BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan arah dan kebijakan politik negara untuk satu periode

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

TAHAPAN PILPRES 2014 DALAM MEWUJUDKAN BUDAYA DEMOKRASI

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut ( Dalam prakteknya secara teknis yang

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

SEKILAS PEMILU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU

BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung sejak sistem otonomi daerah diterapkan. Perubahan mekanisme

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PEMUTAKHIRAN DATA PEMILIH UNTUK MEWUJUDKAN PEMILU 2019 YANG ADIL DAN BERINTEGRITAS

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

PERAN KOMISI PEMILIHAN UMUM DAERAH (KPUD) DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT 1 (Studi di Kabupaten Bolaang Monggondow Utara)

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR : 10/Kpts/KPU-Kab /TAHUN 2015 TENTANG

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

PEROLEHAN KURSI PARTAI DAN PETA KOALISI CAPRES Lingkaran Survei Indonesia Jumat, 11 April 2014

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

BAB I PENDAHULUAN. konsep suci penyelenggaran Negara telah membawa perubahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan dan tata pemerintahan ditingkat lokal. Kepala daerah

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penentuan strategi komunikasi, jika tidak ada strategi komunikasi yang baik efek

Kajian Pelaporan Awal Dana Kampanye Partai Politik Pemilu 2014: KPU Perlu Tegas Atas Buruk Laporan Dana Kampanye Partai Politik

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi persyaratan (Sumarno, 2005:131). pelaksanaan pemilihan kepala daerah ( pilkada ).

I. PENDAHULUAN. Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian

PENGENALAN PUBLIK TENTANG PARTAI POLITIK: BAGAIMANA KUALITAS PILEG 2014?

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR : 20/Kpts/KPU Kab /2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

BAB I PENDAHULUAN. serta aspirasi masyarakat. Pemilihan umum (pemilu) sebagai pilar demokrasi di

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

KETUA KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA SEMARANG

REKAPITULASI HASIL VERIFIKASI FAKTUAL PARTAI POLITIK TINGKAT PROVINSI PROVINSI...

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan secara lebih Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

BAB I PENDAHULUAN. hampir seluruh organisasi politik memiliki strategi yang berbeda-beda.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 100/PUU-XIII/2015 TENTANG CALON TUNGGAL DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH. Dari semua interaksi Pemohon 1

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah

ADVOKASI HUKUM SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN IDA BUDHIATI ANGGOTA KPU RI

BAB I PENDAHULUAN. daerah (pemilukada) diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

POLITIK LOKAL dan PEMILUKADA ANDHYKA MUTTAQIN

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA INDEKS KERAWANAN PILKADA 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

Pemilu DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014

Relasi. Maning...! Nyoblos. Relawan Demokrasi PEMILU DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 BUKU SAKU PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

Analisis Perolehan Suara dalam Pemilu 2014: OLIGARKI POLITIK DIBALIK KETERPILIHAN CALEG PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Kehadiran perempuan dalam kontestasi politik di Indonesia, baik itu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMISI PEMILIHAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang dihasilkan dari Pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Pemilu pun menjadi tonggak tegaknya demokrasi, di mana rakyat secara langsung terlibat aktif dalam menentukan arah dan kebijakan politik negara untuk satu periode pemerintahan ke depan. Keberhasilan pemilu tentunya sangat dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat kesadaran politik warganegara yang bersangkutan. Kesadaran politik ini terefleksi dari seberapa besar partisipasi dan peran masyarakat dalam proses pemilu, dengan memberikan kesempatan kepada setiap warganegara untuk memberikan suara dukungannya dalam proses Pemilu. Keikutsertaan Warga Negara Indonesia (WNI) dalam pemilihan umum merupakan salah satu wujud dari tanggungjawab mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia tidak mengenal kewajiban untuk memilih (compulsory vote) sebagaimana dianut oleh Australia. Karena itu, memilih adalah hak dan bukan kewajiban sebagai warga negara. Yang berhak memilih adalah Warga Negara Republik Indonesia yang sudah berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin. 1 Walau demikian, Indonesia tetap menerapkan pembatasan, 1 Lihat Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 (25).

