HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN KEBIASAAN MEROKOK DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK BALITA DI PUSKESMAS SALIBABU KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD Gralia Mutiara Laluhan*, Budi T. Ratag*, Wulan P. J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Latar Belakang: Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang disebabkan kuman Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus, dan virus. Gejala penyakit ISPA yaitu menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang ISPA adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun. Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar tahun 20 adalah sebesar 35% yang merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada anak balita. Data jumlah kasus ISPA di Puskesmas Salibabu Kabupaten pada tahun 2017 terdapat 1256 kasus pada anak balita. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis hubungan antara kepadatan hunian rumah, luas ventilasi kamar dan kebiasaan merokok dengan kejadian ISPA pada anak balita di Puskesmas Salibabu Kabupaten Kepulauan Talaud. Metode Penelitian: Penelitian ini merupakan jenis penelitian survey analitik dengan menggunakan desain kasus kontrol dan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2018 di Puskesmas Salibabu Kabupaten. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengambilan sampel total sampling masing-masing 54 responden yang pernah menderita ISPA dan 54 responden yang tidak pernah menderita ISPA. Instrumen dalam penelitian yaitu menggunakan metode pengamatan dan wawancara. Hasil Penelitian: Analisis bivariat menggunakan uji chi square (CI=95%, α=5%). Kepadatan hunian rumah (p = 0,6; OR = 1.47; CI 95% = 0,54-4,00), luas ventilasi kamar (p = 0,011; OR = 2,96; CI 95% = 1,34-6,56) dan status merokok (p = 0,023; OR = 4,85; CI 95% = 1,28-18,3). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA, terdapat hubungan luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA dan terdapat hubungan status merokok dengan kejadian ISPA pada Anak Balita di Puskesmas Salibabu Kabupaten. Kata Kunci: Kepadatan Hunian Rumah, Luas Ventilasi Kamar, Status Merokok, Kejadian ISPA ABSTRACT Background: Acute Respiratory Infection or ARI is an acute infectious disease caused by Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus and viruses. Symptoms of ARI are chills, fever, headache, coughing, sputum and shortness of breath. Population susceptible to ARI are children less than 2 years of age. The prevalence of ARI in Indonesia based on the 20 Basic Health Research Data is 35% which is a disease with the highest prevalence in children under five. Data total cases of ARI in Salibabu Health Center in Talaud Islands Regency in 2017 were 1256 cases in children under five. The objective of this study is to analyze the relationship between house occupancy density, room ventilation area and smoking habits with the incidence of ARI in children under five in Salibabu Health Center, Talaud Islands Regency. Methods: This research is a type of analytic survey research using case control design and this study was conducted in June-August 2018 at Salibabu Health Center in Talaud Islands Regency. The sample used in this study was total sampling sampling each of 54 respondents who had had ARI and 54 respondents who had never had ARI. The instruments in the study are using observation and interview methods. Results: Bivariate analysis used chi square test (CI = 95%, α = 5%). House occupancy density (p = 0.6; OR = 1.47; 95% CI = 0.54-4.00), room ventilation area (p = 0.011; OR = 2.96; 95% CI = 1.34-6.56) and smoking habits (p = 0.023; OR = 4.85; 95% CI = 1.28-18.3). Conclusion: There was no relationship between residential density and incidence of ARI, there was a broad relationship between ventilation and the incidence of ARI and there was a relationship between smoking status and the incidence of ARI in children under five in Salibabu Health Center, Talaud Islands District. Keywords: Residential density, Ventilation, Smoking, ARI Events PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut adalah penyakit yang disebabkan kuman Pneumococcus, Staphylococcus, Streptococcus, dan virus. Gejala penyakit ISPA yaitu menggigil, demam, sakit kepala,
