TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik.

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORITIS. Pengertian belajar dan pembelajaran ini banyak diungkapkan beberapa ahli dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh manusia untuk mencapai suatu perkembangan

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Beberapa Ahli. memperoleh pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai positif dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Oemar Hamalik (2001: 27) mengemukakan pengertian belajar adalah suatu proses

PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING. (Jurnal) Oleh SEFTI NAELZA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. baik dari segi kognitif, psikomotorik maupun afektif.

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh peserta didik dan mengajar

Macam-Macam Model Pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bagaimana bentuk pembelajaran yang akan dilaksanakan. Menurut Trianto. dalam kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

PEMBELAJARAN KOOPERATIF

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Pengertian Belajar Menurut Nasution (1982 : 2) belajar adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu pembelajaran yang ada di sekolah adalah pembelajaran Ilmu

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kajian Teori. 1. Aktivitas Belajar. Anak senantiasa berinteraksi dengan sekitarnya dan selalu berusaha

II. TINJAUAN PUSTAKA. belajar anggota lainnya dalam kelompok tersebut. Sehubungan dengan pengertian

BAB II KAJIAN TEORI. mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses

II. TINJAUAN PUSTAKA. juga mengalami sehingga akan menyebabkan proses perubahan tingkah laku pada

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk mengembangkan semua

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara

II. TINJAUAN PUSTAKA

PEMBELAJARAN AKUNTANSI MELALUI METODE KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS)

II. KERANGKA TEORITIS. 2.1 Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) yang efektif untuk kelompok kecil. Model ini menunjukkan efektivitas untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku siswa akibat adanya

I. PENDAHULUAN. Globalisasi seperti saat ini menimbulkan persaingan di berbagai bidang kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu kata efektif juga dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia,

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. (Dalam bukunya Purwanto,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model dimaknakan sebagai objek atau konsep yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Divisions. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dari kelas 1 samapai kelas 6. Adapun ruang lingkup materinya sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) SD. social studies, seperti di Amerika. Sardjiyo (repository. upi.

I. PENDAHULUAN. (2012:5) guru berperan aktif sebagai fasilitator yang membantu memudahkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari strategi pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung sepanjang

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya sendiri.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Fungsi dan Tujuan Pembelajaran Tematik Terpadu. Mudah memusatkan perhatian pada suatu tema atau topik tertentu

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan proses belajar mengajar harus menghasilkan keluaran (output) yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Belajar Menurut Teori Konstruktivisme. mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya tentang belajar.

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. Menurut Winkel (1996) dalam Yatim Riyanto (2010: 05) mendefinisikan belajar

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA PEMBELAJARAN SEJARAH. Yusni Pakaya Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

I. PENDAHULUAN. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah pendekatan (approach) dalam pembelajaran memiliki kemiripan

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Risna Dewi Aryanti, 2015

BAB I PENDAHULUAN. itu, untuk menciptakan sumber daya manusia yang kreatif, inovatif dan produktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BIORMATIKA Jurnal Ilmiah FKIP Universitas Subang Vol.4 No 1 Pebruari 2017 ISSN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

KAJIAN PUSTAKA. Dalam kegiatan belajar mengajar siswa melakukan aktivitas. Pengajaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS Model Pembelajaran Cooperative Learning Pengertian Model Pembelajaran

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai sikap.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

PENGARUH AKTIVITAS DAN MOTIVASI BELAJAR DENGAN PEMBELAJARAN PORTOFOLIO TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI (JURNAL) Oleh : NETI BETRIA SARI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengacu pada

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

II. KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah suatu

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

SOSIALISASI MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA SMA NEGERI 4 KOTA TERNATE

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Peran pendidikan sangat dibutuhkan dalam mempersiapkan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku kecakapan, keterampilan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil yaitu

sekolah dasar (SD/MI). IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang paling penting dalam kehidupan kita. Seorang guru dalam pendidikan memegang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ROSITA SAYEDI Nim Pembimbing 1. Dr. Hamzah Yunus, M.Pd 2. Badriyyah Djula, S.Pd., M.Pd

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembelajar untuk mengonstruksi arti (teks, dialog, pengalaman, fisik, dan lain-lain)