karena tidak semua warga negara yang sudah berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, secara otomatis dapat menggunakan hak suaranya. Partisipasi pemilih merujuk pada kehadiran warga negara yang memiliki hak untuk memberikan suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam penyelenggaran pemilu di banyak negara, partisipasi pemilih sering menjadi isu bersama karena berkaitan dengan seberapa banyak warga negara hadir untuk memberikan suara mereka di tempat pemberian suara. Tingkat partisipasi seringkali dihubungan dengan legitimasi hasil pemilu, karena akan menentukan orang-orang yang dipilih oleh rakyat untuk menduduki jabatan tertentu. Pada konteks yang lain, partisipasi pemilih juga berkaitan dengan kepercayaan warga negara pada demokrasi, sistem politik, penyelenggara pemilu dan pihak-pihak yang akan mewakili mereka untuk memerintah dan menjadi perwakilan warga di parlemen. 2 Pada dasarnya partisipasi masyarakat dalam pemilu dapat menjadi sarana bagi masyarakat dalam mengontrol jalannya pemerintah yang akan terpilih. Masyarakat berhak untuk menentukan dan menyerahkan amanahnya kepada mereka yang layak dan dipercaya untuk menjalankan roda pemerintahan kedepan. Selain itu partisipasi politik masyarakat juga dapat menjadi alat untuk mengekspresikan eksistensi individu atau kelompok sosial di masyarakat dengan mempengaruhi pemerintah melalui mekanisme politik. Partisipasi memilih menjadi salah satu kebutuhan agar keberlanjutan demokrasi dan sistem politik tidak mengalami hambatan. Pemilu sebagai instrumen utama demokrasi merupakan salah satu instrumen yang menjembatani suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan untuk memberikan mandat kepada seseorang sebagai 2 Moch. Nurhasim, Partisipasi Pemilih Pada Pemilu 2014: Sebuah Studi Penjajakan. Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hal. 2

wakil rakyat atau sebagai penguasa yang akan duduk dalam pemerintahan. Tidaklah heran isu tinggi rendahnya angka partisipasi berkaitan dengan tingkat legitimasi dan kepercayaan warga kepada wakil mereka atau orang yang diberi mandat untuk menjalankan pemerintahan dan mengeluarkan kebijakan. Sebagai salah satu bagian dari keberlanjutan demokrasi, tingkat partisipasi pemilih juga akan berdampak pada siapa yang akan memenangkan pemilihan umum dan mengatur kehidupan banyak orang. Oleh karena itu, sebagian negara-negara yang menganut demokrasi, termasuk Indonesia, menjadikan partisipasi sebagai salah satu agenda yang tidak dapat dikesampingkan dalam proses pemilu khususnya dalam hal hadir atau tidaknya warga negara untuk memilih (voter turnout). 3 Dalam sejarah pemilu di Indonesia, partisipasi pemilih tidak jarang dimaknai sebagai salah satu indikator keberhasilan pemilu. Pemilu yang memiliki tingkat partisipasi yang tinggi dianggap memiliki legitimasi yang tidak diragukan. Sebaliknya, apabila tingkat partisipasi kecil (rendah), seringkali dikaitkan dengan pertanyaan dasar, apakah hasil pemilu memiliki legitimasi yang kuat atau rendah. Hal itu biasanya ditunjukkan pada perilaku pemilih, bahwa tingkat partisipasi pemilih yang besar atau rendah tergantung dari siapa yang memilih, apakah pemilih yang sudah rasional memberikan pilihan-pilihan atas dasar pertimbangan tertentu, ataukah pemilih yang lebih didominasi oleh mobilisasi, insentif tertentu atau kepentingan kepentingan sesaat lainnya yang lebih besar. 4 Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Pilkada, berarti meningkatnya jumlah warga negara yang memperoleh hak-hak politik. Untuk mendukung hal 3 Ibid, 4 Ibid, hal. 3

