BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah kesehatan masyarakat, baik secara lokal, regional maupun nasional dan global. Di Indonesia DM merupakan ancaman serius bagi pembangunan kesehatan karena dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya kebutaan, gagal ginjal, gangren sehingga harus diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes RI., 2013). Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999). International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa DM merupakan penyebab utama keempat kematian di sebagian besar negara berpenghasilan tinggi. Secara global pada tahun 2013 lebih dari 382 juta orang menderita DM dengan 5,1 juta jiwa meninggal dunia dan diperkirakan pada tahun 2035 akan terjadi peningkatan penderita DM menjadi 592 juta. Selain di negara maju peningkatan prevalensi DM juga terjadi di negara berkembang seperti di India dan Indonesia. Di India pada tahun 2013 terdapat 65,1 juta penderita DM dan diperkirakan pada tahun 2035 akan meningkat menjadi 109 juta, untuk Indonesia terdapat 8,5 juta penderita DM pada tahun 2013 dan diperkirakan akan 1
mengalami peningkatan menjadi 14,1 juta (International Diabetes Federation, 2013). Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur, namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah 2,1 persen (Indonesia) lebih tinggi dibanding tahun 2007 (1,1%). Prevalensi DM di provinsi menunjukkan kenaikan yang cukup berarti seperti Sumatera utara (0,8% menjadi 2,3%), Sumatera barat (1,2% menjadi 1,8%), Maluku (0,5% menjadi 2,1%), Sulawesi Selatan (0,8% menjadi 3,4%) dan Nusa Tenggara Timur (1,2% menjadi 3,3%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2013). Walaupun DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengobatannya tidak tepat. Pengobatan DM memerlukan terapi yang mencakup terapi non farmakologi dan terapi farmakologi, untuk meningkatkan keberhasilan terapi, mencegah komplikasi lebih lanjut dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan DM dengan terapi farmakologi dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat (Drug Related Problems, DRPs). Masalah terkait obat merupakan keadaan terjadinya ketidaksesuaian pencapaian tujuan terapi sebagai akibat pemberian obat. Masalah terkait obat dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan sosial pasien. Masalah terkait obat didefinisikan sebagai kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil kesehatan yang diinginkan (Pharmaceutical Care Network Europe, 2010). Bila penanganan tidak 2
dilaksanakan sesuai acuan seperti yang dijelaskan diatas akan mengakibatkan komplikasi demikian juga penurunan kualitas hidup. Kualitas hidup dapat dinilai dari delapan konsep yaitu: fungsi fisik, nyeri tubuh, keterbatasan peran karena masalah kesehatan fisik, keterbatasan peran karena masalah kesehatan pribadi dan emosional, kesejahteraan emosional, fungsi sosial, energi/kelelahan dan presepsi kesehatan umum (Rand Health, 2012). Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang identifikasi DRPs pada penderita DM dan hubungannya dengan kualitas hidup pasien di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. 1.2 Kerangka Pikir Penelitian Penelitian ini mengkaji tentang DRPs pada pasien DM tipe 2 dan hubungannya dengan kualitas hidup pasien di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. Dalam penelitian ini DRPs (indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat) sebagai variabel bebas dan kualitas hidup sebagai variabel terikat. Menurut Kuesioner SF-36 kualitas hidup digambarkan dalam bentuk delapan subvariabel kesehatan dengan skala pengukuran 36 pernyataan yaitu: Fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh, persepsi kesehatan secara umum, vitalitas (energi/ kelelahan), fungsi sosial, keterbatasan emosional dan kesehatan mental. Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1. 3
Variabel bebas Variabel terikat Pasien DM tipe 2 Telaah dan analisis Drug Related Problems: a. Indikasi tanpa obat b. Obat tanpa indikasi c. Interaksi obat Telaah dan analisis Kualitas Hidup: a. Fungsi fisik b. Keterbatasan peran fisik c. Nyeri pada tubuh d. Persepsi kesehatan secara umum e. Vitalitas (energi/ kelelahan) f. Fungsi sosial g. Keterbatasan emosional h. Kesehatan mental Analisis hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: a. apakah terjadi DRP kategori indikasi tanpa obatpada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik? b. apakah terjadi DRP kategori obat tanpa indikasi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik? c. apakah terjadi DRP ketegori interaksi obat pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik? d. apakah terdapat hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik? 4
1.4 Hipotesis Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah: a. terjadi DRP kategoriindikasi tanpa obatpada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. b. terjadi DRP kategori obat tanpa indikasipada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. c. terjadi DRP ketegori interaksi obat secara farmakologi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. d. terdapat hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: a. mengetahui adanya DRP kategori indikasi tanpa obat pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. b. mengetahui adanya DRP kategori obat tanpa indikasipada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. c. mengetahui adanya DRP ketegori interaksi obat secara farmakologi pada pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. d. mengetahui adanya hubungan antara DRPs dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik. 5
1.6 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk: a. memperoleh gambaran mengenai kejadian DRPs pada pasien DM tipe 2 dan hubungannya dengan kualitas hidup. b. diharapkan hasil penelitian dapat digunakan untuk bahan evaluasi bagi pihak rumah sakit mengenai pelaksanaan pengobatan DM dalam praktik di rumah sakit tersebut. c. menambah pengetahuan peneliti tentang DRPs dan hubungannya dengan kualitas hidup. 6