BAB I PENDAHULUAN. masalah menurut Abdullah dalam J. Tombokan Runtukahu (2000: 307).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan diri secara utuh dalam arti pengembangan segenap potensi

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, HIPOTESIS. mengerti dan memahami sesuatu yang baik. Sesuai dengan pendapat menurut

BAB I PENDAHULUAN. mengantisipasi, mengatasi persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan. yang terjadi dalam masyarakat pada kini dan masa depan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hamalik (2001, 37) belajar adalah memperoleh. pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam bentuk perangsang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN IPS

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Teori-teori Belajar 1. Teori Belajar Behavioristik Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik. Mereka ini sering disebut contemporary behavioristik atau juga disebut S-R psychologists mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran ( reward) atau penguatan ( reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya. Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku muridmurid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan terhadap tingkah laku tersebut ( Dalyono, 2012:30). 2. Teori Belajar Kognitif Dalam teori belajar ini mengemukakan bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement. Menurut mereka tingkah laku seseorang

9 senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight untuk pemecahan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung pada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada dalam suatu situasi. Mereka memberi tekanan pada organisasi pengamatan atas stimulus di dalam lingkungan serta pada faktor-faktor yang mempengaruhi pengamatan (Dalyono, 2012:3034). 3. Teori Belajar Humanistis Perhatian psikologi humanistis yang terutama tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi mereka hubungkan pada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Menurut para aliran humanistis penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utama para pendidik ialah membantu siswa mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu mengenal diri meraka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi yang ada pada diri mereka (Dalyono, 2012:44). 4. Teori Empiris Syaiful Sagala (2012: 97-98) menjelaskan bahwa empiria atau pengalaman, tokoh perintis pandangan emperisme adalah seorang filsuf Inggris bernama John Locke (1632-1704). John Locke mengembangkan suatu teori yang terkenal dengan teori Tabula Rasa dimana beliau berpendapat bahwa anak lahir di dunia bagaikan

10 kertas putih yang bersih. Maka diatas kertas putih itu orang dapat membuat coretan menurut kehendaknya. Oleh karena itu lingkungan (environment), anak memperoleh pengalaman-pengalaman empirik, dan pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan inilah yang berpengaruh besar dalam menentukan perkembangan anak. Paham ini juga disebut sosiologisme, karena hanya menekankan arti pengaruh lingkungan dalam perkembangan anak. Dari penjelasan teori empirisme diatas dapat disimpulkan bahwa anak lahir belum memiliki kemampuan apa-apa. Kemampuan yang ada dalam diri anak dapat dilatih dan berkembang melalui pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak. Pengalaman-pengalaman tersebut diperoleh berdasarkan lingkungan yang ada di kehidupan sehari-hari, yakni dari kehidupan alam bebas maupun pendidikan yang diberikan oleh orang dewasa. 5. Teori Vygostky Teori pendidikan Vygostky mendukung penggunaan strategi pembelajaran kooperatif yang disitu anak bekerja sama satu sama lain. Teori ini mempunyai dua implikasi utama, yang pertama ialah keinginan menyusun rencana pembelajaran kooperatif diantara kelompok-kelompok siswa yang mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda. Pengajaran pribadi oleh teman sebaya yang lebih kompeten dapat berjalan efektif sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan pada zona perkembangan proksimal. Kedua, pendekatan pengajaran Vygostky menekankan pentanggaan, dengan siswa yang memikul makin banyak tanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri. Misalnya dengan pengajaran timbal balik, guru memimpin kelompok-kelompok kecil siswa untuk mengajukan

11 pertanyaan tentang bahan ajar yang telah mereka baca dan secara bertahap mengalihkan tanggung jawab untuk memimpin diskusi tersebut kepada siswa (Robert E. Slavin, 2011 : 60). 6. Teori Belajar Konstruktivistik Teori-teori para ahli tentang psikologi pendidikan dikelompokan kedalam teori pembelajaran konstruktivisme. Salah satu teori yang berkaitan dengan pembelajaran konstruktivisme adalah teori Jean Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama. Teori ini biasa disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan. Konstruktivisme pembelajaran menurut teori Jean Piaget yang beranggapan bahwa gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya, kemudian pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar (Nanang dan Cucu, 2012: 64). Adapun karakteristik konstruktivisme dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik sehingga peserta didik diberi peluang besar untuk aktif dalam proses pembelajaran. 2. Proses pembelajaran merupakan proses integrasi pengetahuan baru dengan pengetahuan lama yang dimiliki peserta didik.