tersebut, diperlukan suatu lembaga yang mampu mendukung pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah yang mampu dan berkompeten. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dimana mereka bertugas untuk mempersiapkan apa-apa saja yang perlu untuk melakukan pemilihan umum. KPU Kabupaten/Kota juga memiliki tanggungjawab untuk mengarahkan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam pelaksanan Pemilihan Kepala Daerah, sehingga Penyelenggaraan sebuah Pemilihan Kepala Daerah dapat berjalan dengan tepat dan dengan asas Demokrasi karena tingkat keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah dapat dilihat berdasarkan partisipasi politik masyarakatnya. Komisi Pemilihan Umum adalah suatu lembaga yang dipilih dan ditetapkan berdasarkan undang-undang sebagai penyelenggara Pemilihan Umum, dimana pada awal pembentukannya, KPU (Komisi Pemilihan Umum) merupakan lembaga yang beranggotakan orang- orang yang non-partisan dan kebanyakan dari kalangan Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota merupakan bawahan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat yang berfungsi untuk menyelenggarakan pemilihan umum secara berjenjang. Ketentuan yang melahirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terdapat dalam pasal 22E Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dalam bab VIIB Pemilihan Umum yang merupakan hasil perubahan ketiga tahun 2001. Pasal 22E ayat (5) menyatakan bahwa Pemilihan umum diselenggrakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Dalam hal ini,nama komisi pemilihan umum belum menunjukkan nama yang pasti, namun hal

ini menjadi dasar bahwa pemerintah terlepas dari KPU yang bertugas menyelenggarakan Pemilu sebagai organ yang mandiri di dalam kinerjanya. Penyelenggaran Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten/ Kota diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah. Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah yang baik, tidak cukup hanya dari bagaimana cara kerja Komisi Pemilihan Umum, tetapi juga harus diikuti dengan adanya kesadaran dan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh bagaimana lembaga Komisi Pemilihan Umum Daerah mengarahkan partisipasi masyarakat, dan tingkat partisipasi masyarakat juga mempengaruhi baik tidaknya hasil perolehan dari penyelenggaraan pemilihan umum. Selama ini, dapat dilihat bahwa KPU Kabupaten/Kota telah secara maksimal dalam melakukan upaya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangkaian Pilkada. Berbagai macam kegiatan telah dilaksanakan, seperti sosialisasi yang dilakukan secara terus menerus kepada masyarakat, pembentukan relawan demokrasi pada Pemilu Legislatif dan lain sebagainya. Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara demokratis telah diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi: Gubernur, Bupati, dan Walikota masing masing sebagai Kepala Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis 5. Selanjutnya diatur dalam Pasal 1 angka (2) UU No. 8 tahun 2015 tentang tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang Undang yang berbunyi: 5 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal. 18

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diwilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota secara Langsung dan Demokratis. 6 Studi mengenai partsipasi pemilih selain dapat memberi gambaran perilaku pemilih juga dapat mengilustrasikan perbedaan angka partisipasi dari satu tempat dan tempat lain, serta dapat memberikan pemetaan tingkat rata-rata pemilu dari satu waktu dengan waktu lainnya. Dalam konteks itu, kajian penjajakan ini ingin melihat tingkat partisipasi dari Pileg dan Pilpres 2014. Salah satu urgensi kajian ini ialah ingin menjawab asumsi-asumsi dasar yang sering menjadi pertanyaan banyak pihak mengenai tingkat partisipasi pemilih pada pemilu di Indonesia. Harapannya dapat mengambarkan fakta empiris bagaimana partisipasi pemilih yang sebenarnya dan mengapa hal seperti itu terjadi. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil bahwa pemilihan kepala daerah benar-benar bersifat murni dan konsekuen dimana setiap pasangan calon tersebut diajukan oleh partai politik. Harapan positif dari partai politik adalah optimalisasi fungsi dan peran partai politik itu sendiri dalam membawa masyarakat menuju kearah yang lebih baik dan sejahtera serta demokratis. 6 Undang Undang tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang Undang, UU No. 8 Tahun 2015, Pasal. 1 ayat (2).

