air buangan jamban, tidak menimbulkan bau, bebas dari vektor, tidak ada genangan dan terhubung dengan sumur resapan atau got. Pengolahan air limbah yang tidak baik akan mencemari lingkungan dan menimbulkan masalah kesehatan. Masalah kesehatan yang ditimbulkan salah satunya adalah diare. Hal ini dapat terjadi karena dengan adanya genangan pembuangan air limbah, maka vektor akan berkembang biak didalamnya dan akan membawa bibit penyakit. Selain itu permukaan tanah dan sumber air pun ikut tercemar sehingga menjadi media penyebaran mikroorganise patogen penyebab diare. Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya pengelolaan air limbah dengan baik, seperti membuat saluran pembuangan ar limbah secara tertutup dan dihubungkan menuju sumur resapan atau got agar tidak menimbulkan genangan, tidak menjadi tempat perindukan vektor, tidak mencemari lingkungan dan tidak menimbulkan bau tidak sedap. 482

KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Buayan sebanyak 27 balita (39,7%) dari 68 sampel penelitian selama 2 bulan terakhir (Februari-Maret 2018). Ada hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,037), ada hubungan antara kondisi jamban dengan kejadian diare pada balita (p value =0,015), dan ada hubungan antara kondisi SPAL dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,012) di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen. Tidak ada hubungan antara sumber air minum dengan kejadian diare pada balita (p value = 0,919), dan tidak ada hubungan antara kondisi tempat pembuangan sampah dengan kejadian diare (p value = 0,060) di wilayah kerja Puskesmas Buayan Kabupaten Kebumen. Hasil penelitian ini diharapkan mampu digunakan sebagai bahan masukan bagi pengelola program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Puskesmas Buayan, khususnya sebagai pertimbangan dalam penentuan strategi pencegahan dan pemberantasan dengan cara meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dengan cara memberikan penyuluhan terkait pencegahan dan penanganan diare serta pentingnya sanitasi lingkungan rumah yang baik dengan kejadian diare. Penyuluhan dapat diberikan dalam kegiatan posyandu agar masyarakat dapat tergerak untuk melakukan perbaikan sanitasi. Masyarakat diharapkan mampu memperbaiki sanitasi dasar rumah masing-masing seperti penyediaan air bersih, kondisi jamban, dan kondisi SPAL sesuai persyaratan yang telah ditetapkan dengan menyesuaikan kemampuan ekonomi keluarga agar dapat terhindar dari penyakit diare. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan memperluas sampel penelitian, menggunakan desain penelitian dan variabel yang berbeda serta melakukan pembobotan dalam setiap pertanyaan pada variabel penelitian agar lebih dapat mengatahui secara pasti variabel apa yang menjai faktor risko kejadian diare pada balita. DAFTAR PUSTAKA 1. Widoyono. Penyakit tropis: epidemiologi penularan pencegahan dan pemberantasannya. Surabaya: Erlangga. 2008. 2. Centers for Disease Control and Prevention. Diarrhea : Common illness, global killer. USA : Department of Health and Human Services. 2015. 3. Kementerian Kesehatan RI. Situasi diare di Indonesia. Jakarta. 2011. 4. Depkes RI. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS) 2007. Jakarta. 2008. 5. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia 2015. 2016. 6. Kementerian Kesehatan RI. Data dan informasi profil kesehatan Indonesia 2016. Jakarta. 2017. 7. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014. Semarang. 2014. 8. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014. Semarang. 2014. 9. Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Profil kesehatan Kabupaten Kebumen tahun 2016. Kebumen. 2016. 483

10. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta : Sagung Seto. 2011. 484