BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BUPATI BONDOWOSO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

BAB I PENDAHULUAN. bagian terkecil dari struktur pemerintahan yang ada di dalam struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desa disebut kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. langsung dengan masyarakat menjadi salah satu fokus utama dalam. pembangunan pemerintah, hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DAN ASET DESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUNINGAN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR X8 TAHUN 2016 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2010

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 14 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Paul H. Landis dalam (Syachbrani, 2012) Desa adalah suatu Wilayah

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, lahir dari perjuangan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 22 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR,

KEPALA DESA CINTAKARYA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMONGAN PERATURAN BUPATI LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEDOMAN PELAKSANAAN ALOKASI DANA DESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN 2006 NOMOR : 9 SERI : E.6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR :11 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

I. PENDAHULUAN. Otonomi daerah di Indonesia saat ini di dasarkan pada Undang-Undang

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KEPALA DESA CINTAKARYA KECAMATAN SINDANGKERTA KABUPATEN BANDUNG BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 37 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BENGKULU UTARA PROVINSI BENGKULU PERATURAN BUPATI BENGKULU UTARA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau village diartikan sebagai a groups of hauses or shops in a country area,

BAB I PENDAHULUAN. Pada penyelenggaraan pemerintahan desa banyak mengalami. kendala khususnya dalam hal keuangan. Untuk mengatasi perihal tersebut

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Jesly Marlinton 1. Kata Kunci : pengawasan, pengelolaan, alokasi dana desa (ADD)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN BUPATI FLORES TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI FLORES TIMUR,

KEPALA DESA BANGOREJO KECAMATAN BANGOREJO KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN KEPALA DESA BANGOREJO NOMOR 02 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN ALOKASI DANA DESA SERTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOLITOLI NOMOR 3 TAHUN 2007 SERI E NOMOR 02

MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

Ditetapkan di Malili pada tanggal 29 April 2015 BUPATI LUWU TIMUR, ANDI HATTA M.

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indenosia tersebar di desa-desa seluruh Indonesia. diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 21 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 08 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER-SUMBER PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2011

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipertanggungjawabkan kepada orang atau instansi yang memberi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DI KABUPATEN BLORA

BUPATI TANAH DATAR PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN NAGARI

PEMERINTAH KABUPATEN TANAH BUMBU PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG KEUANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN,

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BUPATI BANDUNG PERATURAN BUPATI BANDUNG NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN ANGGARAN 2017

BUPATI REMBANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI REMBANG NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BUPATI NGAWI PERATURAN BUPATI NGAWI NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN ANGGARAN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN MAGETAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGETAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI DANA DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa : Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom selanjutnya disebut daerah, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asalusul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan NKRI (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat 12). Dalam Undang-Undang yang lebih khusus mengenai desa, menegaskan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI (Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 1). Sebagai ujung tombak pemerintahan desa, diharapkan desa mampu mengembangkan dan mengoptimalkan potensi yang ada didesa dan dalam pengurusan segala sesuatu yang sifatnya keadministrasian oleh masyarakat. Untuk melaksanakan tugas dan urusan tersebut maka diperlukan dukungan sumber daya baik personil, dana maupun peralatan atau perangkat

penunjang lainnya. Untuk itulah dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut juga telah mengatur Keuangan Desa dan Aset Desa dalam rangka memberikan pelayanan pada masyarakat antara lain dari sumber-sumber Pendapatan Asli Desa, adanya kewajiban bagi Pemerintah dari pusat sampai dengan Kabupaten atau Kota untuk memberikan transfer dana bagi Desa, hibah ataupun donasi. Salah satu bentuk transfer dana dari pemerintah adalah Alokasi Dana Desa (ADD). Alokasi Dana Desa merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten atau Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 pada pasal 19 disebutkan bahwa tujuan dari Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan ditingkat desa dan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan, meningkatkan pengalaman nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial, meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat, meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat, mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat, meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat Desa melalui badan usaha milik desa (BUMDesa). Sasaran utama dari Alokasi Dana Desa (ADD) yaitu meningkatnya efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, meningkatnya pelaksanaan pembangunan desa, meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat, meningkatnya partisipasi dan pemberdayaan masyarakat desa. Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dalam Pengelolaan Keuangan Desa memerlukan adanya perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban terhadap penggunaannya. Masyarakat bersama aparat pemerintahan berhak mengetahui dan melakukan pengawasan terhadap jalannya pembangunan desa.