Awalnya, Pilkada serentak yang diwacanakan selama ini sempat membuat polemik karena di beberapa wilayah hanya terdapat satu pasang calon kepala daerah, atau calon tunggal. Namun Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk memperbolehkan pemilihan kepala daerah bagi daerah yang hanya memiliki calon tunggal. Mahkamah Konstitusi beralasan, jika Pilkada ditunda karena kurangnya calon, maka akan menghapus hak konstitusional rakyat untuk memilih dan dipilih. Mahkamah juga menilai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang pilkada juga tidak memberikan jalan keluar seandainya syarat-syarat calon tidak terpenuhi. Untuk proses pemilihan kepala daerah calon tunggal, surat suara akan dibuat berbeda. Surat suara khusus ini hanya akan berisi satu pasangan calon kepala daerah, dengan pilihan "Setuju" atau "Tidak Setuju" dibagian bawahnya. Apabila pilihan "Setuju" memperoleh suara terbanyak, maka calon tunggal ditetapkan sebagai kepala daerah yang sah. Namun jika pilihan "Tidak Setuju" memperoleh suara terbanyak, maka pemilihan ditunda hingga Pilkada selanjutnya. Proses terjadinya Pasangan Calon Tunggal memiliki berbagai pola yang berbeda di tiap daerah. Namun jika dikategorikan berdasarkan proses administrasinya, ada 2 (dua) pola yang terjadi. Yang pertama, pada proses pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah di KPU Kabupaten/Kota hanya ada satu bakal pasangan calon yang mendaftar hingga proses seleksi dan pengumuman. Yang kedua, pada proses pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah di KPUD terdapat lebih dari satu bakal pasangan calon yang mendaftar, tapi pada proses seleksi dan pengumuman hanya menghasilkan satu pasangan calon yang lolos seleksi dan berhak mengikuti proses pemilukada. Pada pola yang pertama, ditemukan beberapa indikasi yang menunjukkan adanya suatu skenario yang secara

politik dikerjakan oleh beberapa kelompok politik di daerah terkait untuk menggagalkan terlaksananya pemilukada dengan mengkondisikan proses administrasi penyelenggaraan pemilukada tidak memenuhi syarat-syarat dalam Undang-Undang. Sebagai dampaknya adalah pelaksanaan pemilukada harus ditunda dan memberikan ruang untuk berdinamika kembali konstelasi politik di tingkat lokal. Pada situasi dimana bakal pasangan calon merupakan petahana, terdapat indikasi dominasi yang sangat kuat bakal pasangan calon tersebut sehingga menyebabkan bakal pasangan calon lainnya yang potensial mengurungkan niatnya mendaftarkan diri. Sejak Pemilihan Kepala Daerah Serentak dilaksanakan pertama sekali pada tahun 2015, terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang hanya memiliki 1 pasangan calon (Calon Tunggal). Keadaan tersebut justru terus meningkat dalam Pilkada serentak tahun 2017 dan 2018 dimana pasangan calon harus melawan kotak kosong. Berikut tabel yang memperlihatkan fenomena calon tunggal dalam Pilkada. Tabel. 1 Pilkada Serentak Dengan Calon Tunggal. No Kabupaten/Kota Tahun Pilkada 1. 2. a. Kabupaten Timor Tengah Utara, Prov. NTT b. Kabupaten Tasikmalaya, Prov. Jawa Barat c. Kabupaten Blitar, Prov. Jawa Timur a. Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah b. Kabupaten Buton, Prov. Sulawesi Tenggara c. Kab. Tulang Bawang Barat, Prov. Lampung d. Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara e. Kabupaten Landak, Prov. Kalimantan Barat Pilkada Serentak Tahun 2015 Pilkada Serentak Tahun 2017

3. f. Kabupaten Maluku Tengah, Prov. Maluku g. Kota Jayapura, Prov. Papua h. Kota Sorong, Prov. Papua i. Kabupaten Tambrauw, Prov. Papua Barat a. Kota Prabumulih, Prov. Sumatera Selatan b. Kabupaten Tangerang, Prov. Banten c. Kabupaten Pasuruan, Prov. Jawa Timur d. Kota Tangerang, Provinsi Banten e. Kabupaten Enrekang, Prov. Sulawesi Selatan f. Kab. Minahasa Tenggara, Prov. Sulawesi Utara g. Kabupaten Tapin, Prov. Kalimantan Selatan h. Kab. Mamasa, Prov. Sulawesi Tenggara i. Kabupaten Jayawijawa, Provinsi Papua, dan j. Kabupaten Padang Lawas Utara, Provinsi Sumatera Utara. Pilkada Serentak Tahun 2018 Sumber : Diolah dari website www.kpu.go.id Dalam tabel 1 tersebut diatas, dapat dilihat bahwa Pilkada Serentak dengan calon tunggal dari tahun ke tahun mengalami kenaikan. Walaupun KPU Kabupaten/Kota telah memperpanjang masa pendaftaran selama 3 (tiga) hari bagi daerah yang memiliki calon tunggal, namun tetap tidak ada pasangan calon lainnya yang mendaftar dengan berbagai alasan. Pada Pilkada Serentak Tahun 2015, terdapat 3 (tiga) Kabupaten yang hanya memiliki pasangan calon tunggal. Pada Pilkada serentak tahun 2017, pasangan calon tunggal meningkat menjadi 9 (sembilan)