12 3. Berbagai pandangan yang berbeda di antara peserta didik dihargai dan sebagai tradisi dalam proses pembelajaran. 4. Peserta didik didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi. 5. Proses pembelajaran berbasis masalah dalam rangka mendorong peserta didik dalam proses pencarian (inquiry) yang lebih alami. 6. Proses pembelajaran mendorong terjadinya koperatif dan kompetitif dikalangan peserta didik secara aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan. 7. Proses pembelajaran dilakukan secara kontekstual, yaitu peserta didik dihadapkan kedalam pengalaman nyata (Nanang dan Cucu, 2012: 63). Dari penjelasan teori konstruktivisme diatas dapat disimpulkan bahwa siswa sangat berperan penting untuk aktif dalam proses penemuan, pengaitan, pengembangan dan menciptakan berbagai gagasan atau ide-ide baru yang diterima tentang ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Dalam proses pembelajaran, pikiran yang disampaikan oleh guru tidak dapat dipindahkan begitu saja kepada pikiran siswanya. Oleh karena itu, siswa harus aktif mental dalam mengembangkan pengetahuan mereka berdasarkan kemampuan kognitif masingmasing. B. Konsep Belajar dan Pembelajaran 1. Hakikat belajar Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan

13 pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Pada dasarnya belajar adalah tahapan perubahan perilaku siswa yang relatif positif dan mantap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, menurut Syah dalam Jihad dan Haris (2012:1). Dengan kata lain belajar merupakan kegiatan berproses yang terdiri dari beberapa tahap. Tahap dalam belajar tergantung pada fase-fase belajar. Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2008: 10) belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagi hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku seseorang atau individu yang diakibatkan oleh proses aktivitas atau kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalamannya. Pengalaman tersebut diperoleh dari interaksi seseorang terhadap sesama maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Hamalik dalam Jihad dan Haris (2012:3), memberi ciri-ciri belajar yaitu: (1) proses belajar harus mengalami, berbuat, melampaui, dan mereaksi; (2) melalui bermacam-macam pengalaman dan mata pelajaran yang berpusat pada suatu tujuan tertentu; (3) bermakna bagi kehidupan tertentu ; (4) bersumber dari kebutuhan dan tujuan yang mendorong motivasi secara berkesinambungan; (5) dipengaruhi pembawaan dan lingkungan; (6) dipengaruhi perbedaan -perbedaan individual; (7) berlangsung secara efektif apabila pengalaman -pengalaman dan hasil-hasil yang diinginkan sesuai dengan kematangan anda sebagai peserta didik;

14 (8) proses belajar terbaik adalah apabila anda mengetahui status dan kemajuaannya; (9) kesatuan fungsional dari berbagai prosedur; (10) hasil -hasil belajar secara fungsional bertalian satu sama lain tetapi dapat didiskusikan secara terpisah; (11) dibawah bimbingan yang membimbing tanpa tekanan dan paksaan; (12) hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian, sikap-sikap, apresiasi abilitas, dan keterampilan; (13) dilengkapi dengan jalan serangkaian pengalaman yang dapat dipersamakan dan dengan pertimbangan yang baik; (14) lambat laun dipersatukan menjadi kepribadian dengan kecepatan berbeda-beda; (15) bersifat kompleks dan dapat berubah-ubah. 2. Hakikat pembelajaran Menurut Suherman dalam Jihad dan Haris (2012:11), Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju pada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa disaat pembelajaran sedang berlangsung. Dengan kata lain pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik dalam rangka perubahan sikap. Menurut Piaget dalam Dimyati dan Mujiono (2006:14), pembelajaran terdiri dari langkah-langkah berikut: (1) menentukan topik yang dapat dipelajari oleh anak itu sendiri. Penemuan topik tersebut dibimbing beberapa pertanyaan; (2) m emilih atau mengembangkan aktifitas kelas dengan topik tersebut; (3) mengetahui adanya