batuk, mengeluarkan dahak, dan sesak napas. Populasi yang rentan terserang ISPA adalah anak-anak usia kurang dari 2 tahun. Data yang dikeluarkan World Health Organization (WHO) dalam Mendri 2017, pada tahun 20, melaporkan hampir 6 juta anak balita meninggal dunia, 16% dari jumlah tersebut disebabkan oleh pneumonia sebagai pembunuh balita nomor 1 didunia. Berdasarkan Badan PBB untuk anak-anak United Nations Children s Fund (UNICEF), ditahun yang sama terdapat kurang lebih 14% dari 147.000 anak dibawah usia lima tahun di Indonesia meninggal karena pneumonia. Statistik tersebut memperlihatkan bahwa sebanyak 2-3 anak dibawah usia lima tahun meninggal karena pneumonia setiap jamnya. Hal tersebut menyebabkan pneumonia sebagai penyebab kematian utama bagi anak dibawah usia lima tahun di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 20) adalah sebesar 35%, yang merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada balita. Data menyebutkan bahwa terdapat 1,9 juta kematian akibat ISPA yang terjadi di negara berkembang. Menurut Depkes RI pada Profil Kesehatan Indonesia (2010) kasus ISPA mencapai 23% dengan 499.259 kasus yang ditemukan pada tahun 2010, pada Provinsi Sulawesi Utara 26.08% (Indonesian Health Profile, 2010). Penyakit ISPA berdasarkan 10 penyakit menonjol di Puskesmas menempati urutan pertama di Puskesmas Salibabu. Dilihat dari angka kasus Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) tahun 20 di Puskesmas Salibabu, menjadi penyakit yang paling tinggi angka kejadiannya, dengan jumlah 876 kasus. Diantaranya usia penderita yang paling banyak yaitu pada anak balita usia 1-4 tahun. Tahun 2016, dengan jumlah 935 kasus, mengalami peningkatan dari tahun 20. Tahun 2017 dengan jumlah 1256 kasus, (Puskesmas Salibabu, 2017). METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan desain kasus kontrol yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus tahun 2018 di Puskesmas Salibabu Kabupaten. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu total sampling terdiri dari 54 responden kelompok kasus dan 54 responden kelompok control dengan matching sampel yaitu umur, dan jenis kelamin. Metode pengambilan sampel adalah total sampling keseluruhan 108 responden. Instrumen penelitian yang digunakan adalah metode pengamatan dan wawancara. Penelitian ini menggunakan analisis bivariat dengan uji statistic chi square (CI=95%, α=0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Tabel 4.1.1. Karakteristik Responden Karakteristik Anak Umur 1 tahun 2 tahun 3 tahun 4 tahun Kasus Kontrol Total 16 10 29.6 18.5 16 10 29.6 18.5 26 32 29.6 30 20 18.5 Jenis Kelamin Alamat Laki-laki Perempuan Salibabu Salibabu Utara Dalum Bitunuris Balang 32 22 17 8 1 59.3 40.7 31.5 14.8 1.9 32 22 17 8 1 59.3 40.7 31.5 14.8 1.9 64 59.3 44 40.7 34 31.5 26 30 16 14.8 2 1.9 Berdasarkan tabel 4.1.1 yaitu karakteristik umur responden dapat dilihat bahwa untuk responden umur 1 tahun (%), 2 tahun (29.6%), 3 tahun (%), dan responden umur 4 tahun (18.5%). Pada tabel 4.1.1 yaitu karakteristik jenis kelamin dapat dilihat bahwa responden laki-laki sebanyak (59.3%) dan responden perempuan (40.7%). Pada tabel 4.1.1 yaitu karakteristik tempat tinggal balita dapat dilihat bahwa responden paling banyak berada di Desa Salibabu (31.5%) dan Desa Balang merupakan responden paling sedikit (1.9%). Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA Tabel. 4.3.1 Hubungan Antara Kepadatan Hunian Rumah dengan ISPA Kepadatan hunian OR Kasus Kontrol Total p-value (CI 95%) Tidak Memenuhi Syarat 46 85.2 43 79.6 89 82.4 0.6 1.471 Memenuhi Syarat 8 14.8 11 20.4 19 17.6 (0.541-4.003) Total 54 100 54 100 108 100 Perhitungan dengan menggunakan uji statistic chi square menghasilkan nilai probabilitas (pvalue) sebesar 0.6 dengan α = 0,05 (p < α) dan OR>1 yaitu 1.471 (CI 95% = 0.541-
4.003). Hasil analisis tersebut menunjukan dimana tidak ada hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Salibabu Kabupaten, dengan diperoleh nilai OR yaitu 1.471 bermakna anak balita yang tinggal dirumah yang kepadatan huniannya tidak sesuai standar beresiko 1.4 kali menderita ISPA daripada anak balita yang tinggal dirumah yang kepadatan huniannya sesuai standar. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 108 balita terdapat 89 balita yang kepadatan hinan rumahnya tidak sesuai standar, pada kelompok kasus sebanyak 46 dan kelompok kontrol sebanyak 43. Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA Tabel. 4.3.2 Hubungan Antara Ventilasi Kamar dengan ISPA Ventilasi OR Kasus Kontrol Total p-value (CI 95%) Tidak Memenuhi Syarat 30 55.6 16 29.6 46 42.6 0.011 2.969 Memenuhi Syarat 24 44.4 38 70.4 62 57.4 (1.343-6.563) Total 54 100 54 100 108 100 Dari penelitian yang dilakukan diperoleh nilai (p-value) 0.011 dengan α = 0,05 (p < α) dan nilai OR>1 yaitu 2.969 (CI 95% = 1.343-6.563). Berdasarkan hasil analisis diatas menunjukan bahwa ditemukan hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Salibabu Kabupaten Kepulauan Talaud. Dan balita yang tinggal dirumah yang memiliki ventilasi tidak sesuai standar, beresiko 2.9 kali terkena ISPA daripada balita yang tinggal dirumah yang ventilasinya sudah sesuai standar. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Erjulia (2014) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ventilasi dengan ISPA pada anak balita, dan balita yang rumahnya mempunyai ventilasi yang tidak memenuhi syarat berisiko 3,7 kali lebih besar terkena dibandingkan yang luas ventilasi rumahnya memenuhi syarat. Suatu ruangan yang tidak mempunyai sistem ventilasi yang baik dan dihuni oleh manusia, akan menimbulkan beberapa keadaan yang dapat merugikan kesehatan penghuninya, antara lain kadar oksigen akan berkurang. Apabila ventilasi rumah tidak memenuhi syarat maka akan memiliki dampak yaitu dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap kesehatan manusia. Upaya penyehatan dapat dilakukan dengan mengatur pertukaran udara dengan cara yaitu ventilasi minimal 10% luas lantai dengan sistem ventilasi silang, pemeliharaan AC dilakukan
secara berkala sesuai dengan buku petunjuk serta harus melakukan pergantian udara dengan membuka jendela minimal pada pagi hari secara rutin, menggunakan exhaust fan, dan mengatur tata letak ruang (Kemenkes RI, 2011). Hubungan Merokok dengan ISPA Tabel 4.3.3 Hubungan Antara Merokok Anggota Keluarga dengan ISPA Status merokok OR Kasus Kontrol Total p-value (CI 95%) Merokok 51 94.4 42 77.8 93 86.1 0.023 4.857 Tidak merokok 3 5.6 12 22.2.9 (1.285-18.355) Total 54 100 54 100 108 100 Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh nilai (p-value) 0.023 dengan α = 0,05 (p < α) dan nilai OR>1 yaitu 4.857 (CI 95% = 1.285-18.355). Dari hasil tersebut ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara status merokok dengan kejadian ISPA pada anak balita di Puskesmas Salibabu dan anak balita yang memiliki orang tua dengan status merokok berpeluang 4.8 kali lebih beresiko terkena ISPA daripada anak balita yang orang tuanya tidak merokok. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa dari 54 balita yang menderita ISPA terdapat 51 (94.4%) ayah dari balita yang mempunyai kebiasaan merokok, dan 52 (96.3%) orang tua yang merokok sering dekat dengan anak balita. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa, 1. Tidak ditemukan hubungan antara kepadatan hunian rumah dengan kejadian ISPA pada anak balitta di Puskesmas Salibabu Kabupaten 2. Ditemukan hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA pada anak balitta di Puskesmas Salibabu Kabupaten 3. Ditemukan hubungan antara merokok dengan kejadian ISPA pada anak balitta di Puskesmas Salibabu Kabupaten SARAN 1. Bagi Puskesmas Salibabu Dapat memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat mengenai bahaya dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan memberikan penyuluhan tentang merokok, dan persyaratan rumah sehat.
2. Bagi Masyarakat Semua anggota masyarakat yang ada di Desa Salibabu terlebih yang termasuk dalam Wilayah Kerja Puskesmas Salibabu dan yang memiliki anak baita disarankan untuk memperhatikan agar tidak melakukan aktivitas yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA pada anak balita. 3. Bagi Mahasiswa Penelitian yang dilakukan ini dapat menjadi referensi jika kedepannya akan melakukan penelitian yang sejenis tapi meneliti variabel dan lokasi yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Agussalim. 2012. Hubungan Pengetahuan, Status Imunisasi dan Keberadaan Perokok Dalam Rumah dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Ilmiah STIEKES U Budiyah, (online), Vol, 1, No.2: hal 1-11 Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Indonesian Health Profile 2010. Jakarta: Depkes, RI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Buletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita. Jakarta :Depkes, RI Erjulia. 2014. Risiko Faktor Eksternal Terhadap terjadinya Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Balita di Puskesmas Simpang Tiga Kecamatan Simpang Tiga Kabupaten Pidie Tahun 2014. Irianto, K. 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Alfabeta. Jakarta. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta: Sekretaris Negara Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta Marni. 2014. Asuhan keperawatan pada anak sakit dengan ganguan pernapasan. Yogyakarta: Gosyen publishing. Mendri, NK, Prayogi, AS. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit dan Bayi Resiko Tinggi. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Puskesmas Salibabu. 2017. 10 Penyakit Menonjol. Bulan januari sampai dengan desember.