pasangan calon di Kabupaten/Kota dan Pilkada serentak tahun 2018 sebanyak 10 (Sepuluh) Kabupaten/Kota. Dalam proses pelaksanaannya, Pilkada dengan calon tunggal memang tetap berjalan seperti Pilkada lainnya. Masyarakat pemilih ternyata ada juga yang memilih kotak kosong/tidak setuju dalam Pilkada tersebut. Pemilihan Kepala Daerah Serentak tahun 2017 yang digelar pada 15 Februari 2017 menyisakan fenomena yang menarik. Di antara total 101 daerah (Provinsi, Kabupaten atau Kota) yang menggelar Pilkada, ada 9 (sembilan) daerah yang dalam Pilkadanya terdiri dari satu pasangan calon atau lebih dikenal dengan nama calon tunggal. Dalam tulisan ini, saya tertarik melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah 2017 Dengan Calon Tunggal di Kota Tebing Tinggi karena, pertama ; Pilkada dengan calon tunggal di Kota Tebing Tinggi tersebut yang pertama terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Kedua ; walaupun angka partisipasi masyarakat di Pilkada 2011 tidak terlalu jauh berbeda dengan angka partisipasi Pilkada 2017, namun suara masyarakat Kota Tebing Tinggi di Pilkada 2011 tersebar ke 5 (lima) Pasangan Calon Walikota/Wakil Walikota, bahkan ada pasangan yang maju melalui jalur perseorangan (independen) dan ketiga ;, saya ingin menggali lebih mendalam faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat memilih calon tunggal dan kotak kosong dalam Pilkada 2017 yang lalu. Selain itu, saya juga tertarik melakukan penelitian tentang partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan calon tunggal karena 9 (sembilan) Pilkada 2017 dengan calon tunggal menunjukkan bahwa Pilkada Kota Tebing Tinggi hanya menempati urutan kedua terbawah dari jumlah persentase pemilih. Pilkada Kota Tebing Tinggi hanya lebih baik dari Pilkada Kabupaten Buton.

Tabel 2. Hasil Sembilan Pilkada Calon Tunggal Tahun 2017. No Nama Daerah Calon Petahana Kotak Kosong 1. Kabupaten Pati 74,52% (519.610) 25,48 % (177.694) 2. Kabupaten Buton 55,08% (27.512) 44,92% (22.438) 3. Kab. Tulang Bawang Barat 96,75% (167.512) 3,25% (5.625) 4. Kota Tebing Tinggi 70,04% (41.937) 28,16% (16.861) 5. Kabupaten Landak 96,72 % (226.378) 3,28 % (7.673) 6. Kabupaten Maluku Tengah 70,85% (142.644) 29,15 % (58.681) 7. Kota Jayapura 84,53% (104.993) 15,47% (19.213) 8. Kabupaten Tambrauw 87,07% (4.814) 12,93% (715) 9. Kota Sorong 79.37% (47.187) 20,63% (12.262) Sumber : Diolah dari website www.kpu.go.id Dalam Pilkada 2017 Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara juga diikuti oleh calon tunggal. Pasangan Walikota petahana, Umar Zunaidi Hasibuan dan Oki Doni Siregar diusung oleh 8 (delapan) partai politik, yaitu Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura, PDI Perjuangan, PPP, PKB dan Partai NasDem. Koalisi besar ini mengantongi sebanyak 19 kursi dari 25 Kursi yang ada di DPRD Kota Tebingtinggi. Sedangkan sisa 6 kursi lagi yang dimiliki PKS (2 Kursi), PAN (1 Kursi), PBB (1 Kursi) dan PKPI (2 Kursi), sudah cukup untuk mengusung satu pasangan calon. Pasalnya, batas minimal dukungan pasangan calon hanya 20 persen atau 5 kursi di DPRD. Tidak adanya calon pesaing dalam Pilkada Kota Tebing Tinggi tahun 2017 pada masa pendaftaran awal membuat KPU Kota Tebing Tinggi memperpanjang masa pendaftaran selama tiga hari (21-23 September 2016) untuk membuka kesempatan bagi parpol lainnya untuk