15 kesempatan bagi guru untuk mengemukakan pertanyaan yang menunjang proses pemecahan masalah; (4) menilai pelaksanaan tiap kegiatan, memperhatikan keberhasilan, dan melakukan revisi. 3. Pembelajaran Geografi Geografi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari hubungan kausal gejalagejala dipermukaan bumi serta peristiwa yang terjadi didalamnya baik fisik maupun non-fisik beserta permasalahan yang dilihat dari sudut pandang keruangan, kelingkungan dan kewilayahan untuk kepentingan program, proses, dan keberhasilan pembangunan. Pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perbedaan dan persamaan geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan (IGI dalam Sumadi, 2003:4). Pakar-pakar geografi pada seminar dan lokakarya peningkatan kualitas pengajaran geografi disemarang tahun 1988, telah merumuskan konsep geografi sebagai berikut: Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan. Dengan kata lain, pembelajaran geografi adalah pembelajaran tentang hakekat geografi yang diajarkan di sekolah dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental anak pada jenjang pendidikan masing-masing (Nursid Sumatmadja, 1997:12).

16 4. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar (Abdurahman, 1999 dalam Jihad dan Haris, 2012:14). Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu betuk perubahan prilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan intruksional, biasanya guru menetapkan suatu tujuan belajar. Siswa yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan intruksioal. Menurut Benjamin S. Bloom (Jihad dan Haris, 2012:14) tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut A.J.Romizowski hasil belajar merupakan keluaran dari suatu system pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya berupa perbuatan dan kinerja. Dapat kita simpulkan bahwa hasil belajar geografi adalah pencapaian bentuk perubahan prilaku siswa yang mampu memahami persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan, kewilayahan dalam konteks keruangan yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris dari proses belajar dalam waktu tertentu. Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukan evaluasi dan penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Evaluasi pada pengajaran geografi fungsinya hampir sama dengan pengajaran lainnya (Nursid Sumaatmadja, 1997:124). Fungsi itu meliputi:

17 1) Mengungkapkan penguasaan siswa terhadap materi geografi yang telah diprolehnya dalam proses belajar mengajar, termasuk materi pokok dan pengayaannya 2) Menemukan kelemahan-kelemahan yang telah disajikan, metode, media, strategi pembelajaran geografi yang diterapkan, termasuk tujuan yang telah dirumuskan. Data yang diperoleh dari hasil evaluasi, dapat digunakan sebagai dasar perbaikan dan penyempurnaan tugas serta program pengajaran selanjutnya. 3) Mengungkapkan terpenuhi atau tidaknya tugas guru dalam proses belajar mengajar geografi. Jika dari hasil evaluasi diketahui ada tugas yang tidak terpenuhi, maka pada pelaksanaan tugas berikutnya apa yang tidak terpenuhi itu wajib dilaksanakan. 4) Mengungkapkan tingkat perkembangan siswa secara individual dalam mempelajari geografi. Data hasil evaluasi ini dapat digunakan untuk membimbing siswa yang bersangkutan untuk mengembangkan potensinya lebih lanjut dalam menguasai dan memanfaatkan materi geografi. 5. Model Pembelajaran Meyer, W.J. (Trianto, 2009:21) secara kaffah model dimaknai sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan konversi untuk sebuah bentuk yang lebih konprehensif. Menurut Arends (Trianto, 2009:21) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

18 6. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning ) Menurut Eggen dan Kauchak (Triant o, 2009: 58), Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini sejalan dengan pendapat Baharuddin dan Nur (2008:128) yang menyebutkan bahwa, Pembelajaran kooperatif adalah strategi yang digunakan untuk proses belajar dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan siswa lainnya tentang masalah yang dihadapi. Menurut Rusman, (2011: 40) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: (1) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat, dan membuat keputusan bersama. (2) Kelompok siswa terdiri dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. (3) Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, jenis kelamin yang berbeda pula. (4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Menurut Made (2009:190) ada lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Saling ketergantungan positif