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 82 dijelaskan peran serta masyarakat dalam melakukan pemantauan dan pengawasan pembangunan dalam rangka terwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang baik. Menurut Sujarweni, (2015:5) masyarakat desa sebagai pemilik desa mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan pelaksanaan pembangunan. Ada beberapa masalah yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa yaitu tanggungjawab dan kurangnya keterbukaan serta ketidakmampuan para pengelola dana yaitu para aparat desa yang belum memiliki kompetensi yang cukup untuk mengelola dana tersebut. Oleh karena itu, kondisi yang seperti inilah yang menyebabkan banyaknya program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang gagal dalam proses implementasinya. Alokasi Dana Desa (ADD) harus digunakan dan di alokasikan sebagaimana mestinya sesuai dengan Undang-Undang dan ketentuan yang berlaku yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia. Dengan adanya permasalahan tersebut, maka akan timbulnya penyalahgunaan dana sehingga Alokasi Dana Desa menjadi tidak tepat sasaran. Hal ini terbukti telah terjadi kasus penyalahgunaan Alokasi Dana Desa yang terjadi di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan artikel dari sumber berita online, Polisi mengamankan AS, Kepala Desa Sukaresmi Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi karena diduga korupsi Dana Desa (DDS) dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2016. AS diperiksa oleh Satuan Reserse dan Kriminal (Satreskrim) sejak Selasa (21/2/2017) hingga akhirnya langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di sel Polres Sukabumi Kota. AS menggunakan dana Kegiatan DDS dan kegiatan ADD untuk kepentingan pribadi, dan dengan adanya kejadian tersebut menurut keterangan ahli AS telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 186 juta. (Sukabumi, 2016, detiknews. Diakses tanggal 14 november 2017). Kurangnya sumber daya manusia yang handal untuk melakukan pencatatan atau pembukuan atas transaksi-transaksi untuk pemanfaatan dana desa serta alokasi dana desa dapat

menyebabkan para aparat desa menyalahgunakan keuangan desa. Masyarakat desa pun harus ikut serta mengawasi aparat desa agar tidak terjadi penyelewengan Alokasi Dana Desa (ADD). Guna mengurangi kecurangan pada saat proses pengelolaan Alokasi Dana Desa, semua lapisan mulai dari aparat yang berwenang hingga masyarakat harus mengetahui konsep dasar akuntabilitas dan transparansi agar tidak adanya sikap apatis dalam menjalankan segala sesuatu mulai dari perencanaan, pengelolaan hingga pertanggungjawaban. Konsep dasar akuntabilitas didasarkan pada klasifikasi responsibilitas manajerial pada tiap lingkungan dalam organisasi yang bertujuan untuk pelaksanaan kegiatan pada tiap kegiatan. Masing-masing individu pada tiap jajaran aparatur bertanggungjawab atas setiap kegiatan yang dilaksanakan pada bagiannya. Pengembangan kebijakan akuntabilitas dalam pemerintahan pada dasarnya disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan transparansi pengelolaan keuangan negara dan akuntabilitas kinerja dalam administrasi pemerintahan atas berbagai kebijakan dan tindakan yang dilakukan sehingga memicu timbulnya pada ketidakpuasan serta tuntutan publik akan terselenggaranya pemerintahan yang baik. Akuntabilitas berkewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan melaporkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawab pengambil keputusan kepada pihak yang telah memberi amanah dan hak. Akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pemerintah desa dalam mengelola keuangan desa sesuai dengan amanah dan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Bertanggungjawab berarti mengelola keuangan dengan baik, jujur, tidak melakukan penyelewengan dengan semangat tidak makan uang rakyat. Transparansi merupakan konsep yang sangat penting untuk mengembangkan tata kelola keuangan yang baik. Pemerintah dituntut untuk terbuka kepada masyarakat mengenai berbagai informasi mengenai berbagai informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Arifin Tahir (2015:109) mengemukakan bahwa transparansi adalah keterbukaan (oppeness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka atas pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya. Setiap program yang dilaksanakan oleh pemerintah harus selalu akuntabel dan transparan, sebagai bentuk pertanggungjawaban dan keterbukaan pemerintah atas programprogram yang telah dilaksanakan tersebut. Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) yang akuntabel dan transparan akan memberikan dampak positif untuk pemerintahan desa, karena akuntabilitas dan transparan akan menunjukan kinerja pemerintah desa dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan desa, menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah desa, dan akan meningkatkan perkembangan desa. Adapun beberapa dari penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Romantis (2015) yang berjudul Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Tahun 2014. Dalam penelitian ini diperoleh hasil penelitian bahwa pada tahap perencanaan Alokasi Dana Desa (ADD) di 8 (delapan) desa telah menerapkan prinsip partisipasi dan transparansi. Selanjutnya, tahap pelaksanaan program Alokasi dana desa di kecamatan panarukan telah menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Tahap yang terakhir, yaitu pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa (ADD) baik secara teknis

maupun administrasi sudah baik, namun harus tetap mendapatkan atau diberikan bimbingan dari Pemerintah Kecamatan. 2. Penelitian yang dilakukan Noor Rizkia Sari (2015) yang berjudul Analisis Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Penggunaan Alokasi Dana Desa pada Desa Sungai Bali Kecamatan Pulau Sebuku Kabupaten Kotabaru Kalimantan Selatan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari Desa Sungai Bali Kecamatan Pulau Sebuku dan hasil wawancara kepada Tim Pelaksana Teknis, dapat disimpulkan Desa Sungai Bali dalam mengelola dan menggunakan ADD sudah akuntabel dan cukup transparan. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Arista Widiyanti (2017) yang berjudul Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa pada Desa Sumberejo dan Desa Kandung di Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa penatausahaan pengelolaan desa sumberejo sudah menggunakan format sesuai dengan lampiran Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 baik format Raperdes, APBDes, proposal kegiatan, Rancangan Anggaran Biaya (RAB), pernyataan pertanggungjawaban belanja, buku kas umum, buku bank, buku pembantu pajak, buku pembantu kegiatan, laporan realisasi APBDes, laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDes, laporan kekayaan milik desa, dan laporan program sektorial dan program daerah masuk ke desa. Sementara secara teknis penatausahaan desa Sumberejo dari sisi penerimaan, pengeluaran, pencatatan maupun pertanggungjawaban bendahara telah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Maka Desa Sumberejo dalam proses penatausahaan dikatakan accountable. Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang penulis lakukan adalah pada lokasi penelitian. Persamaannya yaitu penelitian terdahulu dan penelitian yang akan

penulis lakukan sama- sama meneliti tentang akuntabilitas dan transparansi pada Alokasi Dana Desa (ADD). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul PENGARUH AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI TERHADAP PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka penulis mengidentifikasikan masalah sebagai berikut: 1. Banyaknya penyelewengan alokasi dana desa yang disebabkan lemahnya kemampuan desa untuk menciptakan akuntabilitas yang baik. 2. Masih kurangnya efisiensi desa dalam mengelola Alokasi Dana Desa. 3. Masih kurangnya sumber daya manusia atau perangkat desa yang memiliki kompetensi di bidang pengelolaan keuangan dan akuntansi. 4. Masih minimnya pengawasan terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa. 5. Pemerintah desa dianggap belum transparan dalam mengungkapkan keseluruhan proses pengelolaan alokasi dana desa dengan secara terbuka kepada masyarakat. 1.2.2 Rumusan Masalah Menurut Sugiyono (2015:35) menyatakan bahwa rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya melalui pengumpulan data. berikut: Adapun rumusan masalah yang berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai

1. Bagaimana pengaruh akuntabilitas terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)? 2. Bagaimana pengaruh transparansi terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)? 3. Bagaimana pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Maksud atau tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mendapatkan data atau informasi yang relevan dengan masalah yang diidentifikasi, kemudian dianalisis dan ditarik kesimpulan. ini adalah : Berdasarkan identifikasi masalah dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)? 2. Untuk mengetahui pengaruh transparansi terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)? 3. Untuk mengetahui pengaruh akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa? 1.3.2 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang dilakukan oleh penulis dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan praktis, dengan penjelasan sebagai berikut:

1.3.2.1 Kegunaan Secara Teoritis a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan konsep mengenai pengelolaan pemerintah daerah, khususnya mengenai akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana desa. b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan untuk penelitian berikutnya yang sejenis. 1.3.2.2 Kegunaan Secara Praktis a. Bagi Pemerintah Kabupaten Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan mengenai pengelolaan dana desa. b. Bagi Pemerintah Desa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan mengenai akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana desa. c. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat agar mengetahui pengelolaan dana desa. d. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai penambah wawasan baru mengenai Pemerintah desa dan pengelolaan dana desa sekaligus bahan baru dalam pelajaran akuntansi.