mengusung calon Walikota dan Wakil Walikota Tebing Tinggi. Sisa 6 (enam) kursi di DPRD diharapkan memberi peluang bagi parpol untuk berkoalisi dalam mengusung calon (termasuk PKPI, walaupun akhirnya dinyatakan TMS karena faktor dualisme kepengurusan). Penelitian ini tidak di fokuskan kepada fenomena munculnya calon tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah. Diawal tulisan sedikit dibahas tentang gambaran umum awal mula munculnya calon tunggal, hingga penyebab partai politik mengusung calon tunggal. Penelitian ini difokuskan kepada partisipasi masyarakat dalam Pilkada dengan calon tunggal, serta upaya KPU Kota Tebing Tinggi dalam meningkatkan partsipasi masyarakat. Tabel 3. Perolehan Suara Pilkada 2017 Kota Tebing Tinggi No Nama Pasangan Calon Perolehan Suara 1. Umar Zunaidi Hasibuan dan Oki Doni Siregar 41.937 suara (70,04%) 2. Kotak Kosong 16.861 suara (28,16%) 3. Suara Tidak Sah 1.070 suara (1,78%) Jumlah Pengguna Hak Pilih 59.868 suara (100%) Sumber : Diolah dari PPID KPU Kota Tebing Tinggi 2017. Dari tabel 3 diatas, dapat dilihat perolehan suara Walikota Incumbent sebanyak 41.937 suara (70,04%). Sedangkan masyarakat yang memilih kotak kosong sebanyak 16.861 suara (28,16%), sedangkan suara tidak sah terhitung sebanyak 1.070 (1,78%). Dari perolehan suara dalam Pilkada Kota Tebing Tinggi Tahun 2017 tersebut, Walikota Incumbent memperoleh suara terbanyak sehingga melanjutkan masa jabatan (dua periode) memimpin Kota Tebing Tinggi.

Tabel 4. Rekapitulasi pengguna hak pilih Pilkada 2017 Kota Tebing Tinggi No Data Pemilih Jumlah 1. Jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) 107.811 suara 2. Pengguna Hak Pilih a. Suara Sah b. Suara Tidak Sah 59.868 suara (55,8%) 58.798 suara 1.070 suara 3. Tidak Menggunakan Hak Pilih 47.943 suara (44,2%) Sumber : Diolah dari PPID KPU Kota Tebing Tinggi 2017. Dari tabel 4 diatas, angka partisipasi masyarakat dalam Pilkada Kota Tebing Tinggi sebesar 55,8%, dengan rincian calon Incumbent memperoleh 41.937 suara (70,04%), kotak kosong memperoleh 16.861 suara (28,16%) dan terdapat 1.070 (1,78%) suara tidak sah. Apabila Pilkada Kota Tebing Tinggi memiliki lebih dari satu pasangan calon, kemungkinan angka partisipasi akan meningkat dengan adanya pilihan terhadap calon kepala daerah lainnya. Dalam menggambarkan partisipasi pemilih (voter turnout), dari pengalaman banyak negara, pengukuran tingkat partisipasi pemilih pada pemilu dilakukan atas dasar yang berbeda-beda, tergantung basis apa yang digunakan olehsuatu negara untuk menjadi dasar penghitungannya. Studi yang dilakukan oleh Benny Geys mendefinisikan turnout pada 83 negara dengan enam pengelompokan. Pertama, partisipasi dihitung dari jumlah suara mutlak (absolute number of votes cast); penduduk yang telah memiliki hak pilih (number voted/voting age population); jumlah pemilih yang memenuhi syarat (number vote/number of eligible voters); daftar pemilih teregistrasi (number voted/number registered);

ukuran pemilih (number vote/size of electorate); dan tidak memiliki dasar yang jelas (no clear reference given). 7 Dari 83 negara yang diteliti, 36 negara menghitung angka partisipasi atas penduduk yang telah memiliki hak pilih, 23 negara berbasis pada pemilih yang teregristrasi, 13 negara pada jumlah pemilih yang memenuhi syarat, 3 negara atas dasar jumlah pemilih mutlak; 2 negara atas dasar ukuran pemilih dan 10 negara tidak memiliki dasar yang jelas. Dari enam kategori di atas, Indonesia pada pemilu era reformasi khususnya sejak Pemilu 1999, 2004 dan 2009 menganut pola keempat yaitu menghitung angka partisipasi dari jumlah pemilih yang teregistrasi atau Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sebagai pengecualian, pada Pemilu 2014 sebenarnya penghitungan dilakukan dengan cara yang sama, namun ada pembedaan dengan pemilu-pemilu sebelumnya karena ada jenis tambahan registrasi pemilih yang baru yaitu atas dasar Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Karena adanya daftar tambahan, maka penghitungan tingkat partisipasi adalah akumulasi dari jumlah DPT+DPTb+DPKTb dibagi dengan pemilih yang menggunakan hak suaranya. Rumus yang dapat digunakan adalah:. Nr/Vo x 100% Keterangan: Nr : number registered (pemilih terdaftar) Vo : voter turnout (pemilih yang memberikan hak pilih) Gambar 1. Rumus Hitung Partisipasi Pemilih 7 Benny Geys, Explaining Voter Turnout: a Review of Aggregate-Level Research, dalam Electoral Studies 25, 2006: 637 663

Partisipasi pemilih dalam pilkada Kota Tebing Tinggi dengan calon tunggal menunjukkan angka yang tidak terlalu tinggi, yaitu sebesar 59.868 suara (55,8 %). Pilihan masyarakat hanya 2 (dua), antara memilih Walikota Incumbent dan kotak kosong. Secara logika, masyarakat yang memilih Walikota Incumbent tentu melihat berdasarkan kinerja Walikota tersebut dalam periode sebelumnya sedangkan yang memilih kotak kosong barangkali tidak menyukai kepemimpinan Walikota Incumbent atau dengan alasan lainnya. Asumsi saya, hasil Pilkada Kota Tebing Tinggi Tahun 2017 memang memperlihatkan kemenangan calon tunggal, meskipun secara partisipasi pemilih dan legitimasi politik tergolong rendah karena terdapat fenomena kotak kosong dan non-voting yang jauh lebih tinggi perolehan suaranya daripada perolehan suara calon tunggal. Kondisi inilah yang menyebabkan penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang akan dituangkan dalam sebuah karya ilmiah dengan judul Partisipasi Masyarakat Dalam Pilkada : Studi Voter Turnout Masyarakat Kota Tebing Tinggi Dalam Pilkada Tahun 2017 Dengan Calon Tunggal. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan permasalahan yang penulis ajukan adalah faktor-faktor apa yang menyebabkan masyarakat datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) dan memilih calon tunggal atau kotak kosong (tidak setuju) serta bagaimana upaya KPU Kota Tebing Tinggi dalam meningkatkan jumlah partisipasi pemilih.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat Kota Tebing Tinggi memilih calon tunggal atau kotak kosong (tidak setuju) dan untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh KPU Kota Tebing Tinggi dalam meningkatkan jumlah partisipasi pemilih. 2. Manfaat Penelitian : a. Manfaat teoritis/akademik memberi sumbangan teoritis untuk teori Voter Turnout (mengukuhkan teori, atau menambahi teori, atau menemukan sesuatu yang baru dalam teori Voter Turnout). b. Manfaat praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh pembuat kebijakan untuk menyusun atau perbaikan peraturan/regulasi sistem pencalonan Pilkada, sehingga tidak terjadi lagi calon tunggal di daerah-daerah yang melaksanakan Pilkada. c. Manfaat sosial, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh partai politik atau politisi untuk perbaikan kualitas kader atau calon yang diusung dalam Pilkada; dll.