19 Pengajar harus dapat menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka dan menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling dibutuhkan. 2) Tanggung jawab perseorangan Pengajar yang efektif harus membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok melaksanankan tanggung jawabnya sendiri sehingga tugas selanjutnya bisa dilaksanakan. 3) Tatap muka Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain agar mereka dapat saling menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing. 4) Komunikasi antar anggota Suatu kelompok dapat dikatakan berhasil bila para anggotanya dapat saling mendengarkan dan dapat mengutarakan pendapat mereka. 5) Evaluasi proses kelompok Pengajar perlu memberikan waktu tersendiri bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka sehingga selanjutnya bisa bekerja sama secara efektif. Dari beberapa pendapat para ahli maka dapat diambil kesimpulan model pembelajaran kooperatif adalah suatu pembelajaran yang melibatkan kerjasama

20 antar siswa dalam keompok kecil yang heterogen guna mencapai tujuan bersama dalam menemukan secara komprehensif konsep-konsep yang sulit. Pembelajaran kooperatif ini bertujuan untuk menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif meliputi jigsaw, Student Devision (STAD), team game taurnamen, talking stick, kelompok investigasi(ki), Numbered heads together (NHT), Thing Pair-Share(TSP), Mind Maap, Snowball Throwing, Duti Duta, Time Token, Debate, Picture and Picture, Integreated reading and Composition, Student Fasilitator and Expailing, Cooperatif Script. ( Yatim Riyanto, 2009:267) 7. Model pembelajaran Snowball Throwing Model pengajaran dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi peserta didik, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelas dalam setting pengajaran atau setting lainnya. Salah satu model pembelajar yang efektif adalah model pembelajaran kooperatif. Merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran (Jihad dan Haris,2012:30). Dan salah satu model pembelajaran kooperatif adalah snowball throwing. Model pembelajaran ini dapat digunakan untuk memberikan konsep pemahaman materi yang sulit kepada siswa. Model Snowball Throwing juga untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan kemampuan siswa dalam menguasai materi tersebut.

21 Pada model pembelajaran Snowball Throwing siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok. Dipilih ketua kelompok yang akan mewakili untuk menerima tugas dari guru. Masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain kemudian siswa menjawab pertanyaan dari bola yang didapatkan. Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan menggunakan kertas berisi pertanyaan yang diremas menjadi sebuah bola kertas kemudian dilemparkan kepada siswa lain. Siswa yang menerima bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya. Langkah-langkah Model Pembelajaran Snowball Throwing 1. Guru menyampaikan materi yang akan disajikan. 2. Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi. 3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya. 4. Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. 5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama + 15 menit.

22 6. Setelah siswa dapat satu bola diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. 7. Evaluasi dan penutup (Agus Suprijono, 2010:128). 8. Pembelajaran Konvensional Dalam model konvensional, pengajar memegang peranan utama dalam menentukan isi dan urutan langkah dalam menyampaikan materi tersebut kepada peserta didik. Sementara peserta didik mendengarkan secara teliti serta mencatat pokok-pokok penting yang dikemukakan pengajar sehingga pada pembelajaran ini kegiatan proses belajar mengajar didominasi oleh pengajar. Hal ini mengakibatkan peserta bersifat pasif, karena peserta didik hanya menerima apa yang disampaikan oleh pengajar, akibatnya peserta didik mudah jenuh, kurang inisiatif, dan bergantung pada pengajar. Bahan pengajaran konvensional sangat terbatas jumlahnya, karena yang menjadi tulang punggung kegiatan instruksional di sini adalah pengajar. Pengajar menyajikan isi pelajaran dengan urutan model, media dan waktu yang telah ditentukan dalam strategi instruksional. Kegiatan instruksional ini berlangsung dengan menggunakan pengajar sebagai satu-satunya sumber belajar sekaligus bertindak sebagai penyaji isi pelajaran. Pelajaran ini tidak menggunakan bahan ajar yang lengkap, namun berupa garis besar isi dan jadwal yang disampaikan diawal pembelajaran, beberapa transparansi dan formulir isian untuk dipergunakan sebagai latihan selama proses pembelajaran. Peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut dengan cara mendengar ceramah dari pengajar, mencatat, dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan

23 oleh pengajar. Pembelajaran dengan pendekatan konvensional menempatkan pengajar sebagai sumber tunggal (Subaryana, 2005:9). Pada pembelajaran konvensional tanggung jawab pengajar dalam membelajarkan peserta didiknya cukup besar, serta peranan pengajar dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Menurut Subaryana (2005:9) bahwa pembelajaran konvensional dalam proses belajar mengajar dapat dikatakan efisien tetapi hasilnya belum memuaskan. Kelebihan dan kekurangan pada model pembelajaran konvensional ini adalah sebagai berikut : a. Kelebihan 1) Efisien. 2) Tidak mahal, karena hanya menggunakan sedikit bahan ajar. 3) Mudah disesuaikan dengan keadaan peserta didik. b. Kelemahan 1) Kurang memperhatikan bakat dan minat peserta didik. 2) Bersifat pengajar centris. 3) Sulit digunakan dalam kelompok yang heterogen. 4) Gaya mengajar yang sering berubah-ubah atau perbedaan gaya mengajar dari pengajar yang satu dengan yang lain dapat membuat kegiatan instruksional tidak konsisten. C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan 1. Hasil penelitian Selya Febriada ( 2011) tentang penggunaaan model pembelajaran snowball throwing untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar geografi siswa kelas XI SMA N 1 Kedondong Tahun 2010/2011 (P.S. Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lampung).

24 Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing dengan menambah metode tanya jawab, diskusi kelompok dan debat, dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) Meningkatnya aktivitas belajar siswa dengan menggunakan model pembelajran Snowball Throwing dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 2. Hasil penelitian Ivana Artha Nitza (2013) tentang Perbandingan hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing dan tipe Group Investigation pada materi lingkungan hidup di SMA 1 Sekampung Tahun Pelajaran 2012/2013 (P.S. Pendidikan Geografi FKIP Universitas Lampung). Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa 1) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Snowballl Trowing dikelas XI IIS 1 dan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dikelas XI IIS 2 pada postes pertama, 2) Terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar siswa dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dikelas XI IIS 1 dan model pembelajaran kooperatif tipe Snowballl Trowing dikelas XI IIS 2 pada postes kedua, 3) Rerata hasil belajar geografi menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan model pembelajara tipe Group Investigation pada materi pokok lingkungan hidup.

25 D. Kerangka Pikir Dalam melakukan penelitian mengenai peningkatan hasil belajar siswa pada materi lingkungan hidup melalui model pembelajaran snowball throwing, peneliti melakukan tiga kali pertemuan dikelas eksperimen dan kelas kontrol dengan masing-masing perlakuan model pembelajaran snowball throwing dan metode konvensional. Pada pertemuan pertama peneliti memberi pretes dikedua kelas, kemudian memberi perlakuan pada masing-masing kelas hingga pertemuan ke tiga, dan diakhir pertemuan ketiga peneliti memberikan postes. Pretes dilakukan untuk melihat kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan, dan postes adalah tes yang dimaksudkan untuk melihat kemampuan akhir siswa setelah diberi perlakuan model pembelajaran. Dari hasi pretes dan postes tersebut akan diketahui apakah terjadi peningkatan yang signifikan atau tidak pada kelas eksperimen dibandingkan kelas kontrol setelah diberikan perlakuan berupa model pembelajaran snowball throwing dan metode konvensional. Nilai postes menunjukan tingkat keberhasilan dalam proses pembelajaran, jika nilai postes baik atau mencapai target yang menjadi tujuan berarti proses belajar mengajar yang dilakukan sudah tepat.

26 Pertemuan dikelas pertama kedua ketiga Y 1 X 1 : Q 1 X 1 : Q 1 X 1 : Q 1 X 2 : Q 2 X 2 : Q 2 X 2 : Q 2 Y 2 Y 1 : Y 2 Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Keterangan : Q 1 : Perlakuan ( treatment) pembelajaran dengan model pembelajaran snowball throwing untuk kelas eksperimen. Q 2 : Perlakuan ( treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol. X 1 : Kelas XI IIS1 X 2 : Kelas XI IIS2 Y 1 : Pretes Y 2 : Posttes Y 2 : Y 1 : Hasil Belajar

27 E. Hipotesis Menurut Suharsimi (2010:110) hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti dan data terkumpul. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang menggunakan model pembelajaran snowball throwing dengan kelas kontrol. 2. Terdapat perbedaan rata-rata nilai postes mata pelajaran geografi pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran snowball throwing lebih tinggi daripada kelas kontrol. 3. Peningkatan hasil belajar geografi pada kelas yang diberi model pembelajaran snowball throwing lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol.